TINJAUAN PUSTAKA
6
7
khas sehinga banyak penderita tidak menyadarinya. Karena itu hipertensi di juluki the silent
killer atau pembunuh diam-diam (Rilantono 2013).
2.1.2.3 Pengertian Diabetes Militus
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2015). Diabetes Militus merupakan penyakit
yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Diabetes Militus tercantum
dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah
penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak (Tjokroprawiro, 2016).
2.2 Konsep Dasar Masyarakat
2.2.1 Pengertian Masyarakat
Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai pengertian masyarakat.
Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti
“kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti “ikut
serta, berpartisipasi”. Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan
istilah ilmiah, saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009: 116). Menurut Phil Astrid S.
Susanto (1999: 6), masyarakat atau society merupakan manusia sebagai satuan sosial dan
suatu keteraturan yang ditemukan secara berulang-ulang, sedangkan menurut Dannerius
Sinaga (1988: 143), masyarakat merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik
langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan,
terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang sejarah, politik
ataupun kebudayaan yang sama. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa
masyarakat merupakan kesatuan atau kelompok yang mempunyai hubungan serta beberapa
kesamaan seperti sikap, tradisi, perasaan dan budaya yang membentuk suatu keteraturan.
Adapun macam-macam masyarakat yaitu:
2.2.1.1 Masyarakat modern
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang sudah tidak terikat pada adat-istiadat.
Adat-istiadat yang menghambat kemajuan segera ditinggalkan untuk mengadopsi nila-nilai
baru yang secara rasional diyakini membawa kemajuan, sehingga mudah menerima ide-ide
baru (Dannerius Sinaga, 1988: 156).
8
Berdasar pada pandangan hukum, Amiruddin (2010: 205), menjelaskan bahwa dalam
masyarakat modern mempunyai solidaritas sosial organis. Menurut OK. Chairuddin (1993:
116), solidaritas organis didasarkan atas spesialisasi. Solidaritas ini muncul karena rasa saling
ketergantungan secara fungsional antara yang satu dengan yang lain dalam satu kelompok
masyarakat. Spesialisasi dan perbedaan fungsional yang seperti diungkapkan tersebut memang
kerap dijumpai pada masyarakat modern.
Selain adanya solidaritas organis, Amiruddin (2010: 206) juga menjelaskan bahwa
hukum yang terdapat dalam masyarakat modern merupakan hukum restruktif yaitu hukum
berfungsi untuk mengembalikan keadaan seperti semula dan untuk membentuk kembali
hubungan yang sukar atau kacau kearah atau menjadi normal. Jadi masyarakat modern
merupakan yang sudah tidak terpaku pada adat-istiadat dan cenderung mempunyai solidaritas
organis karena mereka saling membutuhkan serta hukum yang ada bersifat restruktif.
2.2.1.2 Masyarakat tradisional
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang masih terikat dengan kebiasaan atau
adat-istiadat yang telah turun-temurun. Keterikatan tersebut menjadikan masyarakat mudah
curiga terhadap hal baru yang menuntut sikap rasional, sehingga sikap masyarakat tradisional
kurang kritis (Dannerius Sinaga, 1988: 152). Menurut Rentelu, Pollis dan Shcaw yang dikutip
dalam (P. J Bouman. 1980: 53) masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang statis
tidak ada perubahan dan dinamika yang timbul dalam kehidupan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat tradisional merupakan
masyarakat yang melangsungkan kehidupannya berdasar pada patokan kebiasaan adat-istiadat
yang ada di dalam lingkungannya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya, sehingga kehidupan
masyarakat tradisional cenderung statis.
Menurut P. J Bouman (1980: 54-58) hal yang membedakan masyarakat tradisional
dengan masyarakat modern adalah ketergantungan masyarakat terhadap lingkungan alam
sekitarnya. Faktor ketergantungan masyarakat tradisional terhadap alam ditandai dengan
proses penyesuaian terhadap lingkungan alam. Oleh karena itu masyarakat tradisional
mempunyai karakteristik tertentu yang menjadi ciri pembeda dari masyarakat modern.
Adapun karakteristik pada masyarakat tradisional diantaranya:
9
1) Orientasi terhadap nilai kepercayaan kebiasaan dan hukum alam tercermin dalam pola
berpikirnya
2) Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor agraris
3) Fasilitas pendidikan dan tingkat pendidikan rendah
4) Cenderung tergolong dalam masyarakat agraris dan pada kehidupannya tergantung pada
alam sekitar
5) Ikatan kekeluargaan dan solidaritas masih kuat
6) Pola hubungan sosial berdasar kekeluargaan, akrab dan saling mengenal
7) Kepadatan penduduk rata-rata perkilo meter masih kecil
8) Pemimpin cenderung ditentukan oleh kualitas pribadi individu dan faktor keturunan
(Dannerius Sinaga, 1988: 156).
Berbeda dengan karakteristik yang diungkapkan oleh Dannerius sinaga, Selo
Soemardjan (1993: 62-68) mencirikan masyarakat tradisional berdasarkan pandangan
sosiologis. Berikut karakteristiknya:
1) Masyarakat yang cenderung homogen
2) Adanya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan dan rasa percaya yang kuat antar para warga
3) Sistem sosial yang masih diwarnai dengan kesadaran kepentingan kolektif
4) Pranata adat yang efektif untuk menghidupkan disiplin sosial
5) Shame culture (budaya malu) sebagai pengawas sosial langsung dari lingkungan sosial
manusia, rasa malu menganggu jiwa jika ada orang lain yang mengetahui penyimpangan
sistem nilai dalam adat-istiadat.
Ciri-ciri masyarakat tradisional berdasarkan pandangan sosial berbeda dengan ciri
masyarakat berdasarkan pandangan hukum. Karakteristik masyarakat tradisional berdasarkan
hukum dapat dilihat pada pendapat yang dikemukakan oleh Amiruddin (2010: 205), bahwa
masyarakat tradisional cenderung mempunyai solidaritas sosial mekanis. Solidaritas mekanis
merupakan solidaritas yang muncul atas kesamaan (keserupaan), konsensus dan dapatnya
saling dipertukarkan antara individu yang satu dengan individu yang lain berada dalam
kelompok itu. Tidak ada kekhususan pada masing-masing individu (OK. Chairuddin, 1993:
115).
10
Berbeda dengan pendapat Selo Soemardjan (1993: 186) disiplin hukum masyarakat
tradisional terhadap hukum negara lemah. Akan tetapi disiplin terhadap hukum adat cukup
kuat. Sosial control dan disiplin hukum adat akan digunakan oleh masyarakat untuk mengatur
ketertiban tata hidup sosialnya. Dari penjelasan tersebut, dapat dimaknai keseragaman
masyarakat sering di jumpai pada masyarakat tradisional lebih patuh terhadap hukum adat
daripada negara atau hukum nasional. Dalam masyarakat tradisional hukum yang ada bersifat
represif. Hukum dengan sanksi represif memperoleh pernyataan hukumnya yang utama dalam
kejahatan dan hukuman. Pelanggaran peraturan-peraturan sosial berarti kejahatan dan
menimbulkan hukuman (Amiruddin, 2010: 204).
2.2.2 Masyarakat Tani
1) Masyarakat Desa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti
yang seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Sedangkan
masyarakat desa yang penduduknya mempunyai mata pencaharian dari sektor pertanian,
peternakan, perikanan atau gabungan dari kesemuanya itu dan yang sistem budaya dan sistem
sosialnya mendukung mata pencaharian itu.
Soerjono Soekanto (2006: 162), istilah community dapat diterjemahkan sebagai
masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah wilayah kehidupan sosial ang ditandai oleh
suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar dasar dari masyarakat setempat adalah
lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut. Ciri-ciri pokok suatu masyarakat yaitu
manusia yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama, mereka sadar bahwa
mereka merupakan suatu kesatuan, dan merupakan suatu sistem hidup bersama.
Menurut Soerjono Soekanto (2006: 166-167) masyarakat pedesaan pada hakikatnya
bersifat gradual. Warga suatu masyarakat pedesaan memupunyai hubungan yang lebih erat
dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya. Sistem kehidupannya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk
masyarakat desa pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu,
tukang membuat genteng dan bata, tukang bangunan, akan tetapi inti pekerjaan penduduk
pedesaan adalah pertanian. Masyarakat ditandai oleh ciri-ciri, yaitu adanya interaksi, ikatan
pola tingkah laku yang khas didalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan
11
kontinyu, dan adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan
menjadi anggota kelompoknya.
2) Ciri-ciri masyarakat desa
Menurut Abdul Syani dalam Basrowi (2005 :41) menyebutkan bahwa masyarakat
ditandai oleh empat ciri, yaitu adanya interaksi, ikatan pola tingkah laku yang khas didalam
semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, serta adanya rasa identtas
terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya.
Sedangkan Soerjono Soekanto (2006: 156-157) menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan
hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-
ciri pokok sebagai berikut :
(1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun
angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi,
secara teoritis angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.
(2) Bercampur untuk wilayah yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama
dengan kumpulan benda-benda mati, seperti kursi, meja dan sebagainya, karena
berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat
bercakap-cakap, kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama
itu timbulah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.
(3) Mereka sadar merupakan sebuah kesatuan.
(4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat
satu dengan yang lainnya.
Ciri-ciri masyarakat diatas selaras dengan definisi masyarakat yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai
kebiasan, tradisi, sikap dan perasaan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-
pengelompokan yang lebih kecil yang mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Sedangkan ciri-ciri masyarakat menurut Munandar Soelaman (1992:73) ialah adanya
sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan atas
dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar unsur unsur
12
sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi, adanya norma-norma dan
kebudayaan. Kesemua ciri-ciri masyarakat ini dicoba ditransformasikan pada realitas desa dan
kota, dengan menitikberatkan pada kehidupannya.
Dalam buku sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli sosiologi Talcot
Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft)
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan dan
kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong-menolong, menyatakan
simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
2) Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang
berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
3) Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja
(lawannya Universalisme).
4) Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang
sudah merupakan kebiasaan atau keturunan (lawanya prestasi).
5) Kekabaran (diffuseness), sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara
pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan
bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.
Dari uraian tersebut dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya
tanpa pengaruh dari luar. Masyarakat yang menjadi fokus peneliti adalah masyarakat desa
yakni desa Mungseng. Masyarakat desa merupakan kelompok orang yang menghuni wilayah
desa, pada umumnya mata pencaharian utama penduduknya adalah petani atau nelayan,
sedangkan bagi desa Mungseng bertani menjadi mata pencaharian utama warga
masyarakatnya.
Masyarakat desa erat kaitannya dengan bidang pertanian, sebab mayoritas pedesaan di negara
kita masih bergantung pada bidang pertanian. Sayangnya, masyarakat desa yang terkenal
13
sebagai penghasil pangan justru terkenal pula akan kemiskinannya. Desa, pertanian dan
kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat tani. Masyarakat tani adalah
mereka yang berprofesi sebagai petani dan tergabung dalam komunitas tani di suatu wilayah,
sehingga ada ungkapan bahwa secara umum kehidupan masyarakat tani memang sangat
miskin dan rentan terhadap gejolak sekecil apapun yang menimpa mereka.
Sebagian besar petani kita merupakan buruh tani dan petani gurem, mereka bercocok
tanam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluargannya dan sebgian besar tidak mampu
mencukupi kebutuhan tersebut. Meskipun demikian, pertanian adalah hal yang sangat penting,
sebab pertanian merupakan salah satu sektor dari seluruh perekonomian (CE. Bishop dan WD
Toussaint, 1979: 28)
2.3 Konsep Dasar Pengetahuan
2.3.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Notoatmodjo
(2013: 50)
Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang
yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Menurut Budiman (2014:3)
Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari suatu pengalaman yang tejadi
setelah melakukan penginderaan (hasil akal)yang terus menerus dan adanya pemahaman-
pemahan baru yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
2.3.2 Jenis Pengetahuan
Pemahaman masyarakat dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam.Pengetahuan
merupakan bagian dari perilaku kesehatan.Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut.
Budiman (2014: 4)
2.3.2.1 Pengetahuan Implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang dan berisi fator-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan
pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke
orang lain baik secara tertulis atapun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan
14
dan budaya bahkan bisa tidak disadari. Contoh sederhana: seseorang mengetahui tentang
bahaya merokok bagi kesehatan, namun ternyata dia merokok.
2.3.2.2 Pengetahuan Eksplisit
Pengetahuan Eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan
dalam wujud nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan. Contoh sederhana : seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan
dan ternyata dia tidak merokok.
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Budiman dan Riyanto (2014: 4) faktor yang mempengaruhi pengetahuan
diantaranya.
2.3.3.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
didalam dan diluar sekolah (baik formal maupun nonformal)
2.3.3.2 Informasi atau media masa
Informasi adalah sesuatu yang dapt diketahui, namum ada pula yang menekankan
informasi sebagai transfer pengetahuan.
2.3.3.3 Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akanbertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersediannya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
2.3.3.4 Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
15
2.3.3.5 Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalahsuatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
2.3.3.6 Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usiaakanbertambah pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin baik.
2.3.4 Tahapan Pengetahuan
Menurut Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2013: 50) pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi
dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:
2.3.4.1 Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall( memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C,
jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan
nyamu aedes agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu
sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang
kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan
sarang nyamuk), dan sebagainya.
2.3.4.2 Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan
penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan
menguas) tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya
tempat-tempat penampungan air tersebut.
16
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap dan
hal ini sudah terpolakan dalam pikirannya. Komponen afektif merupakan perasaan yang
menyangkut aspek emosional atau evaluasi. Pada umumnya reaksi emosional sebagai
komponen afektif banyak yang dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai
sebagai sesuatu yang benar dan berlaku bagi objek tersebut. Komponen kognitif adalah aspek
kecenderungan perilaku tentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang yang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Kecenderungan berperilaku secara konsisten,
selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individu (Notoadmodjo,
2013:129).
Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen
afektif, dengan tendensi perilaku sebagai yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala
sikap. Bentuk perilaku yang mencerminkan komponen konatif tidak hanya dilihat secara
langsung.Sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
1. Menerima, artinya seseorang menerima stimulus yang diberikan.
2. Menganggapi, artinya seseorang akan memebrikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3. Menghargai, artinya seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau
stimulus, dalam arti mau membahas dengan orang lain bahkan mempengaruhi orang lain
untuk ikut merespon.
4. Bertanggung jawab, artinya seseorang yang telah mengambil sikap tertentuberdasarkan
keyakinannya dia harus berani menghadapi resikonya.
2.4.3 Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam
interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan
individu yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-
masing individu. Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis
yang dihadapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi
pendidikan atau agama dan faktor emosi dalam diri individu. Apa yang telah dialami
19
Sarwono dan Meinarno (2009) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap, antara lain:
1. Pengalaman Pribadi
Sikap yang terbentuk melalui pengalaman langsung akan lebih menetap dalam ingatan dan
mudah diaktifkan lagi ketika kita menemui objek sikap yang serupa.
2. Persuasi
Persuasi merupakan upaya mengubah sikap orang lain melalui penggunaan berbagai
macam pesan, seperti melalui iklan, kampanye dan sosialisasi.
3. Pengaruh Sosial Budaya
Pengaruh sosial atau kebudayaan adalah usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan,
persepsi dan tingah laku orang lain. Dengan kata lain ada tekanan dari lingkungan sosial
untuk bertingkah dengan cara-cara tertentu
2.4.6 Pengukuran Sikap
Hasil pengukuran berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif),
dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Skala
sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah penyertaan
tersebut didukung atau ditolak melalui rentang nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang
diajukan dibagi kedalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah
satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataaan-
pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan
sangat setuju, setuju,tidak setuju, sangat tidak setuju. Skala Likert merupakan skala yang dapat
dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu gejala
atau fenomena tertentu. Ada dua bentuk skala likert yaitu pernyataan yang diberi skor 4,3,2,1
Makna kualitatif dari skor seperti berikut:
1. Pernyataan
Sangat setuju (SS) :4
Setuju (S) :3
Tidak setuju (TS) :2
Sangat tidak setuju (STS) :1
Cara interprestasi dapat berdasarkan presentasi sebagai mana berikut ini:
21
0% 25% 50%75%100%
STS TS S SS
Keterangan:
1. Angka : 0%-25%
2. Angka : 26%-50%
3. Angka : 51%-75%
4. Angka : 76%-100%
Rumus cara menghitung sikap adalah sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑁= 𝑥100%
𝑌
Keterangan:
Y = skor tertinggi likert x Jumlah pajelis
Kriteria penilaian sikap menurut Sugiyono (2010: 47), sikap seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1. Sangat Baik :76%-100%
2. Baik : 51%-75%
3. Cukup : 26%-50%
4. Kurang: : 0%-25%