BAB I
PENDAHULUAN
Sejak tahun 1979, PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) diberi tugas oleh pemerintah
untuk melaksanakan distribusi dan pemasaran pupuk bersubsidi kepada petani
sebagai bentuk pelaksanaan PSO guna mendukung program pangan nasional dengan
memprioritaskan produksi dan pendistribusian pupuk bagi petani di seluruh wilayah
Indonesia.
Pada tahun 1993 dilakukan pembangunan Pabrik Pusri IB berkapasitas
570.000 ton per tahun sebagai upaya peremajaan dan peningkatan kapasitas produksi
pabrik sekaligus untuk menggantikan pabrik Pusri I yang dihentikan operasinya
karena usia dan tingkat efisiensi yang menurun.
Pada tahun 1997, PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) ditunjuk sebagai induk
perusahaan yang membawahi empat BUMN yang bergerak di bidang industri pupuk
dan petrokimia, yaitu PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk
Kaltim dan PT Pupuk Iskandar Muda serta satu BUMN yang bergerak di bidang
Engineering, Procurement, dan Construction (EPC), yaitu PT Rekayasa Industri.
Pada tahun 1998, anak perusahaan PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) bertambah
satu BUMN lagi, yaitu PT Mega Eltra yang bergerak di bidang perdagangan.
Pada tahun 2010 dilakukan spin off dari PT Pupuk Sriwidaja (Persero) kepada
PT Pusri Palembang dan pengalihan hak dan kewajiban PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero) kepada PT Pusri Palembang sebagaimana tertuang di dalam RUPS-LB
tanggal 24 Desember 2010 yang berlaku efektif 1 Januari 2011. Pada tanggal 18 April
2012, Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan PT Pupuk Indonesia Holding
Company (PIHC) sebagai nama induk perusahaan pupuk yang baru, menggantikan
nama PT Pupuk Sriwidjaja (Persero). Sampai saat ini, PT Pusri Palembang tetap
menggunakan brand dan merk dagang Pusri.
Misi
"Memproduksi serta memasarkan pupuk dan produk agribisnis secara efisien,
berkualitas prima, dan memuaskan pelanggan"
Makna Perusahaan
Pusri II
Pusri II adalah pabrik pupuk kedua yang dibangun oleh PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang dan mulai beroperasi pada tanggal 6 Agustus 1974. Pabrik Pusri II
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 Agustus 1974 dan
memiliki kapasitas produksi sebesar 380.000 metrik ton urea per tahun dan 218.000
metrik ton amonia per tahun. Ke depannya, proses produksi urea di Pusri II akan
dialihkan ke Pabrik Pusri IIB karena alasan usia dan efisiensi
Pusri III
Proyek Pusri IIB, Steam Turbine Generator, dan Boiler Batu Bara
Pabrik Pusri IIB merupakan pabrik yang akan diproyeksikan untuk mengambil
alih peran produksi amonia dan urea Pabrik Pusri II yang sudah mengalami penurunan
efisiensi. Pabrik Pusri IIB ini dibangun dengan menerapkan teknologi paling mutakhir,
lebih ramah lingkungan, dan memiliki efisiensi yang tinggi. Pembangunan Pabrik Pusri
IIB ini menggunakan teknologi KBR Purifier Technology untuk Pabrik Amonia dan
teknologi ACES 21 milik Toyo serta PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang sebagai co
licensor untuk Pabrik Urea. Kapasitas produksi amonia di Pusri IIB adalah sebesar
2.000 ton /hari (660.000 ton/tahun) dan urea sebesar
2.750 ton/hari (907.500 ton/tahun).
Proyek Steam Turbine Generator (STG) dan boiler batu bara di Pusri IIB terdiri
dari pembangunan boiler berkapasitas 2 × 240 ton/jam dan STG berkapasitas 1 × 23
MW (nett). Tujuan pembangunan STG dan boiler batu bara adalah untuk substitusi
bahan bakar pembangkit uap dan listrik yang sebelumnya menggunakan gas bumi ke
batubara agar gas bumi tersebut dapat difokuskan sepenuhnya sebagai bahan baku
untuk proses produksi amonia dan urea. Proyek STG dan boiler batu bara terbagi
menjadi dua tahap dengan durasi proyek tahap pertama dari tahun 2013-2016 untuk
memasok kebutuhan uap dan listrik Pabrik Pusri IIB.
BAB II
DESKRIPSI PROSES PABRIK UREA PUSRI 1B
memproduksi amonia anhidrat dalam bentuk cair pada temperatur -33 derajat
Celcius. Amonia tersebut memiliki kandungan Nitrogen minimum 99,5%, kadar air
maksimum 0,5%, dan kandungan minyak maksimum 5 µg/g.
2.2 Spesifikasi bahan baku
Bahan Baku
CO2 : 98%
Sulfur : 1,0 ppm Vol Maks
H20 : Jenuh
Tekanan : 0,6 Kg/Cm2 Min
Temperatur : 38 0C
Ammonia merupakan senyawa berbentuk gas yang cukup stabil pada suhu
kamar dengan titik didih -33ºC. Gas ammonia lebih ringan daripada udara dan
mempunyai bau yang khas dan tajam. Ammonia bereaksi dengan air menghasilkan
ion ammonium (NH4)+ dan ion hidroksida (OH)-.
NH3 + H2O ↔ (NH4)+ + OH-
Secara garis besar proses pembuatan urea pada pabrik urea PUSRI 1B dibagi
menjadi beberapa seksi yaitu sintesa, purifikasi, recovery, kristalisasi & prilling,
proses kondensat treatment. Untuk lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:
Urea dihasilkan dengan reaksi yang sangat eksotermis dari NH3 dan CO2 yang
akan menghasilkan Ammonium Carbamate. Selanjutnya Ammonium Carbamate
secara dehidrasi endothermis berubah menjadi Urea. Reaksi terjadi dalam reaktor
yang terdiri dari 2 tahap yaitu :
a. Pembentukan Karbamat
2NH3 + CO2 < ===> NH2 COONH4
b. Dehidrasi
NH2COONH4 <===> NH2CONH2 + H20
(Ammonium Carbamate) (Urea)
Reaksi ini adalah bolak balik. Variabel yang mempengaruhi reaksi adalah
temperatur, tekanan, komposisi bahan baku dan waktu tinggal. Temperatur operasi
190ºC , rasio H2O/CO2 adalah 0,46 , rasio NH3/CO2 adalah 4,0.Tekanan operasi
disintesa adalah 175 Kg/Cm2 G dan didapat konversi reaksi sebesar 70%. Hasil
Sintesa Urea dikirim ke bagian purifikasi untuk dipisahkan Ammonium Carbamate
dan kelebihan amoniaknya setelah dilakukan stripping oleh CO2
Seksi Crystallizer
Larutan urea setelah melewati dekomposer, akan masuk ke crystallizer
vacum , dan kristal urea yang terjadi dipisahkan oleh centrifuge. Untuk
menguapkan air pada temperatur yang rendah lebih effisien bila menggunakan
crystalizer vacum , kristal yang terbentuk di crystalizer vacum , dipisahkan
dengan centrifuge dan kemudian dikeringkan sampai kurang dari 0,3%
moisture dengan udara panas. Untuk menjaga agar kandungan biuret lebih dari
0,1% di urea kristal, sejumlah larutan mother liquor yng mngandung banyak
biuret di recycle ke seksi recovery dan dimanfaatkan untuk menyerap CO2 dan
NH3.
Setelah mother liquor menyerap CO2 dan NH3, dikirim kembali ke
reaktor, dimana biuret bereaksi kembali menjadi urea karena adanya excess
amoniak yang cukup tinggi.
Kondisi operasi di Crystallizer
i. Titik Didih dan Tekanan Uap
Tekanan uap berubah terhadap temperatur operasinya. Untuk
tekanan atmosfer (760 mmHg) , titik didih air adalah 100ºC. Temperatur
akan konstan sampai semua air teruapkan.Titik didih larutan didasarkan
pada tipe larutannya, zat pelarut, konsentrasi dan tekanan system. Untuk
larutan urea, dimisalkan 70% larutan urea mempunyai titik didih 115ºC
pada tekanan atmosfer dan 95ºC pada 0,5 kg/cm2A.
ii. Kelarutan
Jika larutan jenuh dipanaskan, maka larutan tersebut mampu
melarutkan padatan kembali, menunjukkan bahwa kelarutan sangat
bergantung pada temperatur. Biasanya pada temperatur tinggi, maka
kelarutan akan tinggi juga.
Seksi Prilling
keluaran centrifuge dikeringkan sampai menjadi 99,8 % berat dengan
udara panas. Kristal kering dengan conveyer dikirim ke bagian atas prilling
tower melewati fluidizing dryer. Kristal urea dilelehkan di dalam melter. Urea
molten kemudian mengalir masuk ke distributor dan akan membentuk butiran
(prill) karena adanya pendingin oleh udara prilling tower. Untuk
mempertahankan pembentukan biuret yang minimal, seksi prilling didesain
dengan waktu tinggal urea molten yang minimum. Hal ini membantu agar
kandungan moisture serendah mungkin.
Agar diproduksi prill yang keras dan memperlambat langkah
pengeringan agar produk yang dihasilkan tidak mudah pecah dan memiliki
permukaan yang mengkilat. Kristal yang kering mengandung moisture 0,2 –
0,3% sebelum dikirim ke melter. Urea prill yang sampai di bottom tower
disaring untuk memisahkan urea yang oversize. Produk urea dikirim ke bulk
storage dengan belt conveyor.
Udara yang digunakan untuk pengering dan mendinginkan produk
dilewatkan pada dust recovery system yang terdiri dari spray nozzle, packed bed
dan demister. Udara yang bersih dikeluarkan ke atmosfer dengan induces fan
untuk prilling tower.
NH3 dan CO2 dipisahkan dan direcycle dalam fase gas, ataupun bisa
juga dilakukan recycle tetapi dalam fase cair atau slurry. Untuk proses ACES,
proses larutan recycle yang dipilih. Campuran NH3 dan CO2 dari dekomposer
diserap oleh air dan larutan urea di dalam absorber dan direcycle ke reaktor.
Reaksi akan semakin baik untuk temperatur yang tinggi dan waktu
tinggal yang lama. Kondisi operasi optimum dari hidrolisa urea dipilih
berdasarkan hasil percobaan TEC. Dari salah satu hasil percobaan yang
dilakukan , digunakan temperatur 195ºC dan tekanan sebesar 16 kg/cm2G.
Dari hasil ini, urea sebanyak 10.000 ppm dikonversi menjadi amoniak dan
karbon dioksida menjadi kurang dari 10 ppm dengan waktu tinggal lebih
kurang dari 25 menit.
Untuk pabrik ini, kondisi operasi hidrolizer urea adalah 200ºC dan
waktu tinggalnya 30 menit yang akan menghasilkan kondensate dengan
kandungan urea yang lebih kecil.
BAB III
TUGAS KHUSUS
jika partikel zat hasil lebih kecil daripada zat pencampurnya, maka dapat dipilih
penyring atau media berpori yang sesuai dengan ukuran partikel zat yang
diinginkan. Partikel zat hasil akan melewati penyaring dan zat pencampurnya akan
terhalang.
2. Titik didih
Bila antara zat hasil dan zat pencampur memiliki titik didih yang jauh berbeda
dapat dipishkan dengan metode destilasi. Apabila titik didih zat hasil lebih rendah
daripada zat pencampur, maka bahan dipanaskan antara suhu didih zat hasil dan di
bawah suhu didih zat pencampur. Zat hasil akan lebih cepat menguap, sedangkan
zat pencampur tetap dalam keadaan cair dan sedikit menguap ketika titik didihnya
terlewati. Proses pemisahan dengan dasar perbedaan titik didih ini bila dilakukan
dengan kontrol suhu yang ketat akan dapat memisahkan suatu zat dari campuranya
dengan baik, karena suhu selalu dikontrol untuk tidak melewati titik didih
campuran.
3. Kelarutan
Suatu zat selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat
selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat mungkin larut
dalam pelarut A tetapi tidak larut dalam pelarut B, atau sebaliknya. Secara umum
pelarut dibagi menjadi dua, yaitu pelarut polar, misalnya air, dan pelarut nonpolar
(disebut juga pelarut organik) seperti alkohol, aseton, methanol, petrolium eter,
kloroform, dan eter.
Dengan melihat kelarutan suatu zat yang berbeda dengan zat-zat lain dalam
campurannya, maka kita dapat memisahkan zat yang diinginkan tersebut dengan
menggunakan pelarut tertentu.
4. Pengendapan
Suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda dalam suatu
campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis yng lebih besar daripada
pelarutnya akan segera mengendap. Jika dalam suatu campuran mengandung satu
atau beberapa zat dengan kecepatan pengendapan yang berbeda dan kita hanya
menginginkan salah satu zat, maka dapat dipisahkan dengan metode sedimentsi
tau sentrifugsi. Namun jika dalm campuran mengandung lebih dari satu zat yang
akan kita inginkan, maka digunakan metode presipitasi. Metode presipitasi
biasanya dikombinasi dengan metode filtrasi.
5. Difusi
Dua macm zat berwujud cair atau gas bila dicampur dapat berdifusi (bergerak
mengalir dan bercampur) satu sama lain. Gerak partikel dapat dipengaruhi oleh
muatan listrik. Listrik yang diatur sedemikian rupa (baik besarnya tegangan
maupun kuat arusnya) akan menarik partikel zat hasil ke arah tertentu sehingga
diperoleh zat yang murni. Metode pemisahan zat dengan menggunakan bantuan
arus listrik disebut elektrodialisis. Selain itu kita mengenal juga istilah
elektroforesis, yaitu pemisahan zat berdasarkan banyaknya nukleotida (satuan
penyusun DNA) dapat dilakukan dengan elektroforesis menggunakan suatu media
agar yang disebut gel agarosa.
6. Adsorbsi
Adsorbsi merupakan penarikan suatu zat oleh bahan pengadsorbsi secara kuat
sehingga menempel pada permukaan dari bahan pengadsorbsi. Penggunaan
metode ini diterapkan pada pemurnian air dan kotoran renik atau organisme..
3.1.2 Centrifuge
U. 5500 CENTRIFUGE
D 5511 ABCD
M5510
M 5502
TK 5510
P5517 P5513AB
BAB IV
PEMBAHASAN
Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran ini
adalah teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk mempercepat
proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada partikel-
partikelnya. Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana objek diputar
secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam tabung atau
silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran tersebut dapat
bergerak menuju pusat rotasi gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah
yang menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tabung dan terakumulasi
membentuk endapan. Sentrifugasi memisahkan substansi berdasarkan berat jenis
molekul sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan
substansi yang lebih ringan akan terletak di atas.
Jumlah endapan dan keberhasilan pemisahan campuran tergantung pada sifat
kelarutan komponen terlarut dan vikositas campuran. Komponen zat yang mudah
larut dalam pelarutnya dan yang memiliki berat jenis molekul yang tidak terlalu
besar akan sulit dipisahkan atau endapan yang dihasilkan sedikit. Viskositas juga
mempengaruhi hasil pemisahan. Campuran yang viskositasnya tinggi, zat
terlarutnya sangat banyak sehingga tidak ada ruang dalam campuran tersebut untuk
partikel mampu berpindah dan berada pada posisi sesuai dengan berat jenisnya oleh
adanya gaya sentrifugal. Kecepatan juga mempengaruhi hasil pemisahan, kecepatan
yang lebih tinggi dan dalam waktu yang cukup, maka proses sentrifugasi berjalan
lebih sempurna, ukuran partikel yang diperoleh pun semakin kecil.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Kristal urea yang dimasukkan ke dalam centrifuge dan dikeringkan
hingga mencapai 0,2% - 0,3% moisture kandungan air dengan udara panas dan
keluaran dari centrifuge sebesar 99,8 %
5.2.Saran
Untuk mendapatkan hasil produksi sesuai dengan spesifikasi urea pada
pabrik, perlu dilakukan pengecekan secara berkala terhadap titik didih ,
tekanan uap ,serta kelarutan di dalam centrifuge.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Teknik Proses.2008. Filosofi Proses Pabrik Ammonia, Urea dan Utilitas.
Palembang.
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/16/proses-pembuatan-urea-prill/
http://www.caesarvery.com/2014/11/centrifuge-centrifugal-separator.html
Press.
2010.
McCabe, W. L., Smith, J. C. & Harriott, P., 1976. Unit Operation Of Chemical