LAPKAS DBD ANAK Ok 1
LAPKAS DBD ANAK Ok 1
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi kasus dengan
judul anak dengan Demam Dengue dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu
kesehatan anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja periode 1 april 2013 sampai 8 juni 2013.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Riza Mansyoer, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan presentasi kasus dan sebagai salah
satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan menerima kririk
dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
Arianti Anggraini
1
CASE
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOJA
IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. N
• Umur : 5 th 8 bulan
• JK : Perempuan
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
Orang tua/wali
Ayah
• Nama : Tn A
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Pekerjaan : Buruh
2
• Alamat Pekerjaan :-
• Penghasilan : ±Rp.1.500.000/bulan
Ibu
• Nama : Ny. L
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Pekerjaan : IRT
• Alamat Pekerjaan :-
• Penghasilan :-
Wali
Nama :-
Agama :-
Pekerjaan :-
Alamat Pekerjaan :-
Penghasilan :-
3
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 7 April
2013, pk 17.00 WIB
KELUHAN UTAMA :
KELUHAN TAMBAHAN :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus
menerus. Os merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini,
tiap hari muntah 3x/hari. Muntahnya berisi makanan, satu kali muntah ¼ gelas, warnanya
kuning. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan badan
Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit. Pasien tidak mengeluh gusi berdarah,dan tidak
pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua hari. Pasien tidak
memiliki riwayat kejang.
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
4
Cara Persalinan Spontan
Masa Gestasi Cukup Bulan
Keadaan Bayi - Berat lahir: 3400 gr
- Panjang: 50 cm
- Ling.kepala: 33 cm
- Langsung Menangis
- Nilai Apgar: tidak ada
- Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesan riwayat kehamilan/kelahiran : tidak ada kelainan bermakna
RIWAYAT PERKEMBANGAN
● Psikomotor
● Perkembangan Pubertas
5
RIWAYAT MAKANAN
6
RIWAYAT IMUNISASI
Waktu Pemberian
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12
BCG II
DPT I II III
Hepatitis B I II III
Campak I
MMR I II
Perumahan
- Milik sendiri
7
- Daerah/lingkungan : padat penduduk, sekitar rumah tidak ada yang menderita
penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air dari
PDAM.
Ayah/Wali Ibu/Wali
Nama Tn.A Ny.L
Perkawinan ke- I I
Umur saat menikah 27 22
Pendidikan terakhir (tamat – kelas/tingkat) SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguitas - -
Penyakit, bila ada - -
8
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Berat Badan : 16 kg
Lingkar Kepala : 44 cm
Lingkar Dada : 47 cm
15/18 x 100%
88 %
TB/U = 103 cm
103/108 x 100%
95%
94 %
Tanda Vital
Tekanan Darah :-
9
Kepala :
Bentuk dan ukuran : Normocephali, ubun-ubun normal
Rambut dan kulit kepala : Hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Mata : palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterik, reflek cahaya langsung +/+,
reflek cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak
sekret.
Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
Bibir : Tidak kering, tidak sianosis
Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi
geligi lengkap
Lidah : tidak kotor,
Faring : tidak hiperemis
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
10
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis
midclavicularis sinistra, tidak teraba thrill
Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak
ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen:
Inspeksi : datar, tidak tampak distensi, tidak tampak vena collateral
Palpasi : ada nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, hepar dan lien tidak
teraba, turgor kulit baik, lemas
Perkusi : Timpani , shifting dulnes (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Pemeriksaan Laboratorium
11
ELEKTROLIT
Na 128 134-146 mmol/L
K 3,64 3,4-4,5 mmol/L
Cl 99 96-108 mmol/L
IgG dengue Positif Negative
IgM dengue Negative Negative
Pemeriksaan laboratorium tanggal 7 april 2013 jam 17.45 WIB
Resume
Anak perempuan 5 tahun 8 bulan, demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien datang
dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam nya terus menerus. Os
merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini, tiap hari
muntah 2x/hari. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
dan badan Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit serta nyeri kepala. pasien tidak mengeluh
gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua
hari ini.Pasien tidak memiliki riwayat kejang, berkeringat pada malam hari pun disangkal, pada
12
pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 120 x/menit, , suhu 36.8 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB/TB 94% (gizi normal), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting
dullness negtife. Tanpa manifestasi perdarahan dan Uji tourniquet negatife.
igG Positif
igM Negative
Diagnosis
Diagnosis Banding
ITP
PENATALAKSANAAN dengan BB 16 kg
13
IVFD RL 80 cc/ jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PROGNOSIS
O: BB : 16 kg
- Suhu : 37,8 0 C
- Nadi : 116 x/menit
- RR : 24 x /menit
- Kepala : normocepali
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , shifting dullness (-)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
14
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
- Inj Ranitidin 2x 20 mg
- PCT syr 3 x 1 1/2 cth
O: BB : 16 kg
Suhu : 36,8 0 C
RR : 30 x /menit
Kepala : normocepali
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , shifting dullness (-)
15
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
Hasil
Hemoglobin 12,o
Lekosit 3.100
Hematokrit 35
Trombosit 78.000
IgG Positif
IgM Negatife
- sudah BAB
- Sakit seluruh tubuh mulai menurun
16
- Nafsu makan tetap menurun
- Sudah tidak Menggigil dan berkeringat
- Masih Mual
O: BB : 15 kg
Suhu : 36,7 0 C
Nadi : 96 x/menit
RR : 26 x /menit
Kepala : normocepali
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, shifting dullness(-)
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
Pemeriksaan laboratorium
17
Hasil
Hemoglobin 12,1
Lekosit 6.000
Hematokrit 35
Trombosit 77.000
O: BB : 16 kg
Suhu : 36,6 0 C
RR : 28 x /menit
Kepala : normocepali
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah,shifting dullness (-)
18
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
Hasil
Hemoglobin 13,0
Lekosit 8.900
Hematokrit 39
Trombosit 70.000
19
ANALISA KASUS
Anak perempuan 5 tahun 8 bulan, demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien datang
dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam nya terus menerus. Os
merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini, tiap hari
muntah 2x/hari. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
dan badan Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit serta nyeri kepala. pasien tidak mengeluh
gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua
hari ini.Pasien tidak memiliki riwayat kejang, berkeringat pada malam hari pun disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 120 x/menit, , suhu 36.8 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB/TB 94% (gizi normal), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting
dullness negtife. Tanpa manifestasi perdarahan dan Uji tourniquet negatife.
20
Planning: Non
MASALAH Medikamentosa
Medikamentosa
Tirah baring
Terapi cairan
Pemberian cairan dipilih sesuai kondisi pasien , berat badan dan kehilangan cairan
Pada kasus ini dipilih cairan kristaloid ( RL) dengan dosis 5 cc/ kg BB/ jam sesuai dengan
∆HMT sebesar 11% dan berat badan 16 kg sehingga 5cc x 16 kg = 80 cc/ jam
- Dosis: 2 x 20mg.
- Efek samping:sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
Paracetamol : Parasetamol bekerja sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian
otak (hipotalamus) yang mengatur suhu tubuh. Parasetamol juga berefek menghambat
prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat
postaglandin perifer.
Neciblok : Pengobatan jangka pendek (sampai dengan 8 minggu) ulkus lambung, ulkus
duodenum, & gastritis kronis.
Diagnosis Banding
21
1. Demam berdarah dengue
Demam Berdarah Dengue Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan
gejala umum yang khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari adanya
manifestasi perdarahan. Pada uji tourniquet didapatkan hasil yang positif. Peningkatan
hematokrit > 20 %
Pada pasien tidak ada manifestasi perdarahan dan peningkatan hematokrit < 20 %
2. ITP
Purpura trombositopenia idiopatik (autoimmune thrombocytopenic
purpura; morbus Wirlhof; purpura hemorrhagica) merupakan sindrom
klinis berupa manifestasi perdarahan (purpura, petekie, perdarahan
retina, atau perdarahan nyata lain) disertai trombositopenia (penurunan
jumlah trombosit) dan pemeriksaan fisik anak tidak terlihat sakit.
Pada pasien ini tidak ada manifestasi perdarahan dan anak terlihat sakit yang ditandai
dengan adanya demam.
22
BAB II
Pendahuluan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita infeksi
dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika
dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004
2
di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa.
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami penurunan dan saat ini
berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih diatas 4% akibat penanganan yang
terlambat.1
Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004
23
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal
(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif
terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan
memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi
serotipe kedua. 1
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di
Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun
pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh
sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris. 2
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue
yang berat dan sering kali fatal. 3
DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan Agustus -Oktober
1780 (break bone fever) di Philadelphia.4,6 Pada tahun 1954, DBD pertama kali dilaporkan di
Filipina yang kemudian menyebar ke negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1980 an
penyakit ini merambah negara-negara di Benua Amerika yang beriklim tropis dan subtropis.6
24
Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia tahun1779.4
Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit ini terutama
menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu 40 tahun, penyakit ini telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.6 Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara
pertama kali digunakan di Filipina tahun 1953 , kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada
tahun 1954.4,7
Hingga tahun 1956 baru dikenal virus dengue tipe 1 dan 2.4 Virus DEN-1 pertama kali
diisolasi Sabin dan Schlesinger di Honolulu tahun 1943. Pada tahun yang sama, Kimura dan
Hotta berhasil mengisolasi dan mempublikasikan virus DEN-1 selama terjadi epidemi di
Nagasaki.5 Virus DEN-2 berhasil diisolasi oleh sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944.
4
Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi oleh Hammon dkk tahun 1960 dan dua tahun kemudian
berhasil mengidentifikasi virus DEN- 5 dan 6.5
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
8
dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-
1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8
25
Gambar 2. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex
Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan
plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam
berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.3 Beberapa teori dan hipotesis
yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :
26
3. Teori antigen antibodi 8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing antibody 9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi
sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini
berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia
dan limfosit T. 9
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody
dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat
memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada
anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun
27
ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.
Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting
dalam patofisiologi DBD. 10
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10
28
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks
imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro
menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit
akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan
berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga
penyakit cenderung lebih berat.10
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik
dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1
29
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk
kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).
Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T
(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk
makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi
ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,
produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an patogenesis
DBD/DSS
30
31
Manifestasi Klinis
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
11
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 4,12
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik
yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau
ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari. 12
32
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus
atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.4,12
- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan
darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 8
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus DBD ditandai 4 manifestasi
klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
33
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah
tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi
hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya
tidak ikterik.8
34
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
35
Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,
36
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak
gelisah. 11
Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD
( Dikutip dari kepustakaan no. 13)
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue
yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang
37
dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga
catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
38
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa. 4,7,8,12
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau
sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4
2. Pencitraan pencitraan
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
39
Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak
menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam
perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk
meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda
bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13
3. Pemeriksaan Serologi.
40
Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian Uji
serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3.
Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4
akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali
dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah seumur
hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke
2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
Antibodi Ig M :
41
- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti
dengue. 14
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).13
42
Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit
Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga
prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan
fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit
yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
43
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. 8 Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan
sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus
disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan
dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2
44
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi
45
perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya
juga tidak banyak.2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya
oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada kapiler yang
harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
46
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
47
Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
48
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.
49
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%
50
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
51
Kriteria memulangkan pasien :
Pencegahan
52
Gambar 14. Kegiatan foging
- Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15
53
Kesimpulan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
54
Daftar Pustaka
55
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi
pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php?
name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2010.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.
56