Anda di halaman 1dari 12

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini dilakukan sebagai
standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien. Umumnya Atresia
billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000
kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu sampai 2
bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir.
Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning
pada sel darah merah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2 bulan
lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami
distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan kadang disertai
letargi (kelemahan).

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan kekebalan tubuh.
Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang akhirnya menimbulkan masalah
dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini.
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.

e. Riwayat Perinatal
1) Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita infeksi penyakit, seperti
HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella
2) Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi virus atau bakteri
selama proses persalinan.
3) Post natal:
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan personal hygiene saat
merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga
kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.

f. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah
menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi
virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih
rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan
kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
g. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus,
dan bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien atresia biliaris dapat dikaji melalui tingkah laku
pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan atresia biliaris, kebutuhan
akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan
empedunya sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.

h. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit


Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak yaitu pola kebersihan
yang cenderung kurang. Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan
bayinya. Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang diperhatikan.

i. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris terjadi gangguan
yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai dengan
takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat distensi abdomen
dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul,
steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan anoreksia,nafsu
makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan
biasanya disertai regurgitasi berulang.
5) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua terhadap penyakit
yang diderita klien
6) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan.
7) Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan
mengobati anak dengan atresia biliaris.
8) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan
dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris biasanya tidak ada gangguan
dalam reproduksi.
9) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat sembuh bagi
anak.
10) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada
anaknya dapat sembuh dengan cepat.

j. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1) Air kemih bayi berwarna gelap
2) Tinja berwarna pucat
3) Kulit berwarna kuning
4) Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5) Hati membesar.
6) Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a) Gangguan pertumbuhan
b) Gatal-gatal
c) Rewel
d) Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : lemah.
TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang
tertekan (takipnea)
b) Kepala dan leher
Inspeksi : Wajah : simetris
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung
Telinga : bersih
Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah : normal
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher
c) Dada
Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan pada
otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d) Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen
Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus
e) Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f) Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas

k. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl) karena kerusakan
parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas.
b) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat
nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat
berupa dilatasi kristik saluran empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika
tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan
mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatik
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
4.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan
lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen ditandai oleh adanya
perasaan sesak pada pasien
c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier
ekstrahepatik
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea dan vomitting pada pasien
ditandai oleh tingginya frekuensi mual dan muntah pasien
e. Gangguan eliminasi fekal (diare) berhubungan dengan malabsorbsi
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4.3 Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan gangguan penyerapan lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji distensi abdomen
keperawatan 2 x 24 jam selama proses
2. Pantau masukan nutrisi dan perhatikan
keperawatan, diharapkan pola nutrisi pasien frekuensi muntah klien
menjadi adekuat 3. Timbang BB setiap hati
Kriteria Hasil: 4. Berikan diet yang sedikit namun sering
a. BB pasien stabil 5. Atur kebersihan oral sebelum makan
b. Konjungtiva tidak anemis 6. Konsulkan dengan ahli diet sesuai indikasi
7. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat, dan
batasi makanan penghasil gas
8. Kolaborasikan pemberian makanan yang
mengandung MCT sesuai indikasi
9. Monitor kadar albumin, protein sesuai
program
10. Berikan vitamin-vitamin larut lemak (A, D,
E, K)

b. Diagnosa keperawatan: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi
abdomen ditandai oleh adanya perasaan sesak pada pasien
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x 24
1. Kaji distensi abdomen
jam, diharapkan pasien menunjukkan tanda-
2. Kaji RR, kedalaman nafas, dan kerja
tanda pola nafas yang efektif pernafasan
Kriteria Hasil: 3. Awasi klien agar tidak sampai mengalami
a. RR mencapai 30-40 napas/mnt leher tertekuk
b. Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas4. Posisikan klien semi ekstensi atau eksensi
c. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas pada pada saat beristirahat
pasien 5. Kolaborasikan operasi apabila dibutuhkan

c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier


ekstrahepatik, ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, dan pasien demam
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: setelah dilakukan pemeriksaan
1. Berikan kompres air biasa pada daerah
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan suhu aksila, kening, leher, dan lipatan paha
tubuh pasien akan kembali menjadi normal 2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali
Kriteria Hasil: disesuaikan dengan kebutuhan
a. Nadi dan pernapasan dalam rentang normal 3. Berikan pasien pakaian tipis
b. Suhu normal 36,50 – 37,50 4. Menipulasi lingkungan menjadi senyaman
mungkin seperti penggunaan kipas angin atau
AC
5. Kolaborasikan pemberian obat anti piretik
sesuai kebutuhan

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea dan vomitting pada pasien
ditandai oleh tingginya frekuensi mual dan muntah pasien
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: pasien akan mempertahankan
1. Pantau asupan dan carian pasien perjam
keseimbangan cairan dan elektrolit setelah (cairan infus, susu per NGT, atau jumlah ASI
dilakukan perawatan didalam rumah sakit yang diberikan
selama 2 x 24 jam 2. Periksa feses pasien tiap harinya
Kriteria Hasil: 3. Pantau lingkar perut pasien
a. Kembalinya pengisian kapiler darah kurang
4. Observasi tanda-tanda dehidrasi
dari 3 detik 5. Kolaborasikan pemeriksaan elektrolit pasien,
b. Turgor kulit membaik kadar protein total, albumin, nitrogen urea
c. Produksi urin 1-2ml/kgBB/jam darah dan kreatinin serta darah lengkap

e. Gangguan eliminasi fekal (diare) berhubungan dengan malabsorbsi.


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: pola BAB pasien normal setelah1. Evaluasi jenis intake makanan
perawatan yang dilakukan 2 x 24 jam 2. Monitor kulit sekitar perianal terhadap
Kriteria Hasil: adanya iritasi dan ulserasi
a. Tidak ada diare 3. Ajarkan pada keluarga penggunaan obat anti
b. Elektrolit normal diare
c. Asam basa normal 4. Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk
mencatat warna, volume, frekuensi dan
konsistensi feses
5. Kolaborasi jika tanda dan gejala diare
menetap
6. Monitor hasil Lab (elektrolit dan leukosit)
7. Monitor turgor kulit, mukosa oral sebagai
indikator dehidrasi
8. Konsultasi dengan ahli gizi untuk diet yang
tepat
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: pasien akan dapat beraktivitas secara1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
normal setelah pemeriksaan yang dilakukan 2 melakukan aktivitas
x 24 jam 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
Kriteria Hasil: kelelahan
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan adekuat
RR 4. Monitor respon kardivaskuler terhadap
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
(ADLs) secara mandiri diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat 5. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan

4.4 Implimentasi Keperawatan


a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan
lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
1) mengkaji adanya distensi pada abdomen pasien
2) memantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah
3) menimbang berat badan pasien
4) mengkolaborasikan pemberian diet pada pasien sedikit namun sering
5) mempertahankan kebersihan oral pasien sebelum makan
6) mengkonsultasikan dengan ahli diet sesuai indikasi
7) memberikan diet rendah lemak, tinggi serat, dan batasi makanan penghasil gas
8) memberikan makanan mengandung MCT sesuai indikasi
9) memonitor laboratorium untuk kadar albumin dan protein sesuai program
10) memberikan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen ditandai oleh adanya
perasaan sesak pada pasien
1) mengkaji ada tidaknya distensi abdomen klien
2) mengkaji RR, kedalaman nafas, dan kerja pernafasan
3) mengawasi leher klien agar tidak tertekuk atau memosisikan leher klien semi ekstensi saat
istirahat
4) mempersiapkan operasi apabila diperlukan
c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier
ekstrahepatik
1) memberikan kompres air biasa pada aksila, kening, leher, dan lipatan paha
2) memantau suhu minimal setiap 2 jam sekali sesuai kebutuhan
3) memberikan pasien pakaian tipis
4) memanipulasi lingkungan senyaman mungkin bagi pasien dengan penggunaan AC / kipas angin
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea dan vomitting pada pasien
ditandai oleh tingginya frekuensi mual dan muntah pasien
1) memantau asupan dan cairan pasien perjam
2) memeriksa feses pasien setiap hari
3) memantau lingkar perut bayi
4) mengobservasi tanda-tanda dehidrasi pada pasien
5) mengkolaborasikan pemeriksaan elektrolit, kadar protein total termasuk albumin, nitrogen urea,
darah dan kreatinin serta darah lengkap
e. Gangguan eliminasi fekal (diare) berhubungan dengan malabsorbsi.
1) Mengvaluasi jenis intake makanan
2) Memonitor kulit sekitar perianal terhadap adanya iritasi dan ulserasi
3) Mengajarkan pada keluarga penggunaan obat anti diare
4) Menginstruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan
konsistensi feses
5) Berkolaborasi jika tanda dan gejala diare menetap
6) Memonitor hasil Lab (elektrolit dan leukosit)
7) Memonitor turgor kulit, mukosa oral sebagai indikator dehidrasi
8) Berkonsultasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
1) Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2) Mengkaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3) Memonitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4) Memonitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis,
pucat, perubahan hemodinamik)
5) Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
6) Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

4.5 Evaluasi
a. Diagnosa 1: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan
penyerapan lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
S: Orang tua pasien mengatakan jika sang anak tidak mau menghabiskan makanannya
O: BB menurun, Muntah, dan konjungtiva tampak anemis
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
b. Diagnosa 2: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
ditandai oleh adanya perasaan sesak pada pasien
S: Orang tua mengeluhkan anaknya sering sesak
O: adanya sesak nafas, RR: 60 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
c. Diagnosa 3: Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada
duktusbilier ekstrahepatik
S: Pasien mengatakan tubuhnya panas
O: suhu meningkat, takikardi, dan RR meningkat
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
d. Diagnosa 4: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea dan vomitting
pada pasien ditandai oleh tingginya frekuensi mual dan muntah pasien
S: Keluarga mengatakan sejak pagi pasien muntah-muntah setelah makan
O: muntah sebanyak ¼ gelas kecil, wajah terlihat pucat dan sianosis
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
e. Diagnosa 5: Gangguan eliminasi fekal (diare) berhubungan dengan malabsorbsi
S: keluarga mengatakan pasien sudah mulai berkurang BABnya
O: pasien BAB 2 kali dalam sehari, dengan konsentrasi cair
A: masalah teratasi sebangian
P: lanjutkan intervensi
f. Diagnosa 6: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
S: pasien mengatakan sudah dapat beraktivitas, dan tidak lelah
O: nadi 95 kali / menit, RR: 21 kali / menit
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006). Penyebab atresia bilier tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat proses
inflamasi yang destruktif. Atresia biliar terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari
saluran empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum diketahui
secara pasti, tetapi diduga karena kelainan kongenital, didapat dari proses-proses peradangan,
atau kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.Dalam hal ini pengobatan tidak memberikan
efek yang terlalu besar. Satu-satunya terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia
biliar adalah pembedahan. Secara historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk reseksi
hepatik parsial dengan drainase luka permukaan, penusukan hepar dengan tabung hampa, dan
pengalihan duktus limfatik torasikus kedalam rongga mulut. Dalam hal pencegahannya
perawatdiharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk
mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu),
dengan keadaan fisik yang menunjukan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna
gelap (pekat). (Sarjadi,2000)

5.2 Saran
Saran bagi perawat, sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakan asuhan keperawatan
kepada klien atresia biliaris sesuai dengan indikasi penyakit, dan sebaiknya dengan baik dan
benar sesuai standar.

DAFTAR PUSTAKA

Attasaranya S, 2008. Choledocholithiasis, ascending cholangitis, and gallstone


pancreatitis.http://health.nytimes.com/health/guides/disease/cholangitis/overview.html. (diakses
pada tanggal 11 maret 2015 pukul 16.22)
Craft-Rosernberg, Martha & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna
Pustaka
Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.2006. Patofisiologi, Konsep Klinis, Proses-proses Penyakit,
Volume 1, edisi 6.J akarta: EGC
Sarjadi, 2000. Patologi umum dan sistematik. Jakarta. EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M.2007. Buku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai