Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

Coronary Artery Disease (CAD) / Penyakit Jantung Koroner

OLEH :

SUPIANI YAMLEAN

70300116022

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “Tn. I” DENGAN DIANGNOSA

Coronary Artery Disease (CAD) / Penyakit Jantung Koroner

OLEH :

SUPIANI YAMLEAN

70300116022

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB 1

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Coronary Artery Disease atau Penyakit jantung koroner terjadi
karena sebab suplai darah ke otot jantung berkurang sebagai akibat
tersumbatnya (obstruksi) pembuluh darah koronaria.
Penyakit jantung koroner adalah suatu manifestasi khusus dari
atherosclerosis pada arteri koronaria (Wijaya, Putri, 2013).
Penyakit jantung koroner adalah perubahan variabel intima arteri yang
merupakan pokok lemak (lipid), pokok komplek karbohidrat darah dan
hasil produk darah, jaringan fibrus dan defosit kalsium yang kemudian di
ikuti dengan perubahan lapisan media (Wijaya, Putri, 2013).
Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang
berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung
iskemik adalah penyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis,
sehingga penyakit jantung iskemik sering disebut penyakit jantung koroner
atau penyakit arteria koronaria.

B. Etiologi
Menurut Sylvia price Aterosklerosis pembuluh koroner merupa
penyebab penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan.
Atherosklerosis menyebabkan penimbungan lipid dan jaringan fibrosa
dalam arteri koronaria, sehingga secara progratif mempersempit lumen
pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran
darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila
penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti
perubahan vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk
melebar. Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuha
oksigen menjadi genting, membahayan miokardium (Wijaya, Putri, 2013).
Sedangkan menurut Sjaifoellah Noer penyakit jantung koroner terutama
disebabkan oleh proses aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan
degeneratif, meskipun dipengaruhi oleh banyak factor, kelaianan
degeneratif ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
O2 miokardium dengan masukan (suplay) nya, sehingga bisa
menyebabkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelainan
vaskuler dan kekurangan O2 dalam darah (Wijaya, Putri, 2013).
1. Faktor-faktor resiko besar (major risk factor)
a. Usia
Usia adalah faktor resiko terpenting dan 80% dari kematian akibat
penyakit jantung koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia 65
tahun atau lebih. Meningkat usia seseorang akan semakin tinggi
kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan
usia berkaitan dengan penambahan waktu yang digunakan untuk
proses pengendapan lemak pada dinding [embuluh nadi. Di
samping itu proses kerapuhan dinding pembuluh tersebut
semakin panjang sehingga semakin tua seseorang maka semakin
besar kemungkinan terserang penyakit jantung koroner (Wijaya,
Putri, 2013).
b. Jenis kelamin
Pria lebih mempunyai resiko lebih untuk menderita penyakit
jantung koroner, kaum ibu biasanya tidak terserang oleh penyakit
ini sampai setelah menopause. Peningkatan setelah menopause
terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid
dalam darah. Pria usiah < 65 tahun kira-kira mempunyai
kemungkinan meninggal akibat jantung 4 kali lebih besar
dibandingkan wanita (Wijaya, Putri, 2013).
c. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner
atribut yang mempercepat proses untuk timbulnya atherosclerosis.
Tambahan lagi, peningkatan resisten vaskuler perifer
meningkatkan afterload (pasca pengisian) dan kebutuhan ventrikel.
Akibatnya adalah peningkatan kebutuhan oksegen untuk
myocardial untuk menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh
hipertensi dapat dimodifikasi melalui kepatuhan terhadap regimen
medis untuk pengendalian sistolik dan diastolic tekanan darah
(Wijaya, Putri, 2013).
d. HIperlipidemia
Hiperlipidemia merujuk pada terjadinya peningkatan kadar
cholesterol dan triglyserida di dalam darah. Orang yang kadar
kolesterol melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kai untuk
menderita penyakit jantung koroner dengan mereka yang kadarnya
200 mg/dl (wijaya, Putri, 2013).
e. Merokok
Merokok adalah faktor besar yang member kontribusi kepada
penyakit jantung koroner. Para perokok sigaret mempunyai 2-3
kali untuk meninggal karena penyakit jantung koroner dari pada
orang bukan perokok. Resiko bergantung pula kepada banyaknya
rokok yang di hisap dalam sehari, lebih banyak / sering merokok
maka lebih tinggi resikonya. Nicotine meningkatkan beban kerja
miokardium dan terjadi dampak peningkatan kebutuhan oksigen.
Karbonmonoksida mengganggu pengangkutan oksigen.
Seseorang yang merokok umumnya mengalami penurunan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) dan peningkatan kandungan LDL
(Low Density Lipoprotein) sehingga resiko terjadinya penebalan
dinding pembuluh darah, meningkat, keadaan inipun bukan cuman
dialami oleh perokok itu sendiri, tetapi juga dengan perokok pasif /
orang yang di sekeliling perokok (Wijaya, Putri, 2013).
2. Faktor-faktor resiko kecil (Minor Risk Factor)
a. Obesitas
Obesitas atau berat badan berlebihan yang berhubungan dengan
beban kerja jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen
untuk jantung. Yang spesifik, obesitas berhubungan dengan
peningkatan intake kalori dan peningkatan kadar Low Density
Lipopretein (LDL).
Orang yang gemuk akan cenderung menderita penyakit jantung
koroner disbanding seseorang yang terbobot normal (Wijaya, Putri,
2013).
b. Kurang Gerak
Telah dibuktikan bahwa gerakan dapat memperbaiki efesiensi
jantug dengan mengurangi kecepatan jantung dan tekanan darah.
Dampak terhadap fisiologis yang lain dari kegiatan gerakan ialah
menurunkan kadar kepakatan rendah dari lipid protein,
menurunkan kadar glukosa darah dan memperbaiki cardiac output
dapat mengurangi kemungkinan penyakit jantung koroner (Wijaya,
Putri, 2013).
c. Diabetes Millitus
Atherosclerosis koroner diketahui 2-3 kali lebih banyak dari orang
dengan diabetes, tanpa memandang kadar lipid dalam darah.
Predisposisi degenerasi vaskulerdiketahui terjadi pada diabetes
mellitus dan metabolism lipid yang tidak normal memegang
peranan juga dalam pertumbuhan atheroma. Berpegang teguh pada
regimen medis yang dianjurkan mengatur glukosa dapat
mengurangi pengaruh faktor resiko dan itu menjadi tanggung
jawab individu untuk realisasinya (Wijaya, Putri, 2013).

C. Klasifikasi
1. Angina Pektoris.
Atau biasa disebut angin duduk adalah nyeri dada akibat kurangnya
darah dan oksigen yang menuju ke jantung. Ini bisa menjadi gejala
penyakit arteri koroner, atau aterosklerosis dimana terjadi penumpukan
kolesterol dan lemak (Plak) didalam arteri koroner jantung ( .
2. Akut mikart infark (AMI) / serangan jantung.
Adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat
suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh
gumpalan darah karena pecahnya plak.
3. Old Miokart infark (OMI)
Adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh sumbatan arteri koroner
(Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh karena adanya
aterosklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat akiran
darah ke jaringan otot jantung.
4. Gagal jantung.
Adalah disaat kondisi otot jantung menjadi sangat lemah sehingga
tidak bisa memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini
dikenal juga dengan istilah gagal jantung kongesif. Terjadinya gagal
jantung biasanya dipicu oleh masalah kesehatan, seperti: penyakit
jantung koroner.

D. Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri
besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit,
neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima
(lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-
arteri sereberal. (Ariesty, 2011:hal 6).
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai
dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi
setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel
endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk
kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011:hal 6).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan
imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit,
serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin
proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia
yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan
siklus inflamasi,pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera,
sel darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif
endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama
terhadap sel darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial,
monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang
interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag
dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus
inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos
yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty,
2011:hal 6).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika
intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi
dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan
inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai
terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti
dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh
darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit
dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan
menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika
kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan
dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot
jantung yang di kenal sebagai miokard infark. Patofisiologi Penyakit
Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas
Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri
imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah
Pembentukan Trombus monosit makrofag Lapisan lemak sel otot polos
tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI Kematian. (Ariesty, 2011:hal 6).

E. Manifestasi Klinis

Lily Ismudiati menjelaskan bahwa menifestasi klinis penyebab


jantung koroner (PJK) berfariasi bergantung pada derajat aliran dalam
arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan
tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal,
dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau spasme,
peningkatan kebutuhan jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan
aliran darah, sebab aliran darah koroner dapatditingkatkan 5 kali
dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara meningatkan frekuensi
denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan aktivitas
fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koroner
mengusahakan agarpasok maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar
oksegenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan
fungsi secara optimal.perlu diingat bahwa metabolisme miokard hamper
100% memerlukan oksigen, dan hal tersebut telah berlangsung dalam
keadaan istirahat, sehingga ekstraksi oksigen dan aliran darah koroner
akan habis dalam keadaan tersebut.peningkatan kebutuhan oksigen hanya
dimungkinkan dengan penambahan aliran dan bukan dengan
meningkatkan ekstraksi aliran darah. Meskipun tampaknya sederhana,
bahwa kebutuhan konsumsi oksigen jaringan tergantung pada pasok arteri
koroner, tetapi mekanisme yang mendasari cukup kompleks. Berbagai
pengetahuan akan mempengaruhi antara pasok dan kebutuhan, yang pada
dasarnya melalui mekanisme sederhana, yaitu: 1) pasok berkurang
meskipun kebutuhan tak bertambah, dan 2) kebutuhan meningkat,
sedangkan pasok tetap. Bila arteri koroner mengalami gangguan
penyempitan (stenosis) atau penciutan (spasme), pasok arteri koroner tidak
mencukupi kebutuhan, secara popular terjadi ketidak seimbangan pasok
(suppy) dan kebutuhan (demand), akan memberikan gangguan.
Manifestasi gangguan dapat berfariasi tergantung kepada berat ringannya
stenosis atau spasme, kebutuhan jaringan (saat istirahat atau aktif), dan
luasnya daerah yang terkena. Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri
koroner mengalami stenosis lumen sampai 60% belum menimbulkan
gejala, sebab aliran darah koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan,
antara lain dengan mekanisme pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi)
pasca daerah stenosis. Stenosis koroner pada kedaan ini tidak member
keluhan, sering disebut penyakit jantung koroner laten atau silent
ischemia. Beberapa keluhan / menifestasi yang sering terjadi pada
penyakit jantung koroner:

1. Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang
bersifat sementara dan reversible. Iskemia yang lama akan
menyebabkan kematian otot atau necrosis. Secara klinis maka
necrosis miokardium dikenal dengan nama infak miokardium.
2. Palpitasi
Palpitasi merupan menifestasi pjk meskipun tidak spesifik.
Ia bisa timbul spontan ataupun atas faktor pencetus yang
menambah iskemia seperti aktivitas fisik, stress dll. Mungkin ia
timbul primer atau sebagai permulaan menifestasi gagal jantung.
3. Sesak Nafas
Sesak nafas berawal dari nafas yang sesak sewaktu
melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak
minimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah,
sekalipun melakukan aktivitas ringan, seperti naik tagga 1-2 lantai
ataupun berjalan terburu-buru atau berjalan datar agak jauh. Pada
keadaan lanjut dapat terjadi gagal jantung kiri, yang jelas terdapat
manivestasi difusi ventrikal kiri.
4. Angina Pektoris

Istilah angina pektorismemiliki arti nyeri dada intermiten


yang disebabkan oleh iskemia miokardiumyang reversible dan
sementara. Diketahui terdapat tiga varian utama angina pectoris:
angina pectoris tipikal (stabil), angina prinzmental (varian), dan
angina pectoris pectoris tak-stabil.

Angina Pektoris yang spesifik merupakan gejala utama


dank has bagi PJK. Memang Angian pectoris merupakan gejala
yang paling gejala timbul sehingga layak juga di pandang sebagai
pembeda antara PJK asimtomatik dan simtomatik (Wijaya, Putri,
2013).
Menurut Lily Ismudiati angina pectoris adalah “jeritan”
otot jangtung yang merupakan sakit dada kekurangna oksigen;
suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang
sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah
koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kontraksi
miokard. Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral
yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher atau
punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisik maupun emosi
atau dapat timbul spontal saat istirahat. penderita dalam angina
pectoris dapat dibagi dalam beberapa subset klinik. Penderita
dengan angina pectoris stabil, pola sakit dadanya dapat dicetuskan
kembali oleh satu kegiatan dan oleh faktor-faktor pencetus tertentu,
dalam 30 hari terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekuensi,
lama dan faktor-faktor pencetusnya (sakit dada tidak lebih lama
dari 15 menit). Pada angina pectoris tidak stabil, umumnya terjadi
perubahan-perubahan pola: meningkatnya frekuensi parahnya dan
atau lama sedikitnya dan faktor pencetusnya. Sering amsuk disisni
sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi crescendo kearah
perburukan gejala-gejalanya. Subst ketiga adalah angina
prinzmental ( variant) yang terjadi karena spasme arteri koronaria
(Wijaya, Putri, 2013).
5. Infrak Miokard
Istilah infark miokardium menunjukkan terbentuknya suatu
daerah nekrosis miokardium akibat iskemia lokal. MI akut yang
sering disebut “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal
tersering kematian dinegara industri (Amerika).
Infrak miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri
koroner. Terjadinya thrombus disebabkan oleh plakyang kemudian
di ikuti oleh pembelahan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luas
miokard infark tergantung pada arteri yang kualitas dan aliran
darah kolateral. Kebutuhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal,
seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas dan ditindih barang
berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher,
rahang bahkan kepunggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung
lebih lama dari angina pectoris biasa dan tak responsive terhadap
nitrogliserin (Wijaya, Putri, 2013).

F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya:
a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran
diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi
gelombang T yang simetris di sandapan prekordial.

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan
adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan
pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan
secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan berbagai ciri dan katagori:

1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa


inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri,
tidak dijumpai gelombang Q
2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam
(Kulick, 2014: hal 42).

b. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya
kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler
(Kulick, 2014: hal 42).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak
digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak
jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika
arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan
maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014:
hal 42).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua
bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas
memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama
serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012 hal 43).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi
jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan
khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram,
tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan
sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan
(Mayo Clinik, 2012: hal 43).
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner
adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu
memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras
disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast
CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak
yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium
ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012:
hal 43).
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan
dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk
mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo
Clinik, 2012: hal 44).

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Menurut, Hermawatirisa,2014: hal 12

a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi

Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya


proses aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh
darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata.
b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi
c. Hindari mengonsumsi alcohol.
d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
e. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi,
olahraga bermanfaat karena
f. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
g. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih
berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol
h. Menurunkan tekanan darah
i. Meningkatkan kesegaran jasmani

H. Prognosis
Pasien dilihat secara keseluruhan (holistic) dan diperlukan individual
mengingat PJK adalah penyakit multifaktorial dengan manifestasi yang
bermacam-macam.

Menurut Sjaifoellah Noer penatalaksanaannya yaitu :

1. Mengatasi Iskemia
a) Medikamentosa
Obat-obat untu ini sama saja dengan yang dipakai untuk mengatasi
angina pectoris dan sudah dibicarakan pada topic itu. Seperti diketahui
obat-obat tersebut adalah:
1) Nitrat (N), yang dapat di berikan parenteral, sublingual, buccal,
oral, transdermal dan ada yang dibuat lepas lambat. reparatnya ada
gliseril trinitrat (GTN), isosorbid dinitrat (ISDN) dan isosorbid 5
monomitrat (ISMN). Kerugiannya adalah efek samping seperti
flushing, hipotensi postural, dan toleransi. Untuk mengatasi
toleransi diberikan periode bebas nitrat lebih kurang 10 jam.
2) Berbagai jenis penyakit beta (BB), mengurangi kebutuhan oksigen.
Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan propranolol, bekerja
lambat seperti satalol dan nadolol; ada beta 1 selektif seperti
asebutolol, metoprolol, dan atenolol; ada yang ISA + seperti
oksprenolol dan pindolol; ada yang larut dalam lemak sehingga
menembus blood brain barier seperti propranalol, metaprolol,
pindolol. Yang harus di ingat pada pemakaiannya adalah bahwa ia
dapat mengurangi kontraktilitas (awal pada difusi LV),
menimbulkan spasme bronkus (asma/ PPOK) dan menurunkan HR,
sehingga harus waspada terhadap bradikardia dan blockade
jantung. Efek samping misalnya mimpi-mimpi, efek dingin pada
kaki, rasa lelah, efek metabolic (gula darah dan lipid) dan
withdrawal effect yang bisa menimbulkan angina pectoris lebih
berat pada waktu menghentikan obat.
3) Antagonis calcium (ca A), juga terdiri dari beberapa jenis, cara
pemakaian obat dan perenteral. Umumnya obat-obat ini
mengurangi kebutuhan O2 dan menambah masukannya (dibatasi
koroner). Ada yang menurunkan HR seperti verapamil dan
diltiazem, tetapi ada yang menimbulkan takikardi seperti nifedipin.
Kebanyakan inotropik negative, kecuali beberapa yang vasodilator
kuat sehingga menurunkan afterload dan dapat dipakai pada
difungsi LV, misalnya amlidipin. Efek samping utama seperti sakit
kepala, edema kaki, bradikardi sampai blockade jantung,
konstipasi, dll.
Obat-obat tersebut dapat diberikan sendiri-sendiri atau kombinasi
(K) (2 atau 3 macam) bila di perlukan. Hanya harus di perhatikan
keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan kombinasi tersebut
(saling menguatkan atau menutupi kekurangan/ efek samping) dan
kerugiannya (saling menambah efek samping misalnya bradikardi,
inotropik negative, metabolic, dll), ataupun kemungkinan
mengubah / mengganti obat-obatan dari yang satu kelainan untuk
menghindari toleransi (Wijaya, Putri, 2013).
b) Revaskularisasi
Menurut Sylvia price revaskularisasi dapat dilaksanakan dengan cara:
1) Pemakaian trombolitik, biasanya pada PJK akut IJA. Rekanalisasi
dengan trombolik paling sering dilakukan pada PJK akut, terutama
IJA.
2) Prosedur invasive (PI), non operatif.
Prosedur invasive (PTCA (percutaneus transluminal coronary
angiosplasty, PTCA) dipopulerkan gruntzig pada tahun 1976, ketika ia
melakukan pelebaran a. koronaria dengan balon. Sampai sekarang
prosedur ini telah mengalami banyak kemauan baik teknik maupun
peralatannya, sehingga indikasinya yang terjadi terbatas pada 1-2
pembuluh darah dengan kelainanyang sederhana saja, sekarang telah
mungkin pula dilakukan pada kelainan-kelainan yang kompleks dari
berbagai pembuluh darah sekaligus. Di samping PTCA memakai
balon, sekarang telah dikembangkan pula alat-alat baru seperti
rotablator, atheroctomy dan pemasangan stent. Dengan bantuan alat-
alat ini PTCA lebih banyak dilakukan dan lebih aman. Di sub bagian
kardiologi penyakit dalam oleh T. santoso dkk sampai sekarang
prosedur invasive ini telah dikerjakan pada 1000 kasus dengan hasil
yang cukup baik. komplikasi dapat ditekan serendah-rendahnya.
Beberapa kasus mungkin memerlukan operasi (CAS) segera, dan hal
ini hendaknya selalu dapat dilakukan (persyaratan untuk melakukan
PI) . masalah rentenosis masih tetap menjadi kelemahan prosedur ini.
3) Operasi (coronary artery surgery)
Operasi (CAS) juga mengalami banyak kemajuan terutama dalam
mengusahkan agar pembuluh darah tetap paten cukup lama dan
menemukan alternative untuk kasus-kasus yang sukar untuk di lakukan
prosudur invansive dan funsin LV yang amat rendah . beberapa macan
operasinya antara lain adalah sebagai berikut :
a) Operasi pintas koroner (CABG)
1) Vena saphena (saphenous vein)
2) Arteria mammaria interna
3) A. Radialis
4) A. Gastroepiploika
b) Transmyovadial (laser) rencanalization (TMR)
c) Trasplantasi untuk jantung untuk kordiomiopati iskemik

I. Komplikasi
1. Gagal jantung kongestif
2. Syok kardiogenik
3. Disfungsi otot papilaris
4. Defek teptum ventrikel
5. Rupture jantung
6. Aneurisme ventrikel
7. Tromboembolisme
8. Perikarditik
9. Sindrom dressler
10. Aritmia

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a) Biodata
b) Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit pembuluh darah artri.
2) Riwayat serangan jantung sebelumnya.
3) Terapi estrogen pada wanita pasca menopause.
4) Diet rutin dengan tinggi lemak.
5) Riwayat merokot.
6) Kessbiasaan merokot tidak teratur.
7) Riwayat DM ,hipertensi,gagal jantung kongestif.
8) Riwayat pernafasan kronis.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat keluarga penyakit jantun/ infark miokard, DM,
stroke,nhipertensi penyakit vaskuler periver.
d) Riwayat kesehatan sekarang
1) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
2) Faktor perangsan nyeri yang spontan.
3) Kualitas nyeri: rasa nyeri menggarkan dengan rasa sesak yang
berat /mengcekik.
4) Lokasi nyeri: di bawah atau sejkitar leher ,dengan dagu
belakang, bahu atau lengan.
5) Beratnya nyeri: dapat dilakukang dengan istirahat atau
pemberian nitrat.
6) Waktu nyeri: berlangsun beberapa waktu/hari selama serangan
pasien memegan dada atau menggosok lengan kiri.
7) Diafoerasi, muntah, mual, kadang-kadang lemah, dispnea.
8) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan
e) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) TD dapat normal/naik/turung, perubahan postural di catat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi dapat normal ,penuh/tidak kuat ,lemah/kuat, teratur/
tidak.
c) Respiratory rate meningkat.
d) Suhu dapat menormal, meningkat/deman.
2) Kepala: pusing, wajah meringis mukosa bibiri sianosis,
menangis, merintih, kehilangan kontak mata.
3) Leher dan thorax
a) Distensi vena jugularis.
b) Dada : bungi jantung: bungi jantung extra S3/S4
menungjukan gagal jantung / penurungan kontraktilitas atau
complain vartikel murmur menunjukan gagal katup jantung
/disfunsi otot papilar friksi perikarditis .irama jatung: dapat
dapat teratur/tidak, paru-paru: bunyi nafas
bersih/krekels/mengi. Frekuensi nafas meningkat , nafas
sesak, spuntun bersih, merah muda kental. Batu
dengan/tampa produksi spuntun. Dispnea dengan/tampa
bekerja, disnea noktural.
4) Abdomen
a) Penurunan turgor kulit, nyeri ulu hati / terbakar.
b) Perubahan BB, bising usus normal/ menurung .
5) Exktresnitas
a) Kelemahan, kelelahan.
b) Edema perifer/ edema umum.
c) Kulit dingin/ berkeringat kering.
d) Menggeliat.
e) Pemeriksaan diaknosik.
f) EKG menyatatakan peninggian gelombang ST, iskemia
penurunan atau datarnya gelombang T menunjukan cedera,
gelombang Q berarti neksrosis.
g) Sel darah putih: leokosit (10000-20000) biasanya tampak
pada hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses
inflamasi.
h) Foto dada: mungkin normal/ menunjukkan jantung di duga
gagal jantung kongestif atau anueresma vertikel .
i) Elekrolit: ketidakseimbangan dapat mempengaruhi
kontraktilitas: hipo/hiperkelemia.
j) Analisa gas darah /oksimeter nadi: dapat menunjukkan
hipoksia atau proses penyakit paru akut / kronis
k) Kolestrol/trigliserida serum meningkat, menunjukkan
arteriokslerosis sebagai penyebab IMA .
l) Emzin jantung:
1. CKMB (Creatinin kinase-isoenzim MB ) mulai naik
dalam 6 jam, memuncak dalam 18-24 jam dan kembali
normal antara 3-4 hari, tampa terjadinya nekrosis baru.
enzi m CK-MB sering terjadinya sebagai indicator IMA,
sebab di produksi hanya saat terjadi kerusakan jaringan
miokard.
2. Lancet dehirogenese (LDH) mulai meningkat mulai
meningkat dalam 6-12 jam memuncak dalam 304 hari
dan normal 6-12 hari.
3. Aspartat aminotransaminase serum (ASI) memulai
meningkat dalam dalam 8-12jam dan bertambah pekat
dalam 1-2 hari. Ensim ini akn muncul dengan kerusakan
hebat dari otot tubuh (Wijaya, Putri, 2013).
B. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) berhungan dengan askemia
jaringan sekunder terhadap sumbatan anteri karoner.
b. Resiko tinggi terhadap menurunya curah jantung berhubungan
dengan perubahan frekuensi, irama kondusi elektrika.
c. Intoleransi aktivitas sehungan dengan ketidakseimbangan antara
supaly oksigen miokard dan kebutuhan.
d. Ansietas sehubungan dengan ancaman atau perubahan kesehahatan .
e. Resiko tinggi peruban perfusi jaringan berhubungan dengan dengan
dengan/ penghentian alira darah (vasokontriksi, hipovolemia /
kebocoran, dan pembentukan tronboemboemboli).
f. Resiuko tinggi kelebihan volume cairan sehubungan dengan
peningkatan natrium /retensi air (Wijaya, Putri, 2013).

C. Intervensi
DX l : ganguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan
iskemia ajaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Tujuan: setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan tak ada nyeri dada, nyeri dada terkontrol.
Intervensi :
a. Pantau / catat karakteristik nyeri, verbal non verbal dan respon
hemodinamik.
b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk
lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya.
c. Kaji ulang riwayat angin sebelumnya, nyeri menyerupai angina,
atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.
d. Anjurkan pasien melaporkan nyeri dengan segera.
e. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan
nyaman.
f. Bantuan melakukan teknik relaksasi (nafas dalam, perilaku
distraksi, bombing imajinasi, visualisasi)
g. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.
h. Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian.
i. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh
pasien. Bantuan pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
j. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli
paru atau perikarditis.
k. Penundaan pelaporan nyeri menghambat perbedaan nyeri /
memerlukan peningkatan dosis obat.
l. Menurunkan rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan
jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan
terhadap situasi saat ini.
m. Membantu penurunan persepsi / respon nyeri. Memberikan control
situasi, paningkatan perilaku positif.
n. Hipotensi / depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat
pemberian.

DX2: intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jarring yang nekrotik dan
iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah dilaksanakan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan klien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam
melakuakan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas
normal) tidak adanya angina.
Intervensi:
a. Catatan irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan
sesudah melakukan aktivitas.
b. Anjurkan pada pasien agar lebih bayak beristirahat terlebih dahulu.
c. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air
besar.
d. Jelaskan pada pasien tentang tahap-tahap aktivitas yang boleh
dilakukan pasien.
e. Tunjukkan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas
melebihi batas.

DX3: resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan


perubahan dalam rate, irama, kondisi jantung, menurutnya preload
atau peningkatan SVR, myocardial infark.

Tujuan: setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam


diharapkan tidak terjadi penurunan cardioc output selama dilakukan
tindakan keperawatan.
Rencana:

a. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada


posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
b. Kaji kualitas nadi.
c. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4
d. Aukultasi suara nafas.
e. Damping pasien pada saat melakukan aktivitas.
f. Sajikan makanan yang mudah dicerna dan kurangi konsumsi
kafeine.
g. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto torax, pemberian
obat-obatan anti distritmia.

DX4:resiko terjadinya penurunan perfusi jaringang berhubungan


dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan: setelah dialkaukan intervensi kerperawatan selama 3x 24 jam


diharapkan terjadi penurunan perfusi jaringan.

Rencana:

a. Kaji adanya perubahan kesadaran.


b. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan
kualitas nadi perifer.
c. Kaji adanya tanda humans (pain in calf on dorseflextion), erythema,
edema.
d. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernapasan).
e. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi,
constipasi).
f. Monitor intake dan out put.
g. Kolaborasi dalam: pemeriksaan ABG, BUN, serum ceratinin dan
elektrolit.

DX5: resiko tinggi kelebihanvolume cairan berhubungan dengan


peningkatan natrium / rentesis air.
Tujuan: setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien
selama dalam keperawatan.

Rencana:

a. Auskultasi suar nafas (kaji adanya creckless)


b. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
c. Ukur intake dan output (balance cairan).
d. Kaji berat badan setiap hari.
e. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal
2000 cc / 24 jam.
f. Sajikan makanan dengan diet rendah garam.
g. Kolaborasi dalam pemberian deuritika (Wijaya, Putri, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, Putri. (2013). KMB 1. Yogyakarta: Nuha Medika

Smeltzer, Bare. (2008). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku kedokteran


EGC.

Risa Hermawati, Haris Candra Dewi.2014. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:


Kandas media (Imprint agromedia pustaka).

Annisa dan anjar.Jurnal GASTER Vol. 10 No. 1 /Februari 2013


Judith.M.Wilkison dan

Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed 9.Jakarta: EGC

Putra S, Panda L, Rotty. 2013. Profil penyakit jantung koroner. Manado:


fakultas kedokteran.

Rochmayanti, 2011. Analis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup


pasien dengan penyakit jantun koroner. Jakarta: fakultas ilmu keperawatan

A.Fauzi Yahya.2010.Penaklukan No.1: Mencegah dan mengatasi penyakit


jantung koroner.Bandung:Qanita

Anda mungkin juga menyukai