Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.

2, Desember 2018
Pengembangan Bahan Ajar Fisika Dasar Berbasis Model Pembelajaran P3e Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Program Studi Tadris Fisika

Bahtiar*
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Islam Negeri Mataram
*Email: bahtiar79@uinmataram.ac.id

Abstract - This research aims to cultivate our learning materials basic physics-based model of learning
P3E to enhance students ' critical thinking skills. This research was carried out from June until October
2017 at UIN Mataram. The type of research used IE research development-oriented product
development includes three phases, namely the preliminary studies, product development and testing
products. Test your basic physics materials involving 36 students (two class) semester 2 academic
year2016/2017 and extensive trials carried out on 49 students (two class) academic year 2017/2018
Prodi Tadris Physics FTK UIN Mataram. Products resulting from this research is a physics-based
model of learning materials learning P3E consisting of four (4) syntax: organizing, investigation,
evaluation, and presentation. Basic physics, materials physics material contain basic 1 sub staple in
temperature and heat. The results of validation experts show all materials declared valid and reliability.
Basic physics-based learning materials learning model used and effective practical P3E to enhance
critical thinking skills. There for learning materials based models developed viable P3E learning used
to enhance students ' critical thinking skills.

Keywords: development of learning materials, Learning Model P3E, critical thinking skills

PENDAHULUAN dan membimbing mahasiswa untuk


Mata kuliah fisika menekankan fisika memfasilitasi kegiatan inkuiri. Peran
sebagai proses, karena fisika berkaitan mahasiswa dalam pembelajaran fisika
dengan cara mencari tahu tentang fenomena sebagai pelaku inkuiri (the inquirer)
alam secara sistematis, sehingga fisika bukan (BSNPT, 2006).
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan Proses belajar mengajar fisika dasar
berupa fakta-fakta dan konsep-konsep. akan menjadi lebih efektif dan efisien jika
Proses pembelajaran fisika menekankan tersedia bahan ajar yang berkualitas.
pada pemberian pengalaman langsung untuk Berdasarkan hasil analisis beberapa bahan
mengembangkan kompetensi agar ajar dan buku referensi fisika, sekitar 80%
mahasiswa menjelajahi dan memahami alam isinya berupa kumpulan-kumpulan materi
sekitar secara ilmiah. Pembelajaran fisika dan rumus-rumus, sehingga isi materi tidak
diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat menarik oleh pembaca. Buku ajar harus bisa
seperti kegiatan inkuiri ilmiah (scientific memberikan solusi terhadap kebingungan
inquiry), sehingga mahasiswa sebagai subjek mahasiswa terhadap materi yang diajarkan.
belajar berinteraksi dengan objek atau benda- Buku ajar merupakan salah satu
benda di alam. Mahasiswa melakukan proses bentuk bahan ajar yang dapat mendukung
ilmiah, seperti: mengamati, dalam proses belajar mengajar. Buku ajar
mendeskripsikan, mengklasifikasikan, merupakan komponen penting yang sangat
mengukur, melakukan percobaan, mendukung berhasilnya suatu
menganalisa data, dan menyimpulkan. Peran pembelajaran. Dengan adanya buku ajar,
dosen dalam pembelajaran fisika sebagai dosen dapat meminta mahasiswa membaca
pemandu inkuiri (the leader of inquiry). materi terkait pembahasan pada pertemuan
Dosen memiliki peran penting dalam selanjutnya dan meminta mahasiswa
memfasilitasi, memotivasi, mengarahkan, menyampaikan hasil bacaan. Dengan
176
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
demikian mahasiswa menjadi terlatih untuk bermanfaat kalau mahasiswa banyak
belajar secara mandiri. dilibatkan dalam kegiatan langsung. Untuk
Dipilihnya bahan ajar fisika dasar mahasiswa, lebih efektif kalau dosen
berbasis P3E sebagai salah satu alternatif menggunakan penjelasan, peta konsep,
dalam pembelajaran untuk meningkatkan demonstrasi, kegiatan praktikum, diagram,
keterampilan berpikir kritis yaitu bahan ajar dan ilustrasi. Kedua, teori belajar Bruner
yang dikembangkan berisi materi fisika dasar (teori belajar penemuan): menurut Jerome
yang di dalam buku ajar tersebut memuat Bruner (1966) dalam Nur (2008) mahasiswa
kegiatan praktikum guided inquiry atau akan mudah mengingat suatu konsep jika
disebut dengan model P3E. Model P3E konsep tersebut mahasiswa dapatkan sendiri
merupakan gabungan dari dua model melalui proses belajar penemuan. Perolehan
praktikum yaitu model praktikum pengetahuan dan mengkonstruksi
konvensional dan model guided inquiry lab. pengetahuan yang diperoleh dengan
Penamaan model pembelajaran P3E berasal penyelidikan (inquiry) menunjukkan
dari empat (4) tahapan yaitu: beberapa kelebihan, di antaranya (1)
pengorganisasian, penyelidikan, presentasi, pengetahuan itu bertahan lama, (2) hasil
dan evaluasi. Tahap-tahap model belajar inkuiri memiliki efek transfer yang
pembelajaran P3E diharapkan dapat lebih baik (3) meningkatkan penalaran
mengatasi kelemahan praktikum yang mahasiswa dalam kemampuan berpikir
selama ini dilaksanakan di perguruan tinggi. secara bebas.
Alasan lain pilihnya model bahan ajar Praktikum berbasis keterampilan
fisika dasar berbasis P3E sebagai salah satu proses sains jarang dilatihkan pada siswa,
alternatif model dalam pembelajaran, berdasarkan analisis oleh the West African
dilandasi oleh dua alasan, yakni: alasan Senior Secondary School Certificate di
teoretis dan empiris. Alasan teoretis ini Negeria dalam kurun waktu 10 tahun (1998-
didukung oleh teori-teori belajar, antara lain: 2007) bahwa keterampilan proses sains
Pertama, teori belajar David Ausabel: dosen fisika masih rendah. Hasil perolehan nilai
harus dapat mengembangkan potensi keterampilan proses sains siswa yaitu;
kognitif mahasiswa melalui proses belajar memanipulasi (17%); menghitung (14%);
yang bermakna. Bermakna yaitu materi merekam atau mencatat (14%); mengamati
pelajaran yang sesuai dengan konsep yang (12%), dan mengkomunikasikan (11%)
ada dalam struktur kognisi mahasiswa. (Akinyemi, O.A., & Folashade, A., 2010).
Menurut Nur, (2008) belajar bermakna Hal ini didukung hasil pra penelitian Bahtiar
merupakan suatu proses menghubungkan (2016), pada 60 mahasiswa, menunjukkan
informasi baru dengan struktur pengetahuan bahwa keterampilan proses sains (KPS)
yang sudah dimiliki seseorang. Mahasiswa mahasiswa masih rendah yaitu:
harus tahu makna belajar dan menggunakan merumuskan masalah 41,67% (25
pengetahuan serta keterampilan yang mahasiswa), merumuskan hipotesis 58,33%
diperoleh untuk memecahkan masalah dalam (35 mahasiswa), identifikasi variabel 25%
kehidupan, sehingga aktivitas belajar akan (15 mahasiswa), definisi operasional
menimbulkan makna yang berarti variabel 28,33% (17 mahasiswa),
(meaningfull). Seperti yang dicontohkan melakukan penyelidikan 66,67% (40
oleh Bruner dan Gagne, Ausebel (1969) mahasiswa), analisa data 75% (45
dalam Nur (2008) beranggapan bahwa mahasiswa), menyimpulkan 76,67% (46
aktivitas belajar mahasiswa, terutama mahasiswa). Hal ini yang menyebabkan
mahasiswa yang berada di tingkat awal akan keterlibatan dan keaktifan siswa sangat
177
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
kecil. Setelah empat tahun kemudian terdapat 36%
Rendahnya keterampilan proses sains mahasiswa tidak mengalami peningkatan
ternyata disertai dengan rendahnya yang signifikan terhadap keterampilan
keterampilan berpikir kritis. Hasil berpikir kritis dan bernalar (Martin, 2011).
prapenelitian Bahtiar (2016) pada mahasiswa Selaras dengan hasil penelitian Joseph,
prodi pendidikan fisika yaitu keterampilan (2006) menyatakan bahwa mahasiswa pada
berpikir kritis mahasiswa sangat rendah, saat ini memiliki permasalahan antara lain;
seperti; kemampuan interpretasi (38,55% critical thinking & problem solving sebesar
dan 40,47%); analisis (30,08% dan 31,28%); 70%.
sintesis (25,70% dan 30,25%); evaluasi Uraian di atas menjelaskan bahwa
(32,03 dan 34,45%); menyimpulkan (25,27 keterampilan berpikir kritis merupakan
dan 29,53%); inferensi (35,10% dan keterampilan yang harus ditumbuh
37,21%); dan eksplanasi (35,24% dan kembangkan bagi mahasiswa agar mampu
39,53%). berdaya saing di abad 21, tetapi untuk
Menurut Anderson dan Krathwohl's memacu berkembangnya keterampilan
(2001), untuk dapat melakukan aktivitas berpikir termasuk keterampilan berpikir
mengidentifikasi dan mendefinisikan suatu kritis, harus dikembangkan keterampilan
variabel sekurang-kurangnya siswa harus proses mahasiswa. Senada dengan
menguasai tiga kemampuan dasar, yakni pernyataan tersebut, Joseph (2006) bahwa
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. keterampilan yang perlu dikembangkan
Keterampilan proses sains siswa lima tahun ke depan salah satunya adalah;
yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor keterampilan critical thinking (78%).
meliputi; rendahnya latar belakang sains, Karamustafaoglu (2011) menyatakan
minimnya prasarana laboratorium (Jack, bahwa pengembangan keterampilan proses
2013), buku satu-satunya pedoman dalam sains memungkinkan mahasiswa
pembelajaran (Ekene and Ifeoma, 2011), mengkonstruk dan menyelesaikan masalah
administrasi sekolah belum menginisiasi serta berpikir kritis. Kemungkinan ini dapat
pembelajaran kontekstual (Chaguna and terjadi karena komponen-komponen
Yango, 2008), pembelajaran sains di sekolah berpikir kritis sebagian besar merupakan
hanya menekankan penguasaan konsep, serta komponen keterampilan proses sains
kegiatan pembelajaran belum seperti: observing, testing hypotheses,
mengeksplorasi keterampilan proses sains predicting, classifying, designing
siswa (Sukarno, et. al., 2013). Penelitian experiments, measuring, analysis, and
Haryono (2006) menyatakan bahwa model synthesis (Hassard, 2005). Keterampilan
pembelajaran berbasis keterampilan proses berpikir kritis dianggap sama sebagai
sains secara siginifikan efektif untuk keterampilan berpikir ilmiah dalam sains
meningkatkan kemampuan proses sains (Schafersman, 1991; Ergazaki, 2000;
siswa dari 46,08% menjadi 67,27%. Pomahac, et.al., 2007). Menyadari hal itu,
Permasalahan keterampilan berpikir keterampilan berpikir kritis perlu diajarkan
kritis seperti yang dikemukakan oleh dalam pembelajaran sains sebagaimana
Bahtiar, juga terjadi di negara lain, seperti di keterampilan proses sains. Dengan
Australia tahun 2011 melaporkan bahwa dua demikian, jika keterampilan proses sains
tahun pertama pembelajaran di kampus berkembang, maka keterampilan berpikir
terdapat 45% mahasiswa tidak mengalami kritis mahasiswa juga akan berkembang.
peningkatan yang signifikan terhadap Salah satu model yang dapat melatih
keterampilan berpikir kritis dan bernalar. keterampilan berpikir kritis adalah model
178
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
inkuiri (Eggen & Kaucahak, 2012). Senada Alasan lain adalah indikator keterampilan
dengan pendapat Blosser et al. (1990) yang berpikir kritis seperti menganalisis,
menjelaskan bahwa model guided inquiry mensintesis, dan menyimpulkan, ditingkat
mahasiswa mendapatkan pemahaman yang perguruan tinggi jarang dilatih sehingga
lebih baik mengenai sains dan akan lebih hasilnya masih sangat rendah (Bahtiar,
tertarik terhadap sains jika mahasiswa 2013; Martin, 2011).
dilibatkan secara aktif dalam melakukan
sains. Berdasarkan pendapat tersebut, model METODE PENELITIAN
pembelajaran guided inquiry memfasilitasi Penelitian ini merupakan penelitian
mahasiswa, memberikan kesempatan kepada pengembangan yang berorientasi pada
mahasiswa untuk mengalami/melakukan pengembangan suatu produk. Produk yang
kegiatan praktikum sendiri, mengikuti suatu dihasilkan dari penelitian ini adalah bahan
proses, mengamati suatu objek, ajar fisika berbasis model pembelajaran P3E
menganalisis, membuktikan, dan menarik yang terdiri atas 4 (empat) sintaks yaitu:
kesimpulan. Berdasarkan hasil observasi pengorganisasian, penyelidikan, presentasi,
awal di sekolah, dalam kegiatan praktikum dan evaluasi. Pengembangan bahan ajar
mahasiswa sangat sulit melaksanakan sendiri fisika berbasis model pembelajaran P3E
kegiatan praktikum tanpa bimbingan dosen untuk meningkatkan keterampilan berpikir
(dosen sebagai fasilitator) (Bahtiar, 2013). kritis.
Pemilihan materi suhu dan kalor Subjek pada penelitian ini adalah
dalam penelitian ini didasari bahwa materi buku ajar fisika dasar berbasis model
suhu dan kalor merupakan materi fisika yang pembelajaran P3E untuk meningkatkan
terdapat dalam fisika dasar 1 semester 1. keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
Materi suhu dan kalor merupakan materi Subjek ujicoba bahan ajar fisika dasar
yang berkaitan dengan kehidupan sehari- berbasis model pembelajaran P3E yang
hari. Materi suhu dan kalor selalu diamati dikembangkan adalah mahasiswa prodi
dan dirasakan oleh mahasiswa dalam pendidikan fisika dengan 36 mahasiswa
kehidupan sehari-hari, tetapi kenyataannya (2 kelas) semester 2 Tahun Akademik
mahasiswa tidak mampu menyelesaikan 2016/2017 dengan materi pokok suhu dan
permasalahan tersebut. Berdasarkan hasil kalor. Subjek uji luas dilaksanakan pada 49
wawancara peneliti dengan dosen fisika, mahasiswa (2 kelas) Tahun Akademik
bahwa hasil ujian sangat rendah dengan nilai 2017/2018. Bahan ajar berbasis model
rata-rata masing-masing kelas yaitu 48,16. pembelajaran P3E dikembangkan pada
Mencermati permasalahan di atas, bulan Juli 2017 dan kegiatan FGD di UIN
perlu dilakukan sebuah penelitian Mataram. Ujicoba bahan ajar berbasis
pengembangan model bahan ajar yang model pembelajaran P3E dilaksanakan
memberikan kesempatan kepada mahasiswa selama 2 bulan yaitu pada bulan September–
untuk berperan aktif dalam proses Oktober 2017. Lokasi ujicoba terbatas dan
pembelajaran fisika dan mampu melatih uji luas di Prodi Pendidikan Fisika.
keterampilan berpikir kritis. Keterampilan Pengembangan bahan ajar fisika
berpikir kritis yang dimaksud dalam berbasis model pembelajaran P3E
penelitian adalah kemampuan menganalisis, menggunakan metode R & D (Research and
mensintesis, dan menyimpulkan. Ketiga Development) untuk menghasilkan produk
indikator tersebut dikutip dari beberapa tertentu dan menguji keefektifan produk
kesimpulan pendapat ahli didalam tersebut (Sugiyono, 2009: 297). Secara
mendefinisikan keterampilan berpikir kritis. konseptual, metode R & D menurut Borg et
179
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
al. (2003:570) meliputi (1) studi Dalam penyusunan draf produk ini yang
pendahuluan, (2) pengembangan produk dan pertama kali yang dilakukan, yaitu
(3) pengujian produk. Tahapan prosedur menetapkan fokus keterampilan yang ingin
penelitian dan pengembangan dapat dilihat dikembangkan. Setelah dilakukan
dalam uraian sebagai berikut: penyusunan dan penetapan tujuan kegiatan
pembelajaran kemudian dikembangkan draf
1. Tahap Studi Pendahuluan produk.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mendeskripsikan dan menganalisis 3. Tahap Ujicoba Produk
permasalahan yang ada di lapangan yang Setelah dilakukan pengembangan
berhubungan dengan buku ajar yang sedang draf produk berdasarkan kajian teoritis,
beredar. Fokus kegiatan yang dilakukan pada maka draf produk tersebut kemudian
tahap ini adalah mengumpulkan informasi dipresentasikan dalam kegiatan diskusi
sebanyak-banyaknya melalui studi pustaka, bersama (FGD) di antaranya bersama
berkonsultasi dan melakukan peninjauan validator dan dosen-dosen fisika. Hal ini
langsung (Arikunto Suharsimi, 2006). dimaksud agar memperoleh masukan yang
Studi pustaka dilakukan dengan berguna bagi pengembangan produk.
membaca literatur baik teori maupun Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan
penelitian terdahulu yang relevan dengan hasil FGD kemudian draf produk divalidasi
masalah dan tujuan penelitian. Konsultasi kepada para ahli. Masing-masing draf
dilakukan untuk memperoleh informasi produk tersebut akan divalidasi oleh 3 orang
tentang keadaan di lapangan maupun arahan ahli. Setelah divalidasi, darf produk yang
dari para ahli. Peninjauan langsung ini telah direvisi kemudian diuji cobakan. Uji
dimaksudkan agar mengetahui kondisi riil coba dilakukan setelah revisi. Uji coba
yang akan diteliti terutama kelebihan dan difokuskan untuk menguji substansi isi dan
kekurangan yang ada pada bahan ajar fisika fleksibilitas produk.
berbasis model P3E yang digunakan, hal ini
dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan HASIL DAN PEMBAHASAN
masukan terhadap bahan ajar fisika berbasis Pengembangan buku ajar berbasis
model P3E yang akan dikembangkan. Ketiga model pembelajaran P3E sangat diperlukan
kegiatan tersebut kemudian hasilnya dalam rangka menunjang keterlaksanaan
dianalisis dan dideskripsikan sehingga dapat dan proses pembelajaran yang akan
dijadikan acuan dalam pengembangan dilaksanakan.
produk, yaitu bahan ajar fisika berbasis skor validasi reliabilitas
model P3E.
4
2. Tahap Pengembangan Produk
Berdasarkan analisis dan temuan
pada studi pendahuluan maka produk yang
akan dikembangkan berupa bahan ajar fisika 98%
berbasis model P3E. Pada tahapan
pengembangan produk dilakukan kegiatan Gambar 1. Validasi Buku Ajar Untuk
yang meliputi: penyusunan dan Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
pengembangan draf produk, validasi, uji
coba I, evaluasi dan perbaikan. Pada kegiatan Data pada gambar 1 tersebut menunjukkan
penyusunan draf dirancang prototipe produk. hasil pengembangan dinyatakan sangat
180
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
valid. Hasil telaah pakar selanjutnya disebut bertanya. Bahan ajar yang diorganisasikan
validasi menunjukkan bahwa kandungan dengan baik lebih mudah untuk dipelajari
buku ajar berbasis model P3E dengan sintaks dari pada bahan ajar yang tidak
pengorganisasian, penyelidikan, presentasi, diorganisasikan dengan baik.
dan evaluasi, memiliki rata-rata 4,53, Pengorganisasian secara hirarki, di mana
sehingga kategori seluruh komponen adalah hal-hal khusus dikelompokkan di bawah
sangat valid (Ratumanan & Laurens, 2006). topik-topik yang lebih umum, dapat
Pencapaian kualitas ini, dikarenakan membantu pemahaman mahasiswa (Nur,
pengembangan perangkat telah melalui 2008). Fase penyelidikan di dalam buku ajar
beberapa tahapan, yaitu analisis kebutuhan, memuat lab inkuiri yaitu berupa tahapan
analisis konsep, analisis tugas, diskusi kegiatan eksperimen, Carin (1993)
dengan dosen-dosen fisika, dan telah menyatakan bahwa mahasiswa akan lebih
divalidasi oleh pakar (validator) meliputi, 5 termotivasi jika dalam belajarnya
indikator yakni: (a) kandungan buku ajar, (b) menemukan sesuatu oleh mereka sendiri
struktur materi, (c) kedalaman dan keluasan dibandingkan jika mereka hanya
materi, (d) memuat latihan keterampilan mendengarkan materi pembelajaran, fase
berpikir kritis (e) dapat digunakan secara presentasi di dalam buku ajar merupakan
mandiri di mana bahan ajar di kembangkan. bagian lanjutan dari kegiatan penyelidikan,
Buku ajar yang dikembangkan dalam karena dari hasil kegiatan eksperimen
penelitian ini mengangkat materi pokok suhu mahasiswa mampu mempresentasikan hasil
dan kalor yang terdiri dari sub-sub bab antara penyelidikannya di depan kelas, menurut
lain; (1) suhu dan alat ukur suhu; (2) Arends (2012), jika diciptakan kesempatan
pemuaian zat padat; (3) pemuaian zat cair interaksi, maka mahasiswa melalui model-
dan gas; (4) kalor; (5) perubahan wujud; dan model pemeranan, ikonik, maupun
(6) perpindahan kalor. Buku ajar yang simbolik, maka muncul perasaan memiliki,
dikembangkan berisi judul sub bab, gambar- dan kreativitas estetika dalam pembelajaran,
gambar motivasi, kegiatan penemuan, lab dan fase evaluasi di dalam buku ajar berisi
mini/inquiry, contoh masalah keterampilan tentang kesimpulan hasil percobaan dan
berpikir kritis, contoh soal beserta soal-soal uji kompetensi.
pembahasan, rangkuman, dan daftar pustaka. Setelah memperhatikan dan
menindaklanjuti saran dan revisi validator,
maka buku ajar yang telah dikembangkan
ini dapat dikategorikan valid berdasarkan
model pembelajaran P3E, dan dapat
digunakan dalam pembelajaran fisika di
perguruan tinggi pada standar kompetensi
yaitu mengevaluasi konsep dan prinsip
kalor, konversi energi, dan sumber energi
dengan berbagai perubahannya dalam mesin
Buku ajar dikembangkan berdasarkan kalor.
model pembelajaran P3E yaitu fase
pengorganisasian di dalam buku ajar memuat Gambar 2. Keefektifan Buku Ajar Untuk
memotivasi mahasiswa dengan mengacu Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
pada kegiatan mini inkuiri dan gambar, untuk Hasil tes keterampilan berpikir kritis
merangsang mahasiswa berpikir kritis dan tentang suhu dan kalor pada penelitian ini

181
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
diperoleh dengan menggunakan lembar adalah kurangnya latihan, terbatasnya
penilaian keterampilan berpikir kritis (LP sumber, persepsi yang bias, dan waktu yang
KBK) pada buku ajar yang dikembangkan membatasi lingkungan untuk
dengan jumlah soal 5 butir soal dalam bentuk mempromosikan berpikir kritis. Pernyataan
essay. Peter didukung penelitian Snyder & Snyder
Data pada gambar 2 menunjukkan (2008) adalah terlalu banyak menghafal dan
berbagai indikator keefektifan buku ajar sedikit berpikir, sedikit menguasai konsep,
yang dikembangkan. Selain itu, mahasiswa tidak diberi latihan berpikir
pembelajaran dengan buku ajar yang kritis, dan waktunya terlalu singkat,
dikembangkan memuat sintaks model sehingga sangat wajar apabila seseorang
pembelajaran P3E dapat meningkatkan memiliki kemampuan berpikir kritis yang
keterampilan berpikir kritis. Peningkatan rendah. Hal ini didukung oleh hasil
tersebut terlihat dari persentase ketuntasan penelitian Liliasari (2009) bahwa
belajar sebesar 82,42%. Berdasarkan kriteria pemahaman konsep sains dapat
Depdiknas, (2008), bahwa indikator ditingkatkan melalui pengembangan
pembelajaran dikatakan tuntas apabila keterampilan berpikir siswa. Sejalan dengan
persentase ketuntansan ≥ 60%. Beberapa hal tersebut guru merasakan lebih mudah
hasil tersebut maka dapat disimpulkan, membelajarkan sains kepada siswa yang
bahwa keterampilan berpikir kritis dapat telah berkembang keterampilan berpikir
ditingkatkan dengan buku ajar berbasis kritisnya.
model P3E. Penelitian-penelitian terdahulu Implementasi buku ajar berbasis
menemukan, bahwa keterampilan berpikir model P3E diperoleh hasil perbandingan
kritis memang tidak mudah ditingkatkan, KBK (keterampilan berpikir kritis) antara
akan tetapi kemampuan berpikir kritis dapat mahasiswa kelas A dengan kelas B adalah
dipelajari dan dilatih (Snyder & Snyder, peningkatan rata-rata dengan thitung= 21,29 >
2008; Peter, 2012; 2013; Facione, 2015). Hal dari ttabel=2,052, sehingga pemberian
ini didukung oleh hasil penelitian Yeritia et perlakuan (menerapkan bahan ajar berbasis
al. (2017) dan Nurmayani et al. (2018) model pembelajaran P3E) sebelum dan
menyatakan kemampuan berpikir kritis setelah perlakukan adalah signifikan. Hal ini
peserta didik bisa ditingkatkan melalui terjadi karena bahan ajar berbasis model
model pembelajaran seperti model pembelajaran P3E memiliki kelebihan atau
pembelajaran inkuiri terbimbing. keunggulan yaitu; 1) dalam buku ajar
Oleh karena itu, guru dan dosen memuat sintaks model P3E, yang
dituntut untuk mengembangkan bahan ajar berdasarkan hasil kajian empiris, model
yang dapat melibatkan mahasiswa dalam pembelajaran P3E dapat melatihkan
berpikir kritis. Hasil penelitian Oktaviani et keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada
al. (2017) setiap guru dapat mengembangkan pokok bahasan suhu dan kalor, seperti:
bahan ajar sesuai kompetensinya, untuk mahasiswa dapat menganalisis, mensintesis,
meningkatakan hasil belajar siswa dan dan dapat menyimpulkan; 2) buku ajar yang
keterampilan berpikir kritis dengan bahan dikembangkan berbasis praktikum sehingga
ajar tersebut siswa dapat belajar secara memudahkan mahasiswa dalam
mandiri. Meskipun kemampuan berpikir menemukan konsep fisika, 3) buku ajar
kritis dapat dilatih dan dipelajari, namun memuat latihan-latihan yang menuntun
banyak hal yang menghambat mahasiswa berpikir kritis.
mempelajarinya. Menurut Peter (2012) hal-
hal yang dapat menghambat berpikir kritis PENUTUP
182
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
Berdasarkan hasil dan uraian Clearinghouse for Science,
pembahasan penelitian, maka dapat ditarik Mathematics, and Environment
kesimpulan sebagai berikut: Education. (ED325303).
1. Bahan ajar fisika dasar berbasis model BSNP, T. 2006. Standar Isi. Jakarta. Badan
pembelajaran P3E yang dikembangkan Standar Nasional Pendidikan
valid berdasarkan penilaian validator, Carin, A. A. 1993. Teaching Modern
2. Bahan ajar fisika dasar yang Science. Sixth Edition. New York:
dikembangkan efektif untuk Macmillan Publishing Company.
meningkatkan keterampilan berpikir Chaguna, L.L & Yango, D.M. 2008.
kritis, keefektifan ini di lihat dari Science Process Skills Proficiency
rangkaian kegiatan belajar yang termuat of the Grade VI Pupils in The
pada buku ajar memeuat sintaks model Elementary Diocesan Schools of
Baguio and Benguet. Research
pembelajaran P3E.
Journal. 16(4): 22-32.
3. Berdasarkan hasil tersebut, bahwa buku
ajar mampu mempermudah mahasiswa Depdiknas. 2008. Pengembangan Bahan
berpikir kritis yang ditunjukkan oleh hasil Ajar dan Media. Jakarta:
pengimplementasian buku ajar yang Dikmenum Depdiknas.
dikembangkan (keefektifan buku ajar Eggen Paul dan Kaucahak Don. 2012.
meningkatkan keterampilan berpikir Strategi dan Model Pembelajaran:
kritis) menunjukkan, bahwa buku ajar Mengajar Konten dan
praktis digunakan untuk mahasiswa Keterampilan Berpikir, Edisi 6
dalam meningkatkan keterampilan (Terjemahan) Jakarta: PT. Indeks.
berpikirnya.
Ekene, Igboegwu. 2011. Effects of Co-
REFERENSI Operative Learning Strategy and
Demonstration Method On
Akinyemi, O.A., & Folashade, A., 2010. Acquisition of Science Process
Analysis of Science Process Skill in Skills by Chemistry Students of
West Africa Senior Secondary Different Levels of Scientific
School Certificate Physics Practical Literacy. Journal of research and
Examination in Nigeria. America- Development. 3(1): 204-212.
Eurasian Journal of Scientific
Reseacch 5 (4), 234-240. Ergazaki, M. 2000. Biotechnology/Genetic
Engineering: Research on
Anderson, L. D., Dan Krathwohl, D. R. 2001. Teaching and Learning in Critical
A Taxonomy for Learning, Thinking Context.
Teaching, And Assesing. Newyork. http://www.iubs.org/patras.biotec
Addison Wesley Inc. h-criticalthinking.pdf. Diakses
Arends, R. 2012. Learning to Teach, 9th tanggal pada 18 Desember 2015.
Edition. New York: Mc-Graw Hill. Facione, P. 2013. Critical Thinking: What It
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Is and Why It Counts. Measured
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Reasons and The California
Bumi Aksara. Academic Press, Millbrae, CA.
Bahtiar. 2016. Laporan Preliminary Study Di Haryono. 2006. Model Pembelajaran
Prodi Pendidikan Fisika Ftk Uin Berbasis peningkatan
Mataram. Mataram: NTB. Keterampilan Proses Sains. Jurnal
Pendidikan Dasar. 7 (1), (1-13)
Blosser, Patricia E. & Helgenson, Stanley L.
1990. Selecting Procedures for Hassard, J. 2005. The Art Teaching Science.
Improving the Science Curriculum. New York: Oxford University
Columbus, OH: ERIC Press.

183
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi Volume 4 No.2, Desember 2018
Jack, G.U. 2013. The Influence of Identified 10.5897/AJMCSR11.161.
Student and School Variables on Pomahac, G., Thelma M. Gunn, Lance M.
Student Science Process Skill Grigget. 2007. Bioethics and
Acquisition. Journal of Education Critical Thinking in a Science
and Practice. 4(5): 16-22. Classroom. Conference Prisiding.
Joseph. 2006. Partnership for 21st Century http://www.umanitoba.ca/confer-
Skills (P21). Are They Really Ready guy.1438.pdf. Diakses pada
to Work? The Conference Board, tanggal 18 Desember 2015.
Corporate Voices for Working Ratumanan, T. G. & Laurens. 2006.
Families, P21, and SHRM. Evaluasi Hasil Belajar Yang
Karamustafaoglu. 2011. Improving the Relevan Dengan Kurikulum
Science Process Skill Ability of Berbasis Kompetensi. Surabaya:
Science Student Teacher Using I Unesa University Press.
Diagram. Eurasia Journal of Schafersman, S. D. 1991. Introduction to
Physics and Chemistry Critical Thinking. [Online].
Educational, 26-36. Tersedia:
Liliasari. 2009. Berpikir Kritis Dalam http://www.freeinquiry.com/critic
Pembelajaran Sains Kimia Menuju al-thinking.html. Diakses pada
Profesionalitas Guru. Bandung: tanggal 12 November 2012.
Program Studi Pendidikan IPA Snyder, L G., & Snyder M J. 2008. Teaching
Sekolah Pascasarjana UPI. Critical Thinking and Problem
Martin, D. 2011. Introduction to The Special Solving Skills. Spring/Summer, L
Issue On Critical Thinking in (2).
Higher Education. Higher Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Education Reseach and Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Development, 255-260. Bandung: Alfabeta.
Nur. 2008. Pengajaran Berpusat Kepada Sukarno, Permanasari, A., & Hamidah, I.
Siswa dan Pendekatan 2013. The Profile of Science
Konstruktivis dalam Pengajaran. Process Skill (SPS) Student at
Surabaya: PSMS UNESA. Secondary High School (Case
Nurmayani, L., Doyan, A., & Verawati, N. Study in Jambi). International
N. S. P. 2018. Pengaruh Model Journal of Scientific Enginering
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing and Research. 1(1): 79-83.
Terhadap Kemampuan Berpikir Yeritia, S., Wahyudi, & Rahayu, S. 2017.
Kritis Peserta Didik. Jurnal Pengaruh model pembelajaran
Pendidikan Fisika dan Teknologi, inkuiri terbimbing terhadap
4(1), 98-104. penguasaan konsep dan
Oktaviani, W., Gunawan, & Sutrio. 2017. kemampuan berpikir kritis fisika
Pengembangan Bahan Ajar Fisika peserta didik kelas X SMAN 1
Kontekstual Untuk Meningkatkan Kuripan tahun ajaran 2017/2018.
Penguasaan Konsep Siswa. Jurnal Jurnal Pendidikan Fisika dan
Pendidikan Fisika dan Teknologi, Teknologi, 3(2), 181-187.
3(1), 1-7.
Peter, E E. 2012. Critical Thinking: Essence
for Teachiing Mathematics and
Mathematics Problem Solving
Skill. African Journal of
Mathematics and Computer
Science Research, 5(3): 39-43. doi:
184

Anda mungkin juga menyukai