Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

“CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medical

di Ruang 26 S

RS Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Nanda Veir Yursyidah

180070300111061

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

“CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS”

DI RUANG 26 STROKE UNIT DALAM RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

Nanda Veir Yursyidah

180070300111061

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
CEREBROVASCULAR ACCIDENT(CVA) TROMBOSIS

1. Definisi CVA
CVAmerupakan suatu penyakit yang mengacu pada setiap gangguan neurologi
mendadak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang dan
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan/stroke atau kematian (Bahrudin,
2012).
CVA thrombosis adalah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen
pembuluh darah otak akibat penebalan dari trombus (Gofir, 2009). Terjadinya CVA
thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis
atau pembuluh darah kecil (percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi
posterior).Secara umum CVA thrombosis terjadi pada titik percabangan arteri
serebral khususnya distribusi arteri carotis interna. (Setyopranoto, 2011).

2. Klasifikasi CVA
Terdapat beberapa klasifikasi CVA diantaranya menurut Batticaca (2008) adalah:
a. CVA Hemoragik
CVA hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada
penderita hipertensi. Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid (ruang permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak) dan termasuk jenis stroke yang memiliki
angka kematian tinggi. Stroke hemoragik dibagi menjadi :
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1999).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Peningkatan TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini
seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).

Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan


subarachnoid dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Gejala PIS PSA

Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat

Kesadaran Menurun Menurun sementara

Kejang Umum Sering fokal

Tanda rangsangan +/- +++


maningeal

Hemiperase ++ +/-

Gangguan saraf otak + +++

Sedangkan untuk membedakan stroke hemoragik dengan stroke non


hemoragik adalah sebagai berikut

Sroke
Gejala (anamnesa) Stroke hemoragik
nonhemoragik

Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak

Waktu (saat terjadi


Mendadak Saat aktivitas
awitan)

Bangun
peringatan -
pagi/istirahat

Nyeri kepala + 50% TIA +++

kejang +/- +

muntah - +

-
Kesadaran menurun +++
Kadang sedikit

Koma/kesadaran
+/- +++
menurun

Kaku kuduk - ++

Tanda kering - +

Edema pupil - +

Perdarahan retina - +

brakikardia Hari ke-4 Sejak awal

Tanda adanya
aterosklerosis di
retina, koroner, Hampir selalu hipertensi,
Penyakit lain perifer. Emboli aterosklerosis, penyakit
pada kelainan jantung hemolisis (HHD)
katub, fibrilasi,
bising karotis

Pemeriksaan darah
- +
pada LP
Kemungkinan pergeseran
rontgen +
glandula pineal

Aneurisma, AVM, massa


angiografi Oklusi, stenosis
intrahemister/vasospasme

Densitas Massa intracranial


CT scan berkurang (lesi densitas bertambah (lesi
hipodensi) hiperdensi)

Fenomena silang Perdarahan retina atau


Oftalmoskop
Silver wire art korpus vitreum

Lumbal pungsi Normal Meningkat


- Tekanan Jernih Merah
- Warna < 250/mm3 >1000/mm3
- eritrosit
Arteriografi Oklusi Ada pergeseran

Bergeser dari bagian


EEG Di tengah
tengah

b. CVA Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85%
disebabkan oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri
atau beberapa arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran)
yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar
tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri
intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak) (Muttaqin, 2008). Stroke
iskemik dibagi menjadi :
a) Berdasarkan manifestasi klinis
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) adalah
suatu gejala Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akibat thrombus atau emboli dan akan menghilang dalam
waktu 24 jam. Namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi
sekitar 50 % pasien sudah terkena infark
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
NeurologicalDeficit (RIND) adalah suatu gejala neurologik yang timbul
akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih
dari seminggu. Biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) adalah
gejala neurologik semakin lama semakin berat dan memburuk setelah
48 jam.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) merupakan
kelainan neurologik sudah menetap dan tidak berkembang lagi.

b) Berdasarkan Kausal:
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluhdarah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah
yang besardan pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar
trombotikterjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalandarah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginyakadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkanpada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah kepembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi danmerupakan indikator penyakit aterosklerosis (Wijaya,
2013)
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisanlemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yangmengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak (Wijaya, 2013).
Perbedaan manifestasi klinis antara stroke emboli dan stroke trombosis
yaitu:

3. Etiologi CVA
Terdapat beberapa penyebab terjadinya CVA, diantaranya menurut Wiajaya (2013)
adalah:
A. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis dan berkaitan
dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis
ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima
arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen
pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.

Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:


1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah..
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
danterjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.

B. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain).Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak
ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat
mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit.Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.

C. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi


suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.

D. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan


kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4. Faktor Risiko CVA
Faktor resiko stroke dikelompokan menjadi dua menurut Bahrudin (2012), yaitu:
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan
pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih
muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi.
Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia
lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih
besar.
Keturunan, Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit
dalam jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya
keluarga dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat
pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor
genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
lainnya.

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:


Faktor Risiko Keterangan
Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan
pengerasan dan penyumbatan arteri.Sejumlah penelitian
menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian
akibat stroke sebesar 40%.
Diabetes mellitus Diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli
sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-
orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung  Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari
keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan
potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
Miocardiofarction.
 Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi →
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
 Fibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik;
meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
 Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan
dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen
ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium,
dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan
tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Kandungan kimia rokok dalam waktu yang lama mampu
menyebabkan penurunan fungsi organ di dalam tubuh
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
sistem pembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy  Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik
atau hemoragik intraserebral dan perdarahan
subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal.Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell
disease adalah 6-15%.
 Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria→dapat
mengakibatkan trombosis vena serebral

Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke


obat termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark.
 Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular
menyebabkan alergi. Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
Hiperlipidemia Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya
usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral
atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang
jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan
koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein
liver atau jarang penyebab autoimun.
Diet  Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak,
dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan
penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada tekanan darah, platelet, osmolalitas
plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah
 Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau
body mass indexs, obesitas telah secara konsisten
meramalkan stroke.
Penyakit pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.
Stres Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi
berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya,
aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat
memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko
terkena stroke sebesar 2 kali.
5. Fisiologi Otak
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada
tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi
serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR) (Trent, 2011). Dalam keadaan
normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit.
Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial
blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial
pressure (ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
tonus pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah
yang melewati pembuluh darah otak (Guyton, 2006). Ambang batas aliran darah
otak ada tiga, yaitu:
1. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila
tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh
2. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
3. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah
15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:
1. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia
yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

6. Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada
tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah
50 – 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan
berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi
penurunan.10 Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan.
Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200
mmHg dan tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan
ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah
batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks
miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf
otonom (Guyton, 2006).

7. Metabolisme Otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan
oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit
dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber
energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan
H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara
komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme
anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100gram otak/ menit
maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan (Guyton, 2006).

8. Patofosiologi CVA
Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah
yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan
nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan
disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting
dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis
gangguan yang ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan
infark jantung, stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena
dapat menyebabkan emboli paru.8,11 Trombosis merupakan hasil perubahan dari
satu atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi,
protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler, terutama
platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan komplikasi dari aterosklerosis
yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang pecah.13
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis
karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya
prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet
agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan
dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit
dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang
terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari
makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit
menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah.

Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

Pathway
(terlampir)

9. Manifestasi CVA
Terdapat beberapa manifestasi CVA menurut Muttaqin (2008), yaitu:
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala

10. Pemeriksaan Diagnostik CVA


Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai dan
menegakkan diagnose terkait CVA menurut (Batticaca, 2008; Wijaya, 2013), yaitu:
A. Pemeriksaan Saraf Kranial
1) Fungsi saraf kranial I (N. Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup
bersih.Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien
dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta
menebak bau tersebut.Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum
pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak
baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100
cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup
sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien.
Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta ,
mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi
pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa
derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan
opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi
konjungtiva, dan ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan
bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau
peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam
dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan
diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana
yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum
pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan
garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi
dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat
lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah
mata dan lihat refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi
periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan
ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat
kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan
sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk
gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat
kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan
kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta
klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta
pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran
mengguanakan weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien
berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi
adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah
posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal
bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menelan air
sedikit, observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa
getaran pita suara saat klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua
bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu
kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi
rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien
dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan
pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien
untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa,
perhatikan kekuatan daya dorong
9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,
observasi kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong
kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi
pemeriksaan sisi yang lain.

Gangguan pada saraf kranial antara lain :


Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis;
midriasis;hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada dua pertiga
luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut kering;
lakrimalis, submandibula hilangnya lakrimasi; paralisis
dan sublingual; ekspresi otot wajah
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokokleari keseimbangan menerus); vertigo; nitagmus
s
IX: Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan
Glosofaringeus pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior lidah;
mengangkat palatum; anestesi pada farings; mulut
sekresi kelenjar parotis kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan)
pada farings, laring dan suara parau; paralisis palatum
telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan otot
Spinal leher dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah

B. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor
neuron.Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan
pemeriksaan kekuatan.
1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak
pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien
ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh
pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga
tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan
otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah,
melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan
kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap
tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas
klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk
menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan
sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3) Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji.Klien
secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa.Otot
yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan
singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

1 : tidak ada kontraksi sama sekali.


2 : kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 : cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 : cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 : cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

A. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap
beberapa stimulus.Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien
jenis stimulus.Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan
sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas
(burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang
lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching /
kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai
keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan
sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
c) Pen / pensil, untuk graphesthesia.

4) Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer.Skala untuk peringkat refleks yaitu:
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :

a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas
tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot
quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut
menyebabkanar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus
yang sementara.
d. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks
ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.

f. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting .Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat
bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.

C. Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan


selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2) Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah
kepala klien dan tangan lain didada klien untuk
mencegah badan tidak terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan kedada
secara pasif.Brudzinski I positif (+) bila kedua
tungkai bawah akan fleksi padasendi panggul dan sendi lutut.
3) Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
4) Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut.Normal, bila tungkai bawah membentuk
sudut 1350 terhadap tungkai atas.Kernig (+)
bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.

5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan
memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan
kaki plantar fleksi.
D. Pemeriksaan Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
2) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT
scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa
jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam
untuk menilai stabilitas.

3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan
adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi
serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalahsistem
karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
E. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis
yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar
untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu
rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai
sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko
stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan
pencetus stroke hemoragik

11. Penatalaksanaan Cva Trombosis


Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA untuk mengobati
keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
- Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
- Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif (Muttaqin, 2008)

Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Pengobatan Pembedahan(Setyopranoto, 2011)


Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien tia.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

12. Komplikasi CVA


Menurut Wijaya (2013) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai
berikut:
Komplikasi neurology yang terbagi menjadi :
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi :
a. Tekanan darah sistemik meninggi
b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c. Oedema paru
d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2. Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor,
deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN CVA TROMBOSIS

A. Pengkajian
1) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Sedangkan stroke infark
tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula,
tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga

7) Pola-pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising
usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus
d. Pola aktivitas dan latihan
 Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
 Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi

 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman
tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang,

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme
serebral, edema serebral
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat
penurunantingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk,
ketidakmampuanmengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus
ototfasial ketidakmampuan berbicara
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. 2012. Diagnosa Stroke.Scientifc Jurnal UMM.I: 193-197


Batticaca, F. B. 2008. Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan sistem
persyarafan. Jakarta: Salemba medika.
Gofir. 2009. Manajemen Stroke Evidance Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Muttaqin, A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sisitem
persyrafan. Jakarta: Salemba medika.
Setyopranoto, I. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. (online) (tersedia di
http://journal.rskariadi.co.id) diakses 9 Agustus 2017.
Wijaya, A.K. 2013. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragis Akibat Trombus.(Online).
(tersedia di http://ojs.unud.ac.id) diakses 9 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet Diare
    Leaflet Diare
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Diare
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • CKD + Alo
    CKD + Alo
    Dokumen16 halaman
    CKD + Alo
    Husnul the Upik
    Belum ada peringkat
  • LP Ca Prostat
    LP Ca Prostat
    Dokumen21 halaman
    LP Ca Prostat
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen1 halaman
    Leaflet Hipertensi
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Leaflet
    Leaflet
    Dokumen1 halaman
    Leaflet
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Pathway Sepsis PDF
    Pathway Sepsis PDF
    Dokumen2 halaman
    Pathway Sepsis PDF
    Julia Dewi Eka Gunawati
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • LP Copd
    LP Copd
    Dokumen26 halaman
    LP Copd
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Sap Nutrisi
    Sap Nutrisi
    Dokumen21 halaman
    Sap Nutrisi
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Aml
    Patofisiologi Aml
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Aml
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • LP Copd
    LP Copd
    Dokumen26 halaman
    LP Copd
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • LP Copd
    LP Copd
    Dokumen23 halaman
    LP Copd
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Pathway CA Colon
    Pathway CA Colon
    Dokumen2 halaman
    Pathway CA Colon
    nanda veir
    100% (3)
  • LP Adhf
    LP Adhf
    Dokumen40 halaman
    LP Adhf
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Sap Nutrisi
    Sap Nutrisi
    Dokumen21 halaman
    Sap Nutrisi
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi CKD
    Patofisiologi CKD
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi CKD
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi CKD
    Patofisiologi CKD
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi CKD
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • LP DPD
    LP DPD
    Dokumen5 halaman
    LP DPD
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Aml
    Patofisiologi Aml
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Aml
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Sap Sleep Hygiene
    Sap Sleep Hygiene
    Dokumen9 halaman
    Sap Sleep Hygiene
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Pathway CA Colon
    Pathway CA Colon
    Dokumen2 halaman
    Pathway CA Colon
    nanda veir
    100% (3)
  • Sap Sleep Hygiene
    Sap Sleep Hygiene
    Dokumen16 halaman
    Sap Sleep Hygiene
    nanda veir
    100% (1)
  • LP DPD
    LP DPD
    Dokumen5 halaman
    LP DPD
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Woc Osteosarkoma
    Woc Osteosarkoma
    Dokumen3 halaman
    Woc Osteosarkoma
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • 2 LP Atresia Ani
    2 LP Atresia Ani
    Dokumen21 halaman
    2 LP Atresia Ani
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Cva Trombosis
    Patofisiologi Cva Trombosis
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Cva Trombosis
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • WOC Pathway Sepsis
    WOC Pathway Sepsis
    Dokumen3 halaman
    WOC Pathway Sepsis
    nanda veir
    Belum ada peringkat
  • Sap Sleep Hygiene
    Sap Sleep Hygiene
    Dokumen16 halaman
    Sap Sleep Hygiene
    nanda veir
    100% (1)
  • Pathway Sepsis PDF
    Pathway Sepsis PDF
    Dokumen2 halaman
    Pathway Sepsis PDF
    Julia Dewi Eka Gunawati
    Belum ada peringkat