2. I Gst. Agung Bagus Adhi Damanik 1807611003 3. I Putu Bayu Suyadnya Pratama 1807611004
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2018 A. Alasan Diperlukan Tata Kelola Yang Baik Perkembangan tata kelola perusahaan berangkat dari teori keagenan (agency theory) yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut mendasarkan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen. prinsipal merupakan pihak yang memiliki sumberdaya dan memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk mengelola sumberdaya. Agen berkewajiban untuk mempertanggunjawabkan apa yang telah ditugaskan oleh prinsipal kepadanya serta memiliki kewewnangan pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kesejahteraan prinsipal. Perusahaan berinteraksi dengan berbagai pihak dalam menjalankan usahanya, antara lain dengan Direksi/Manajemen, pemegang saham pengendali dan non-pengendali, kreditor, pemerintah, karyawan, masyarakat. Sumberdaya tidak hanya berupa modal finansial tetapi anatara lain juga modal intelektual dan keterampilan, layanan public/infrastruktur, sumber daya alam. Contoh hubungan prinsipal-agen tidak hanya terbatas pada hubungan antara pemegang saham dan manager, hubungan prinsipal-agen dapat pula terjadi hubungan antara: a. Kreditor (prinsipal) dan Manajemen (agen). b. Pemegang saham Non-Pengendali (prinsipal) dan Pemegang Saham Pengendali (agen). c. Pemerintah (Prinsipal) dan Manajemen (agen). d. Karyawan (prinsipal) dan Manajemen (agen). e. Publik (Prinsipal) dan Manajemen (agen). Agen sebagai pihak yang bertugas untuk mengelola perusahaan mempunyai lebih banyak informasi mengenai perusahaan disbanding prinsipal. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen. Ketidakseimbangan informasi karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen disebut dengan asimetri informasi (asymmetric information). Tanpa pengawasan yang kuat, agen cenderung untuk mengejar kepentingannya sendiri yang mungkin bertentangan dengan kepentingan prinsipal. Dengan tingkat asimetri informasi yang tinggi, tindakan agen tidak dapat dilihat/diamati dengan baik sehingga agen akan cenderung melakukan yang menguntungkan dirinya dan merugikan prinsipal. 1. Konflik Pemegang Saham dan Manajer Perilaku mementingkan diri sendiri (self interest) dari manager (agen) akan menimbulkan konflik dengan kepentingan pemegang saham (prinsipal). Manager lebih suka pertumbuhan dan ukuran perusahaan menjadi besar karena berarti akan mendapat keamanan kerja yang lebih besar, kompensasi yang lebih besar, prestise yang lebih besar. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat berbentuk: a. Konsumsi penghasilan tambahan yang berlebihan (perquisites) dapat berbentuk manfaat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung misalnya penggunaan mobil perusahaan yang terlalu mewah dan pengeluaran lain yang tidak perlu, sedangakn manfaat tidak langsung misalnya ruangan kantor yang terlalu mewah. b. Manajer melakukan shirking (lalai), dimana manager tidak bekerja dengan upaya terbaik mereka. Contoh masalah ini dapat dilihat pada kasus Bank Global, kasus Enron dan Worldcom. 2. Konflik antara Kreditur dan Pemegang Saham Dalam konflik ini, diasumsikan manager bertindak mewakili pemegang saham yang mengadakan kontrak dengan kreditur. Masalah keagenan terkait hutang terjadi ketika manager sebagai perwakilan pemegang saham berusaha mentrasfer kesejahteraan dari kreditur ke pemegang saham dan atau dirinya sendiri. Ketika perusahaan mengeluarkan hutang yang beresiko, perusahaan memiliki pilihan untuk gagal membayar hutang. Konflik ini dapat terwujud dalam tiga cara yaitu: asset substitution, underinvestment, dan claim dilution. a. Asset Substitution Problem Aset substitusi terjadi ketika sebuah perusahaan menukar investasi pada aset-aset beresiko rendah kepada investasi pada asset beresiko tinggi. Substitusi aset ini menyebabkan meningkatnya resiko. Peningkatan level resiko ini akan berdampak negative terhadap kreditur karena meningkatnya kemungkinan perusahaan gagal dalam membayar hutang. Pengalihan asset menimbulkan resiko yang lebih tinggi bagi kreditur dengan tanpa memberikan tambahan kompensasi bagi mereka karena mereka hanya mendapatkan imbal hasil tetap dari hutang yang diberikan kepada perusahaan. Maka dapat dikatakan bahwa substitusi asset ini akan mentransfer keuntungan dari kreditur kepada para pemegang saham. b. Underinvestment Underinvestment terjadi ketika sebuah perusahaan menolak untuk berinvestasi pada asset yang beresiko rendah dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham, namun hal ini berarti dengan mengabaikan kepentingan kreditur. Proyek beresiko rendah akan memberikan keamanan yang lebih bagi pemegang utang karena aliran kas yang dihasilkan dapat melunasi pinjaman. Namun arus kas yang aman tersebut tidak menghasilkan imbal hasil yang memadai untuk pemegang saham. Akibatnya proyek ini ditolak oleh perusahaan meskipun dapat meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. c. Claim Dilution Divestasi perusahaan untuk penciptaan sebuah entitas baru melalui penerbitan saham baru adalah situasi lain yang mengarah ke konflik antara pemegang saham dan pemegang obligasi. Manajemen dapat mentransfer kekayaan kepada pemegang saham yang ada atau yang baru dengan menerbitkan utang baru. Dengan menerbitkan utang baru, resiko keuangan perusahaan meningkat dan nilai obligasi akan berkurang. 3. Konflik antara Pemegang Saham Pengendali dan Pemegang Saham Minoritas Dalam konflik ini, pemegang saham pengendali dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk menguntungkan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan para pemegang saham minoritas atau apa yang disebut dengan ekspropriasi. a. Pemegang saham pengendali dapat mengekspropriasi kekayaan pemegang saham non-pengendali melalui antara lain transaksi dengan pihak terafiliasi (RPT). b. Transaksi antara pihak terafiliasi mungkin tidak dilakukan dengan harga dan persyaratan dan kondisi yang sama antara pihak ketiga. Contohnya, perusaahan terbuka membeli bahan baku dengan harga di markup dari perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki pemegang saham pengendali perusahaan terbuka tersebut. Kerugian di perusahaan terbuka sebagian ditanggung pemegang saham non-pengendali sementara keuntungan di perusahaan privat sepenuhnya dinikmati pemegang saham penggendali. Akibatnya terjadi transfer kekayaan dari pemegang saham non-pengendali ke pemegang saham pengendali. Tata kelola korporat berperan untuk mengatasi konflik kepentingan ini dengan melindungi kepentingan prinsipal, mengurangi tingakt informasi asimetri dan mengawasi agen. Tata kelola yang baik akan memberikan perlindungan yang memadai dan memperlakukan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya secara adil. Tata kelola mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban pihak-pihak dalam organisasi terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemefang saham, direksi, dewan komisaris dan semua pemangku kepentingan. Pembagian tugas, hak, dan kewajiban juga berfungsi sebagai pedoman pengawasan dan pengevaluasian kinerja dewan komisaris dan direksi/manajemen perusahaan. B. Definisi Dan Prinsip Dasar Tata Kelola 1. Definisi Sebagai sebuah konsep, corporate governance memiliki banyak definisi, berikut beberapa definisi CG: a. Corporate governance adalah suatu system yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi (Cadbury Report, 1992). b. Corporate governance merupakan seperangkat tata hubungan diantara manajemen perseroan (direksi), dewan komisaris, pemegang saham dan para pemaku kepentingan lainnya (OECD) c. Corporate governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan yang lain (IICG) d. Good corpotate governance adalah suatu tata kelola yang menerapkan prinsip- prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness) (Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum). e. Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitaas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)). Berdasarkan uraian mengenai CG tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa CG adalah suatu sistem, proses, seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan demi tercapainya tujuan organisasi. 2. Prinsip Dasar Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). a. Transparansi (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. b. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggunjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. c. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan yan berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. d. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. e. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Perusahaan harus dapat memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
C. Tinjauan Struktur Tata Kelola di Indonesia
1. Perbandingan Struktur Satu Dewan dan Dua Dewan Struktur dewan dalam suatu perusahaan terbagi menjadi dua model yaitu, single- board system yang banyak digunakan di negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia sedangkan dual-board system banyak digunakan di negara Eropa dan termasuk juga di Indonesia. Dalam sistem single-board, terdapat satu board of director (BOD) yang terdiri dari direktur eksekutif dan non-eksekutif. Tugas dari direktur eksekutif ini bertanggungjawab dalam kegiatan perusahaan sehari-hari sedangkan tugas dari direktur non-eksekutif ialah ikut terlibat dalam pembuatan kebijakan strategis perusahaan dan pengawasan terhadap tim eksekutif. Dual-board system terdiri dari dua dewan yaitu dewan pengawas atau disebut juga dewan komisaris dan dewan pelaksana atau disebut juga dewan direktur, dalam hal ini peran dari dewan komisaris dan dewan direktur dipisah secara jelas. Dewan komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada dewan direktur. Dewan direktur bertugas untuk memimpin suatu lembaga perusahaan swasta, pemerintah, atau lembaga pendidikan. Kelebihan dari sistem satu dewan adalah pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat, seluruh anggota dewan mempunyai akses langsung mengenai informasi perusahaan sehingga seluruh dewan mengetahui seluruh kegiatan perusahaan. Kelemahan dari sistem satu dewan ialah tingkat ketergantungan yang tinggi pada CEO, tidak ada pemisah antara fungsi pengawasan dan pelaksanaan. Kelebihan dari sistem dua dewan adalah ada pemisahan antara fungsi pengawasan dan pelaksanaan. Sedangkan kelemahan dari sistem dua dewan ini ialah dewan komisaris tidak memiliki akses kepada seluruh informasi perusahaan sehingga sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh dewan direktur. Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua dewan yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direktur yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas seusai dengan fungsinya masing-masing. Keduanya bertanggungjawab untu memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang, oleh karena itu, dewan komisaris dan direktur harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan. 2. Organ Korporat : RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”), Perseroan Terbatas memiliki 3 (tiga) organ penting , yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Ketiga organ ini mempunyai fungsi dan kewenangannya masing-masing, berikut penjabarannya: 1) RUPS RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan eksklusif yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Menurut Pasal 1 angka 4 UU PT, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. RUPS mempunyai kewenangan untuk; Mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam UU PT. Mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam UU PT. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran Perseroan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PT. 2) Direksi Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan perseroan sesuai dengan tujuan dan maksud di dirikannya perseroan. Direksi yang diangkat oleh perusahaan tidak harus memiliki kewarganegaraan Indonesia tetapi juga dapat memiliki kewarganegaraan asing. UU PT sendiri tidak mengatur mengenai ketentuan warga negara apa yang dapat menduduki jabatan direktur. Namun, dalam Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu”, sehingga dapat diartikan jika tenaga kerja asing boleh menjadi direktur suatu perusahaan kecuali untuk jabatan yang mengurusi atau berhubungan secara langsung dengan kepegawaian atau personalia seperti Direktur HRD. Direksi mempunyai kewenangan untuk menjalan pengurusan perusahaan dengan kebijakan yang dipandang tepat dan dengan batas yang ditentukan oleh Undang- Undang dan/atau anggaran dasar. Selain itu, direksi mempunyai kewajiban untuk; Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat direksi Membuat laporan tahunan untuk disampaikan kepada RUPS. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan diatas dan dokumen Perseroan lainnya. 3) Komisaris Komisaris mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengursan, jalannya pengurusan pada umumnya kepada Perseroan ataupun usaha Perseroan kepada Direksi. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 108 UU PT. Komisaris yang melakukan pengawasan mempunyai beban tanggung jawab yang sama dengan Direksi. Kewajiban mengenai tugas komisaris terdapat dalam Pasal 116 UU PT; Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan dan Perseroan lain Memberikan laporan tentang tugas pengawsan yang telah dilakukan selama tahun buku kepada RUPS 3. Hubungan Antar Organ RUPS merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang dewan komisaris dan direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan termasuk untuk melakukan penggantian dan pemberhentian anggota. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Dewan komisaris tidak boleh ikut serta dalam mengambil keputusan operasional perusahaan. Dewan direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namum, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi tetap merupakan tanggungjawab bersama. D. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Menurut OECD Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dalam OECD terdapat 6 prinsip yang mengatur tentang corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut secara garis besar menjelaskan tentang kerangka kerja corporate governance, perlindungan atas hak-hak pemegang saham, perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, peranan stakeholders dalam corporate governance, keterbukaan dan tranparansi, serta tanggung jawab dewan komisaris. 1. Menjamin Kerangka Dasar CG yang Efektif Pada prinsip 1 ini menyatakan bahwa corporate governance harus mendorong terciptanya pasar yang transparan dan efisien, sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, dan dapat dengan jelas memisahkan fungsi dan tanggung jawab otoritas-otoritas yang memiliki pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum. Prinsip 1 OECD ini secara lebih jelas membahas 4 subprinsip: 1) Kerangka corporate governance harus dikembangkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif yang tercipta bagi pelaku pasar serta meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar. 2) Ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan corporate governance harus sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, transparan dan dapat di tegakkan. 3) Pembagian tanggung jawab antar otoritas dalam suatu yurisdiksi harus diungkapkan secara jelas dan dipastikan bahwa kepentingan masyarakat telah terpenuhi. 4) Otoritas dalam pengawasan, pengaturan dan penegakan hukum harus memiliki kewenangan, integritas dan sumber daya dalam pemenuhan tugasnya secara profesional dan objektif. Selanjutnya, keputusan-keputusannya harus tepat waktu, transparan, dan jelas. 2. Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting Kepemilikan Saham Prinsip ini menyatakan bahwa kerangka tata kelola korporat harus melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hal-hak pemegang saham. Hal ini terutama mengingat pemegang saham suatu perusahaan public memiliki hak-hak khusus seperti saham tersebut dapat dibeli, dijual ataupun ditransfer tanpa halangan. Pemegang saham tersebut juga berhak atas keuntungan perusahaan sebesar porsi kepemilikannya. Selain itu pemegang saham mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang relevan dan mempunyai hak untuk mempengaruhi jalannya perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Prinsip ini diperlukan untuk mengatasi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajemen perusahaan. Dengan dilaksanakannya prinsip lain maka kecil kemungkinan manajemen dapat melaksanakan tindakan menguntungkan dirinya dan merugikan perusahaan. 3. Perlakuan yang Adil terhadap Pemegang Saham Prinsip ke 3 ini menekankan bahwa perlu adanya perlakuan yang sama kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk menuntut atas pelanggaran hak-hak mereka. Prinsip ini dibagi atas 3 sub prinsip. Pertama, perlakuan yang sama antara pemegang saham dalam kelas saham yang sama. Kedua, larangan transaksi orang dalam dan perdagangan tutup sendiri yang merugikan pihak lain. Ketiga, kewajiban dari komisaris, direksi dan manajemen kunci untuk mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris jika baik langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau suatu hal yang mempengaruhi perusahaan. 4. Peranan Pemangku Kepentingan dalam Corporate Governance Kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup oleh perundang-undangan atau perjanjian dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang bekesinambungan dari kondisi keuangan perusahaan yang dapat diandalkan. Pertama-tama, hak-hak pemangku kepentingan yang dicakup dalam perundang-undangan atau perjanjian harus dihormati. Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka stakeholders seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut secara efektif atas hak-hak yang dilanggar. Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan harus diperkenankan untuk berkembang. Jika stakeholders berpartisipasi dalam proses corporate governance, maka stakeholder harus memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan berkala. Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan dan serikat karyawan, seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikan kepedulian mereka terhadap praktik ilegal atau tidak etis kepada dewan, dan tindakan tersebut seharusnya tidak merpengaruhi hak-hak mereka. Terakhir, kerangka corporate governance harus dilengkapi dengan kerangka insolvency yang efisien dan efektif serta penegakan hukum yang efektif atas hak-hak kreditur. 5. Keterbukaan dan Transparansi Kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Keterbukaan yang dimaksud harus meliputi, namun tidak terbatas pada informasi material atas: keuangan dan hasil operasi perusahaan, tujuan perusahaan, kepemilikan saham mayoritas dan hak suara, transaksi dengan pihak terkait, faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan, hal-hal penting berkaitan dengan karyawan dan para stakeholder lainnya, dan struktur dan kebijakan tata kelola khususnya berkaitan dengan isi dari pedoman atau kebijakan tata kelola perusahaan dan penerapannya. Selain itu informasi harus disajikan dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi dan keterbukaan keuangan dan non-keuangan. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor yang independen, kompeten dan memenuhi kualifikasi, dalam rangka menyediakan jaminan/kepastian eksternal dan objektif kepada pengurus dan pemegang saham bahwa laporan keuangan perusahaan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan melaksanakan tugasnya terhadap perusahaan dengan menjaga/secara profesional selama melakukan audit. Sementara itu media penyebaran informasi harus memberikan akses informasi yang relevan bagi pengguna secara sama, tepat waktu dan biaya yang efisien. Selanjutnya kerangka corporate governance harus mengarah dan mendorong terciptanya ketentuan mengenai analisa atau saran dari analis, pedagang perantara efek, pemeringkat dan pihak lainnya yang relevan dengan keputusan investor, tidak mengandung benturan kepentingan yang material yang mungkin mempengaruhi integritas analisa atau saran yang diberikan. 6. Tanggung Jawab Dewan Kerangka kerja corporate governance harus memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. 1) Anggota dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan itikad yang baik, berdasarkan due diligence dan kehati-hatian, serta demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham. 2) Apabila keputusan dewan dapat mempengaruhi suatu kelompok pemegang saham secara berbeda dengan kelompok pemegang saham lain, maka dewan harus memperlakukan seluruh pemegang saham secara adil. 3) Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi dan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan. 4) Fungsi-fungsi utama harus dimiliki oleh suatu dewan. 5) Dewan harus dapat melaksanakan penilaian yang obyektif dan independen dalam melakukan pengurusan perusahaan. 6) Dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya, anggota dewan komisaris harus memiliki akses terhadap infomasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.
E. Manfaat Tata Kelola bagi Korporat dan Lingkungan
1. Meningkatkan kualitas kerja para karyawan Dengan adanya good corporate governance, maka kondisi lingkungan pekerjaan akan menjadi lebih baik. Bertambah baiknya lingkungan dan suasana dari lingkungan pekerjaan, maka karyawan akan merasa lebih dihargai dalam pekerjaannya. Hal ini akan bermanfaat pada lebih baiknya dan meningkatnya kualitas kerja yang dilakukan oleh para karyawan. Karyawan bisa merasa nyaman dan senang dalam bekerja di perusahaan yang menerapkan good corporate governance tersebut. 2. Meningkatkan keterikatan kerja para karyawan Kualitas pekerjaan dari para karyawannya bertambah dan juga kondisi dari lingkungan pekerjaan yang membuat nyaman, maka karyawan pun akan memiliki keterikatan kerja yang baik dengan perusahaannya. Hal ini akan berdampak pada perusahaan yang tidak perlu repot dalam mengevaluasi hasil kerja dari para karyawannya. Karena dengan meningkatnya keterikatan kerja dari para karyawan, maka hasil pekerjaan pun akan menjadi lebih baik dan juga lebih fokus. 3. Meningkatkan kinerja perusahaan Manfaat GCG yang berdampak pada kualitas pekerjaan pada karyawan, maka hal ini akan berdampak langsung pada kinerja keseluruhan dari perusahaan tersebut. Good corporate governance dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan dari karyawan, dan juga akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja keseluruhan dari perusahaan itu sendiri. 4. Neraca perusahaan yang lebih baik Dengan meningkatnya kondisi kualitas pekerjaan dari karyawan dan juga meningkatnya kinerja dari perusahaan secara keseluruhan, maka hal ini juga akan berdampak pada kondisi neraca keuangan dari perusahaan yang akan menjadi lebih baik dan mengarah kearah yang positif. Itu artinya, kemungkinan perusahaan merugi resikonya akn menjadi lebih kecil, dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan good corporate governance. 5. Penggunaan sumber daya yang lebih efektif Selain itu manfaat GCG bagi perusahaan yang diterapkan , pengelolaan dan penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efektif. Perusahaan hanya akan menaruh karyawan yang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tidak terjadi tumpang tindih tugas yang menagkibatkan kekacauan pada tubuh perusahaan tersebut. 6. Dapat mencegah munculnya KKN KKN atau yang sering kita kenal dengan istilah korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan salah satu faktor penghambat dari kemajuan suatu perusahaan. Dengan adanya KKN pada suatu perusahaan dapat menyebabkan : Perusahaan menjadi rugi Penempatan sumber daya yang tidak pas dan tidak efektif Bangkrut Terjerat kasus hukum Dengan menerapkan prinsip dan konsep dari good corporate governance ini, maka KKN yang sering terjadi pada perusahaan dapat dikrangi dan ditekan jumlahnya. 7. Suasana lingkungan bekerja yang lebih baik Manfaat good corporate governance juga berguna untuk meningkatkan lingkungan bekerja menjadi lebih baik. Setiap karyawan akan merasa dihargai dan membuat mereka akan merasa betah. Dengan begitu, penerapan good corporate governance akan menyebabkan lingkungan pekerjaan darikaryawan menjadi lebih baik. 8. Mencegah terjadinya turnover pada karyawan Turnover merupakan istilah lain untuk pindah kerja pada karyawan. Sering sekali kita mendengan ada istilah karyawan yang tidak betah, baru 1 – 2 tahun bekerja sudah ingin berhenti dan pindah dari pekerjaannya. Tentu saja hal ini dapat merugikan pihak perusahaan. Namun demikian, dengan penerapan konsep good corporate governance, intensi karyawan dalam melakukan turnover ini dapat ditekan dan diminamilisir. Hal ini karena good corporate governance dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan membuat karyawan menjadi lebih betah berapa dalam perusahaan tersebut. 9. Melindungi hak para pemegang saham Manfaat GCG bagi perusahaan dalam konsep ini dapat melindungi hak dan kepentingan dari para pemegang saham perusahaan. Dengan adanya good corporate governance, maka kepentingan dan juga hak dari pemegang saham untuk menjalankan tugasnya menjadi lebih optimal, sehingga para pemegang saham dapat menciptakan kebijakaan – kebijakan yang nantinya akan bermanfaat bagi perusahaan dan karyawannya. 10. Meningkatkan nilai perusahaan dan menarik investor Suatu perusahaan yang menerapkan good corporate governance dengan bak dan optimal akan memiliki suasana dan kualitas pekerjaan yang baik. Selain itu good corporate governance juga dapat berpengaruh pada kondisi neraca keuangan perusahaan. Hal ini akan menjadi nilai tambah dari suatu perusahaan di mata para investor. Para investor akan lebih tertarik untuk menanamkan saham pada perusahaan yang memiliki kualitas dan suasana bekerja yang baik serta neraca keuangan yang positif. 11. Hubungan antar perangkat perusahaan yang lebih baik Biasanya beberapa karyawan terutama bawahan seringkali merasa takut apabila berhadapan dengan atasannya. Namun, dengan penerapan good corporate governance secara tepat, hal ini tidak akan tejadi. Hubungan antara perangkat perusahaan, baik horizontal maupun vertical akan menjadi lebih harmonis.
F. Overview Regulasi dan Pedoman Tata Kelola di Indonesia
Krisis Asia menjadi momentum penting yang mendorong urgensi reformasi tata kelola perusahaan di Asia, dan juga di Indonesia. Krisi yang melanda Asia tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk bersungguh-sungguh menyelesaikan masalah tata kelola perusahaan di Indonesia. Untuk itu, dibentuklah Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) pada tahun 1999 untuk merekomendasikan prinsip- prinsip GCG nasional. Pada tahun 2004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan pertimbangan untuk memperluas cakupan ke tata kelola sektor publik (public governance). KNKG telah menerbitkan Pedoman Nasional Good Corporate Governance (Pedoman Nasional GCG) pertama kali ada tahun 1999, yang kemudian di revisi pada tahun 2001 dan 2006. Selanjutnya, untuk mendukung upaya reformasi yang dilakukan pemerintah, bermunculan berbagai inisiatif yang digagas oleh berbagai kalangan yang menaruh kepedulian untuk membangun kembali Indonesia setelah krisis. Organisasi tersebut antara lain, Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI dan Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI). Peraturan Perundang-perundangan di Indonesia tentang perseroan yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tata kelola perseroan pada umumnya: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi, dan lain-lain. UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan merupakan pengganti dari UU Nomor 1 Tahun 1995, oleh karena itu UU Nomor 40 Tahun 2007 lebih lengkap, lebih maju, lebih praktis, lebih memahami kepentingan-kepentingan ekonomi makro dan mikro dibandingkan dengan UU Nomor Tahun 1995. Revisi UU PT ini mencerminkan bahwa masalah tata kelola perusahaan di Indonesia telah dimodifikasi sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang penting tentang perusahaan di Indonesia. Pada tahun 2011 terbentuk lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). UU tersebut menggabungkan dua badan pengatur jasa keuangan di Indonesia, yaitu otoritas pasar modal dan industri keuangan non-bank (Bapepam-LK) dan otoritas perbankan (Bank Indonesia), menjadi satu institusi terpadu. Dengan semakin kompleksnya risiko yang dihadapi bank, maka semakin meningkat pula kebutuhan praktik good corporate governance oleh perbankan. Dalam rangka meningkatkan kinerja Bank, melindungi kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan, diperlukan pelaksanaan good corporate governance. Peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate governance merupakan salah satu upaya untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Maka Bank Indonesia pada tahun 2006 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Sehubungan dengan adanya pembaharuan hokum di bidang perseroan terbatas dan badan usaha milik negara, serta memperhatikan perkembangan dunia usaha yang semakin dinamis dan kompetitif, maka untuk lebih meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik, dilakukan penyesuaian terhadap Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha Milik Negara. Berbagai inisiatif lainnya di bidang tata kelola perusahaan yang bertujuan untuk memberikan insentif atau penghargaan kepada perusahaan-perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pun telah terbangun. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Annual Report Award (ARA), merupakan hasil kerja sama 7 institusi yang meliputi, OJK, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian BUMN, Bank Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance, Bursa Efek Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia, serta dikoordinasikan oleh OJK. 2. Capital Market Awards, diadakan oleh Bursa Efek Indonesia mulai taun 2006 3. IICD Corporate Governance Award, Penghargaan ini diadakan oleh IICD pertama kali pada tahun 2009 dan instrument penilaiannya adalah CG Scorecard yang juga digunakan oleh Institute of Directors lainnya di beberapa negara ASEAN. Sejak tahun 2012 instrumen penilaian yang digunakan adalah ASEAN CG Scorecard. 4. IICG Award-Most Trusted Award, IICG meluncurkan penghargaan ini pada tahun 2001. Penghargaan ini focus pada perusahaan terbuka, BUMN dan Swasta, serta berdasarkan Corporate Governance Perception Index (CGPI) versi IICG.
G. Instrumen Penilaian dan Bukti Empiris terhadap Praktek Tata kelola di
Indonesia dan ASEAN 1. Penilaian tata kelola korporat Indonesia oleh Bank Dunia Ada 3 penilaian utama terhadap tata kelola perusahaan di Indonesia yang dilakukan oleh lembaga internasional, yaitu sebagai berikut: a. Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC) The World Bank dan International Monetary Fund (IMF) bekerja sama dalam melakukan penilaian atas penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang disusun oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). b. Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) CLSA merupakan asosiasi broker dan grup investasi bersama-sama dengan The Asian Corporate Governance Association (ACGA) secara periodik (2 tahun sekali) menerbitkan Corporate Governance Watch yang merupakan survey atas praktik tata kelola di Asia-Pasifik. Dalam CG Watch tahun 2012, Indonesia mendapatkan nilai yang cukup baik dalam aspek akuntansi dan auditing, namun masih memerlukan perbaikan dalam aspek lainnya. Dari dua belas negara yang dinilai, Indonesia menempati urutan terbawah. c. ASEAN CG Scorecard ASEAN Corporate Governance Scorecard diperkenalkan sebagai suatu alat untuk memeringkat kinerja tata kelola perusahaan public dan terbuka di ASEAN. Inisiatif ASEAN CG Scorecard berasal dari ASEAN Capital Market Forum (ACMF), yang merupakan kumpulan regulator pasar modal dari negara- negara anggota ASEAN. Scorecard ini dikembangkan pada tahun 2011 dan bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas dari implementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan. Indonesia bersama-sama dengan 5 negara anggota ACMF lainnya (Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand dan Vietnam) adalah negara-negara yang mengembangkan scorecard tersebut dan menggunakannya untuk menilai praktik CG perusahaan. Menurut penilaian Bank Dunia, pencapaian yang telah diraih Indonesia adalah bahwa Bapepam-LK secara aktif terus mendorong penerapan berbagai peraturan untuk memberi perlindungan yang lebih baik bagi investor. Pedoman Good Corporate Governance (GCG) pertama kali diadopsi pada tahun 1999, kemudian diamandemen pada tahun 2006. Pada tahun 2006 itu, Bank Indonesia telah mengeluarkan aturan tata kelola untuk bank. Kemudian pada tahun 2007 mulai diberlakukannya UU PT yang menyebutkan secara spesifik tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan dewan direktur. Tahun 2012 Kementerian Badan Usaha Milik Negara juga melakukan reformasi tata kelola perusahaan yang signifikan dengan mengeluarkan aturan untuk penerapan Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pencapaian lainnya UU PT memperluas hak- hak pemegang saham sampai pada masalah ganti rugi privat. Pemerintah juga telah menyatakan niat untuk mengadopsi standar akuntansi dan audit internasional. Pencapain lainya juga yaitu perusahaan telah menghasilkan laporan yang relatif tepat waktu dan lengkap. Adapun beberapa hal yang belum dicapai penerapan tata kelola yang baik pada perusahaan di Indonesia pada penilaian Bank Dunia, yaitu pada UU PT tentang dewan komisaris, masih belum dijelaskan fungsi penting yang disyaratkan oleh OEDC CG Prinsiples, antara lain dalam proses pemilihan Dewan Komisaris dan Direksi. Dewan komisaris memiliki anggota yang belum berfungsi, sebagian disebabkan karena komisaris dianggap tidak memiliki keterampilan teknis yang memadai. Pemegang saham minoritas hanya memiliki sedikit pengaruh pada proses pemilihan anggota dewan komisaris. Pada proses pemilihan auditor eksternal di Indonesia belum diatur dengan jelas, auditor eksternal tidak memiliki kewajiban yang jelas kepada pemegang saham atau perusahaan. Kurangnya pengungkapan kepemilikan ultimat akhir dan control. Pemegang saham memiliki hak yang terbatas untuk mengakses informasi mengenai perusahaan dan banyak perusahaan hanya menyajikan sedikit atau sama sekali tidak ada informasi yang relevan di situs Web mereka. Sementara itu laporan tata kelola perusahaan yang diwajibkan cenderung memiliki konten yang terbatas. Hal lainnya yang belum dicapai yaitu hak-hak pemegang saham dihormati, namun pemegang saham memiliki hak yang lemah untuk mengusulkan agenda aatau mengajukan pertanyaan dalam RUPS. Beberapa ketentuan mengenai CG telah diadopsi ke dalam peraturan namun pengungkapan CG masih bersifat sukarela, perusahaan tidak diminta untuk menjelaskan atas menyatakan bahwa perusahaan telah memenuhi kode CG. Hal ini menyebabkan kurangnya kesadaran dan kepatuhan perusahaan terhadap aturan tersebut. Ada beberapa hal yang direkomendasikan Bank Dunia setelah melihat hasil penilaian, yaitu: a. Regulasi yang lebih baik mengenai pengungkapan kepemilikan saham dan pengungkapan non keuangan lainnya. b. Mewajibkan hak-hak kunci pemegang saham dimasukkan ke dalam peraturan perusahaan. c. Membuat komisaris independen dan komite audit menjadi lebih efektif. d. Mengamandemen hukum perusahaan agar semakin melindungi pemegang saham. e. Memasukkan dan memperluas kekuasaan anggota dewan, dalam hukum perusahaan. f. Mensyaratkan perusahaan untuk mengungkapkan kepatuhan mereka. g. Memberikan suara lebih besar bagi pemegang saham minoritas pada proses pemilihan dewan. h. Peningkatan kemampuan Bapepam-LK untuk mengawasi pengungkapan perusahaan dan bidang utama lainnya. i. Mendorong pelatihan untuk dewan. 2. Penilaian berdasarkan ASEAN CG Scorecard dari ASEAN Capital Market Forum Inisiatif tata kelola perusahaan ASEAN adalah salah satu dari beberapa inisiatif integrase pasar modal regional dari ASEAN Capital Market Forum (ACMF). Enam negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam setuju untuk berpartisipasi dalam inisiatif ini. Selanjutnya enam ahli tata kelola dari tiap negara terlibat untuk mengembangkan ASEAN CG Scorecard atas dasar pengalaman nasional mereka, memvalidasinya terhadap praktik-praktik terbaik pada dunia internasional dan akhirnya menerapkannya dengan menilai perusahaan public di negara masing-masing. ASEAN CG Scorecard bertujuan untuk meningkatkan standar-standar dan praktik-praktik tata kelola korporasi dari perusahaan-perusahaan terbuka di ASEAN. Tujuan lainnya yaitu untuk menunjukkan perusahaan-perusahaan publik di ASEAN yang memiliki tata kelola korporasi yang baik dan menunjukkan kepada investor global bahwa perusahaan-perusahaan ASEAN adalah tempat yang menarik untuk berinvestasi. Tujuan berikutnya yaitu untuk melengkapi inisiatif-inisiatif Forum Pasar Modal ASEAN (ACMF) lainnya dan mempromosikan ASEAN sebagai suatu kelompok aset berkelas. Pada tahun 2012, rata-rata nilai tata kelola perusahaan adalah 43,4 dengan nilai maksimum sebesar 75,4 dan nilai minimum adalah 20,8. Pada tahun 2013, rata-rata nilai mengalami peningkatan menjadi 54,6 dengan nilai maksimum 82,3 dan nilai minimum 31,4. Nilai rata-rata ini tergolong relatif rendah, menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan terbuka di Indonesia belum mempraktikkan prinsip- prinsip tata kelola perusahaan yang berbasis internasional, namun terjadi perbaikan yang signifikan selama setahun terakhir. Peningkatan rata-rata skor pada tahun 2013 terjadi karena pada akhir tahun 2012, Bapepam-LK mengeluarkan sejumlah aturan yang mengadopsi sebagian item-item yang ada di ASEAN CG Scorecard. Selain itu, sosialisasi yang terus dilakukan IICD melalui serangkaian lokakarya juga meningkatkan kesadaran perusahaan untuk memperbaiki praktik CG mereka. H. Kasus: Implementasi GCG dan Kode Etik dan Perilaku di PT Bank Mandiri Tbk 1. Latar Belakang Implementasi prinsip GCG tidak terlepas dengan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Di era globalisasi tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good governance sendiri dapat diartikan sebagai terlaksananya tata ekonomi, politik dan sosial yang baik. Jika kondisi good governance dapat dicapai maka negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state) akan terwujud, semaraknya masyarakat sipil (vibrant civil society) dan kehidupan bisnis yang bertanggung jawab. Kebutuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG dirasakan sangat kuat dalam industri perbankan. Situasi eksternal dan internal perbankan semakin kompleks dan risiko kegiatan usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang sehat di bidang perbankan. Pelaksanaan GCG sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Tata kelola perusahaan (corporate governance) yang buruk dapat menyebabkan terjadinya fraud (kecurangan) sebagaimana yang terjadi pada beberapa bank di Indonesia. Dalam beberapa kasus, fraud menyebabkan kerugian pada bank yang jumlahnya cukup besar sehingga bank tersebut dapat ditutup atau dilikuidasi, diantaranya adalah bank Asiatic dan bank Dagang Bali yang dilikuidasi pada tahun 2005. Penutupan atau likuidasi akibat fraud tersebut sangat merugikan stakeholders antara lain pemerintah dan investor. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai prinsip-prinsip dan praktik GCG pada sektor perbankan, dan perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap praktik corporate governance pada lembaga perbankan. Dan sejauh mana efektivitas praktik corporate governance dalam menekan jumlah fraud pada sektor perbankan. 2. Pembahasan Implementasi Good Corporate Governance Komisaris dan Direksi Bank Mandiri berkomitmen untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat di Indonesia dan mentransformasi Bank Mandiri menjadi bank publik terkemuka (Blue Chip Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank). Manajemen berkeyakinan bahwa penerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu prasyarat mutlak dalam proses transformasi ini. Penerapan prinsip secara baik akan meningkatkan kepercayaan investor dan merupakan nilai tambah bagi para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya dengan: 1) Meningkatnya kesungguhan manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, kewajaran dan kehati-hatian dalam pengelolaan Bank. 2) Meningkatnya kinerja Bank, efisiensi dan pelayanan kepada stakeholders. 3) Mempermudah perolehan dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan shareholder’s values. 4) Meningkatnya minat dan kepercayaan investor. 5) Terlindunginya Bank dari intervensi eksternal dan tuntutan hukum. 6) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pembentukan Komite Good Corporate Governace Bank Mandiri telah menyadari pentingnya penerapan GCG sebelum dikeluarkannya PBI No.8/4/PBI/2006. Hal ini terbukti dengan telah dibentuknya Komite Good Corporate Governance di level Komisaris pada tanggal 18 Juli 2005. Pembentukan Komite GCG di level Komisaris sejalan dengan tugas Komisaris dalam melakukan pengawasan atas jalannya pengurusan perseroan oleh Direksi termasuk memantau efektivitas implementasi GCG beserta praktek - praktek terbaik. Sosialisasi Good Corporate Governace Sosialisasi prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG serta kebijakan terkait lainnya, seperti corporate values dan corporate behaviours dilaksanakan kepada seluruh jajaran Bank Mandiri melalui berbagai cara, antara lain sosialisasi secara langsung melalui Forum Sosialisasi di Kantor Pusat, kunjungan ke wilayah-wilayah, dalam training/workshop, focus group, maupun sosialisasi melalui media, seperti buletin internal Bank Mandiri, intranet Bank Mandiri yang dapat diakses oleh seluruh pegawai Bank Mandiri, dan melalui Knowledge-Based Management System (KMS). Dalam sosialisasi kepada Unit Kerja Kantor Pusat dan Wilayah, seluruh anggota Komite GCG terlibat secara langsung dalam menyiapkan dan menyampaikan materi sosialisasi. Tujuan sosialisasi adalah agar seluruh jajaran Bank dapat memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG dalam menjalankan tugas. Selain sosialisasi kepada pihak internal, sosialisasi dilakukan pula kepada pemangku kepentingan lainnya, antara lain melalui forum-forum Corporate Governance seperti Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), diskusi rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan BUMN dan seminar GCG berskala nasional maupun internasional. Disamping itu, sosialisasi dilakukan juga melalui pemuatan materi GCG dalam Laporan Tahunan Bank Mandiri, situs Bank Mandiri, forum investor, dan media komunikasi lainnya sehingga diharapkan pelaksanaan GCG di Bank Mandiri dapat mudah diketahui oleh seluruh pemangku kepentingan. Prinsip-prinsip GCG di Bank Mandiri 1) Keterbukaan Bank mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta dapat diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. Informasi tersebut meliputi visi, misi, sasaran usaha, strategi Bank, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko, sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan implementasi GCG serta informasi dan fakta material yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal. Prinsip keterbukaan itu tetap memperhatikan ketentuan rahasia bank, rahasia jabatan dan hak-hak pribadi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada stakeholders yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut. Bank Mandiri menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, serta mengumumkan kepada publik mengenai terjadinya suatu peristiwa, informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi harga atau nilai efek atau keputusan investasi pemodal secara tepat waktu dan obyektif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Akuntabilitas Bank menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ Bank yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi Bank dan menetapkan kompetensi kepada organ tersebut sesuai tanggung jawab masing - masing. Dalam pengelolaannya, Bank menetapkan check and balance system. Bank juga memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran berdasarkan ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki reward and punishment system. Bank meyakini bahwa semua organ organisasi Bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam implementasi GGC. 3) Tanggung Jawab Bank berpegang pada prinsip kehati - hatian (prudential banking practices) dan menjamin kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Bank sebagai good corporate citizen peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial secara wajar. 4) Independensi Bank menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholders manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta terbebas dari benturan kepentingan (conflict of interest). Bank mengambil keputusan secara obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun. 5) Kewajaran Bank memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment). Bank memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan. Dalam rangka menerapkan prinsip kewajaran (Fairness) Bank Mandiri memperhatikan hak-hak dan perlakuan yang sama terhadap semua pemegang saham sesuai dengan klasifikasi. Sebagai perusahaan publik, Bank memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas, yang antara lain diwujudkan dalam: Memberikan hak kepada pemegang saham yang mewakili sekurangkurangnya 1/10 bagian dari jumlah saham dengan hak suara yang sah yang telah dikeluarkan oleh Perseroan untuk mengajukan usulan. Jika terdapat transaksi benturan kepentingan sesuai dengan Peraturan Bapepam No. KEP-32/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan No. IX.E.1 Tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, maka harus disetujui oleh para Pemegang Saham Independen atau wakil mereka yang diberi wewenang untuk itu dalam RUPS. Apabila terdapat transaksi material sesuai dengan Peraturan Bapepam No. KEP-02/ PM/2001 tentang Perubahan Peraturan No. IX.E.2 Tentang Transaksi Material, maka harus disetujui terlebih dahulu oleh RUPS. Kode Etik dan Perilaku di Bank Mandiri Manajemen Bank Mandiri bertekad untuk menerapkan nilai-nilai kebersamaan sebagai berikut: 1) Trust/Kepercayaan: Membangun keyakinan dan sangka baik di antara stakeholders dalam hubungan yang tulus dan terbuka berdasarkan kehandalan. 2) Integrity/Integritas: Setiap saat berpikir, berkata dan berperilaku terpuji, menjaga martabat serta menjunjung tinggi kode etik profesi. 3) Professionalism/Profesionalisme: Berkomitmen untuk bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab. 4) Customer focus/Fokus pada pelanggan: Senantiasa menjadikan pelanggan sebagai mitra utama yang saling menguntungkan untuk tumbuh secara berkesinambungan. Fokus pada pelanggan merupakan salah satu nilai utama yang melandasi sikap insan Bank Mandiri untuk senantiasa membina hubungan baik dengan pelanggan serta langgeng dan berkesinambungan. Pelanggan eksternal maupun internal Bank Mandiri merupakan mitra yang akan kita dukung untuk terus maju dan tumbuh secara konsisten dari waktu ke waktu. Untuk itu fokus pada pelanggan kita wujudkan dalam perilaku yang inovatif, proaktif dan cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan serta mengutamakan kepentingan dan kepuasan pelanggan. 5) Excellence/Kesempurnaaan: Mengembangkan dan melakukan perbaikan di segala bidang untuk mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil terbaik secara terus menerus. Dalam menjalankan kegiatan usaha, Bank Mandiri menghadapi berbagai risiko usaha dan untuk mengurangi risiko usaha tersebut Bank Mandiri menerapkan prinsip kehati-hatian, salah satunya melalui penerapan prinsip Know Your Customer/Anti Money Laundering (KYC/AML). Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan prinsip KYC/AML merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan prosedur Bank secara keseluruhan dengan memasukkan unsur-unsur yang meliputi pengawasan oleh pengurus Bank, pendelegasian wewenang, pemisahan tugas dan tanggung jawab, sistem pengawasan intern dan pelatihan karyawan. Secara berkesinambungan Bank Mandiri terus melakukan penyempurnaan terhadap Customer Information Files (CIF) untuk meningkatkan keakurasian dan kelengkapan data nasabah agar sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan standar internasional. Selain itu juga Bank Mandiri saat ini telah mengembangkan dan memiliki sistem informasi yang memadai untuk dapat mengidentifikasi, menganalisis, memantau dan menyediakan laporan mengenai transaksi pencucian uang yang dilakukan oleh nasabah kepada pihak otoritas. Secara umum, penerapan prinsip KYC/AML di Bank Mandiri saat ini mendapat penilaian dari pihak otoritas dengan peringkat cukup baik dan sistem informasi manajemen dikategorikan baik. Bank Mandiri adalah bank yang memiliki budaya kerja yang sangat baik, semakin lama Bank Mandiri selalu menunjukkan komitmen yang semakin baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan pada tahun 2007 PT Bank Mandiri dinobatkan sebagai bank nasional paling efisien dari 130 bank yang beroperasi di Indonesia dalam Banking Efficiency Award 2007versi Harian Bisnis Indonesia. Pencapaian itu tidak lepas dari suatu kinerja dan budaya kerja yang sangat baik yang dimiliki oleh Bank Mandiri. 3. Kesimpulan Penerapan prinsip good corporate governance secara komprehensif menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat profitabilitas perseroan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Bank terbesar di Indonesia dari sisi aset ini memperkuat penerapan prinsip good corporate governance (GCG) dalam setiap bisnis proses hingga mendapat pengakuan dari jurnal Corporate Governance Asian CGA (Annual Recognition Award )2013 sebagai Ikon penerapan GCG terbaik di Indonesia. Penghargaan The Best of Asia ini merupakan yang kelima kalinya disematkan kepada Bank Mandiri secara berturut-turut. Hal ini tidak mustahil terjadi pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk karena bank telah mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG, kode etik dan perilaku secara efektif dan efisien serta sebagai dasar kegiatan operasional yang sehat dan aman. Bank Mandiri berusaha menciptakan iklim usaha yang bersih dan sehat dengan berusaha menekan perilaku fraud dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tiap level bisnis.