Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembedahan atau operasi merupakan salah satu tindakan lanjutan

dari penanganan kasus kegawatan yang ada di Rumah Sakit.

Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan

metode invasif dengan melakukan sayatan untuk membuka dan

menampilkan bagian tubuh yang akan dilakukan suatu tindakan

(pengobatan) dan diakhiri dengan penutupan melalui proses penjahitan

luka bekas sayatan (Budikasi, Mulyadi, & Malara, 2015). Operasi atau

pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasif yang

dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau

deformitas tubuh yang akan mencederai jaringan yang dapat

menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh

lainnya. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

membuka sayatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health

Organization (WHO) jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai

angka peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di

tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia,

sedangkan pada tahun 2012 data mengalami peningkatan sebesar 148

juta jiwa, sedangkan untuk di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2

juta jiwa (Sartika, 2013). Adapun Data WHO yang diperoleh dari Hasri

(2012) dalam Kusumayanti (2015) bahwa selama lebih dari satu abad,

perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan


2

kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 230 juta

tindakan bedah yang dilakukan di seluruh dunia (Hasri, 2012 dalam

Kusumayanti, 2015)

Kepuasan pasien merupakan keluaran dari layanan kesehatan dan

suatu perubahan dari sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tapi

tidak mungkin tepat sasaran dan berhasil jika tanpa melakukan

pengukuran kepuasan pasien, karena hasil pengukuran kepuasan pasien

akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung perubahan sistem

layanan kesehatan. Semakin tinggi kepuasan pasien memberi tanda

bahwa terjalin hubungan yang baik antara dokter dan pasien sehingga

dapat menghindari kasus tuntutan hukum, membantu proses pengobatan

dan penyembuhan pasien serta mutu pelayan kesehatan juga semakin

meningkat (Pohan, 2013). Informed consent sendiri merupakan salah

satu bagian penting dalam komunikasi dokter pasien dan belum banyak

penelitian yang meneliti tentang pengaruh informed consent terhadap

kepuasan pasien di pelayanan rumah sakit (Yuniarta, 2011; Trivel, 2013 ;

Prihyanto, 2012).

Pre operasi merupakan tahap awal dari perawatan perioperatif yang

dimulai sejak pasien memutuskan untuk dilakukan tindakan pembedahan

hingga berada diatas meja operasi. Preoperasi sebagai landasan

kesuksesan tahap selanjutnya, sehingga pada tahap ini perluh pengkajian

secara integral, komprehensif dan klarifikasi. Jika terjadi kesalahan pada

fase ini maka akan berakibat fatal pada tindakan yang akan dilakukan

berikutnya (Muttaqin dan Sari, 2013).


3

Kebanyakan orang akan merasa cemas ketika divonis harus

menjalani operasi meskipun itu hanya operasi kecil. Sebab menurut

pemahaman awam operasi berarti ada bagian tubuh yang akan disayat,

dibuka sampai ke dalam dalamnya. Oleh sebab itu, sebagian orang pasti

akan merasa cemas ketika harus menunggu tindakan medis tersebut.

Walaupun demikian, sebuah operasi pada dasarnya dilakukan untuk

meningkatkan kualitas kesehatan. Misalnya, jika tumor ganas dibiarkan

bersarang di tubuh seseorang, maka dapat dipastikan kisah hidupnya

bakal berakhir, operasi dapat menjadi salah satu solusi. Namun, jika tidak

dipertimbangkan secara tepat dan penuh perhitungan, tindakan medis

tersebut dapat berakhir dengan kerugian di pihak pasien (Kusmawan,

2011).

Tindakan pembedahan dapat menimbulkan kecemasan, karena

terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang.

Keadaan cemas yang tidak diatasi dapat menimbulkan permasalahan

pada saat pra bedah, selama pembedahan maupun pasca bedah.

Komunikasi dalam bentuk informed consent penting dan harus dilakukan

oleh seorang dokter untuk membangun hubungan dokter pasien yang

baik. Pasien berhak mempertimbangkan keuntungan dan risiko

pengobatan yang akan dilakukan, sehingga sangat penting bagi dokter

untuk menyampaikan informed consent atau persetujuan tindakan medik

(Burke, 2014).

Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikiatri yang sering

ditemukan. National Comorbidity Study (NSC) mengungkapkan 1 dari 4

orang memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan kecemasan


4

(Lubis & Afif, 2014). Terdapat 16 juta orang atau 6% penduduk Indonesia

mengalami gangguan mental emosional, termasuk kecemasan

(Riskesdas, 2013). Jika kecemasan di luar kendali dan tidak ditangani

dengan baik bisa menyebabkan depresi, sehingga mengganggu

kehidupan pribadi maupun sosial (ASEAN Federation for Psychiatry &

Mental Health, 2015). Pencetus terjadinya kecemasan antara lain adalah

penyakit kronis, trauma fisik, dan pembedahan. Pembedahan tersebut

dapat dialami oleh siapa saja termasuk anak-anak (Lubis & Afif, 2014).

Cemas dalam operasi mungkin dapat dikurangi dengan cara

mengetahui lebih banyak tentang kelainan yang pasien derita, sehingga

pasien yakin kalau operasi merupakan jalan terbaik untuk mengatasi

masalah. Sebenarnya, operasi tidak lagi menjadi hal yang menakutkan

apalagi jika dikaitkan dengan rasa sakit. Pasalnya menjelang operasi

pasien akan terbebas dari rasa sakit akibat kerja obat-obat anestesi.

Cepatnya perkembangan kefarmasian terutama dengan formula yang

diberikan oleh dokter anestesi, akan memperkuat keyakinan kalau pasien

mendapatkan informasi tambahan dari orang lain yang pernah menjalani

operasi yang sama. Jika dengan semua itu kekhawatiran masih juga

menyelimuti tentu dokter bedah dapat menjadi tumpuan untuk bertanya

(Kusmawan, 2011).

Qosim (2013) dalam penelitiannya tentang tindakan keperawatan

yang diterima pasien preoperatif di bangsal bedah RSUP Dr. Kariadi

Semarang menjelaskan bahwa ada enam tindakan keperawatan yang

harus diperhatikan oleh perawat kepada pasien pada fase preoperatif,


5

antara lain: informed consent, psikis/mental, fisik, penunjang, anestesi,

dan premedikasi.

Informed consent merupakan persetujuan yang diberikan pasien

atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan yang diperoleh dari

tenaga kesehatan tentang prosedur yang akan dilakukan kepadanya.

Dengan kata lain bahwa informed consent merupakan persetujuan yang

diperoleh tenaga kesehatan untuk memberikan prosedur tertentu setelah

pasien atau keluarga memberikan izin atas dasar informasi terkait

tindakan yang akan diberikan kepadanya (Warouw, 2013).

Hal-hal yang perlu diinformasikan kepada pasien atau keluarga

pasien meliputi: informasi mengenai diagnose penyakit, terapi dan

kemungkinan alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter

yang melakukan tindakan terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau

perasaan lainnya, resiko dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap

pasien, keuntungan dari terapi, prognosa penyakit atau tindakan yang

akan dilakukan terhadap pasien (Suharto, 2012).

Akhir-akhir ini masalah Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi topik

utama pembahasan di seluruh penjuru dunia, demikian pula halnya dalam

bidang kesehatan. Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan petugas

kesehatan dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak

terapeutik. Tiap-tiap pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical

providers) dan yang menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai

hak dan kewajiban yang harus dihormati (Hanafiah & Amir, 2010).

Perawat hadir 24 jam bersama pasien dan memiliki hubungan yang

lebih dekat dengan pasien dibandingkan tenaga kesehatan lain. Salah


6

satu ciri dari profesi adalah harus memiliki kode etik. Sesuai dengan kode

etik keperawatan, perawat bertindak sebagai pelindung pasien dan

masyarakat yang mempunyai kewajiban untuk mempertahankan dan

membela hak-hak pasien ketika perawatan kesehatan dan keamanan

dipengaruhi oleh praktik yang tidak kompeten, tidak berdasarkan etik atau

illegal terhadap siapapun. Dalam memberikan pelayanan kesehatan,

perawat harus terlebih dahulu memberikan informed consent kepada

pasien atau keluarganya (Mahmud, 2010) .

Jumlah kasus bedah di ruang Instalasi Bedah Sentral sangat

banyak sekali dari mulai bedah umum, bedah obgin, bedah orthopedi, dll.

Berikut adalah jumlah kasus bedah per bulan selama tahun 2018 :

Tabel 1.1. Jumlah Pre Operasi di Ruang Instalasi Bedah Sentral

Tahun 2018.

No. Tahun Jumlah kasus


1. 2016 7926
2. 2017 7991
3. 2018 7113
Total 23.030
Sumber : Data Rekam Medis RSUD Sayang Cianjur tahun 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah pasien yang

menjalani pre operasi di Ruang Instalasi Bedah Sentral terdapat 7926

pada tahun 2016, 7991 pada tahun 2017 dan 7113 pada tahun 2018.

Jumlah terbesar terdapat di tahun 2017 dengan jumlah 7991 kasus dan

terkecil terdapat pada 2018 sebanyak 7113 kasus.

Untuk menjalankan tugas keperawatan, banyak teori keperawatan

yang digunakan, salah satunya adalah Hildegard E. Peplau. Model

konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau menjelaskan

tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang
7

menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4

komponen sentral yaitu klien, perawat, masalah kecemasan yang terjadi

akibat sakit (sumber kesulitan) dan proses interpersonal. Untuk mencapai

asuhan keperawatan yang berkualitas, maka perawat perlu mengetahui

faktor apa saja yang dapat menimbulkan kecemasan pada pasien dan

perawat perlu mengkaji strategi koping yang biasa digunakan oleh pasien

dalam menghadapi kecemasan pre operasi. Bagi perawat perlu untuk

mengetahui kondisi pasien pre operasi dalam kecemasan dan kopingnya,

karena jika pasien menunda jadwal operasi dapat memperparah penyakit

pada pasien pre operasi dan meningkatkan tingkat kecemasannya.

Peneliti melakukan studi pendahuluan guna mendapatkan data awal

untuk dijadikan bahan bagi melakukan penelitian. Studi pendahuluan

dilakukan pada hari kamis tanggal 28 Februari 2019 kepada 10 pasien

yang akan menjalani operasi. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa 7

pasien mengatakan bahwa mereka cemas karena akan dilakukan

tindakan operasi, 3 orang mengatakan cemas karena akan disayat-sayat

bagian tubuhnya, 3 orang cemas karena operasinya ditakutkan akan

mengalami kegagalan, bahkan ada 1 orang mengatakan cemas karena

takut sadar sebelum tindakan operasi selesai. Setelah ditanyakan ke

seluruh pasien dan keluarga, mereka mengatakan telah menerima

penjelasan mengenai tindakan, resiko, proses, dll mengenai operasi yang

akan dilaksanakan oleh pasien.

Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Informed Concent Terhadap


8

Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi di RSUD Sayang

Cianjur Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah

adalah adakah pengaruh antara pemberian informed concent terhadap

tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD Sayang Cianjur

Tahun 2019 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan antara pemberian informed concent

terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD

Sayang Cianjur Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pemberian informed concent di RSUD

Sayang Cianjur tahun 2019.

b. Mengetahui gambaran tingkat kecemasan di RSUD Sayang

Cianjur tahun 2019.

c. Mengetahui pengaruh informed concent terhadap tingkat

kecemasan pasien pre operasi di RSUD Sayang Cianjur tahun

2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi pelayanan kesehatan bersangkutan dalam mengetahui


9

perbedaan tingkat kecemasan pasien pre operasi sebelum dan

sesudah diberikan informed consent.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD Sayang Cianjur

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam hal

peningkatan kualitas pelayanan keperawatan khususnya pada

pasien pre operasi dalam pemberian informed concent untuk

mengurangi angka kecemasan yang dialami pasien.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan baru dan

pengalaman proses belajar terutama asuhan keperawatan dalam

komunikasi terapeutik kepada pasien sehingga kecemasan yang

dialami pasien pre operasi dapat teratasi atau berkurang.

c. Bagi STIKes Budi Luhur

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur

diperpustakaan.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan

(referensi) dan dapat mendapatkan pengetahuan bagi peneliti

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai