Kejang Demam
Pengertian
Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf
cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba
(marillyn, doengoes. 1999 : 252)
Etiologi
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui
Komplikasi
1. Kejang berulang
2. Epilepsi
3. Hemiparese
4. Gangguan mental dan belajar
Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
<>BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
Penatalaksanaan Medik
1. Pemberian diazepam
o dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan)
o bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi
ulangan setelah 20 menit.
2. Turunkan demam
o anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
o kompres air biasa
3. Penanganan suportif
o bebaskan jalan nafas
o beri zat asam
Sumber : http://kumpulan-asuhan-
keperawatan.blogspot.com/2010/01/askep-asuhan-keperawatan-anak-
kejang.html
Pengkajian
1. Data subyektif
o Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui
status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
o Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan : Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
2. Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi
infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan
kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
3. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang
merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan
kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
4. Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran
lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat
umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak
tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik
?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang
sejenak disertai gangguan kesadaran seperti
epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh
mengadakan flexi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile
?
Pada kejang demam sederhana kejang ini
bersifat umum.
5. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya,
umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan
berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
o Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah
dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung,
bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum ?
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik
lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein
mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
3. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi
yang paresis tertinggal bila anak menangis atau
tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah
ada gangguan nervus cranial ?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah
keadaan sklera, konjungtiva ?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-
tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri
di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang
menyumbat jalan napas? Apakah keluar sekret,
bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis?
Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa
jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah
tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar
tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana
gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman,
adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi, adakah
suara napas tambahan ?
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta
iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah
bradicardi atau tachycardia ?
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus
? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran
lien dan hepar ?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ?
Bagaimana keadaan turgor kulit ?
14. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama
setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada
daerah akral ?
15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar
dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
Intervensi
Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi
otot/kejang
Kriteria Hasil :
Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian
tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada
anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang
demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh
kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam
akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu
diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel
pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
a. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar
terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis.
daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar
interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang
dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral
bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada
sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu aliran
b. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007
diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis
(LCS) diproduksi di pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat,
secara organik dan non organik LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai
dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh
villiarakhnoid.
c. Medula Spinalis
Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh melangkah.
d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik
dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan
saraf spinal.
e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk
medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula
spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf
berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah
lurusdiantara tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini
juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah
untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer
kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru,
serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
- Kesiagaan meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot-otot meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu
tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas, dan
lain-lain.
- Kesiagaan menurun
- Pernafasan tenang
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa olfaktorius pada
bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial
lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-
kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini
busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi
2) Saraf Optikus
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk
bagian fundus maih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina
retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal
tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma
bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual lobus oksipital.
3) Saraf Okulomotorius
persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior
dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-
4) Saraf Troklearis
Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal
5) Saraf Trigeminus
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus.
Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah
bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran
timpani.
6) Saraf Abdusens
bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf
7) Saraf Fasialis
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral
dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal
dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal,
otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
8) Saraf Vestibulokoklearis
menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara
otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat
neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik yang
samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
2 = Normal (++)
1) Refleks patella
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon, biceps (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon)
bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
4) Refleks achilles
5) Refleks abdominal
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah yang
digores.
6) Refleks babinski
pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-
kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul bila ibu jari kaki
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian kepala klien
difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap
tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup
kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing), terjadi jika
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki
plantar fleksi.
3. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu
tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
4. Patofisiologi
20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan
membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan
listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya
ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian
kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah,
sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).
Bagan 2.1
Proses Penyakit
KEJANG
5. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang
demam meliputi :
b. Penurunan kesadaran
d. Muntah
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah
dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika
kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika
b. Pungsi lumbal
demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12
bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan
tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan
c. Elektroensefalografi (EEG)
kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan
dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap
muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et
al., 2009).
7. Manajemen Medik
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan
lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan
untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang,
diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau
adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum
berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif.
Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
(dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/
hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis harian
(sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan
ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi
(sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam
kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan
dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk
pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi
1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis).
Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan
pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al., 2011
ikat pinggang.
yang tinggi.
SaO2).
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli anestesi, ahli
1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari,
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
e. Riwayat psikososial
g. Pemeriksaan Fisik
2. Diagnosa keperawatan
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak