Anda di halaman 1dari 26

Nama : Puspita Mayang Sari

NIM : 06101281520063

Prodi : Pendidikan Kimia 2015 PLG

UTS PERENCANAAN PEMBELAJARAN KIMIA

1. Dalam Kurikulum 2013, dikenal 3 modell pembelajaran yang harus diterapkan yaitu model
pembelajaran inquiry, model pembelajaran based learning dan model pembelajaran proyek
based learning. Coba anda jelaskan dengan memberika contoh untuk masing-masing model
tersebut!

Penyelesaian:

A. Pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada


proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering
juga dinamakan strategi heuristik, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskein
yang berarti “saya menemukan”.
Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian
karena dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses
pembelajaran.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa keunggulan dan
kelemahan dari strategi pembelajaran inquiry, yaitu:
Keunggulan
Metode pembelajaran inkuiri merupakan strategi belajar yang banyak dianjurkan
karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya:
a. Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
c. Strategi pembelajaran inquiry merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan
perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses
perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya siswa yang memiliki
kemampuan belajar baik tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Kelemahan
Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran inquiry juga mempunyai
kelemahan, di antaranya yaitu:
a. Jika strategi pembelajaran inquiry sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit
terkontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentuk dengan
kebiasaan siswa dalam beljar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inquiry akan sulit diimplementasikan
oleh setiap guru.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran inquiry ini
menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan
secara langsung, peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing siswa untuk
belajar.

Contoh

a. Guru menyiapkan satu materi yang dianggap cocok untuk inquiry-discovery.


b. Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, yang
dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan.
d. Pengarahan sebelum siswa melakukan kegiatan. Alat/bahan perlu disediakan sesuai
dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.
e. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memberikan lembar pertanyaan yang
disertai langkah-langkah dalam melakukan percobaan.
f. Siswa melaksanakan percobaan/ penelitian berdasar lembar kerja kelompok.
g. Peran aktif siswa dalam mengumpulkan bukti-bukti.
h. Guru meminta ketua kelompok untuk membacakan hasil penelitian, dan siswa lain
menanggapi.
i. Siswa dibantu guru memberikan kesimpulan dari hasil penelitian.
j. Guru memberikan penguatan.

B. Problem Based Learning (PBL)


adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan
masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,1995).
Rumusan dari Dutch (1994), Problem Based Learning (PBL) merupakan
metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar dan belajar”, bekerja sama
dengan kelompok untuk mencari solusi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan
untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas
materi pelajaran. Problem Based Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk berpikir
kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang
sesuai.
Problem Based Learning (PBL) mempunyai perbedaan penting dengan
pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan pertanyaan-
pertanyaan berdasarkan disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah
bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas, sedangkan Problem Based
Learning (PBL) dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa
mempunyai kesempatan dalam memlilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di
dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah.
Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingka tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Dengan Problem Based Learning
(PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan
memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat
membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya
dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.
Jadi Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial
dari materi pelajaran.

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam Kurikulum 2013 memiliki
tahapan sebagai berikut:

a. Orientasi peserta didik terhadap masalah

Pada tahap ini, guru harus menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas yang akan
dilakukan agar peserta didik tahu apa tujuan utama pembelajaran, apa permasalahan
yang akan dibahas, bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal
ini untuk memberi konsep dasar kepada peserta didik. Guru harus bisa memberikan
motivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

b. Mengorganisasikan peserta didik

Pada tahap ini, guru membantu peserta didik mendefinisikan dan


mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang telah
diorientasi, misalnya membantu peserta didik membentuk kelompok kecil,
membantu peserta didik membaca masalah yang ditemukan pada tahap
sebelumnya, kemudian mencoba untuk membuat hipotesis atas masalah yang
ditemukan tersebut..

c. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Pada tahap ini, guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya, melaksanakan eksperimen, menciptakan dan membagikan
ide mereka sendiri untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Pada tahap ini guru membantu peerta didik dalam menganalisis data yang telah
terkumpul pada tahap sebelumnya, sesuaikah data dengan masalah yang telah
dirumuskan, kemudian dikelompokkan berdasarkan kategorinya. Peserta didik
memberi argumen terhadap jawaban pemecahan masalah. Karya bisa dibuat dalam
bentuk laporan, video, atau model.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pada tahap ini, guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran dan
aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Guru dan peserta
didik menganalisis dan mengevaluasi terhadap pemecahan masalah yang
dipresentasikan setiap kelompok.

Contoh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning

Topik/Tema

Kependudukan dan Lingkungan

Subtopik/Tema

Dampak peningkatan jumlah penduduk terhadap masalah lingkungan

Kompetensi Dasar

3.3 Mendeskripsikan penyebab perkembangan penduduk dan dampaknya bagi


lingkungan

4.3 Menyajikan hasil penelusuran informasi tentang perkembangan penduduk dan


dampaknya bagi lingkungan

Indikator

 Menyebutkan dampak peningkatan jumlah penduduk terhadap masalah lingkungan.


 Menjelaskan keterkaitan antara jumlah penduduk dengan jumlah sampah yang
dihasilkan oleh penduduk.
 Membuat laporan hasil penyelidikan tentang permasalahan sampah yang muncul di
lingkungan sekitar siswa yang terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk.

Alokasi Waktu

2 pertemuan (5 X 40 menit)
Sintak Pembelajaran dan Kegiatan Pembelajaran

FASE 1

Orientasi peserta didik pada masalah

 Guru menunjukkan kepada peserta didik sebuah foto/gambar yang menunjukkan


menumpuknya sampah di tepi jalan di tengah-tengah lingkungan padat penduduk
seperti gambar diatas.
 Peserta didik mengamati gambar yang ditunjukkan oleh guru.
 Peserta didik diminta memberikan tanggapan dan pendapat terhadap gambar/foto
yang diberikan.
 Peserta didik diberikan kesempatan untuk menetapkan permasalahan dalam bentuk
pertanyaan yang berhubungan dengan gambar yang diamati.
Contoh pertanyaannya yaitu:
Mengapa sampah dapat menumpuk?

FASE 2
Mengorganisasi peserta didik dalam belajar

 Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan


pertanyaan/masalah yang akan dicari penyelesiaannya.
 Peserta didik diberi tugas untuk menggali informasi dari bukuIPA kelas IX tentang
“Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Sampah yang dihasilkan” secara berkelompok.

FASE 3
Membimbing penyelidikan peserta didik secara mandiri maupun kelompok
 Peserta didik mengumpulkan informasi untuk membangun ide mereka sendiri dalam
memecahkan masalah tentang pengaruh jumlah penduduk terhadap sampah yang
dihasilkan.
 Peserta didik berdiskusi dalam kelompok mencari solusi terkait dengan masalah yang
telah diidentifikasi.
 Guru membagikan Lembar Kerja “Menghitung Volume Sampahyang dihasilkan oleh
Rumah Tangga”.
 Peserta didik melakukan penyelidikan melalui Lembar Kerja dengan menugaskannya
di luar pembelajaran.
 Guru membimbing penyelidikan yang dilakukan peserta didik.

FASE 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

 Peserta didik mencatat data hasil penyelidikan kelompok dalam Lembar Kerja.
 Peserta didik mengolah data yang diperoleh dari kelompoknya.
 Peserta didik menjawab pertanyaan pada Lembar Kerja.
 Peserta didik menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk

FASE 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah laporan tertulis.

 Peserta didik dan guru mengevaluasi hasil penyelidikan melalui diskusi kelas.
 Peserta didik dibimbing guru menganalisis hasil pemecahan masalah tentang jumlah
penduduk dan sampah di lingkungan sekitar. Peserta diharapkan menggunakan buku
sumber untuk membantu mengevaluasi hasil diskusi.
 Selanjutnya peserta didik diminta mempresentasikan hasil penyelidikan dan diskusi di
depan kelas; dilanjutkan dengan penyamaan persepsi.
 Kelompok peserta didik yang berhasil memecahkan permasalahan diberi
pengahargaan.
 Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari peserta
didik (dapat menggunakan paper and pencil test atau authentic assessment).

C. Model pembelajaran proyek learning


Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning = PjBL) adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan


masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek
yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a
guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif
yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat
pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen
utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya.
PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.

Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang


berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang
bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata,
hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran Berbasis Proyek
dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang
dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang
berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus
dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan
untuk bekerja pada bidang masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis produksi”
peserta didik di SMK diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang
sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk
SMK adalah pembelajaran berbasis proyek. Pada Pembelajaran Berbasis Proyek
memiliki beberapa karakteristik berikut ini, yaitu :
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau
tantangan yang diajukan;
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola
informasi untuk memecahkan permasalahan;
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan;
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Peran pendidik atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai
fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal
sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyekantara
lain berikut ini.

1. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan


untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya
untuk memasuki system baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur
memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama
bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.

Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran,


dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh
perubahan lay-out ruang kelas, seperti : traditional class (teori), discussion group
(pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan
tugas mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan
saat diskusi dapat dilakukan di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam
ruang kelas. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran Project
Based Learning. Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis
Proyek antara lain sebagai berikut :

1. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek

 Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan


mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
 Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
 Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem yang kompleks.
 Meningkatkan kolaborasi.
 Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi.
 Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.
 Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
 Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks
dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
 Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan
pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
 Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun
pendidik menikmati proses pembelajaran.

2. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek

 Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.


 Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
 Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur
memegang peran utama di kelas.
 Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
 Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
 Ada kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok.
 Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

Dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek/Project Based Learning ada


beberapa peran bagi guru/pendidik dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran
Berbasis Proyek, antara lain :

1. Peran Guru

 Merencanakan dan mendesain pembelajaran.


 Membuat strategi pembelajaran.
 Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
 Mencari keunikan siswa.
 Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
 Membuat portofolio pekerjaan siswa.

2. Peran Peserta Didik

 Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.


 Melakukan riset sederhana.
 Mempelajari ide dan konsep baru.
 Belajar mengatur waktu dengan baik.
 Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.
 Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.
 Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).

Penilaian pembelajaran dengan metode Project Based Learning harus diakukan secara
menyeluruh terhadap Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan yang diperoleh siswa
dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis
Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian
Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau
penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi
sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan
penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

 Kemampuan pengelolaan, yaitu kemampuan peserta didik dalam memilih topik,


mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
 Relevansi atau kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan
tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
 Keaslian maksudnya proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan
dukungan terhadap proyek peserta didik.

b. Teknik Penilaian Proyek

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil
akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai,
seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan
tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster.
Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek
ataupun skala penilaian.

2. Penilaian Produk
a. Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu
produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung,
lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian
yaitu:
 Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
 Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik
dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
 Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

b. Teknik Penilaian Produk

Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.

 Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
 Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

Contoh Penerapan Model Project Based Learning pada Pembelajaran

Kompetensi Dasar

3.7 Mendeskripsikan konsep medan magnet, induksi elektromagnetik, dan


penggunaannya dalam produk teknologi, serta pemanfaatan medan magnet dalam
pergerakan/navigasi hewan untuk mencari makanan dan migrasi

4.6 Membuat karya sederhana yang memanfaatkan prinsip elektromagnetik


dan/atau induksi elektromagnetik

Topik

Kemagnetan dan Pemanfaatannya dalam Produk Teknologi


Sub Topik

Kemagnetan dalam Produk Teknologi

Indikator
Menjelaskan prinsip elektromagnetik

Menyebutkan contoh-contoh penerapan elektromagnetik dalam kehidupan sehari-hari


Membuat bel listrik

Alokasi Waktu

2x pertemuan (5 x 40 menit)

Penentuan Pertanyaan Mendasar

- Peserta didik diminta untuk mengamati video/gambar tentang beberapa penggunaan


lektromagnet dalam kehidupan sehari-hari, dan mengamati demonstrasi tentang bel listrik.
- Peserta didik diminta membuat pertanyaan untuk mengemukakan rasa ingin tahunya
tentang bel listrik misalnya: Apakah kita dapat membuat bel sendiri?

Mendesain Perencanaan Proyek

Guru mengajak peserta didik untuk merencanakan sebuah proyek membuat bel listrik.

- Peserta didik mengumpulkan informasi tentang cara kerja bel listrik dari berbagai sumber.
- Peserta didik mengasosiasi informasi yang diperoleh sehingga dapat membuat rancangan
proyek membuat bel listrik secara kolaboratif dengan pengajar agar mereka merasa
“memiliki” atas proyek tersebut.

Peserta membuat aturan penyelesaian proyek, misalnya:

1. Dilakukan secara berkelompok

2. Waktu kegiatan melakukan perancangan

3. Mempelajari bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bel listrik

Menyusun Jadwal

Peserta didik menyusun jadwal penyelesaian proyek.

Contoh jadwal dalam kegiatan proyek pembuatan bel listrik


Peserta didik mengomunikasikan hasil rancangan bel listrik dan jadwal proyek di depan
kelas dan guru memberikan masukan kepada peserta didik terhadap rancangan proyek.

Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek

 Peserta didik melaksanakan proyek membuat bel listrik sesuai rancangan bersama-
sama kelompoknya.
 Peserta didik melakukan ujicoba bel listrik.
 Peserta didik mencatat data hasil ujicoba.
Peserta didik mengolah data hasil ujicoba.
Selama penyelesaian proyek, guru memonitor aktivitas yangpenting dari peserta didik,
menanyakan masalah-masalah yang ditemui pada saat membuat bel listrik.
 Peserta didik membuat laporan proyek

Menguji Hasil

 Peserta didik mengomunikasikan hasil proyek membuat bel listrik dengan cara
presentasi dan demonstrasi di depan kelas.
 Guru menilai laporan rancangan bel listrik, laporan hasil
pembuatan bel listrik sesuai rancangan.
 Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan guru berkaitan dengan pembuatan bel listriknya.
 Guru memberikan saran-saran untuk perbaikan pembuatan bel listrik.

Mengevaluasi Pengalaman

 Peserta didik diminta untuk mengungkapkan pengalamannya selama menyelesaikan


proyek.
 Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas selama merancang dan membuat bel listrik.
 Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new
inquiry) untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

2. Terdapat delapan keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru yang
professional. Jelaskan masing-masing keterampilan mengajar tersebut dengan memberikan
contoh/ilustrasi!
Jawaban:

Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru, begitulah falsafah yang sering kita
dengar.Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan.
Untuk itu perananguru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin
pendidikan diantara murid-murid suatu kelas . Secara etimologi atau dalam arti sempit guru
yang berkewajiban mewujudkansuatu program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar
atau memberikan pelajaran di sekolahatau kelas.Secara lebih luas guru berarti orang yang
bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yangikut bertanggung jawab dalam
membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing dalam berpikir dan
bertindak. Guru dalam pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kelas
untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalahanggota masyarakat
yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kratif dalam mengarahkan perkembangan
akan didik nya menuju sebuah cita-cita luhur mereka. Untuk mencampai haltersebut diatas
maka dibutuhkan ketrampilan-ketrampilan dasar seorang guru dalam mengajar.Turney
(1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:

1. Keterampilan Bertanya

“Bertanya” adalah bahasa verbal untuk meminta respon siswa baik berupa pengetahuan,
pendapat, atau pun sekedar mengembalikan konsentrasi siswa yang terdestruc oleh
berbagai kondisi selama KBM berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, “Bertanya”
memainkan peranan penting sebab “Bertanya” dapat menjadi stimulus yang efektif untuk
mendorong kemampuan berpikir siswa. Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam
proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap yang baik ketika mengajukan
pertanyaan maupun menerima jawaban siswa. Hendaklah guru menghindari kebiasaan
seperti: menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang pertanyaan
sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak, menentukan siswa yang harus
menjawab sebelum bertanya, dan mengajukan pertanyaan ganda. Kegiatan bertanya dalam
KBM ini akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan cukup berbobot, mudah
dimengerti atau relevan dengan topik yang dibicarakan. Tujuan guru mengajukan
pertanyaan antara lain adalah :
• Menimbulkan rasa ingin tahu
• Merangsang fungsi berpikir
• Mengembangkan keterampilan berpikir
• Memfokuskan perhatian siswa
• Mendiagnosis kesulitan belajar siswa
• Menkomunikasikan harapan yang diinginkan oleh guru dari siswanya

2. Keterampilan memberikan penguatan

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, baik bersifat verbal maupun
non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah
laku siswa, bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima
(siswa), atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan
respon terhadap tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali
tingkah laku tersebut. Teknik pemberian penguatan dalam KBM yang bersifat verbal dapat
dinyatakan melalui pujian, penghargaan atau pun persetujuan, sedangkan penguatan non
verbal dapat dinyatakan melalui gesture, mimic muka (ekspresi), penguatan dengan cara
mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang
menyenangkan, dll. Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara
perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku dengan cara
menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan. Manfaat penguatan
bagi siswa adalah untuk meningkatkan perhatian (fokus) siswa dalam belajar,
membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dll.

3. Keterampilan mengadakan variasi

“Variasi” dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai perubahan dalam


proses interaksi belajar mengajar. Dalam konteks ini, “variasi” merujuk pada tindakan dan
perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara spontan, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan dan mengikat perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung. Tujuan
utama dari “variasi” dalam kegiatan pembelajaran ini adalah untuk mengurangi rasa boring
yang membuat siswa tidak lagi fokus pada prose KBM yang sedang berlangsung. Untuk
itu guru perlu melakukan berbagai “variasi” sehingga perhatian siswa tetap terpusat pada
pelajaran. Beberapa “variasi” yang dapat dilakukan guru selama proses KBM diantaranya
adalah: penggunaan variasi suara (teacher voice), pemusatan perhatian siswa (focusing),
kesenyapan/kebisuan guru (teacher silence), kontak pandang dan gerak (eye contact and
movement), gesture/gerak tubuh, ekspresi wajah guru, pergantian posisi guru dalam kelas
dan gerak guru (teachers movement), variasi penggunaan media dan alat pengajaran, dll.

4. Keterampilan menjelaskan

“Menjelaskan” adalah menyajikan informasi secara lisan, dengan sistematika yang


runut untuk menunjukkan adanya korelasi/hubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Ada 2 komponen dalam ketrampilan menjelaskan, yaitu : Merencanakan, hal ini mencakup
penganalisaan masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang ada diantara
unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan hukum atau rumus-rumus yang sesuai
dengan hubungan yang telah ditentukan. Dan penyajian, merupakan suatu penjelasan,
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kejelasan, penggunaan contoh dan ilustrasi,
pemberian tekanan, dan penggunaan balikan/feedback. Kegiatan “menjelaskan” dalam
proses KBM bertujuan untuk membantu siswa memahami berbagai konsep, hukum,
prosedur, dll, secara obyektif; membimbing siswa memahami pertanyaan; meningkatkan
keterlibatan siswa; memberi kesempatan pada siswa untuk menghayati proses penalaran
serta memperoleh feedback tentang pemahaman siswa. Apabila seorang guru menguasai
“keterampilan menjelaskan” maka guru akan lebih mudah mengelola waktu dalam
menyajikan materi, sehingga menjadi lebih efektif memanage waktu. Selain itu penjelasan
yang runut dan sistematis akan memudahkan siswa dalam memahami materi, yang pada
gilirannya akan memperluas cakrawala pengetahuan siswa, bahkan mungkin penjelasan
guru yang sistematis dan mendalam akan dapat membantu mengatasi kelangkaan buku
sebagai sarana dan sumber belajar (mengingat guru adalah salah satu sumber belajar bagi
siswa).

5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran


a. Membuka Pelajaran

Yang dimaksud dengan membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan
yang dilakukan oleh guru dalam proses KBM untuk menciptakan prokondusi bagi siswa
agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajari, dan usaha tersebut
diharapkan akan memberikan efek positif terhadap kegiatan belajar. Komponen
ketrampilan membuka pelajaran meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan
motivasi, memberi acuan melalui berbagai usaha, dan membuat kaitan atau hubungan di
antara materi-materi yang akan dipelajari. Kalimat-kalimat awal yang diucapkan guru
merupakan penentu keberhasilan jalannya seluruh pelajaran. Tercapainya tujuan
pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan
persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam
memperkenalkan pelajaran.

b. Menutup Pelajaran

Menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri
proses KBM. Jangan akhiri pelajaran dengan tiba-tiba. Penutup harus dipertimbangkan
dengan sebaik mungkin agar sesuai. Guru perlu merencanakan closing yang baik dan tidak
tergesa-gesa. Jangan lupa sertakan pula doa. “Komponen-komponen dan prinsip-prinsip
dalam menutup pelajaran: Merangkum Pelajaran. Sebagai penutup, hendaknya guru
memberikan ringkasan dari pelajaran yang sudah disampaikan. Ringkasan pelajaran sudah
tidak lagi berupa diskusi kelas atau penyampaian garis besar pelajaran, tetapi berisi
ringkasan dari hal-hal yang disampaikan selama jam pelajaran dengan menekankan fakta
dasar pelajaran tersebut. Menyampaikan Rencana Pelajaran Berikutnya. Waktu menutup
pelajaran merupakan saat yang tepat untuk menyampaikan rencana pelajaran berikutnya.
Guru dapat memberikan kilasan pelajaran untuk pertemuan berikutnya. Diharapkan hal ini
dapat merangsang keinginan belajar mereka. Sebelum kelas dibubarkan, ungkapkanlah
pelajaran yang akan disampaikan minggu depan dan kemukakan rencana-rencana di mana
murid dapat mengambil bagian dalam pelajaran mendatang. Bangkitkan minat. Guru tentu
ingin murid-muridnya kembali di pertemuan berikutnya dengan penuh semangat. Oleh
karena itu, biarkan murid pulang ke rumah mereka dengan satu pertanyaan atau pernyataan
yang mengesankan, yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu mereka. Sama
seperti seorang penulis yang mengakhiri sebuah bab dalam cerita bersambung, yang
membuat pembaca ingin segera tahu bab berikutnya. Dengan cara yang sama, guru dapat
mengakhiri pelajarannya dengan penutup yang “berklimaks” sehingga seluruh kelas
menantikan pelajaran berikutnya dengan tidak sabar. Memberikan tugas. Tugas-tugas harus
direncanakan dengan saksama. Perlu diingat pula sikap guru yang bersemangat dalam
memberikan tugas akan mempengaruhi minat dan semangat para anggota kelas”.(Benson :
80-85).

6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

Diskusi kelompok merupakan salah satu variasi kegiatan pembelajaran yang dapat
digunakan dalam proses KBM. Dalam diskusi kelompok, siswa dalam tiap kelompok kecil
dapat bertukar informasi dan pengalaman, melakukan pengambilan keputusan bersama,
serta belajar melakukan pemecahan masalah (problem solving). Diskusi kelompok
merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan
suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi
sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat
meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di
dalamnya ketrampilan berbahasa.

7. Keterampilan mengelola kelas

Suasa belajar mengajar yang baik sangat menunjang efektifitas pencapaian tujuan
pembelajaran. Seorang guru harus mampu menjadi manager yang baik dalam sebuah proses
KBM. Hal ini berarti bahwa guru harus terampil menciptakan suasana belajar yang
kondusif serta mampu menjaga dan mengembalikan kondisi belajar yang optimal,
meminimalisir gangguan yang mungkin terjadi selama proses KBM, sehingga siswa dapat
fokus pada KBM yang berlangsung. Dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas,
guru perlu memperhatikan komponen ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan
dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat prefentip seperti: kemampuan guru
dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran) dan keterampilan yang bersifat
represif, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan respons guru terhadap gangguan siswa
yang berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk
mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

8. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan

Jumlah siswa dalam bemtuk pengajaran seperti ini berkisar 3 sampai 8 orang untuk
setiap kelompok kecil, dan 1 orang untuk perseorangan. Terbatasnya jumlah siswa dalam
pengajaran bentuk ini memungkinkan guru memberikan perhatian secara optimal terhadap
setiap siswa. Hubungan antara guru dan siswa pun menjadi lebih akrab, demikian pula
hubungan antar siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa format mengajar seperti
ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan sehat antara guru
dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan,
minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa dalam
merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan
berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran. Setiap guru dapat menciptakan format
pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan
sesuai dengan tujuan, topik (materi), kebutuhan siswa, serta waktu dan fasilitas yang
tersedia. Komponen-komponen dan prinsip-prinsip ketrampilan ini adalah: Ketrampilan
mengadakan pendekatan secara pribadi, Ketrampilan mengorganisasi, ketrampilan
membimbing dan memudahkan belajar, Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran.
Dari delapan keterampilan dasar yang telah diuraikan di atas, yang paling penting bagi
seorang guru adalah bagaimana guru menerapkan keterampilan tersebut sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan baik. Adalah sebuah kebanggaan dan kepuasan batin tersendiri
bagi seorang guru, bila siswa didiknya mampu memahami berbagai konsep yang
disampaikan untuk kemudian mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun demikian perlu diingat oleh para guru, bahwa karena proses pembelajaran yang
dilakukan tidak semata-mata merupakan kegiatan transfer of knowledge namun juga
transfer of moral value, maka setiap guru wajib kiranya menyisipkan pesan moral dalam
setiap event tatap muka dengan siswa didiknya selama proses KBM.

3. Coba anda jelaskan dengan memberikan contoh, perbedaan antara kurikulum 2013 dan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)!
Jawaban:

Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Sedangkan
implementasinya telah diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah-sekolah
tertentu atau masih terbatas. Dulu dan sekarang, kita sudah mengenal dengan yang
namanya KTSPatau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mulai diberlakukan sejak
tahun ajaran 2007/2008. Kalau kita cermati bersama, perbedaan paling mendasar antara
Kurikulum 2013 dengan KTSP. Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan
kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan
silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu
yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.

Namun dibalik perbedaan yang ada, sebenarnya juga terdapat kesamaan esensi
antara Kurikulum 2013 dengan KTSP. Misalnya tentang pendekatan ilmiah (Scientific
Approach) yang pada hakekatnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa mencari
pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Pendekatan ini mempunyai esensi yang sama
dengan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP). Masalah pendekatan sebenarnya bukan
masalah kurikulum, tetapi masalah implementasi yang tidak jalan di kelas. Bisa jadi
pendekatan ilmiah yang diperkenalkan di Kurikulum 2013 akan bernasib sama dengan
pendekatan-pendekatan kurikulum terdahulu bila guru tidak paham dan tidak bisa
menerapkannya dalam pembelajaran di kelas.

Berikut ini adalah perbedaan antara Kurikulum 2013 dengan KTSP


No Kurikulum 2013 KTSP
SKL (Standar Kompetensi Lulusan) Standar Isi ditentukan terlebih dahulu
ditentukan terlebih dahulu, melalui melaui Permendiknas No 22 Tahun
1 Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah 2006. Setelah itu ditentukan SKL
itu baru ditentukan Standar Isi, yang (Standar Kompetensi Lulusan) melalui
bebentuk Kerangka Dasar Kurikulum, Permendiknas No 23 Tahun 2006
yang dituangkan dalam Permendikbud No
67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013
Aspek kompetensi lulusan ada
keseimbangan soft skills dan hard skills lebih menekankan pada aspek
2
yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan
keterampilan, dan pengetahuan
di jenjang SD Tematik Terpadu untuk di jenjang SD Tematik Terpadu untuk
3
kelas I-VI kelas I-III
Jumlah jam pelajaran per minggu lebih Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan
4 banyak dan jumlah mata pelajaran lebih jumlah mata pelajaran lebih banyak
sedikit dibanding KTSP dibanding Kurikulum 2013
Proses pembelajaran setiap tema di
jenjang SD dan semua mata pelajaran di
jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan
Standar proses dalam pembelajaran
dengan pendekatan ilmiah (saintific
5 terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan
approach), yaitu standar proses dalam
Konfirmasi
pembelajaran terdiri dari Mengamati,
Menanya, Mengolah, Menyajikan,
Menyimpulkan, dan Mencipta.
TIK (Teknologi Informasi dan
Komunikasi) bukan sebagai mata
6 TIK sebagai mata pelajaran
pelajaran, melainkan sebagai media
pembelajaran
Standar penilaian menggunakan penilaian
otentik, yaitu mengukur semua Penilaiannya lebih dominan pada aspek
7
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
8 Pramuka menjadi ekstrakuler wajib Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib
Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X
9 Penjurusan mulai kelas XI
untuk jenjang SMA/MA
BK lebih menekankan mengembangkan BK lebih pada menyelesaikan masalah
10
potensi siswa siswa
4. Dalam kurikulum 2013 ada yang disebut dengan pendekatan saintifik dengan 5 M nya
dalam proses pembelajaran. Coba anda jelaskan dengan memberikan contoh dalam
pembelajaran kimia di SMA!
Jawaban:

Langkah ke-1: Mengamati (observing).

Mengamati berkaitan dengan aktivitas panca indera manusia yang dianugerahkan oleh
Tuhan untuk mengamati obyek belajar secara bermakna (meaningfull learning). Karena itu,
untuk memudahkan pembelajaran, di awal kegiatan pembelajaran dipandang penting untuk
mendemonstrasikan obyek belajar yang menarik dan bermanfaat, tentu dipilih obyek
belajar yang relevan dengan tema belajar. Obyek itu tidak harus mewah atau mahal,
sederhana asalkan mudah digunakan dan menarik.

Obyek belajar sebaiknya yang menantang peserta didik untuk bertanya dan merangsang
rasa ingin tahu mereka. Peserta didik diberi kesempatan terlibat untuk melakukan
pengamatan (observasi) melalui panca inderanya, seperti mengamati gambar animasi,
menyentuh obyek tiruan model bagian tubuh manusia (torso), mengamati aneka jenis
dedaunan di halaman sekolah, mengamati transaksi jual beli di kantin sekolah, mengamati
aktivitas petani, peternak, polisi, pasar, tumpukan sampah, dan masih banyak lagi. Jika
obyek atau fenomena yang diamati sulit dijangkau, dapat digunakan model tiruannya, bisa
dirupakan dalam bentuk rekaman video-audio, gambar animasi, globe, dan lain sebagainya.

Cara penyajiannya bisa menggunakan model perbandingan. Katakanlah peserta didik


diminta untuk mengamati dua gambar/foto. Satu gambar menampilkan foto mushalla yang
kotor dan satunya lagi menampilkan foto mall yang bersih. Dengan mengamati dua gambar
yang kontras, diharapkan muncul sejumlah pertanyaan kritis dan rasa ingin tahu untuk
belajar mempelajarinya.

Langkah ke-2: Menanya (Questioning).

Kemampuan bertanya yang baik merupakan indikasi bahwa kemampuan verbal


seseorang telah berkembang dengan baik. Acapkali, jawaban yang baik karena dirangsang
oleh pertanyaan yang baik. Karena itu, keberanian dan kemampuan bertanya penting untuk
ditumbuhkembangkan. Setiap pertanyaan, akan mendorong munculnya respon balik berupa
tanggapan verbal, baik oleh guru atau peserta didik secara kreatif, bahkan mungkin guru
tidak menyangka akan mendapatkan jawaban baru yang mengkayakan dari para peserta
didiknya. Misalnya pertanyaan: “Mengapa bensin (premium) selalu habis meskipun
harganya naik?, atau “mengapa ada orang miskin dan ada orang yang kaya?.

Selain untuk membangkitkan rasa ingin tahu, bertanya berfungsi untuk melatih peserta
didik berargumentasi sesuai dengan kapasitasnya, belajar menerima perbedaan pendapat,
merangsang peserta didik untuk berpikir ulang, dan sekaligus belajar bagaimana sopan
santun dalam bertanya atau merespon pertanyaan dengan baik.

Langkah ke-3: Mencoba (Experimenting)

Hasil belajar akan terekam kuat dalam memori peserta didik, apabila mereka diberi
kesempatan untuk melakukan, mencoba, atau mengalami. Hal ini tentu sangat berbeda
dengan hasil belajar karena sekedar mendengarkan atau diberitahu oleh orang lain.
Perbuatan mencoba itu dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan eksperimen. Misalnya,
peserta didik diminta untuk melakukan pengukuran terhadap perbedaan kecepatan
perputaran kipas angin yang terbuat dari bahan kertas tipis, kertas karton, seng, atau benda
lain di halaman sekolah.

Dengan melakukan percobaan semacam itu, selain peserta didik merasa senang, mereka
dapat belajar sambil mengalami. Sudah barang tentu, setiap percobaan perlu dipersiapkan
sebelum pembelajaran berlangsung dan dirumuskan dengan baik dalam dokumen Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Membuat RPP adalah tugas guru, bukan tugas
pemerintah yang terkait dalam bidang pendidikan nasional. Mengapa? Karena gurulah
yang paling tahu situasi dan kondisi sekolah masing-masing, jadi RPP tidak perlu
distandarkan, kecuali hanya prinsip-prinsip atau komponen-komponen penting RPP-nya.

Langkah ke-4: Menalar (associating).

Menalar dalam pengertian ini adalah padanan dari istilah associating dalam bahasa
Inggris, bukan kata reasoning. John M. Echols dan Hasan Shadily (1995: 469) dalam
bukunya Kamus Inggris-Indonesia menerjemahkan kata reasoning dengan pemikiran atau
pertimbangan. Namun penalaran yang dimaksudkan di sini lebih dekat dengan padanan
dari kata “associating”, yang merujuk pada teori belajar asosiasi (pembelajaran asosiatif).
Sebuah Modul Pelatihan Kurikulum 2013 menjelaskan, bahwa esensi istilah asosiasi
ini merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa yang kemudian mamasukkannya menjadi penggalan memori
(Kemendikbud, 2013: 215). Pengalaman-pengalaman yang tersimpan di memori otak itu
berelasi atau berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses
inilah yang dikenal sebagai asosiasi atau menalar.

Bagaimana mempraktikkannya? Peserta didik dilatih untuk menghubungkan antara


satu obyek/kejadian dengan objek/kejadian lain, sehingga hubungan antara beberapa
variabel menjadi jelas, baik bersifat induktif atau deduktif. Misalnya penalaran induksi
sebab-akibat seperti: “berusaha keras, berdo’a, dan tidak berputus-asa, adalah faktor-faktor
pendorong kesuksesan hidup seseorang”.

Langkah ke-5: Mengkomunikasikan (Communicating)

Dalam bentuk sederhana, mengkomunikasikan berarti mempresentasikan atau


menunjukkan hasil pekerjaannya kepada publik, secara lisan atau tulisan, atau bentuk karya
lain sehingga mendapat respon yang lebih luas. Dalam ruang terbatas, peserta didik cukup
menyajikan kesimpulan hasil pekerjaannya di hadapan teman-temannya di dalam kelas.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, para guru dapat
memanfaatkan kecanggihan itu untuk mengkomunikasikan karya-karya terbaik peserta
didiknya di dunia maya, sehingga bisa direspon oleh pembaca yang lebih luas. Misalnya,
karya mereka dipublikasikan di Blog kompasiana.com, menarik dan bermanfaat bukan?.

5. Coba anda ambil satu kompetensi dasar (KD), dari sejumlah KD yang ada pada silabus
kimia SMA (kelas 10, kelas 11 dan kelas 12), jabarkan jadi indicator (dengan komponen
AB nya) dan tujuan pembelajran (dengan komponen ABCD nya).
Jawaban:

3.7.Menganalisis teori jumlah pasangan elektron di sekitar inti atom (Teori Domain
Elektron/VSEPR) untuk menentukan bentuk molekul.
4.7.Meramalkan bentuk molekul berdasarkan teori jumlah pasangan elektron di sekitar
inti atom (Teori Domain Elektron/VSEPR).

Anda mungkin juga menyukai