Anda di halaman 1dari 6

LATAR BELAKANG

Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan
masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. . Potensi
pengembangan sapi lokal di Indonesia sangat besar, sehingga perlu usaha pemberdayaan dan
peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Sapi merupakan salah satu hewan yang diternakkan
secara besar-besaran, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.

Menurut Ditjennak dan Keswan (2017), kebutuhan daging sapi untuk konsumsi dan
industri di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 50.479 ton. Di Provinsi Bali, kebutuhan
daging sapi bali pada tahun 2017 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 7.215
ton. Kota Denpasar merupakan ibu kota dari Provinsi Bali yang memiliki jumlah populasi
ternak sapi cukup besar yaitu sebesar 6.340 ekor pada tahun 2017 dan sedikit menurun
pada tahun 2018 yaitu sebesar 6.323 ekor.

Terdapat kendala dalam pemeliharaannya yaitu adanya penyakit yang menyerang sapi.
Penyakit pada ternak sapi perlu mendapat perhatian khusus baik dari pemerintah maupun
masyarakat khususnya para peternak, karena dapat menjadi salah satu hambatan usaha
peternakan. Penyakit merupakan salah satu faktor yang menghambat produksi dan
reproduksi ternak. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu kebijakan kesehatan
hewan adalah melindungi budidaya ternak dari ancaman wabah penyakit terutama
terhadap penyakit strategis.

Penyakit strategis atau penyakit hewan menular strategis (PHMS) adalah penyakit yang
tergolong patogen dan secara ekonomis sangat merugikan. Salah satu penyakit viral dan
merupakan salah satu penyakit strategis yang cukup penting dan banyak terjadi di
Indonesia adalah penyakit BovineEphemeral Fever (BEF). Bovine Ephemeral Fever
(BEF) merupakan salah satu penyakit yang menyerang ternak sapi di Kota Denpasar.
Penyakit ini disebabkan oleh virus arbo yang dapat menyerang sapi dan kerbau. Penyakit
ini ditandai dengan demam selama tiga hari, kekakuan dan kelumpuhan.

Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit BEF, serta berdasaran data yang
didapatkanya, kasus BEF yang terjadi di Provinsi Bali, khususnya Kota Denpasar cukup
banyak dan mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2016 sebesar 125 ekor meningkat
menjadi 143 pada tahun 2017 dan 2018, Pemerintah Kota Denpasr dalam hal ini terus
berupaya agar tingkat kejadian penyakit ini dapat semakin berkurang.
TINJAUAN PUSTAKA

Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali yang menjadi pusat pemerintahan,
perekonomian, pendidikan dan pusat kegiatan lainnya. Luas wilayah Kota Denpasar
127,78 km2 atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Provinsi Bali yaitu 5.632,86 Km2.
Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga
memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim Hujan dengan
angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim Pancaroba. Suhu ratarata
berkisar antara 25,4°C - 28,5°C dengan suhu maksimum jatuh pada bulan Januari,
sedangkan suhu minimum pada bulan agustus. Curah Hujan tertinggi terjadi pada pada
bulan Pebruari (406 mm) dan terendah terjadi pada bulan Oktober (0 mm)

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota Denpasar dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2008 Tanggal 24 Desember
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Denpasar memiliki tugas
pokok yaitu melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dalam bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura.

Bovine Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) adalah suatu penyakit viral pada sapi atau
kerbau yang ditandai dengan terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot, dan kepincangan
(Akoso, 1996). Penyakit klinis berjalan sangat singkat, biasanya berakhir tidak lebih dari tiga
hari, dengan morbiditas tinggi tetapi mortalitas rendah. Penyakit ini dapat menimbulkan
gangguan yang hebat terhadap produksi susu pada sapi perah dan jasa kerja pada ternak
pekerja (Ressang, 1986).

Bovine Ephemeral Fever disebabkan oleh virus BEF, yang termasuk dalam single
stranded RNA genus Ephemerovirus, family Rhabdoviridae. Virus inimempunyai
besaran antara 80-140 nm, dan berbentukseperti peluru, mempunyai amplop, sehingga
sensitfterhadap diethylether dan sodium deoxycholate. Pada suhu 48°C, virus BEF tetap
aktifdalam darah. Virus ini juga dapat diinaktifkan padasuhu 56°C selama 10 menit atau
37°C selama 18 jam. Virus BEF tidak aktif pada pH 2,5 atau pH 12,0 selama 12 menit.

Bovine Ephemeral Fever (BEF) pertama kali ditemukan tahun 1867 pada sapi di Afrika
Tengah. Selain di Afrika, penyakit ini juga ditemukan di Asia dan Autralia. Penyakit ini
dilaporkan di Australia tahun 1936. Di Indonesia BEF pertama kali dilaporkan tahun 1978.
Penyakit BEF dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Serum yang positif BEF paling
banyak ditemukan di Afrika, tidak ditemukan di beberapa negara seperti Eropa, Amerika
Utara, dan Selatan atau Selandia Baru (Walker, 2005).

Penyebaran penyakit Bovine Ephemeral Fever tidak terjadi karena adanya kontak secara
langsung. Kemungkinan penyakit ini ditularkan melalui vektor. Penyakit Demam Tiga Hari
disebarkan oleh vektor nyamuk jenis Cullicoides sp, Aedes sp. dan Culex sp, yang terinfeksi
dapat menyebarkan penyakit mencapai jarak 2.000 KM (Akoso, 1996). Lingkungan alam
yang berupa sawah dan banyak terdapat genangan air sangat baik untuk vektor ini
(Soeharsono., et al, 1983). Sapi maupun kerbau tidak pernah terbukti bertindak sebagai
hewan pembawa virus dalam jangka waktu panjang. Penyebaran lebih ditekankan pada
peranan vektor ataupun angin. Angin yang bersifat basah dan lembab diduga dapat
memindahkan virus dan vektor penyakit ini (Subronto, 1989). Selain perpindahan dan
peningkatan populasi vektor, perpindahan ternak yang terinfeksi dari satu daerah ke daerah
lain dapat menyebabkan infeksi BEF di tempat baru, sehingga prevalensi reaktor BEF akan
meningkat (Yeruham et al., 2007). Hal ini juga dilaporkan oleh Aziz-Boaron et al. (2012),
yang menyatakan bahwa transportasi hewan dapat menyebarkan infeksi BEF. Dari data
tersebut, terlihat jelas bahwa peran vektor dan induk semang sangat berpengaruh terhadap
kesinambungan virus BEF (Murray, 1997).

Gejala awal yang muncul adalah demam tinggi secara mendadak (40,5 – 41°C), nafsu makan
hilang, peningkatan pernafasan dan kesulitan bernafas (dyspneu), diikuti dengan keluarnya
Ieleran hidung dan mata (lakrimasi) yang bersifat serous. Jalan kaku dan pincang karena rasa
sakit yang sangat, kemudian dapat terjadi kelumpuhan dan kesakitan pada kaki, otot gemetar
serta lemah. Kekakuan mulai dari satu kaki ke kaki yang lain, sehingga hewan tidak dapat
berdiri selama 3 hari atau lebih. Leher dan punggung mengalami pembengkakan. Pada sapi
yang sedang laktasi, infeksi BEF dapat menyebabkan produksi susu berhenti total dan
kembali berlaktasi setelah sembuh meskipun produksi susu tidak dapat kembali normal
seperti sebelum terinfeksi. Lebih lanjut, penurunan produksi susu dapat berkisar antara 34-95
% dengan rata-rata 46%.
Kepincangan merupakan tanda-tanda klinis yang menonjol dan lebih jelas terlihat pada
demam hari kedua. Kepincangan ini akan mengakibatkan hewan harus berbaring secara terus-
menerus dalam waktu yang lama. Sapi jantan yang berat dan sapi perah akan mengalami hal
ini. Pada kejadian ini, kesembuhan sempurna jarang terjadi meskipun sapi sudah mau makan
dan minum dengan normal. Kebanyakan sapi yang terserang BEF namun tidak sampai
berbaring akan mengalami kesembuhan setelah 2-3 hari dengan tanda-tanda penyakit yang
relatif ringan (Ressang, 1986).

Diagnosis BEF dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis, uji serologis, virologis dan
pemeriksaan patologis. Secara klinis, infeksi BEF menyebabkan demam tinggi selama 2-5
hari dan sembuh spontan tanpa pengobatan.Leleran hidung, radang sendi dan kekakuan
merupakan gejala klinis yang paling sering muncul.Namun konfirmasi masih perlu dilakukan
dengan uji serologis ataupun virologis dengan isolasi dan identifikasi virus. Uji serologis
yang dapat dilakukan antara lain uji serum netralisasi, ELISA dan Complemen fiksasi (Lim et
al., 2007). Biasanya serum diambil dua kali yaitu pada saat sakit dan 2-3 minggu
kemudian.Titer antibodi yang meningkat pada pengambilan kedua dapat mengonfirmasi
adanya infeksi BEF. Saat ini uji serum netralisasi dan ELISA paling sering digunakan
terutama untuk melakukan monitoring penyakit yang disebabkan oleh virus arbo. Namun
untuk uji serum netralisasi, dibutuhkan laboratorium yang memiliki fasilitas produksi sel
(biakan jaringan).

Pencegahan penyakit BEF dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi atau mengontrol
populasi nyamuk vektor. Namun cara kedua ini sangatlah sulit, mengingat masing-masing
jenis nyamuk mempunyai media perkembangbiakan yang berbeda. Selain itu,pengaruh cuaca
atau iklim sangat besar terhadap perkembang biakan vektor. Namun, usaha untuk
meminimalisir penyebaran vektor dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang,
penyemprotan insektisida agar tidak ada vektor yang bisa menyebarkan penyakit ini.
Walaupun penyakit ini tidak ditularkan secar kontak langsung dengan penderita, sebaiknya
ternak yang terjangkit tetap dipisahkan untuk menghindari mudahnya vektor untuk
menyebarkan penyakit ini pada ternak yang sehat. Manajemen sanitasi kandang dan
lingkungan harus diperhatikan, jumlah ternak pada satu kandang tidak terlalu padat dan alur
pembuangan air dan kotoran yang baik. Kondisi tersebut dapat meminimalkan media
perkembangbiakan vektor dan penyebaran infeksi BEF pada ternak

Vaksinasi merupakan metode yang efektif untuk pencegahan penyakit ini. Menurut Iowa
State University Center for Food Security and Public Health (2016), vaksinasi terhadap BEF
juga dapat digunakan dalam menghadapi wabah. Vaksinasi BEF dapat diberikan pada ternak
yang belum mempunyai kekebalan terhadap BEF namun rawan terhadap infeksi BEF. Pada
umumnya vaksinasi dapat diberikan pada sapi umur di atas tiga bulan hingga dewasa.
Selain itu perlu adanya studi untuk mengetahui sampai sejauh mana dampak yang
ditimbulkan akibat infeksi BEF bagi kesejahteraan peternak. Umumnya kasus BEF yang ada
di Indonesia, sering mengalami komplikasi dengan infeksi bakteri seperti Haemorrhagic
Septicaemia (HS). Hal ini telah dilaporkan oleh Ronohardjo dan Rastiko (1982) pada kasus
BEF di Jawa Timur. Adanya infeksi Haemorrhagic Septicaemia akan memperparah kondisi
sapi tersebut, sehingga vaksinasi Haemorrhagic Septicaemia sangat dianjurkan, mengingat
infeksi tunggal BEF jarang menimbulkan kematian. Pemberian vaksin Haemorrhagic
Septicaemia ini juga berdampak pada penurunan angka kematian pada sapi.

HS : Pasteurella Multocida (Bakteri)

Hewan yang terkena dampak BEF yang parah sering diobati secara simptomatik. Kombinasi
pengobatan yang paling efektif untuk penderita BEF adalah dengan memberikan analgetik-
antipiretik, antibiotik dan vitamin.
Antipiretik yang biasa digunakan mengandung dypirone sebagai anti
inflamasi non steroid (NSAID) dan lidocaine sebagai analgesik. Dypirone bekerja sebagai
mediator radang sehingga proses keradangan dan demam yang tinggi bisa dikurangi. Sebagai
analgesik dengan efek sedasi lokal, lidocaine akan mengurangi rasa sakit dengan menutup
reseptor sakit pada bagian tubuh yang sakit.
Antibiotik diberikan untuk mengendalikan infeksi sekunder, dan rehidrasi dengan cairan
isotonik. Antibiotik yang biasa digunakan diantaranya oksitetrasiklin, penisilinstreptomisin,
dan trimetropin-sulfa. Antibiotik spektrum luas dengan kandungan oksitetrasiklin dan
sulfadiazine lebih sering digunakan
karena mampu mencegah infeksi sekunder bakteri secara luas. Oksitetrasiklin bekerja
menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik, sedangkan prparat sulfa yang
mengandung sulfadiazine dan trimertrophine bekerja sinergis sebagai bakterisidal atau
membunuh bakteri. Secara umum bakteriostatik bekerja dengan mempengaruhi sintesis
protein, sedangkan bakterisid bekerja dengan mempengaruhi pembentukan dinding sel atau
permeabilitas membran sel.
Vitamin yang biasa digunakan adalah Vitamin B1, B Kompleks, dan multivitamin.
Keseluruhan vitamin yang diberikan secara umum mampu memberikan suplai energi tubuh
untuk mengatasi gejala kelemahan yang sering ditemui pada penderita BEF akibat tidak
adanya makanan yang masuk untuk kemudian dikonversi menjadi energi.

Bovine Ephemeral Fever adalah suatu penyakit viral pada sapi yang ditandai dengan
terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot, dan kepincangan. Penyakit klinis berjalan sangat
singkat, biasanya berakhir tidak lebih dari tiga hari, dengan morbiditas tinggi tetapi mortalitas
rendah, itulah mengapa penyakit ini disebut dengan demam tiga hari. Penyakit ini dapat
menimbulkan gangguan yang hebat terhadap produksi susu pada sapi perah dan jasa kerja
pada ternak pekerja. Bovine Ephemeral Fever termasuk salah satu penyakit yang menyerang
pada ternak sapi di Kota Denpasar, Provinsi Bali. Berdasarkan data kejadian kasus BEF di
Kota Denpasar yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Denpasar dari tahun 2013, 2014,
2016, 2017 dan 2018, jumlah kejadian kasus BEF yaitu berturut – turut 106, 118, 125, 143
dan 126 kasus. Dari data tersebut kasus BEF tertinggi pada tahun 2017 yaitu mencapai 143
kasus dan angka terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 106 kasus. Dari tahun 2013, 2014,
2016, 2017 dan 2018 terjadi secara fluktuatif.
Penyakit BEF lebih sering terjadi pada musim hujan untuk daerah tropis dan musim
panas hingga awal musim semi untuk daerah subtropis, sedangkan pada musim dingin tidak
ditemui. Hal ini disebabkan populasi nyamuk akan meningkat pada musim tersebut. Beberapa
faktor yang meningkatkan populasi nyamu yaitu perubahan iklim, lingkungan dan ekologi
seperti kelembaban, suhu dan kecepatan angin. Selain perpindahan dan peningkatan populasi
vektor, perpindahan ternak yang terinfeksi dari satu daerah ke daerah lain dapat
menyebabkan infeksi BEF di tempat baru, sehingga prevalensi reaktor BEF akan meningkat
(Yeruham et al., 2007). Hal ini juga dilaporkan oleh Aziz-Boaron et al. (2012), yang
menyatakan bahwa transportasi hewan dapat menyebarkan infeksi BEF. Dari data tersebut,
terlihat jelas bahwa peran vektor dan induk semang sangat berpengaruh terhadap
kesinambungan virus BEF (Murray, 1997).
Dilihat dari data mengenai kasus penyakit BEF yang terjadi di Kota Denpasar tahun
2013, 2014, 2016, 2017, dan 2018, maka dapat diasumsikan bahwa masyarakat telah
melakukan upaya dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit BEF sebab terjadi
penurunan jumlah kasus dari tahun 2017 ke 2018 yaitu sebelumnya terdapat 143 kasus turun
menjadi 126 kasus, yang sebelumnya angka kejadian terus bertambah sejak tahun 2013
hingga 2017. Oleh karena itu peranan Dinas Pertanian Kota Denpasar dalam upaya
pencegahan atau penurunan angka kejadian akan penyakit BEF sangat penting dalam
membantu masyarakat yaitu dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap
pencegahan kasus BEF, seperti ikut serta dalam upaya mengendalikan populasi vektor
nyamuk yang menjadi vektor utama kasus BEF, agar angka penurunan yang terjadi di 2018
dapat meningkat pada tahun – tahun berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kesmavet RPH Tiwi
    Kesmavet RPH Tiwi
    Dokumen25 halaman
    Kesmavet RPH Tiwi
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • 2 Etiologi
    2 Etiologi
    Dokumen2 halaman
    2 Etiologi
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Nyamuk
    Nyamuk
    Dokumen1 halaman
    Nyamuk
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kodil Pak Tono
    Tugas Kodil Pak Tono
    Dokumen9 halaman
    Tugas Kodil Pak Tono
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • TIWI BIOKIM Patent Ductus Arteriosus (PDA) Pada Anjing & Kucing
    TIWI BIOKIM Patent Ductus Arteriosus (PDA) Pada Anjing & Kucing
    Dokumen8 halaman
    TIWI BIOKIM Patent Ductus Arteriosus (PDA) Pada Anjing & Kucing
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Sssssss
    Sssssss
    Dokumen1 halaman
    Sssssss
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Pinjellllllll
    Pinjellllllll
    Dokumen2 halaman
    Pinjellllllll
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Vitamin B3
    Vitamin B3
    Dokumen3 halaman
    Vitamin B3
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Sssssss
    Sssssss
    Dokumen1 halaman
    Sssssss
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • 8 Reka Medik Tofi 3 New
    8 Reka Medik Tofi 3 New
    Dokumen5 halaman
    8 Reka Medik Tofi 3 New
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • UUUUUUUUUJ
    UUUUUUUUUJ
    Dokumen9 halaman
    UUUUUUUUUJ
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Nyamuk
    Nyamuk
    Dokumen1 halaman
    Nyamuk
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • SSSSSS
    SSSSSS
    Dokumen9 halaman
    SSSSSS
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • YEAYYYYYYYYYY
    YEAYYYYYYYYYY
    Dokumen11 halaman
    YEAYYYYYYYYYY
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Haters Can Choke
    Haters Can Choke
    Dokumen2 halaman
    Haters Can Choke
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • DAPUZZZZ
    DAPUZZZZ
    Dokumen3 halaman
    DAPUZZZZ
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • KJKJKJKJ
    KJKJKJKJ
    Dokumen8 halaman
    KJKJKJKJ
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Hak KKKKK
    Hak KKKKK
    Dokumen4 halaman
    Hak KKKKK
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Eeeee
    Eeeee
    Dokumen5 halaman
    Eeeee
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • GHGHHHHHH
    GHGHHHHHH
    Dokumen4 halaman
    GHGHHHHHH
    Rizki Pratiwi
    Belum ada peringkat