JUDUL
ANALISIS KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN METODE
KLASIFIKASI MASSA BATUAN ROCK MASS RATING (RMR) DAN Q-
SYSTEM DI PT. CIBALIUNG SUMBER DAYA
1
usulan modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk
merancang kestabilan lubang bukaan
Konsep massa batuan merupakan susunan dari sistem blok-blok dan
fragmen-fragmen batuan yang dipisahkan bidang-bidang diskontinyu yang
masing-masing saling bergantung sebagai sebuah kesatuan unit. Sifat atau
karateristik massa batuan tidak dapat diperkirakan tetapi harus dilakukan
pengukuran dari hasil observasi, deskripsi dan melakukan test langsung maupun
tidak langsung yang didukung oleh test laboratorium dengan menggunakan
spesimen kecil dari batuan, dimana karakteristik dari parameter massa batuan
akan didapatkan (Palmstrom, 2001).
Menurut Edelbro (2003) sistem klasifikasi massa batuan dapat digunakan
dalam tahap awal sebuah proyek ketika sedikit atau tidak ada informasi rinci yang
tersedia. Akan tetapi, sistem klasifikasi yang dipilih harus digunakan secara tepat
dan benar. Ada beberapa sistem klasifikasi massa batuan yang dikembangkan
untuk tujuan umum tetapi ada juga yang digunakan untuk aplikasi khusus. Sistem
klasifikasi memperhitungkan faktor pertimbangan, yang diyakini mempengaruhi
stabilitas. Oleh karena itu klasifikasi massa batuan sering berhubungan dengan
diskontinuitas seperti jumlah kekar, jarak kekar, kakasaran alterasi dan isian
kekar, kondisi air tanah dan kadang-kadang juga kekuatan batuan dan besarnya
tekanan batuan utuh (intact rock).
2
IV. BATASAN MASALAH
Batasan masalah yang diuraikan dalam penelitian ini adalah:
V. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui Kelas massa batuan di daerah penelitian PT. Cibaliung Sumber
Daya.
2. Menentukan jenis penyanggaan untuk keamanan terowongan di PT.
Cibaliung Sumber Daya
3
c. Mencocokan data-data yang telah ada dan disesuaikan dengan
pengambilan data tambahan di lapangan
3. Pengambilan data
Pengambilan data langsung di lapangan dipakai sebagai salah satu bahan
untuk mengetahui permasalahan yang ada sehingga dapat diambil suatu solusi
yang tepat.
Data-data yang diambil antara lain :
1. Data primer
a. Kekuatan batuan
b. RQD
c. Spasi kekar
d. Kondisi kekar
e. Kondisi air tanah
f. Orientasi kekar
2. Data sekunder
a. Peta lokasi penelitian
b. Curah hujan
c. Geologi regional (batuan, stratigrafi dan struktur geologi)
d. Hidrogeologi
4. Pengolahan data
Data yang telah terkumpul baik dari studi literatur maupun dari pengambilan
data di lapangan dikelompokan berdasarkan jenis dan kegunaannya, sehingga
akan terlihat apakah terjadi penyimpangan atau tidak.
Jika terjadi penyimpangan data yang cukup tinggi maka pengambilan data
harus semakin banyak sehingga dapat diambil rata-rata yang mewakili keadaan.
Data-data tersebut kemudian diolah menggunakan metode empiric sehingga
memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan
pengecekan kembali atau diteliti ulang apakah kesimpulan tersebut cukup baik
5. Kesimpulan
Dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kesimpulan sementara.
Kemudian kesimpulan sementara ini akan diolah lebih lanjut pada bagian
4
pembahasan. Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil
pengolahan data dengan permasalahan yang diteliti. Kesimpulan ini merupakan
hasil akhir untuk direkomendasikan dari semua masalah yang dibahas. Diagram
alir penelitian (lihat Gambar 6.1.).
5
STUDY LITERATUR
METODE PENELITIAN
PENGUMPULAN DATA
PENGOLAHAN
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
6
VII. MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai dasar dari penentuan rekomendasi penyanggaan dan kestabilan
terowongan di PT. Cibaliung Sumber Daya
2. Dasar penentuan jumlah penyangga yang dibutuhkan dalam terowongan.
Diskontinu
7
penggalian dilakukan pada batuan yang lunak atau terkekarkan, karena harus
dapat mengantisipasi keruntuhan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Sebuah
filosofi rancangan yang baik diberikan oleh Evert Hoek (1980) sebagai berikut:
bahwa tujuan dasar dari setiap rancangan untuk penggalian di bawah tanah
(underground excavating) harus menggunakan batuan itu sendiri sebagai
penyangga utama, menghasilkan gangguan sekecil mungkin selama penggalian.
Prinsip utama penyanggaan adalah untuk membantu menambah kekuatan batuan
disekitar lubang bukaan agar dapat menyangga dirinya sendiri.
8
8.2. Klasifikasi Geomekanik
klasifikasi geomekanika dijelaskan sebagai berikut:
Is = F/D2…………………………………………………….................(3.1)
Keterangan :
σc = 18 – 23 Is……………………………………………………..….(3.3)
9
σc = (14 + 0.175D) x Is……………………………………………….(3.4)
10
Tabel 8. 1 Peringkat Kekuatan Batuan.
UCS
No. Macam Kekuatan Uji Lapangan
(Mpa)
Batuan Sangat
0 Tergores oleh kuku jari tangan 0.25 - 1.0
Lemah
11
Palmston, 1982 ( dalam Bienawski, 1989 ) mengusulkan jika tidak tersedia
inti bor, maka RQD dapat dihitung atau diperkirakan dari jumlah kekar – kekar
(joints) yang ada, misalnya kekar untuk masing-masing set kekar dijumlahkan
(Jv).
N = Jumlah kekar
12
Jadi setelah diperoleh besarnya RQD, maka dapat diketahui kualitas
batuannya.
25 – 50 Jelek
50 – 75 Sedang
75 – 90 Baik
13
(Sumber: Z. T. Bieniawski, 1989)
20 – 60 Sangat rapat
60 – 200 Rapat
14
Tabel 8. 4 Klasifikasi Spasi Ketidakmenerusan.
a. Panjang Ketidakmenerusan
Panjang ketidakmenerusan mempengaruhi kelakuan massa batuan.
Panjang ketidakmenerusan dalam pembuatan lubang bukaan dinyatakan
sebagai menerus jika panjangnya lebih besar daripada dimensi lubang
bukaan.
Panjang
Deskripsi
Diskontinu
Persisten sedang 3 – 10 m
Persisten tinggi 10 – 20 m
15
b. Pemisahan
Pemisahan atau jarak antara permukaan ketidakmenerusan mempengaruhi
sifat permukaan yang saling berhadapan. Jika jarak antara permukaan
kecil, kekerasan dinding batuan cenderung akan lebih mengikat dan
material pengisi maupun batuan memberi dukungan terhadap kuat geser
ketidakmenerusan.
Pemisah Deskripsi
> 10 mm Lebar
1 – 10 cm Sangat lebar
> 1m Terbuka
c. Kekasaran
Kekasaran merupakan factor peringkat kuat geser permukaan
ketidakmenerusan. Jika permukaan bersih dan rapat dapat mencegah
terjadinya geseran dipermukaan kekar. Kekasaran dibagi dalam lima kelas
yaitu sangat kasar, kasar, agak kasar, halus dan licin.
16
d. Material Pengisi
Untuk pengukuran material pengisi dilakukan dengan memperhatikan
ketebalannya. Semakin tebal material pengisi, maka pergeseran antar
permukaan rekahan dari kekar semakin sulit, selain itu sifat isian seperti
permeabilitas, perilaku deformasi, dan hubungan antara material pengisi
juga mempengaruhi kuat geser permukaan kekar.
e. Pelapukan Batuan
Tingkat pelapukan batuan dapat diketahui dengan mengamati ciri-ciri
pelapukan, yaitu sebagai berikut:
1) Tidak lapuk/segar
Batuan segar dan kristal-kristalnya jelas.
2) Pelapukan ringan
Terlihat lunturan atau noda disekitar ketidakmenerusan yang biasa
disebabkan oleh pengisian material tipis hasil alterasi.
3) Pelapukan sedang
Perubahan warna mencapai bagian yang lebih luas. Rekahan pada
kekar bernoda dan atau berisi bahan hasil proses pelapukan.
4) Sangat lapuk
Pelapukan mencapai semua bagian-bagian massa batuan dan
batuannya mudah pecah dan tidak mengkilap. Semua material selain
kuarsa telah berubah warna. Batuan dapat dipecahkan atau ditoreh
dengan palu geologi.
5) Pelapukan sempurna
Batuan secara keseluruhan sudah berubah warna dan telah mengalami
dekomposisi dengan kenampakan luarnya seperti tanah serta rapuh,
hanya tinggal sedikit kristalnya.
Pembobotan parameter kondisi ketidakmenerusan dapat dilihat
pada tabel 8.7.
17
Tabel 8. 7 Petunjuk Pembobotan Kondisi Ketidakmenerusan
Kondisi
Pembobotan
Ketidakmenerusan
3 - 10
<1m 1 -3 m 10 - 20 m > 20 m
Panjang m
Tidak 0.1 - 1
< 0.1 mm 1 - 5 mm > 5 mm
Pemisahan Ada mm
Sangat Agak
Kasar Lembut Licin
Kekasaran Kasar Kasar
18
Klasifikasi massa batuan dalam pekerjaan pembuatan lubang bukaan
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang sifat fisik
dan mekanik massa batuan setelah tegangan alamiahnya berubah karena
penggalian. Adapun tujuan dari suatu metode klasifikasi massa batuan antara lain:
19
Tabel 8. 8 Pembobotan dan Klasifikasi Geomekanik Massa Batuan.
Pembobotan 30 25 20 10 0
5 Aliran/10
m
< 10 10 - 25 25 - 125
panjang Tidak ada > 125 l/menit
l/menit l/menit l/menit
terowong
an
Air Tanah Tekanan
Pori
tegangan 0 0,0 – 1 0,1 - 0,2 0,2 - 0,5 > 0,5
utama
max
Keadaan Lemba
Kering Basah Menetes Mengalir
Umum b
Pembobotan 15 10 7 4 0
(sumber: Z. T. Bieniawski, 1989)
20
Tabel 8. 9 Penentuan Kelas Massa Batuan
Sangat
Baik Sedang Jelek Sangat Jelek
Pemerian baik
20 tahun 1 bulan
1 minggu 10 jam
Stand Up Time untuk untuk 30 menit untuk
untuk untuk span
Rata-rata span 15 span 10 span 1 m
span 5 m 2,5 m
m m
Sudut Geser
> 45 35 – 45 25 - 35 15 - 25 < 15
Dalam (˚)
Serta Orientasi Jurus dan Kemiringan serta Pedoman untuk Penggalian dan
Penyanggaan di cantumkan pada table 8.11.
21
Tabel 8. 10 Pengaruh Orientasi Jurus dan Kemiringan pada Pembuatan Lubang
Bukaan.
Arah Strike Tegak Lurus Terhadap Arah Strike Searah Terhadap Arah
Tunnel Tunnel
0 -2 -12 -5
-5 10 -5
Tidak
Sedang Tidak Menguntungkan
Menguntungkan
Rock bolts
Rock mass (20 mm
Excavation Shotcrete Steel sets
class diameter,
fully grouted)
I - Very
good rock Full Face. 3 m Generally no support required except spot
RMR : 81 – advance bolting.
100
22
Locally, bolts
Full Face. 1 - 1,5 in crown 3 m
II - Good 50 mm in
m advance long, spaced
rock RMR crown where None.
Complete suport 2.5 m with
61 – 80 required.
20 m from face. occasional
wire mesh.
23
8.3. Rock Tunneling Quality Index (Q-system)
Klasifikasi massa batuan yang disebut Q-system dikembangkan pada tahun
1974 di Norwegia oleh Barton, Lien, dan Lunde dari Norwegian Geothecnical
Institute (dalam Bieniawski,1989). Q-system memberikan konstribusi besar dalam
pengembangan klasifikasi massa batuan untuk beberapa alasan yaitu:
RQD J J
Q= × J r × SRF
w
………………………….……………………(3.6)
𝐽n 𝑎
Keterangan:
24
SRF = Faktor pengurangan karena adanya tegangan
Menurut Barton, Lien, dan Lunde, parameter Jn, Jr, dan Ja memiliki
peranan yang lebih penting dibandingkan pengaruh orientasi bidang diskontinu.
25
1. Rock Quality Designation (RQD)
Parameter ini merupakan RQD yang dikembangkan oleh Deere.
Besarnya RQD dinyatakan sebagai jumlah panjang core yang lebih dari
10cm dibagi dengan total core recovery dari suatu pengeboran.
Apabila tidak dilakukan borehole, maka RQD dapat di estimasi dari
jumlah joint per-meter. Persamaan yang digunakan untuk menentukan
nilai RQD batuan adalah sebagai berikut :
RQD = 115 – (3,3 x Jv)………………………………………….(3.7)
Dimana Jv adalah jumlah joint per meter kubik.
Dari nilai yang diperoleh, kemudian dilakukan pendiskripsian
pembobotan terhadap kualitas batuan seperti pada table 8.12 berikut:
Tabel 8. 12 Pemeriaan dan Pembobotan untuk Parameter RQD
Bobot RQD
Pemerian RQD
(%)
A Sangat Jelek 0 – 25
B Jelek 25 – 50
C Sedang 50 – 75
D Baik 75 – 90
26
Satu set joint 2
Nilai
Joint Roughness Number
Jr
27
Bidang joint kasar atau iregular dan datar 1,5
Zona sisipan antar bidang kontak joint cukup tebal terisi oleh
1,0
material clay
Zona sisipan antar bidang kontak joint cukup tebal terisi pasir,
1,0
kerakal atau hancuran
28
kekar, sehingga dapat menjaga stabilitas dinding lubang bukaan (adit). Angka
untuk penilaian atau pembobotan tergantung dari beberapa faktor.
Sudut
Geser
Joint Alteration Number (Ja) Nilai Ja
dalam
derajat
29
melewati sisipan antar bidang joint.
30
Hal ini dikarenakan dapat mengurangi ketahanan material pengisi pada
kekar, sehingga stabilitas antar blok ikut berkurang. Cara lain untuk
mengetahui air pada kekar adalah dengan mengetahui kondisi umum yang
dapat dinyatakan sebagai kering, lembab, basah, menetes, dan mengalir.
Untuk pembobotan secara umum dipengaruhi oleh tekanan air.
Tekanan
Joint Water Number (Jw) Nilai Jw
air (Kpa)
31
b. Bila lubang bukaan dibuat tidak pada weakness zone dimana hanya
terdapat sedikit bidang diskontinu dan tidak terdapat lapisan clay, maka
lubang bukaan lebih dipengaruhi oleh perbandingan antara tekanan dan
kekuatan batuan.
c. Tekanan yang dialami oleh batuan yang bersifat plastis dan tidak
kompak.
Keterangan SRF
D. Banyak sisipan (shear zone) antar dinding joint pada batuan keras,
7,5
batuan mudah terlepas (pada berbagai kedalaman)
E. Zona lemah tidak mengandung clay (shear zone) hanya satu pada
5,0
batuan keras ( kedalaman ekskavasi < 50 m)
F. Zona lemah tidak mengandung clay (shear zone) hanya satu batuan
2,5
keras (kedalaman ekskavasi > 50m)
32
Tabel 8. 18 Stress Reduction Factor (SRF) untuk Kondisi b
Keterangan SRF
10,00 -
L. Rock burst besar pada batuan keras
20,0
Keterangan SRF
Keterangan SRF
33
8.4. Parameter Penyanggaan
8.4.1 Safety Factor
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penyanggaan lubang
bukaan adalah perkiraan faktor keamanan (safety factor), yaitu hasil bagi antara
perkiraan kekuatan penyanggaan (ton/m2) dengan perkiraan beban penyanggaan
(ton/m2), atau dirumuskan :
kekuatan penyangga
SF (Safety Factor) = ……………………..……..(3.8)
beban penyangga
S
De = 𝐸𝑆𝑅………………………………………………......................(3.9)
Keterangan :
De = Equivalent dimension (m)
S = Span atau tinggi dinding (m)
ESR = Excavation Support ratio
ESR = ± 3,00 untuk lubang bukaan sementara, dan
ESR = ± 1,60 untuk lubang bukaan permanen
Sedangkan untuk span maksimum dapat ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
Span maksimum (tanpa penyanggaan) = 2 (ESR) Q 0,4…………….(3.10)
Hubungan antara nilai Q dan tekanan penyangga permanen Proof dapat
dihitung dari persamaan berikut :
2,0
Proof = 𝑄 −1,3……………………………………………………...(3.11)
𝐽𝑟
34
Jika jumlah set kekar kurang dari tiga, persamaan dinyatakan sebagai
berikut :
2
Proof = 3 Jn1/2 Jn Q-1,3…………………………………………………(3.12)
Keterangan :
35
Hubungan antara indeks Q dengan equivalent dimension juga dapat
menentukan ukuran penyangga yang sesuai untuk berbagai bidang konstruksi.
Apabila yang digunakan hanya baut batuan (rock bolt) bukan penyangga, maka
panjang dari baut batuan tidak ditentukan dari tabel penyangga, tetapi panjang
baut batuan ditentukan dari persamaan:
2+0,15B
L= ………………………………………………………….(3.13)
ESR
Keterangan:
RMR = 9 In Q + 44…………………………………………………(3.14)
Sehingga dengan persamaan tersebut dapat ditentukan mengenai :
100−Nilai RMR
T= × B………………………………………..…...(3.15)
100
Keterangan :
T = Perkiraan tinggi beban (m)
B = Lebar bukaan (m)
2. Perkiraan beban penyangga berdasarkan nilai RMR.
Hubungan antara beban penyangga dalam satuan ton/m2 dengan lebar
lubang bukaan dalam meter dan nilai RMR dirumuskan sebagai berikut :
36
100−Nilai RMR
P= × B × Y……………………………………….(3.16)
100
Keterangan :
P = Perkiraan beban penyangga (kg/m2)
B = Lebar bukaan (m)
Y = Density batuan (2,66 kg/m3)
Stand Up Time adalah selang waktu tidak terjadinya runtuhan pada bagian
lubang bukaan yang belum disangga sejak penggalian dilakukan. Semakin lebar
span, maka akan semakin kecil stand up time yang tersedia. Begitu pula
sebaliknya, semakin sempit span, maka akan semakin besar stand up time yang
tersedia.
Hubungan antara stand up time dan roof span dapat dilihat pada gambar
berikut :
37
8.4.5 Penentuan Penyangga Menurut Q-system
Setelah diketahui nilai Q berdasarkan keenam parameter yaitu RQD, angka
pasangan kekar (Jn), angka kekasaran kekar (Jr), angka alterasi kekar (Ja), angka
air kekar (Jw), dan Stress Reduction Factor (SRF) maka dapat ditentukan macam
penyanggaannya.
38
dipasang dengan mendorongnya ke dalam lubang bor yang berdiameter sedikit
lebih kecil dibandingkan diameter split set.
39
(Sumber: Ever Hoek,2006)
Gambar 8. 9 Mechanically Anchored Rockbolt
3. Thread bar
Thread Bar dapat digunakan sebagai penyangga primer ataupun sekunder.
Baut ini juga dapat dipasang di atap ataupun di dinding. Sistem pengikatan
baut adalah dengan menggunakan resin. Resin yang berbentuk kapsul akan
dipasang pada setiap baut yang dipasang.
4. Cable Bolt
Cable bolt adalah suatu untaian kawat fleksibel yang berbentuk tendon dan
mempunyai kapasitas tinggi yang biasanya dipasang dan di grouthing dakam
suatu lubang bor dalam jarak teratur untuk memberikan perkuatan dan
dukungan dalam penggalian batuan. Cable bolt adalah jenis baut batuan yang
sangat serbaguna karena dapat dipasang dengan ukuran yang disesuaikan
dengan kebutuhan di lapangan. Baut batuan jenis ini dapat menjangkau jauh
ke dalam massa batuan, memberikan perkuatan pada volume massa batuan
yang besar dan mencegah terjadinya pemisahan yang mungkin terjadi di
sekitar bidang – bidang lemah pada massa batuan.
40
1) Drift dan intersection 4) Cut and fill stopes
Suatu massa batuan yang kontinu relatif memiliki kekuatan yang lebih
besar, akan tetapi baut batuan juga tidak dapet meningkatkan seluruh kekuatan
dari massa batuan dan mencegah batuan mengalami keretakan di bawah
tekanan tinggi. Jika kekuatan dalam batuan tidak cukup untuk melawan efek
41
induksi tegangan atau orientasi bidang diskontinu yang tidak menguntungkan
dapat menghasilkan blok batuan lepas, maka baut batuan kabel dapat menahan
blok batuan tersebut dari keruntuhan.
2
𝑏= ℎ………………………………………………………………………(3.16)
3
atau
2
𝑏= 𝐿………………………………………………………………………(3.17)
9
Keterangan:
L = Roof span
Mereka juga merumuskan hubungan antara spasi dengan panjang rock bolt
yang dihubungkan dengan densitas batuan yang disangga dan Bolt Yield Strength
dari jenis rock bolt yang digunakan seperti formula sebagai berikut :
𝑅𝑚𝑎𝑥
𝑏 = √𝑙 ……………………………………………………...…….(3.18)
𝑚𝑎𝑥 𝑥у
Keterangan:
42
𝑙𝑚𝑎𝑥 = Panjang Maksimum Rock bolt
Ʈ
𝑏 = √𝑃 𝑥 𝑃𝑜𝑆…………………………………………………………….……(3.19)
Keterangan:
b = Spasi penyanggaan
W = f x s x c x h x ρ…………………………………………..(3.20)
Keterangan:
W = Berat batuan yang akan disangga perbaut batuan
F = Faktor keamanan
s = Spasi dari baut batuan tegak lurus sumbu penggalian
c = Spasi dari baut batuan sejajar sumbu penggalian
h = Tebal dari lapisan yang tidak stabil/tinggi runtuhan
ρ = Bobot isi batuan
43
8.5.2 Strap
Merupakan plat besi tipis dan panjang yang digunakan agar baut batuan
atau baut kabel dapat dipasang pada satu garis. Plat ini juga dapat meningkatkan
kekompakan batuan di daerah atap.
1. Chainlink mesh
Digunakan di tambang bawah tanah untuk penyanggaan batuan lepas
dari atap ataupun didinding terowongan. Masalah utama yang
ditemukan adalah korosi, sehingga perlu adanya proses galvanisasi
untuk meminimalkan korosi. Jenis ini tidak cocok untuk shotcrete
karena ukuran jaring kawat terlalu kecil sehingga sulit untuk
melewatkan shotcrete.
2. Weld mesh
Terbuat dari kawat baja berbentuk persegi empat berdiameter 4 mm
dilas menjadi grid ukuran 100 mm x 100 mm grid. Jaring kawat jenis
ini dapat digunakan sebagai perkuatan shotcrete.
44
Shotcrete merupakan nama genetic untuk beton, semen, pasir dan agregat
halus yang dioperasikan secara pneumatik dengan dipadatkan secara dinamik di
bawah kecepatan tinggi. Batuan basah akan menghasilkan permukaan yang baik
untuk menempelkan lapisan pertama shotcrete. Jarak penyemprotan umumnya 1 –
1,5 m dari permukaan batuan. Keahlian operator, suplai ventilasi udara dan udara
bertekanan nozzle, serta komunikasi yang baik antar tim sangat berperan untuk
menghasilkan shotcrete yang baik. Jika shotcrete digunakan pada massa batuan
yang relatif basah, perlu dilakukan penyaliran pada lapisan shotcrete untuk
melepaskan tekanan air yang tinggi.
45
b. Dapat pecah secara tiba-tiba tanpa adanya tanda terlebih dahulu,
sehingga menyulitkan selama pengawasan.
c. Shotcrete yang sudah pecah tidak dapet digunakan lagi, tidak seperti
baja atau kayu.
Kerugian dari penggunaan penyangga besi baja ini yaitu harganya yang
cukup mahal.
46
Berikut macam-macam dari penyangga besi baja, yaitu :
2. I-Beam
Penyangga ini biasanya dipasang untuk lubang yang bentuknya empat
persegi panjang dan umumnya digunakan di daerah lubang-lubang
produksi. Penyangga tersebut kadang-kadang dikombinasikan dengan
kayu atau dinding beton.
3. H-Beam
47
IX. RENCANA JADWAL PENELITIAN
Rencana waktu pelaksanaan Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan selama
±1,5 bulan (7 minggu) mulai pada tanggal 25 Juni s/d tanggal 11 Agustus 2018
atau pada waktu lain yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Waktu (Minggu)
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7
1-7 8-14 15-21 22-28 29 juli-4 5-11
25-30 juni juli juli juli juli agus agus
Studi Pustaka
Pengamatan
Pengambilan data
Pengolahan data
Penyusunan laporan
48
DAFTAR PUSTAKA
49