LP Post SC Askep Individu
LP Post SC Askep Individu
Disusun Oleh
Kristina Weningtyastuti (P07120216009)
Sekar Tunjung Maharani (P07120216010)
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN JUDUL
“Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Pre dan Post Partum SC Di Kamar Bersalin RSUD
Wates”
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
banyak issue, tetapi masih ada suatu indikator yang dijadikan patokan masyarakat. Dari data
yang ada pada tahun 1975, di jaman operasi SC masih jarang dilakukan, angka kematian ibu
yang melahirkan sekitar 30 orang setiap 1000 orang ibu yang melahirkan. Melalui
keseriusan pemerintah untuk menekan angka kematian ibu terus di upayakan sehingga pada
tahun 1996 mencanangkan “ Gerakan Sayang Ibu (GSI)“ dan mematok angka 2,25% dari
semua persalinan sebagai target nasional untuk menurunkan angka kematian itu pada akhir
dikembangkan, salah satunya adalah pelayanan keperawatan pada ibu post partum.
Umumnya pada beberapa negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian ibu yang
mengalami persalinan masih tinggi. Penyebab terbesar kematian ibu pada persalinan adalah
karena komplikasi dan perawatan pasca persalinan yang tidak baik. Oleh karena itu,
pelayanan keperawatan pada ibu post partum sangat diperlukan dan perlu mendapatkan
perhatian yang utama untuk menurunkan angka kematian ibu post partum akibat komplikasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan post SC
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pasien dengan post SC
d) Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan post
SC
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus. (Sarwono , 2005) Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998) Sectio caesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau
vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Dalam Operasi Caesar,
ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot
B. Etiologi
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan
kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea.
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa ,
panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari
janin adalah letak lintang dan letak bokong. Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan
sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut
adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala
janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003). Setiap pada diameter
persalinan.
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998). Pre-eklamsi ialah
penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih
dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan
tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau
mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat
dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100
mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro,
2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki,
jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan
biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan
berat badan setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal,
tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan
dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan
berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro,
2002).
antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan
utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi,
hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan
pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam,
proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi
yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari
mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih
buruk.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2001). Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature
rupture of membran dan preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang
sama yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah
keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni.
Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa mules atau sakit perut. Akan
terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak (Barbara,
2009). Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan
perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion,
riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar,
trauma dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari
penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah
terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter
akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di
negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir
dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang
menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada
ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus
ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500
gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram
(Glance, 2006). Pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa
dianggap besar sehingga perlu dilakukan kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang
- Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
- Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
- Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b) Letak sungsang Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala
berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992)
letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
c) Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah
d) Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir
yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003)
F. Komplikasi
1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut sedikit
kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi
terlalu tinggi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya
suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan
juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
I. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya
DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
b. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
4) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
5) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
6) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. (Manuaba, 1999)
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
4. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
6.
Klien dapat mengalami
penyimpangan memori
Diskusikan
dari melahirkan. Masa
pengalaman / harapan
lalu / persepsi yang tidak
kelahiran anak pada
realistis dan
masa lalu
abnormalitas mengenai
proses persalinan SC
akan meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi keefektifan
intervensi yang telah
diberikan
Evaluasi perubahan
ansietas yang dialami
klien secara verbal
DAFTAR PUSTAKA