Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kerja Praktik Industri PT.

Pupuk Sriwidjaja Palembang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah PT.Pupuk Sriwidjaja


PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PT Pusri Palembang) adalah perusahaan
yang didirikan sebagai pelopor produsen pupuk urea di Indonesia pada tanggal 24
Desember 1959 di Palembang Sumatera Selatan, dengan nama PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero). PT Pusri Palembang memulai operasional usaha dengan tujuan utama
untuk melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan nasional, khususnya di industri pupuk dan kimia lainnya. Sejarah
panjang PT Pusri Palembang sebagai pelopor produsen pupuk nasional selama lebih
dari 50 tahun telah membuktikan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam
melaksanakan tugas penting yang diberikan oleh pemerintah.
Selain sebagai produsen pupuk nasional, PT Pusri Palembang juga
mengemban tugas dalam melaksanakan usaha perdagangan, pemberian jasa dan
usaha lain yang berkaitan dengan industri pupuk. PT Pusri Palembang bertanggung
jawab dalam melaksanakan distribusi dan pemasaran pupuk bersubsidi kepada petani
sebagai bentuk pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) untuk mendukung
program pangan nasional dengan memprioritaskan produksi dan pendistribusian
pupuk bagi petani di seluruh wilayah Indonesia. Penjualan pupuk urea non subsidi
sebagai pemenuhan kebutuhan pupuk sektor perkebunan, industri maupun ekspor
menjadi bagian kegiatan perusahaan yang lainnya diluar tanggung jawab pelaksanaan
PSO.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 1
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab atas kelangsungan industri


pupuk nasional, PT Pusri Palembang telah mengalami berbagai perubahan dalam
manajemen dan wewenang yang sangat berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah.

1.2 Sejarah Singkat Perusahaan


Didirikan pada tanggal 24 Desember 1959, nama Sriwidjaja yang
terdapat pada nama PT Pusri Palembang diambil sebagai nama perusahaan untuk
mengabadikan sejarah kejayaan Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan
yang sangat disegani di Asia Tenggara hingga daratan Tiongkok, pada Abad ke Tujuh
Masehi.
Tanggal 14 Agustus 1961 merupakan tonggak penting sejarah berdirinya PT
Pupuk Sriwidjaja (Persero), karena pada saat itu dimulai pembangunan pabrik pupuk
pertama kali yang dikenal dengan Pabrik Pusri I. Pada tahun 1963, Pabrik Pusri I
mulai berproduksi dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton urea dan 59.400
ton amonia per tahun. Wakil Perdana Menteri Chaerul Saleh menekan tombol tanda
diresmikannya penyelesaian Pabrik Pusri I didampingi Direktur Utama PT Pupuk
Sriwidjaja (Persero) Ir. Salmon Mustafa pada tanggal 4 Juli 1964.
Seiring dengan kebutuhan pupuk yang terus meningkat, selama periode
1972-1977 PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) membangun tiga buah pabrik yang terdiri
dari Pabrik Pusri II, Pusri III dan Pusri IV. Pabrik Pusri II pada awalnya memiliki
kapasitas terpasang 380.000 ton per tahun. Pada tahun 1992, dilakukan proyek
optimalisasi urea Pabrik Pusri II sehingga kapasitas produksi dapat ditingkatkan
sampai 552.000 ton per tahun. Pabrik Pusri III dibangun pada 1976 dengan kapasitas
terpasang sebesar 570.000 ton per tahun, sedangkan Pabrik Pusri IV dibangun pada
tahun 1977 dengan kapasitas terpasang sebesar juga sebesar 570.000 ton per tahun.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 2
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Sejak tahun 1979, PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) diberi tugas oleh pemerintah
untuk melaksanakan distribusi dan pemasaran pupuk bersubsidi kepada petani
sebagai bentuk pelaksanaan PSO guna mendukung program pangan nasional dengan
memprioritaskan produksi dan pendistribusian pupuk bagi petani di seluruh wilayah
Indonesia.
Pada tahun 1993 dilakukan pembangunan Pabrik Pusri IB berkapasitas
570.000 ton per tahun sebagai upaya peremajaan dan peningkatan kapasitas produksi
pabrik sekaligus untuk menggantikan pabrik Pusri I yang dihentikan operasinya
karena usia dan tingkat efisiensi yang menurun.
Pada tahun 1997, PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) ditunjuk sebagai induk
perusahaan yang membawahi empat BUMN yang bergerak di bidang industri pupuk
dan petrokimia, yaitu PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk
Kaltim dan PT Pupuk Iskandar Muda serta satu BUMN yang bergerak di bidang
Engineering, Procurement, dan Construction (EPC), yaitu PT Rekayasa Industri.
Pada tahun 1998, anak perusahaan PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) bertambah
satu BUMN lagi, yaitu PT Mega Eltra yang bergerak di bidang perdagangan.
Pada tahun 2010 dilakukan spin off dari PT Pupuk Sriwidaja (Persero) kepada
PT Pusri Palembang dan pengalihan hak dan kewajiban PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero) kepada PT Pusri Palembang sebagaimana tertuang di dalam RUPS-LB
tanggal 24 Desember 2010 yang berlaku efektif 1 Januari 2011. Pada tanggal 18 April
2012, Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan PT Pupuk Indonesia Holding
Company (PIHC) sebagai nama induk perusahaan pupuk yang baru, menggantikan
nama PT Pupuk Sriwidjaja (Persero). Sampai saat ini, PT Pusri Palembang tetap
menggunakan brand dan merk dagang Pusri.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 3
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

1.3 Lokasi Pabrik


Palembang, Sumatera Selatan dipilih sebagai lokasi pembangunan pabrik PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang dikarenakan melimpahnya ketersediaan sumber daya
alam berupa gas alam sebagai salah satu bahan baku utama untuk memproduksi
pupuk urea. Lokasi pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terletak di tepi
Sungai Musi ini bertujuan untuk memberi kemudahan transportasi bahan baku uap
dan utilitas sekaligus untuk menunjang kemudahan transportasi hasil produksi. Pabrik
PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang sendiri dibangun di atas area seluas 21 hektar
dengan total seluruh area pabrik dan elemen penunjang lainnya seluas 27 hektar.

1.4 Makna Logo Perusahaan

Gambar 1.1 Logo PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

1. Logo PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang berbentuk huruf U


melambangkan singkatan urea, logo ini telah terdaftar di Ditjen Haki
Departemen Kehakiman dan HAM no. 021391.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 4
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

2. Setangkai padi dengan jumlah butiran 24 melambangkan tanggal akta


pendirian PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang.
3. Butiran-butiran urea berwarna putih sejumlah 12, melambangkan bulan
Desember pendirian PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang.
4. Setangkai kapas yang mekar dari kelopaknya, butir kapas yang mekar
berjumlah 5 buah kelopak yang pecah berbentuk 9 retakan ini melambangkan
angka 59 sebagai tahun pendirian PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang.
5. Perahu Kajang merupakan ciri khas kota Palembang yang terletak di tepian
Sungai Musi.
6. Kuncup teratai yang akan mekar, merupakan imajinasi pencipta akan
prospek perusahaan di masa datang.
7. Komposisi warna lambang kuning dan biru benhur dengan dibatasi garis-
garis hitam tipis melambangkan keagungan, kebebasan cita-cita, serta
kesuburan, ketenangan, dan ketabahan dalam mengejar dan mewujudkan cita-
cita itu.

1.5 Visi, Misi, dan Makna Perusahaan


 Visi

“Menjadi perusahaan pupuk terkemuka tingkat regional"

 Misi
"Memproduksi serta memasarkan pupuk dan produk agribisnis secara efisien,
berkualitas prima, dan memuaskan pelanggan"
 Makna Perusahaan

"Pusri untuk Kemandirian Pangan dan Kehidupan Yang Lebih Baik"

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 5
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

1.6 Unit Pabrik dan Kapasitas Produksi


PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang saat ini didukung oleh empat unit pabrik
untuk menunjang keberhasilan produksi amonia dan urea. Empat unit pabrik tersebut
terdiri dari Pabrik Pusri II, Pusri III, Pusri IV, dan Pusri IB. Walaupun didukung oleh
empat unit pabrik tersebut, saat ini hanya Pabrik Pusri III, Pusri IV, dan Pusri IB yang
masih aktif dan beroperasi penuh untuk memproduksi pupuk urea.
Sementara itu, aktivitas produksi urea Pabrik Pusri II sudah mulai dialihkan ke
Pabrik Pusri IIB yang akan diproyeksikan untuk menggantikan peran Pusri II. Pabrik
Pusri IIB sendiri belum dapat beroperasi penuh karena masih dalam tahap
pembangunan.
 Pusri I (1963-1986)

Pusri I merupakan simbol dari tonggak sejarah industri pupuk di Indonesia.


Dibangun di atas lahan seluas 20 hektar, Pusri I adalah pabrik pupuk pertama di
Indonesia yang dibangun pada tanggal 14 Agustus 1961 dan mulai beroperasi pada
tahun 1963 dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton urea dan 59.400 ton
amonia per tahun. Saat ini peran Pabrik Pusri I sudah digantikan oleh Pusri IB karena
alasan usia dan tingkat efisiensi yang sudah menurun

 Pusri II

Pusri II adalah pabrik pupuk kedua yang dibangun oleh PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang dan mulai beroperasi pada tanggal 6 Agustus 1974. Pabrik Pusri II
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 Agustus 1974 dan
memiliki kapasitas produksi sebesar 380.000 metrik ton urea per tahun dan 218.000
metrik ton amonia per tahun. Ke depannya, proses produksi urea di Pusri II akan
dialihkan ke Pabrik Pusri IIB karena alasan usia dan efisiensi

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 6
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

 Pusri III

Proses perencanaan Pusri III telah dimulai ketika pemerintah meresmikan


operasional Pusri II sebagai langkah antisipasi meningkatnya kebutuhan pupuk.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah, tepat pada tanggal 21 Mei 1975
Menteri Perindustrian M Jusuf telah meresmikan pemancangan tiang pertama
pembangunan Pabrik Pusri III. Pabrik Pusri III memiliki kapasitas produksi 1.100
metrik ton amonia per hari atau 330.000 setahun dan 1.725 metrik ton urea sehari atau
570.000 metrik ton setahun.
 Pusri IV

Melalui Surat Keputusan No. 17 tanggal 17 April 1975, Presiden Republik


Indonesia telah menugaskan kepada Menteri Perindustrian untuk segera mengambil
langkah-langkah persiapan guna melaksanakan pembangunan pabrik Pusri IV.
Pembangunan awal Pusri IV dilakukan pada tanggal 7 Agustus 1975 dan pemancangan
tiang pertama pembangunan pabrik Pusri IV dilakukan di Palembang oleh Menteri
Perindustrian M Jusuf tanggal 25 Oktober 1975. Pusri IV dibangun pada tahun 1977
dengan kapasitas produksi yang sama dengan Pusri III dengan kapasitas produksi 1.100
metrik ton amonia sehari, atau 330.000 metrik ton setahun dan 1.725 metrik ton urea
sehari atau 570.000 metrik ton setahun.
 Pusri 1B

Pabrik Pusri IB merupakan pabrik yang dibangun sebagai pengganti pabrik


Pusri I yang telah dinyatakan tidak efisien lagi.Tanggal 15 Januari 1990 merupakan
early start date untuk memulai kegiatan process engineering design package. Tanggal
1 Mei 1990 merupakan tanggal efektif dari pelaksanaan pembangunannya dan
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 22 Desember 1994.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 7
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Pabrik Pusri IB adalah proyek pabrik baru dengan kapasitas produksi


446.000 ton amonia per tahun dan 570.000 ton urea per tahun. Proyek ini
menerapkan teknologi proses pembuatan amonia dan urea hemat energi dengan
efisiensi 30% lebih hemat dari pabrik-pabrik yang sudah ada.

 Proyek Pusri IIB, Steam Turbine Generator, dan Boiler Batu Bara

Pabrik Pusri IIB merupakan pabrik yang akan diproyeksikan untuk mengambil
alih peran produksi amonia dan urea Pabrik Pusri II yang sudah mengalami penurunan
efisiensi. Pabrik Pusri IIB ini dibangun dengan menerapkan teknologi paling mutakhir,
lebih ramah lingkungan, dan memiliki efisiensi yang tinggi. Pembangunan Pabrik Pusri
IIB ini menggunakan teknologi KBR Purifier Technology untuk Pabrik Amonia dan
teknologi ACES 21 milik Toyo serta PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang sebagai co
licensor untuk Pabrik Urea. Kapasitas produksi amonia di Pusri IIB adalah sebesar
2.000 ton /hari (660.000 ton/tahun) dan urea sebesar
2.750 ton/hari (907.500 ton/tahun).
Proyek Steam Turbine Generator (STG) dan boiler batu bara di Pusri IIB terdiri
dari pembangunan boiler berkapasitas 2 × 240 ton/jam dan STG berkapasitas 1 × 23
MW (nett). Tujuan pembangunan STG dan boiler batu bara adalah untuk substitusi
bahan bakar pembangkit uap dan listrik yang sebelumnya menggunakan gas bumi ke
batubara agar gas bumi tersebut dapat difokuskan sepenuhnya sebagai bahan baku
untuk proses produksi amonia dan urea. Proyek STG dan boiler batu bara terbagi
menjadi dua tahap dengan durasi proyek tahap pertama dari tahun 2013-2016 untuk
memasok kebutuhan uap dan listrik Pabrik Pusri IIB.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 8
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

1.7 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja yang ditetapkan Perusahaan
bertujuan mendukung pencapaian prestasi dan kenyamanan kerja karyawan. Penerapan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) yang dilandasi falsafah
“Sehat sebelum, selama dan setelah bekerja” telah menunjang produktivitas dan
meminimalkan angka kecelakaan kerja. sehingga menghasilkan kualitas dan
kenyamanan hidup yang lebih baik. Perusahaan telah menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan yang memadai, termasuk fasilitas medical check-up yang
dilakukan setiap tahun bagi karyawan dan keluarganya.
Demikian pula sebagai bagian dari pengabdian masyarakat, PT. Pupuk
Sriwidjaja Palembang juga memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di
lingkungan sekitarnya. Komitmen untuk melaksanakan kegiatan industri berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan diwujudkan melalui pengelolaan sumber daya secara
efektif dan efisien. Mengambil contoh pengendalian limbah pabrik, Perusahaan telah
menerapkan pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke media lingkungan
berdasarkan empat prinsip, yaitu: pengurangan dari sumber (reduce), sistem daur ulang
(recycle), pengambilan (recovery) dan pemanfaatan kembali (reuse) secara
berkelanjutan menuju produksi bersih.
Untuk mencapai sasaran tersebut, PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang juga telah
mengadopsi Sistem Manajemen Lingkungan ISO-14001 dengan melibatkan seluruh
karyawan untuk berperan aktif dalam melakukan penyempurnaan mutu lingkungan.
Sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat dalam hal keselamatan, kesehatan
kerja dan lingkungan terkait, Perusahaan juga telah menjadi anggota Komite Nasional
Responsible Care(r) Indonesia (KN-RCI).

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 9
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

BAB II
DESKRIPSI PROSES PABRIK UREA PUSRI 1B

2.1 Konsep Proses


Produk utama yang dihasilkan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang adalah pupuk
urea dan amonia. Urea merupakan senyawa organik yang mengandung karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Produk urea
yang dihasilkan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang berbentuk butiran curah (prill)
berukuran 6-8 US Mesh. Kandungan utama pupuk urea PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang terdiri dari Nitrogen minimum 46% dan Biuret maksimum 5% dengan
kelembaban maksimum 5%.
Produk pupuk urea PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang dijual ke industri
sekitar 90% digunakan sebagai salah satu bahan baku pupuk kimia. Dalam
pertanian, pupuk urea menjadi pemasok unsur Nitrogen dalam tanah. Melalui proses
hidrolisis di dalam tanah, urea akan melepaskan ion amonium. Pupuk Urea PT.
Pupuk Sriwidjaja Palembang memiliki kandungan Nitrogen yang cukup tinggi dan
secara umum hanya setengah dari kandungan Nitrogen tersebut yang terserap oleh
tanaman.
Selanjutnya, PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang juga memproduksi amonia yang
merupakan senyawa kimia dengan rumus NH3. Amonia secara umum tidak
berwarna, bersifat korosif, dan berbau tajam yang khas. Amonia juga dapat ditemui
dalam bentuk gas atau cairan. Pada produk rumah tangga dan konsumsi lainnya,
amonia yang terkandung adalah amonium hidroksida yang sudah dilarutkan atau
diencerkan.
Untuk keperluan komersil, jenis amonia yang diproduksi dan dijual adalah
amonia anhidrat yang tidak mengandung air. PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 10
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

memproduksi amonia anhidrat dalam bentuk cair pada temperatur -33 derajat
Celcius. Amonia tersebut memiliki kandungan Nitrogen minimum 99,5%, kadar air
maksimum 0,5%, dan kandungan minyak maksimum 5 µg/g.
2.2 Spesifikasi bahan baku
Bahan Baku
 CO2 : 98%
 Sulfur : 1,0 ppm Vol Maks
 H20 : Jenuh
 Tekanan : 0,6 Kg/Cm2 Min
 Temperatur : 38 0C

NH3 dengan spesifikasi


 Liquid NH3 : 99,5% wt
 H2O : 0,5% wt Maks
 Oil : 5,0 µg/g wt Maks
 Tekanan : 18 Kg/Cm2 Min
 Temperatur : 30 oC

2.3 Proses Produksi Pabrik Urea PUSRI 1B


Urea diproduksi dari NH3 cair dan CO2 gas pada tekanan dan temperatur
tinggi; kedua reaktan diperoleh dari pabrik sintesa ammonia. Reaksi pembentukan
ammonium karbamat dan dehidrasi urea terjadi bersamaan
CO2 + 2NH3 ↔ NH2COONH4 H= -155 MJ/kg.mol
Reaksi ini sangat eksotermik dan diikuti dengan dekomposisi ammonium
karbamat yang bersifat endotermik
NH2COONH4 ↔ NH2CONH2 + H2O H= +42 MJ/kg.mol

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 11
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Ammonia merupakan senyawa berbentuk gas yang cukup stabil pada suhu
kamar dengan titik didih -33ºC. Gas ammonia lebih ringan daripada udara dan
mempunyai bau yang khas dan tajam. Ammonia bereaksi dengan air menghasilkan
ion ammonium (NH4)+ dan ion hidroksida (OH)-.
NH3 + H2O ↔ (NH4)+ + OH-
Secara garis besar proses pembuatan urea pada pabrik urea PUSRI 1B dibagi
menjadi beberapa seksi yaitu sintesa, purifikasi, recovery, kristalisasi & prilling,
proses kondensat treatment. Untuk lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1. Seksi Sintesa

Gambar 2.1 Seksi Sintesa

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 12
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Urea dihasilkan dengan reaksi yang sangat eksotermis dari NH3 dan CO2 yang
akan menghasilkan Ammonium Carbamate. Selanjutnya Ammonium Carbamate
secara dehidrasi endothermis berubah menjadi Urea. Reaksi terjadi dalam reaktor
yang terdiri dari 2 tahap yaitu :

a. Pembentukan Karbamat
2NH3 + CO2 < ===> NH2 COONH4

b. Dehidrasi
NH2COONH4 <===> NH2CONH2 + H20
(Ammonium Carbamate) (Urea)

Reaksi ini adalah bolak balik. Variabel yang mempengaruhi reaksi adalah
temperatur, tekanan, komposisi bahan baku dan waktu tinggal. Temperatur operasi
190ºC , rasio H2O/CO2 adalah 0,46 , rasio NH3/CO2 adalah 4,0.Tekanan operasi
disintesa adalah 175 Kg/Cm2 G dan didapat konversi reaksi sebesar 70%. Hasil
Sintesa Urea dikirim ke bagian purifikasi untuk dipisahkan Ammonium Carbamate
dan kelebihan amoniaknya setelah dilakukan stripping oleh CO2

 Pengaruh kemurnian bahan baku


a. Amoniak cair
Kualitas amoniak adalah sama dan jangan sampai terlalu banyak
berbeda dan (hendaknya) lebih besar dari 98%. Di lain pihak, pada tekanan
operasi yang tinggi akan menimbulkan akibat yan serius pada effisiensi
stripping. Pada tekanan operasi yang tinggi akan menaikkan temperatur operasi
di stripper sehingga akan terjadi dekomposisi dari material-material yang tidak
bereaksi pada larutan yang keluar dari reaktor.
b. Karbon dioksida (CO2)

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 13
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Karbon dioksida yang dikirim ke pabrik urea adalah merupakan produk


samping utama dari sintesa amoniak, kemurnian CO2 dapat berubah sesuai
dengan metode generasi CO2.
Bila kemurnian CO2 yang rendah digunakan, akibat-akibat yang tidak
diinginkan berikut akan terjadi :
- Penambahan kapasitas kompresor CO2 dan energinya
- Penambahan kadar gas buang, yang mana akan mengakibatkan
kebutuhan steam tinggi
2.3.2. Seksi Purifikasi

Gambar 2.2 Seksi Purifikasi

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 14
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Produk dari reaksi di sintesa terdiri dari urea, biuret, Ammonium


Carbamate , air dan kelebihan amoniak. Proses berikutnya adalah memisahkan
urea dari hasil-hasil reaksi. Ammonium Carbamate , kelebihan amoniak dan air
dipisahkan dengan pemanfaatan panas karena penurunan tekanan. Ammonium
Carbamate didekomposisi menjadi amoniak dan karbon dioksida dalam fase
gas.
NH2CONH2 <===> CO2 + NH3
Dekomposisi dilakukan pada temperatur antara 120ºC sampai 160ºC.
Penurunan tekanan menjadikan dekomposisi yang lebih baik karena adanya
kenaikan temperatur. Selama dekomposisi, hidrolisa urea menjadi faktor yang
penting . Proses hidrolisa dinyatakan dengan persamaan berikut :
NH2CONH2 + H2O <===> CO2 + 2NH3
(Urea)
Karena hidrolisa mengurangi produk urea, maka kondisi yang dapat
menciptakan terjadinya hidrolisa yang lebih banyak harus dikendalikan.
Perlatan purifikasi dan kondisi operasinya harus diseleksi secara untuk
menghindari kehilangan urea yang lebih banyak.
Pada tekanan parsial amoniak yang rendah dan temperatur diatas 90ºC,
urea bereaksi menjadi biuret dan amoniak dengan persamaan berikut:
2NH2CONH2 <===> NH2CONHCONH2 + NH3
(Urea) (Biuret)
Biuret yang rendah mengandung tidak lebih dari 1% direkomendasi
untuk pabrik pupuk. Kandungan biuret ini harus dikendalikan, karena dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman yang menggunakannya. Dengan desain
yang canggih dan proses kontrol pada tahap proses, kandungan biuret di dalam
urea prill dapat dijaga lebih kecil dari 0,5 % berat.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 15
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Dekomposisi dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada 17 Kg/Cm2 G. dan


22,2 Kg/Cm2 G yang dimanfaatkan untuk menguraikan NH3 Carbamate dan
melepaskan kelebihan NH3 dari larutan urea sebelum aliran ini masuk ke Urea
Solution Tank. Konsentrasi larutan urea sampai di Urea Solution Tank lebih
kurang 74% berat. Hasil peruraian berupa gas CO2 dan NH3 dikirim kebagian
recovery, sedangkan larutan ureanya dikirim ke bagian kristaliser.
Setiap langkah dekomposisi berhubungan dengan absorber di seksi
recovery dan tekanan yang tepat dikontrol dari seksi recovery. Dua tingkatan
tekanan dipilih unutk memaksimalkan pengambilan panas dan dan untuk
meminimalkan kebutuhan steam tanpa banyak kehilangan energi.
2.3.3. Seksi Crystallizer dan Prilling

Gambar 2.3 Seksi Crystallizer dan Prilling

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 16
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

 Seksi Crystallizer
Larutan urea setelah melewati dekomposer, akan masuk ke crystallizer
vacum , dan kristal urea yang terjadi dipisahkan oleh centrifuge. Untuk
menguapkan air pada temperatur yang rendah lebih effisien bila menggunakan
crystalizer vacum , kristal yang terbentuk di crystalizer vacum , dipisahkan
dengan centrifuge dan kemudian dikeringkan sampai kurang dari 0,3%
moisture dengan udara panas. Untuk menjaga agar kandungan biuret lebih dari
0,1% di urea kristal, sejumlah larutan mother liquor yng mngandung banyak
biuret di recycle ke seksi recovery dan dimanfaatkan untuk menyerap CO2 dan
NH3.
Setelah mother liquor menyerap CO2 dan NH3, dikirim kembali ke
reaktor, dimana biuret bereaksi kembali menjadi urea karena adanya excess
amoniak yang cukup tinggi.
 Kondisi operasi di Crystallizer
i. Titik Didih dan Tekanan Uap
Tekanan uap berubah terhadap temperatur operasinya. Untuk
tekanan atmosfer (760 mmHg) , titik didih air adalah 100ºC. Temperatur
akan konstan sampai semua air teruapkan.Titik didih larutan didasarkan
pada tipe larutannya, zat pelarut, konsentrasi dan tekanan system. Untuk
larutan urea, dimisalkan 70% larutan urea mempunyai titik didih 115ºC
pada tekanan atmosfer dan 95ºC pada 0,5 kg/cm2A.
ii. Kelarutan
Jika larutan jenuh dipanaskan, maka larutan tersebut mampu
melarutkan padatan kembali, menunjukkan bahwa kelarutan sangat
bergantung pada temperatur. Biasanya pada temperatur tinggi, maka
kelarutan akan tinggi juga.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 17
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

 Seksi Prilling
keluaran centrifuge dikeringkan sampai menjadi 99,8 % berat dengan
udara panas. Kristal kering dengan conveyer dikirim ke bagian atas prilling
tower melewati fluidizing dryer. Kristal urea dilelehkan di dalam melter. Urea
molten kemudian mengalir masuk ke distributor dan akan membentuk butiran
(prill) karena adanya pendingin oleh udara prilling tower. Untuk
mempertahankan pembentukan biuret yang minimal, seksi prilling didesain
dengan waktu tinggal urea molten yang minimum. Hal ini membantu agar
kandungan moisture serendah mungkin.
Agar diproduksi prill yang keras dan memperlambat langkah
pengeringan agar produk yang dihasilkan tidak mudah pecah dan memiliki
permukaan yang mengkilat. Kristal yang kering mengandung moisture 0,2 –
0,3% sebelum dikirim ke melter. Urea prill yang sampai di bottom tower
disaring untuk memisahkan urea yang oversize. Produk urea dikirim ke bulk
storage dengan belt conveyor.
Udara yang digunakan untuk pengering dan mendinginkan produk
dilewatkan pada dust recovery system yang terdiri dari spray nozzle, packed bed
dan demister. Udara yang bersih dikeluarkan ke atmosfer dengan induces fan
untuk prilling tower.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 18
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

2.3.4. Seksi Recovery

Gambar 2.4 Seksi Recovery (1)

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 19
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Gambar 2.5 Seksi Recovery (2)

Perbedaan mendasar dari beberap proses urea adalah cara penanganan


amoniak dan karbon dioksidan yang tidak bereaksi yang berasal dari
dekomposer. Adalah tidak praktis untuk mengirim campuran NH3 dan CO2
dalam fase gas dengan menaikkan tekanannya. Menaikkan tekanan campuran
NH3 dan CO2 dapat membentuk ammonium carbamate sehingga merusak
kompresor.

NH3 dan CO2 dipisahkan dan direcycle dalam fase gas, ataupun bisa
juga dilakukan recycle tetapi dalam fase cair atau slurry. Untuk proses ACES,
proses larutan recycle yang dipilih. Campuran NH3 dan CO2 dari dekomposer
diserap oleh air dan larutan urea di dalam absorber dan direcycle ke reaktor.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 20
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

 Kondisi operasi di Low Pressure Absorber


Kondisi operasi didasarkan pada kondisi NH3 dan CO2 dari Low
Pressure Dekomposer yang diserap oleh larutan dari bagian atas Washing
Column. Sebagai efek temperatur dan tekanan, maka kelarutan NH3 dan CO2
akan naik pada tekanan yang lebih tinggi.
Jumlah CO2 merupakan dasar pemilihan kapasitas absorber, sebab CO2
bereaksi dengan NH3 membentuk Ammonium Carbamate yang mempunyai
tekanan uap amoniak yang lebih rendah. Sebagai konsekuensi injeksi CO2,
kandungan air yang rendah pada recycle karbamat ke reaktor dapat diterima
dan temperatur akan dijaga lebih rendah dari temperatur kesetimbangan dan
optimum dipilih 51ºC
 Kondisi operasi di High Pressure Absorber
Sistem High Pressure Absorber terdiri dari High Pressure Absorber
dan Washing Column. NH3 dan CO2 fase gas dari dekomposer masuk ke bagian
bawah High Pressure Absorber , dimana lebih 70% campuran gas dapat diserap
dan sisa NH3 dan CO2 akan diserap bagian atas High Pressure Absorber.
Tekanan operasi High Pressure Absorber adalah 16,5 kg/cm2G , yaitu
sedikit lebih rendah dari tekanan operasi High Pressure dekomposer.
Temperatur operasi bagian atas dan bawah High Pressure Absorber adalah
93ºC dan 108ºC. Outlet gas dari High Pressure Absorber bagian atas masuk ke
washing column. Washing column terdiri dari dua bagian, bagian bawah
digunakan untuk menyerap NH3 dan CO2 oleh larutan yang berasal dari Low
Pressure Absorber, sedangkan bagian atas diserap oleh larutan mother liquor
yang berasal dari seksi kristaliser. Temperatur operasi bagian atas dan bagian
bawah washing column adalah 62ºC dan 67ºC.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 21
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

 Prinsip Kesetimbangan Vapor-liquor di seksi recovery


Masing-masing larutan murni memiliki tekanan uap pada
temperaturnya. Tekanan uap dari larutan akan berubah bergantung pada
temperatur dan komposisinya. Tekanan uap dari urea-amoniak-carbamate-air
di pabrik urea ditunjukan sebagai berikut :
Pt = pNH3 + pCO2 + PH2O + pUrea
Dimana : Pt = Tekanan total , p = Tekanan parsial
Tekanan parsial dapat bervariasi dengan berubahnya komposisi larutan
pada temperatur yang sama. Umumnya, tekanan total dan dikurang oleh
naiknya kandungan air dalam larutan atau rendahnya temperatur.
Pada absorber , bila tekanan fase gas lebih tinggi dari tekanan uap dari
larutan dengan komposisi yang jelas, maka penyerapan akan berlangsung
sampai komposisi larutan mempunyai tekanan uap yang sama dengan tekanan
pada fase gas. Bila kondisi kesetimbangan sudah tercapai, tekanan
kesetimbangan akan turun pada temperatur yang lebih rendah
 Temperatur Solidifikasi
Larutan yang masuk ke absorber adalah larutan campuran yang terdiri
dari amoniak, carbamate , dan air. Pada temperatur desain, jumlah kelarutan
karbamat adalah tetap, karena itu, jika konsentrasi karbammat naik terlalu
banyak pada suatu temperatur, karbamat yang padat akan mengendap pada
konsentrasi tersebut.
Padatan dari karbamat dan urea menyebabkan critical trab di operasi
pabrik, spesial untuk seksi recovery yang dapat merusakkan pompa dan
kebuntuan pipa. Karena itu, diperlukan sejumlah pelarut masuk ke dalam
absorber pada temperatur solidifikasi agar dapat menjaga temperatur operasi
selalu lebih tinggi tanpa terjadinya solidifikasi.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 22
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

2.3.5. Seksi Proses Kondensat Treatment


Setiap komponen mempunyai kecenderungan sebagai polutan harus
dikembalikan ke dalam proses. Bagian besar polutan dari pabrik urea adalah
amoniak dan urea. Jika polutan ini dapat diambil dan dikembalikan ke dalam
proses, maka dapat mengurangi kebutuhan bahan baku,spesial untuk kebutuhan
amoniak setiap ton produk urea prill.
Pada sintesis urea, satu mol air dibentuk dengan satu mol urea. Uap air
yang menguap dan terpisahkan di bagian kristalliser didinginkan dan
dikondensasikan. Sejumlah kecil Urea, NH3 dan CO2 ikut kondensat kemudian
diolah dan dipisahkan di stripper dan hydrolizer. Gas CO2 dan gas NH3 dikirim
kembali ke bagian purifikasi untuk direcovery. Sedang air kondensatnya
dikirim ke utilitas.
 Kondensat dari seksi kristaliser
Kondensat proses di stripping dengan steam dan urea yang terkandung
di dalamnya didekomposisi oleh hidrolizer. Kondensat yang telah di treatment
kandungan amoniaknya di proses kondensat stripper bagian atas, selanjutnya
dikirim ke hidrolizer untuk menghidrolisa kandungan ureanya.

Dari bagian bawah proses kondensat stripper dihasilkan kondensat


yang sudah bebas dari kandungan amoniak dan urea. Gas yang keluar dari
bagian atas proses kondensat stripper dikirim ke Low Pressure dekomposer
untuk mendapatkan kembali NH3 dan CO2 dan juga sebagai sumber panas
untuk mendekomposisi karbamat. Laju pemanasan steam untuk proses
kondensat stripper di kontrol oleh kondisi operasi di Low Pressure
dekomposer.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 23
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

 Kondisi operasi di hidrolizer urea


Larutan dari tahan paling bawah dari bagian atas proses kondensat
stripper yang mengandung lebh kurang 4.300 ppm urea dikirim ke hidrolizer
urea setelah melewati pre-heater yang di hidrolisa menjadi amoniak dan
karbon dioksida yang mengikuti persamaan berikut :

NH2CONH2 + H2O <===> 2NH3 + CO2

Reaksi akan semakin baik untuk temperatur yang tinggi dan waktu
tinggal yang lama. Kondisi operasi optimum dari hidrolisa urea dipilih
berdasarkan hasil percobaan TEC. Dari salah satu hasil percobaan yang
dilakukan , digunakan temperatur 195ºC dan tekanan sebesar 16 kg/cm2G.
Dari hasil ini, urea sebanyak 10.000 ppm dikonversi menjadi amoniak dan
karbon dioksida menjadi kurang dari 10 ppm dengan waktu tinggal lebih
kurang dari 25 menit.
Untuk pabrik ini, kondisi operasi hidrolizer urea adalah 200ºC dan
waktu tinggalnya 30 menit yang akan menghasilkan kondensate dengan
kandungan urea yang lebih kecil.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 24
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

BAB III
TUGAS KHUSUS

3.1 Tinjauan Pustaka


3.1.1. Pemisahan
Secara umum pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa.
Proses pemisahan sendiri dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara
mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan
bergantung pada kondisi yang dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilakukan
kapanpun memungkinkan karena biaya operasinya lebih murah dari pemisahan
secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan melalui proses
pemisahan mekanis, proses pemisahan kimiawi harus dilakukan.
Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fase komponen penyusun
campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fase) atau
campuran heterogen (lebih dari satu fase). Suatu campuran heterogen dapat
mengandung dua atau lebih fase: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-
gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua
atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil
pemisahan yang diinginkan.
Suatu zat dapat dipisahkan dari campurannya karena mempunyai perbedaan
sifat. Hal ini dinamakan dasar pemisahan. Beberapa dasar pemisahan campuran
antara lain sebagai berikut :
1. Ukuran partikel
Bila ukuran partikel zat yang diinginkan berbeda dengan zat yang tidak
diinginkan (zat pencmpur) dapat dipisahkan dengan metode filtrasi (penyaringan).

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 25
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

jika partikel zat hasil lebih kecil daripada zat pencampurnya, maka dapat dipilih
penyring atau media berpori yang sesuai dengan ukuran partikel zat yang
diinginkan. Partikel zat hasil akan melewati penyaring dan zat pencampurnya akan
terhalang.

2. Titik didih
Bila antara zat hasil dan zat pencampur memiliki titik didih yang jauh berbeda
dapat dipishkan dengan metode destilasi. Apabila titik didih zat hasil lebih rendah
daripada zat pencampur, maka bahan dipanaskan antara suhu didih zat hasil dan di
bawah suhu didih zat pencampur. Zat hasil akan lebih cepat menguap, sedangkan
zat pencampur tetap dalam keadaan cair dan sedikit menguap ketika titik didihnya
terlewati. Proses pemisahan dengan dasar perbedaan titik didih ini bila dilakukan
dengan kontrol suhu yang ketat akan dapat memisahkan suatu zat dari campuranya
dengan baik, karena suhu selalu dikontrol untuk tidak melewati titik didih
campuran.

3. Kelarutan
Suatu zat selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat
selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat mungkin larut
dalam pelarut A tetapi tidak larut dalam pelarut B, atau sebaliknya. Secara umum
pelarut dibagi menjadi dua, yaitu pelarut polar, misalnya air, dan pelarut nonpolar
(disebut juga pelarut organik) seperti alkohol, aseton, methanol, petrolium eter,
kloroform, dan eter.
Dengan melihat kelarutan suatu zat yang berbeda dengan zat-zat lain dalam
campurannya, maka kita dapat memisahkan zat yang diinginkan tersebut dengan
menggunakan pelarut tertentu.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 26
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

4. Pengendapan
Suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda dalam suatu
campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis yng lebih besar daripada
pelarutnya akan segera mengendap. Jika dalam suatu campuran mengandung satu
atau beberapa zat dengan kecepatan pengendapan yang berbeda dan kita hanya
menginginkan salah satu zat, maka dapat dipisahkan dengan metode sedimentsi
tau sentrifugsi. Namun jika dalm campuran mengandung lebih dari satu zat yang
akan kita inginkan, maka digunakan metode presipitasi. Metode presipitasi
biasanya dikombinasi dengan metode filtrasi.

5. Difusi
Dua macm zat berwujud cair atau gas bila dicampur dapat berdifusi (bergerak
mengalir dan bercampur) satu sama lain. Gerak partikel dapat dipengaruhi oleh
muatan listrik. Listrik yang diatur sedemikian rupa (baik besarnya tegangan
maupun kuat arusnya) akan menarik partikel zat hasil ke arah tertentu sehingga
diperoleh zat yang murni. Metode pemisahan zat dengan menggunakan bantuan
arus listrik disebut elektrodialisis. Selain itu kita mengenal juga istilah
elektroforesis, yaitu pemisahan zat berdasarkan banyaknya nukleotida (satuan
penyusun DNA) dapat dilakukan dengan elektroforesis menggunakan suatu media
agar yang disebut gel agarosa.

6. Adsorbsi
Adsorbsi merupakan penarikan suatu zat oleh bahan pengadsorbsi secara kuat
sehingga menempel pada permukaan dari bahan pengadsorbsi. Penggunaan
metode ini diterapkan pada pemurnian air dan kotoran renik atau organisme..

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 27
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

3.1.2 Centrifuge

U. 5500 CENTRIFUGE

D 5511 ABCD

Slurry dari P5511 ( D5503 )

Slurry dari P5509 ( D5502)


M 5517 M 5501 ABCD

Kristal basah ke Dryer

M5510
M 5502

TK 5517 D5502 / D5503/R5402

TK 5510
P5517 P5513AB

Gambar 3.1 Centrifuge


Sentrifugasi (Centrifuge) adalah proses yang memanfaatkan gaya sentrifugal
untuk memisahkan sedimentasi campuran . Komponen campuran yang lebih rapat
akan bergerak menjauh dari sumbu sentrifugal dan membentuk endapan (butiran),
menyisakan cairan supernatan yang dapat diambil dengan dekantasi.
Dalam bentuk yang sangat sederhana centrifuge terdiri atas sebuah rotor dengan
lubang-lubang untuk meletakkan cairan wadah/tabung yang berisi cairan dan sebuah
motor atau alat lain yang dapat memutar rotor pada kecepatan yang dikehendaki.
Semua bagian lain yang terdapat pada sentrifus modern saat ini hanyalah
perlengkapan yang dimaksudkan untuk melakukan berbagai fungsi yang berguna dan
mempertahankan kondisi lingkungan saat rotor tersebut bekerja

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 28
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

BAB IV
PEMBAHASAN

Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran ini
adalah teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk mempercepat
proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada partikel-
partikelnya. Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana objek diputar
secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam tabung atau
silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran tersebut dapat
bergerak menuju pusat rotasi gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah
yang menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tabung dan terakumulasi
membentuk endapan. Sentrifugasi memisahkan substansi berdasarkan berat jenis
molekul sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan
substansi yang lebih ringan akan terletak di atas.
Jumlah endapan dan keberhasilan pemisahan campuran tergantung pada sifat
kelarutan komponen terlarut dan vikositas campuran. Komponen zat yang mudah
larut dalam pelarutnya dan yang memiliki berat jenis molekul yang tidak terlalu
besar akan sulit dipisahkan atau endapan yang dihasilkan sedikit. Viskositas juga
mempengaruhi hasil pemisahan. Campuran yang viskositasnya tinggi, zat
terlarutnya sangat banyak sehingga tidak ada ruang dalam campuran tersebut untuk
partikel mampu berpindah dan berada pada posisi sesuai dengan berat jenisnya oleh
adanya gaya sentrifugal. Kecepatan juga mempengaruhi hasil pemisahan, kecepatan
yang lebih tinggi dan dalam waktu yang cukup, maka proses sentrifugasi berjalan
lebih sempurna, ukuran partikel yang diperoleh pun semakin kecil.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 29
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

BAB V
PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Kristal urea yang dimasukkan ke dalam centrifuge dan dikeringkan
hingga mencapai 0,2% - 0,3% moisture kandungan air dengan udara panas dan
keluaran dari centrifuge sebesar 99,8 %

5.2.Saran
Untuk mendapatkan hasil produksi sesuai dengan spesifikasi urea pada
pabrik, perlu dilakukan pengecekan secara berkala terhadap titik didih ,
tekanan uap ,serta kelarutan di dalam centrifuge.

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 30
Laporan Kerja Praktik Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

DAFTAR PUSTAKA

Unit Urea PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Palembang

Dinas Teknik Proses.2008. Filosofi Proses Pabrik Ammonia, Urea dan Utilitas.

Palembang.

https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/16/proses-pembuatan-urea-prill/

http://www.caesarvery.com/2014/11/centrifuge-centrifugal-separator.html

Rickwood D. 1984. Centrifugation : A Practical Approach. Washington DC : IRL

Press.

Budiman, A. 2010. Sentrifugasi. http://beckmanindonesia.blogspot.com. 19 November

2010.

McCabe, W. L., Smith, J. C. & Harriott, P., 1976. Unit Operation Of Chemical

Engineering. 5th ed. Singapore: Mc Graw Hill Book.

PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Online: http://www.pusri.co.id. (Diakses Pada


Tanggal 30 Oktober 2017).

Yoga Fajar Nugraha


UPN “veteran” Yogyakarta 31

Anda mungkin juga menyukai