Anda di halaman 1dari 12

Gagal Jantung Akibat Kerusakan Katup Mitral

Adriel Jezreel Pakatong 102013381


Nabilla Chusnah 102013215
Natalie Deskla Pattiasina 102015017
Rizqi Putra Pratama 102016022
MSY. Iftitah Assaqdiah Utami Putri 102016069
Elya Apriliyani Elkana 102016136
Aprilia Rahmawati 102016201
Nathaniel Sugiarto 102016209
Nurul Solehah Binti Hamzah 102016265
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telepon : 021-5694 2061; Fax : 021-563 1731

Pendahuluan
Gagal jantung adalah keadaaan patofiologis di mana jantung memiliki
kemampuan memompa yang abnormal, gagal untuk memompa darah sesuai dengan
kebutuhan metabolism jaringan atau hanya mampu melakukan pengisian tekanan
diastolik.
Gagal jantung mungkin disebabkan oleh kegagalan miokard, tetapi juga dapat
terjadi pada keadaan jantung yang mendekati fungsi normal jantung dalam kondisi
demand yang tinggi. Gagal jantung slelau menyebabkan kegagalan peredar darah,
tetapi sebaliknya belum tentu demikian karena kondisi berbagai organ non-cardiac
(misalnya, syok hipovolemik, syok septic) dapat menghasilkan kegagalan peredaran
darah yang tampak normal, sedikit terganggu, ataupun fungsi jantung di atas normal.
Untuk mempertahankan fungsi pemompaan jantung, mekanisme kompensasi
meningkatkan volume darah, tekanan pengisian jantung, denyut jantung, dan massa
otot jantung. Meskipunn ada mekanisme tersebut, tetap ada penurunan progresif
kemampuan jantung untuk berkontraksi dan rileks yang mengakibatkan perburukan
gagal jantung.1

1
Pembahasan
Skenario 8
Laki-laki 70 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 6 bulan terakhir 1 bulan
terakhir tidak dapat berjalan jauh, pasien sering batuk tidak berdahak.

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara
langsung atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengumpulkan
informasi, membagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk
mendukung kesejahteraan pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari
wawancara merupakan data subjektif berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter
mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan sosial.2 Untuk individu dewasa,
riwayat komprehensif mencakup Mengidentifikasi Data dan Sumber Riwayat,
Keluhan Utama, Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat
Keluarga, dan Riwayat Pribadi dan Sosial.Dalam kasus ini, dokter melakukan
anamnesis secara langsung dari pasien. Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan
meliputi :2
(1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku
bangsa, pekerjaan, dan status perkawinan. Pada skenario didapat usia 70 tahun
dan jenis kelamin laki-laki;
(2) Keluhan utama yang berasal dari kata-kata pasien sendiri yang
menyebabkan pasien mencari perawatan. Pada skenario didapat pasien
mengeluh sesak sejak 6 bulan terakhir dan 1 bulan terakhir tidak dapat
berjalan jauh serta pasien sering batuk tapi tidak berdahak;
(3) Riwayat penyakit sekarang meliputi perincian tentang tujuh karakteristik
gejala dari keluhan utama yaitu lokasi, kualitas, kuantitas, waktu terjadinya
gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang meredakan atau memperburuk
penyakit (obat-obatan), dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang menyertai
gejala);
(4) Riwayat penyakit dahulu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup
imunisasi, uji screening dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak,
penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya mencakup
empat kategori, yaitu medis, pembedahan, obstetrik, dan psikiatrik.;

2
(5) Riwayat keluarga, yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan
penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat
mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak dan cucu.;
(6) Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-hari,
situasi rumah dan orang terdekat, sumber stress jangka pendek dan panjang,
pekerjaan dan pendidikan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat
temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik dalam skenario ini
meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (inspeksi) dan pemeriksaan
raba (palpasi). selain itu pada pemeriksaan fisik juga harus dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali untuk mendapatkan suhu badan
pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan denyut nadi.2
Didapatkan hasil dari skenario pemeriksaan fisik pasien yaitu perabaan nadi iregular.
Pada paru terdengar suara vesikular, rh-/- wh-/-. Pada jantung murmur diastolik
(rumbling) lebih jelas bila pasien miring ke kiri dan pada saat ekspirasi.

Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisik yang utama, kita dapat melakukan pemeriksaan
penunjang sebagai langkah menegakkan atau menyingkirkan diagnosis.
1. EKG = atrial fibrilasi

Gambar 1. Atrial Fibrilasi

3
2. Foto Thorax3
Rumus: A + B : C x 100%
Hasilnya: <50% = Normal
>50% = Kardiomegali

Gambar 2. Kardiomegali
3. Ekokardiografi4
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2,
bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm², maka diperlukan
upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan
atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi.
 Minimal : bila area >2,5 cm2
 Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
 Sedang : bila area 1-1,4 cm2
 Berat : bila area <1,0 cm2
 Reaktif : bila area <1,0 cm2

Gambar 3. Ekokardiografi

4
Working diagnosis
 Congestif Heart Failure ec Mitral Stenosis

Congesif Heart Failure


Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompakan darah secara adekuat
untuk memenuhi kebutuhan tubuh dikarenakan adanya gangguan struktural dan
fungsional pada jantung. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan
kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.5
Penyabab gagal jantung ada banyak yaitu penyakit jantung koroner,
Kardiomiopati (penyakit otot jantung), Tekanan darah tinggi (hipertensi), Penyakit
katup jantung, Penyakit jantung bawaan, Alkoholisme dan penggunaan obat.
Gagal jantung secara umum dibagi menjadi gagal jantung akut dan gagal
jantung kronis.
a. Gagal jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-
load atau after-load, seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut
dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronik
b. Gagal jantung kronik
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau
latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart
Association, gagal jantung telah diklasifikasikan menjadi beberapa tahap dan juga
terapi yang diberikan yaitu antara lain:5
1. Tahap A
Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak
menunjukkan struktur abnormal dari jantung .

5
2. Tahap B
Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.
3. Tahap C
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.
4. Tahap D
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan
standar.
Sedangkan berdasarkan New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan
menjadi 4 kelas fungsional, yaitu:5
1. kelas I : Tidak terdapat pembatasan pada aktivitas fisik. Aktifitas fisik sehari-
hari tidak menimbulkan gejala-gejala seperti mudah lelah, palpitasi, dan
dyspnoe.
2. kelas II : Terdapat sedikit pembatasan pada aktivitas fisik sehari-hari.
Penderita tidak mengalami keluhan apabila istirahat. Gejala timbul pada saat
aktivitas fisik yang sedang dapat mengakibatkan terjadinya dyspnoe, angina,
mudah lelah dan palpitasi.
3. kelas III : Terdapat pembatasan pada aktivitas fisik ringan yang jelas.
Penderita tidak mengalami keluhan apabila istirahat. Gejala timbul pada saat
aktivitas fisik yang ringan dapat menimbulkan sesak nafas, mudah lelah,
angina, dan palpitasi.
4. kelas IV : Penderita mengalami keluhan sesak nafas, angina, dan palpitasi.
Gejala timbul ada saat pasien saat pasien istirahat.

Mitral Stenosis
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral
leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastol.6

6
Differential Diagnosis
 Congestif Heart Failure ec Mitral Regurgitasi
Penyebab mitral regurgitasi adalah rheumatic heart disease, tetapi bisa juga
disebabkan oleh ruptur muskulus papilaris karena kongenita, endokartidis
infeksiosa atau bisa juga karena penyakit jantung koroner yang menyebabkan
iskemia miokard. Patofisiologinya yaitu terjadi gangguan penutupan katup
saat sistol yang akan menyebabkan darah masuk kembali ke atrium kiri
sehingga terjadi overload di atrium kiri. Selama fase diastol darah atrium kiri
tersebut masuk ke ventrikel kiri secara normal dan meningkatkan volume
darah di ventrikel kiriprolaks katup mitral.4

 Congestif Heart Failure ec Aortic Stenosis


Penyebab aorta stenosis adalah demam rematik, kongenital, ateroskerosis.
Pada penderita lanjut usia biasanya penyebab utamanya adalah proses
ateroskerosis dan terjadinya kalsifikasi. Patofisiologinya yaitu pada katup
aorta menjadi kaku dan terjadi fibrotik lalu akan terjadi hipertrofi ventrikel kiri
sehingga oksigen meningkat dan menyebabkan kongesti paru.4

 Congestif Heart Failure ec Aortic Regurgitasi


Penyebab arota regurgitasi adalah endokarditis infektif, kongenital, hipertensi,
diseksi aorta, marfan’s sindrom. Patofisiologinya yaitu terjadi karena adanya
gangguan penutupan daun katup aorta saat diastol lalu akan terjadi dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kiri.4

Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi Streptococcus. Hampir 50%
dari pasien dengan manifestasi klinis stenosis mitral memiliki riwayat demam rematik
20 tahun sebelum timbulnya gejala.6,7
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi
dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis,
rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat

7
fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut
akibat proses degeneratif.6,7

Epidemiologi
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif
di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral
telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik (Dima, 2010).
Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan
pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai
tempat di Indonesia, penyakit jantung katup menduduki urutan kedua setelah penyakit
jantung koroner dari seluruh penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit
jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun
didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung. Seperti diluar negeri maka
kasus stenosis mitral memang terlihat pada orang-orang dengan umur yang lebih tua.
Dari hasil penelitian lain, didapati dua pertiga penderita stenosis mitral adalah wanita
dan onset terjadi pada umur 30an hingga 40an. Biasanya dengan penyakit penyerta
baik kelainan kardiovaskuler atau yang lain sehingga lebih merupakan tantangan.6,8

Patofisiologi
Akibat adanya kalsifikasi dan jaringan parut pada katup mitral, terjadilah
penyempitan pada katup tersebut sehingga darah dari atrium kiri tidak seluruhnya
msauk ke ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan pada atrium kiri
yang kemudian meningkatkan tekanan di paru dan berakhir dengan peningkatan
tekanan di ventrikel kanan. Peningkatan tekanan di ventrikel kanan menyebabkan
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan pada fase kompensata. Pada saat ventrikel
kanan tidak mampu melakukan kompensasi maka terjadi gagal jantung kanan, dengan
manifestasi klinik: edema perifer, hepatomegali, asites dan peningkatan tekanan di
vena jugular.4

8
Manisfestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya
keluhan utama berupa sesak napas, dan dapat juga fatique. pada stenosis mitral yang
bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal nocturnal
dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas. Hal ini dicetuskan oleh berbagai
keadaan meningkanya aliran darah melalui mitral atau menurunnya waktu pengisian
diastole, termasuk latihan, emosi, infeksi respirokal, demam, aktivitas seksual,
kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering
terjadi pada stenosis mitral yaitu 30-40%. Kejadian ini sering terjadi pada umur yang
lebih lanjut atau distensi atrium yang menyolok akan merubah sifat elekrofisiologi
dari atrium kiri. Hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis. Fibrilasi atrium
yang tidak terkontrol akan menimbulkan sesak napas atau kongesti yang lebih berat,
karena hilangnya peran kontraksi atrium dalam pengisian ventrikel serta
memendeknya waktu pengisian diastole. Dan seterusnya akan menimbulkan gradient
transmitral dan kenaikan tekanan atrium kiri.
Kadang-kadang pasien mengeluh terjadinya hemoptisis yang dapat terjadi
karena: 1) apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronchial yang melebar 2)
sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nocturnal dispnea, 3)
sputum seperti karat, 4) infrak paru, 5) bronchitis kronis oleh karena edema mukosa
bronkus. Manifestasi kilinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral, seperti
tromboemboli, infektif endokarditis, atau symptom karena kompresi akibatnya
besarnya atrium kiri seperti disfagia atau suara serak.
Pada stenosis mitral yang sudah memberat dijumpai sesak meskipun pada saat
istirahat. Peningkatan rasa sesak dan tanda kongestif paru yang lebih berat seperti
ortopnu dan paroxysmal nocturnal dyspnea dapat juga dijumpai pada keadaan
stenosis mitral yang lebih berat.
Pada akhirnya akan dijumpai tanda-tanda gagal jantung kanan akibat
peningkatan tekanan di atrium dan ventrikel kanan akibat peningkatan berkelanjutan
dari atrium kiri karena darah terbendung di atrium kiri. Tanda-tanda gagal jantung
kanan tersebut adalah peningkatan tekanan vena jugular, hepatomegali, asites dan
edema perifer.8

9
Penatalaksanaan
Farmakologis
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan
hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau
pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan
penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau
pencegahan endokarditis. Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-
blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.4
Pada stenosis mitral dapat terjadi atrial fibrilasi yang muncul akibat
hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian
ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada kasus ini dapat diberikan digitalis
yang bisa dikombinasi dengan ß-blocker atau Ca-blocker. ß-blocker juga dapat
digunakan untuk mengontrol frekuensi jantung.4
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi
atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk
mencegah fenomena tromboemboli.4

Operatif
1. Mitral Valve Repair
biasanya pada degenerasi miksoid dengan annulus yang melebar9
2. Penggantian katup mitral4,9
- Katup bioprotesa
a. penderita muda/ anak < 20 tahun
b. wanita yang masih ingin hamil
c. penderita dengan kontraindikasi antikoagulan
- Katup mekanik
a. laki-laki
b. wanita yang sudah punya anak cukup
c. penderita yang dianjurkan memakai antikoagulan seumur hidup
d. penderita yang operasi kedua kali

10
Prognosis
Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50-
60%, bila tidak disertai keluhan atau minimal, angka meningkat 80%. Pada kelompok
pasien dengan kelas III-IV prognosis jelek dimana angka hidup dalam 10 tahun
<15%.10
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan
hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup
10 tahun). Resiko terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada fibrilasi
atrium.10

Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis terkena gagal jantung akibat stenosis katub mitral.
Akibat adanya kalsifikasi dan jaringan parut pada katup mitral, terjadilah penyempita
n pada katup tersebut sehingga darah dari atrium kiri tidak seluruhnya masuk ke
ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan pada atrium kiri yang
kemudian meningkatkan tekanan di paru dan berakhir dengan peningkatan tekanan di
ventrikel kanan. Peningkatan tekanan di ventrikel kanan menyebabkan dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kanan pada fase kompensata. Pada saat ventrikel
kanan tidak mampu melakukan kompensasi maka terjadi gagal jantung kanan, dengan
manifestasi klinik: edema perifer, hepatomegali, asites dan peningkatan tekanan di
vena jugular.

11
Daftar Pustaka
1. Dumitru I, et al. Heart Failure. 21 September 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Last accessed on 24
September 2018
2. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. 8th ed.
Jakarta: EGC; 2009.h.267-8
3. Sujana S. Bahan ajar cardiovaskular meliputi jantung dan pembuluh darah.
Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran UKRIDA; Jakarta:2018.h.92-7
4. Ruchika. Bahan ajar penyakit katup jantung. Bagian Ilmu Radiologi Fakultas
Kedokteran UKRIDA; Jakarta:2018.h.67-76
5. Fyler. Donald. Kardiologi Anak Nadas. Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta:1996.h.79-88
6. Indrajaya, Taufik; Ghanie, Ali. Stenosis Mitral. Dalam: Sudoyo, Aru;
Setiyohadi, Bambang; dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III Jilid IV.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta:2006.h.1566-1571
7. Kumar, Robbins; dkk. Basic Pathology 8th Ed. Elsevier,
Philadelpia:2010.h.790-803
8. Edwards, Mia; O’gara, Patrick; Lilly, Leonard. Valvular Heart Disease.
Dalam: Lilly, Leonard. Pathophysiology of Heart Disease 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia:2007.h.199-203
9. Basha, Adi dkk. Standar Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3. RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita, Jakarta: 2009.h.31-4
10. Rilantono, Lily Ismudiati dkk. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran
Indonesia; Jakarta:2001

12

Anda mungkin juga menyukai