Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uremia adalah sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan, elektrolit, hormon dan kelainan metabolik, yang berkembang secara paralel
dengan penurunan fungsi ginjal. Uremia lebih sering berkembang dengan penyakit
ginjal kronik, terutama tahap akhir penyakit ginjal kronik, tapi juga bisa terjadi dengan
gagal ginjal akut jika hilangnya fungsi ginjal dengan cepat. Disebut uremia bila kadar
ureum di dalam darah di atas 50 mg/dl (Alper, 2015). Keadaan uremia sendiri
menimbulkan sindroma klinis yang sangat bervariasi yaitu berupa manifestasi gejala
neurologi, gastrointestinal, paru, kardiovaskular, hematologi dan lain-lain. Manifestasi
gejala neurologi seperti ensefalopati, neuropati, saraf perifer, autonom,
dan miopati.
Manifestasi gejala gastrointestinal seperti dispepsia, ulkus peptikum dan
lainlain. Manifestasi gejala hematologi seperti mikroangiopati, anemia hemolitik,
trombositopenia (Parmar, 2015). Sindroma klinis ini juga sangat tergantung dari
tingkat uremia, usia penderita, keadaan nutrisi (gizi). Untuk tingkat uremia secara
umum makin tinggi kadar ureum akan makin berat klinisnya, akan tetapi sering
dijumpai dimana dengan kadar yang sudah sangat tinggi tetapi klinisnya tidak begitu
berat dan sebaliknya dengan peningkatan kadar ureum yang ringan saja bisa berakibat
klinis yang sudah sangat berat. Hal ini disebabkan adanya perbedaan besarnya
penurunan fungsi ginjal pada setiap pasien gagal ginjal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan syndrome uremik ?


2. Apakah etiologi dari syndrome uremik ?
3. Bagaimana patofisiologi syndrome uremik ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari syndrome uremik ?
5. Bagaimana komplikasi syndrome uremik ?
6. Bagaimana pemeriksaan syndrome uremik ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien syndrome uremik ?

1
1.3 Tujuan
Di harapkan setelah membaca makalah ini pembaca mampu mengetahui :
a. Definisi penyakit syndrome uremik
b. Etiologi penyakit syndrome uremik
c. Patofisiologi syndrome uremik
d. Manifestasi syndrome uremik
e. Komplikasi syndrome uremik
f. Pemeriksaan Diagnostik syndrome uremik
g. Asuhan keperawatan pada pasien syndrome uremik

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Uremia adalah sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan, elektrolit, hormon dan kelainan metabolik, yang berkembang secara paralel
dengan penurunan fungsi ginjal. Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease) lebih
sering berkembang menjadi uremia terutama stadium lanjut CKD, tetapi juga dapat
terjadi dengan gagal ginjal akut (AKI) jika hilangnya fungsi ginjal dengan cepat. Belum
ada uremik toksik tunggal yang telah di identifikasi menyumbang semua manifestasi
klinis uremia.
Racun, seperti hormon paratiroid (PTH), beta2 mikroglobulin, poliamina,
produk glikosilasi akhir mutakhir, dan molekul menengah lainnya, diperkirakan
berkontribusi terhadap sindrom klinis (Alper, 2015). Disebut Uremia bila kadar ureum
didalam darah di atas 50 mg/dl. Uremia adalah sindrom penyimpangan biokimia yang
ditandai oleh azotemia, asidosis, hiperkalemia, pengendalian volume cairan yang
buruk, hipokalsemia, anemia dan hipertensi. Uremia adalah sindrom klinis dengan
penurunan LFG < 10-15 ml/menit (L, Tao & K, Kendall, 2014).

2.2 ETIOLOGI
Pada penyakit ginjal kronis terjadi kerusakan regional glomerulus dan
penurunan LFG terhadap pengaturan cairan tubuh, keseimbangan asam basa,
keseimbangan elektrolit, sistem hematopoesis dan hemodinamik, fungsi ekskresi dan
fungsi metabolik endokrin. Sehingga menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis
secara bersamaan, yang disebut sebagai sindrom uremia (Suwitra, 2006). Penyebab
dari uremia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prerenal, renal, dan post renal. Uremia
prerenal disebabkan oleh gagalnya mekanisme sebelum filtrasi glomerulus. Mekanisme
tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal (syok, dehidrasi, dan kehilangan
darah) dan peningkatan katabolisme protein.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/chronic renal failure
atau juga pada kejadian gagal ginjal akut/acute renal failure apabila fungsi ginjal
menurun dengan cepat) yang dapat menyebabkan gangguan ekskresi urea sehingga urea
akan tertahan di dalam darah, hal ini akan menyebabkan intoksikasi oleh urea dalam
konsentrasi tinggi yang disebut dengan uremia. Sedangkan uremia postrenal terjadi

3
oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter (vesica urinaria atau urethra) yang
dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut dapat berupa batu/kristaluria,
tumor, serta peradangan (Ridwan, 2011).

2.3 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
β(TFG-β). Beberapa hal yan juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabiltas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti,
anemia, peningkatan tekanan darah gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
saluran pernafasan, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan

4
air seperti hipo atau hipervolemia. Gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium.

5
2.4 MANIFESTASI KLINIS

A. Biokimia :

 Asidosis Metabolic ( HCO3- serum 18 -20mEq/L)


 Azotemia ( penurunan GFR, menyebabkan peningkatan BUN,kreatinin)
 Hiperkalemia
 Retensi atau pembuangan natrium
 Hipermagnesemia
 Hiperurisemia

B. Genitourinaria :

 Poliuria, berlanjut menjadi oliguria, lalu anuria


 Nokturia, pembalikan irama diurnal
berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
 Proteinnuria
 Hilangnya libido, aminore, impotensi dan sterilitas

C. Kardiovaskuler :

 Hipertensi
 Retinopati dan ensofalopati hipertensif
 Beban sirkulasi berlebihan
 Edema
 Gagal jantung kongestif
 Perikarditis (friction rub)
 Disritmia

D. Pernafasan :

 Pernapasan kusmaul, dispnea


 Edema paru
 Pneumonitis

6
E. Hematologik :

 Anemia menyebabkan kelelahan


 Hemolisis
 Kecenderungan perdarahan
 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (infeksi saluran kemih, pneumonia,
septikemia)

F. Kulit :

 Pucat, pigmantasi
 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis-
garis merah-biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
 Pruritis
 ”kristal” uremik
 Kulit kering
 Memar

G. Saluran Cerna :

 Anoreksi, mual, muntah, menyebabkan penurunan berat badan


 Napas berbau amoniak
 Rasa kecap logam, mulut kering
 Stomatitis, parotitis
 Gastritis, enteritis
 Perdarahan saluran cerna

H. Metabolisme Intermedier :

 Protein – intoleransi, sintesis abnormal


 Karbohidrat – hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
 Lemak – peningkatan kadar trigliserida
 Mudah lelah

7
I. Neuromuskuler :

 Otot mengecil dan lemah


 Sistem saraf pusat
- penurunan ketajaman mental
- konsentrasi buruk
- apati
- letargi atau gelisah, insomnia
- kekacauan mental
- koma
- otot berkedut, asteriksis, kejang
 Neuropati perifer
- konduksi saraf lambat, sindrom ”restless leg”
- perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
- perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi pareplegia

J. Gangguan kalsium dan rangka :

 Hiperfosfatemia, hipokalsemia
 Hiperparatiroidisme sekunder
 Osteodistrofi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah,
jantung, paru)
 Konjungtivitis (mata merah uremik)

2.5 KOMPLIKASI

1. Anemia

Kapiler peritubular endothelium ginjal menghasilkan hormon eritropoetin yang


diperlukan untuk menstimulasi sumsum tulang dalam mensintesis sel darah merah (sistem
hematopoesis). Keadaan uremia menyebabkan aktivitas pembuatan hormon eritropoetin
tertekan, sehingga menyebabkan gangguan pada sistem hematopoesis yang berakibat pada
penurunan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Hal ini menyebabkan terjadinya
anemia yang memicu terjadinya peningkatan cardiac output, diikuti dengan peningkatan

8
cerebral blood flow, sebagai kompensasi pemenuhan kebutuhan oksigen bagi otak (Haktanir et
al, 2005).

2. Trombositopenia

Kondisi uremia menyebabkan penurunan trombosit yang meningkatkan risiko


perdarahan. Trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan sehingga tidak terjadi agregasi
trombosit. Akibatnya akan timbul perdarahan dari hidung, diare berdarah, atau bisa juga
perdarahan di bawah kulit. Efek samping penggunaan anti hypertensive agents captopril dan
pemberian antikoagulan heparin yang lama melalui reaksi imunologis, juga berperan dalam
terjadinya trombositopenia (Thiagarajan, 2009).

3. Gizi Buruk

Uremia menginduksi perubahan fungsi saluran cerna sehingga menghambat asupan


nutrisi dan menghasilkan status gizi buruk yang akhirnya meningkatkan risiko penyakit jantung
dan infeksi (Himmelfarb et al, 2010).

4. Hiperamonemia

Ureum secara tipikal diangkut dari hati ke ginjal tempat ureum tersebut diekskresikan.
Ginjal yang mengalami kegagalan tidak dapat mengekskresikan ureum dan karena itu enzim
usus urease mengubah ureum tambahan menjadi amonia sehingga terjadi hiperamonemia.

5. Resistensi Insulin

Ketika laju filtrasi glomerulus turun dibawah 50 ml per menit per 1,73 m2 terjadi
resistensi insulin. Aktivitas fisik mengurangi kerja insulin, pada pasien uremia resistensi
insulin dapat berkembang sebagian karena kurang aktivitas (Meyer et al, 2007).

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

A. Urine
1. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) anuria.
2. Warna : Secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah Hb, mioglobulin, forfirin.
3. Berat jenis : < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
4. Osmolalitas : < 350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio
urine/sering 1:1.
5. Kliren kreatinin : mungkin agak menurun

9
6. Natrium : > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
7. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan kerusakan
glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.
8. PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.

B. Darah
1. BUN
Urea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan BUN dapat
merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau gagal ginjal.

2. Kreatinin
Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50
% nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.

3. Elektrolit
Natrium, kalium, calcium dan phosfat.

4. Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit.

C. TKK : kreatinin serum + BUN.


D. LED.
E. Serum kreatinin.
F. Hb : anemia.
G. Elekktrolit darah : Na, K, bikarbonat, kalsium dan posfat.
H. KSD radiologi jantung.
I. Dielografi intravena.
J. Foto polos abdomen + tomogram.
K. Berat jenis urine.
L. Radiologi.
M. USG : renogram.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1) Aktivitas / istirahat

a) Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.


Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen).
b) Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2) Sirkulasi

a) Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.


Palpitasi, nyeri dada (angina).
b) Tanda : Hipertensi, DJJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan disritmia jantung. Nadi lemeh halus, hipotensi ortostatik menunjukkan \
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning. Kecendrungan perdarahan.

3) Integritas Ego

a) Gejala : factor setres, contoh tinansial, hubungan, perasaan tidak berdaya, tidak ada
kekuatan.
b) Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan.

4) Kepribadian Eliminasi

a) Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare,atau konstipasi.
b) Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria,
dapat menjadi anuria.

5) Makanan / Cairan.

a) Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia).
b) Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan turgor kulit, edema, ulserasi gusi,
perdarahan gusi / lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan
tidak bertenaga.

6) Neurosensori

a) Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang sindrom “kaki gelisah” kebas
rasa terbakar pada telapak kaki.
b) Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis,kuku rapuh dan tipis.

11
7) Nyeri / kenyamanan

a) Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaku (memburuk saat malam hari).
b) Tanda : Perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah.

8) Pernafasan

a) Gejala : nafas pendek, dyspepsia nocturnal paroksismal, batuk dengan tanpa sputum
kental dan banyak.
b) Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalam (pernafasan kusmaul), batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).

9) Keamanan

a) Gejala : kulit gatal, ada / berulangnya infeksi.


b) Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara actual terjadi
penigkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
(efek GGK / depresi respon imun), ptekie, area ekimosis pada kulit.

10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.

11) Interaksi social


Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
memepertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

12) Penyuluhan / pembelajaran


Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyalit polikistik,
nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin,
contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini /
berulang.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Ansietas b.d. status kesehatan dan traksi

Tujuan
- Klien tampil santai, dapat beristirahat atau tidur cukup
- Klien melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat
diatasi.

Intervensi 1 : Identifikasi tingkat rasa takut


Rasional : Rasa takut yang berlebihan atau terus-menerus akan mengakibatkan reaksi sters
yang berlebihan.

12
Intervensi 2 : Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.
Rasional : Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik membantu pasien untuk menghadapinya
secara realistis.

Intervensi 3 : Berikan petunjuk atau penjelasan yang sederhana pada pasien yang
tenang.
Rasional : Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui
kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit.

Intervensi 4 : Kontrol stimuli eksternal.


Rasional : Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas
1) Berikan informasi tentang traksi (tujuan,lama,tindakan yang ijinkan slm traksi.
2) Informasikan stiap kali melakukan tindakan.
3) Anjurkan kelg untuk sering bertemu klien.

B. Nyeri dan ketidaknyamanan b.d. traksi dan immobilisasi

Tujuan
- Klien mengatakan nyeri hilang
- Klien menunjukan tindakan santai : Mampu berpartisifasi dalam aktivitas atau tidur atau
istirahat dengan tepat.

Intevensi 1 : Evaluasi keluhan nyeri atau ketiknyamanan, perhatikan lokasi dan


karakterristik, termasuk intensitas ( skala 0 – 10 ). Perhatikan petunjuk
nyeri non verbal ( perubahan pada tanda vital dan emosi atau perilaku ).

Rasional : Mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas


dapat mempengaruhi persepsi atau terhadap nyeri.

13
Intervensi 2 : Dorong klien menggunakan teknik manajemen stres, contoh relaklasi
progresif, latihan nafas dalam, imaji asai visualisasi.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin
menetap untuk periode lebih lama.

Intervensi 3 : Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.

Intervensi 4 : Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau dalam,
lokasi progresif atau buruk tidak hilang dengan analgesik.
Rasional : Dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh infeksi, iskemia jaringan,
sindrom kompartemen.
1) Kaji tiap adanya keluhan pada klien
2) Berikan kasur padat
3) Ubah posisi klien dalam batas traksi
4) Jaga agar linen tidak terlipat

C. Kurang perawatan diri : makan,higyene,toileting b.d. traksi


Tujuan
- Klien menunjukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan pribadi

Intervensi 1 : Tentukan kemampuan saat ini (skala 0-4) dan hambatan untuk
partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan intervensi yang dibutuhkan.

Intervensi 2 : Dorong perawatan diri. Bekerja dengan kemampuan yang sekarang;


jangan menekan pasien di luar kemampuannya. Miliki harapan untuk
peningkatan dan bantu sesuai kebutuhan.
Rasional : Melakukan untuk dirinya sendiri akan meningkatkan perasaan harga diri.

14
Intervensi 3 : Brikan keramas atau gaya rambut sesuai kebutuhan. Sediakan atau
bantu dengan perawatan kuku.
Rasoinal : Membantu mempertahankan penampilan.

Intervensi 4 : Dorong atau bantu dengan perawatan mulut atau gigi setiap hari.
Rasional : Mengurangi risiko penyakit gusi atau kehilangan gigi.
1) Beri bantuan aktivitas perawatan diri slma immobilisasi.
2) Beri alat penjangkau dan gantungan di atas tempat tidur.

D. Kerusakan mobilisasi fisik b.d. proses penyakit dan traksi


Tujuan
- Mempertahankan posisi fungsional
- Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh

Intervensi 1 : Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan
memperhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi atau intervensi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan.

Intervensi 2 : Bantu pasien dalam rentang gerak aktif pada ekstremitas yang sakit dan
yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi; mencegah kontraktur atau atrofi, dan resorpsi
kalsium karena tidak digunakan.

Intervensi 3 : Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau napas
dalam.
Rasional : Mencegah atau menurunkan insidensi komplikasi kulit atau pernapasan (dekubitus,
atelektasis, pneumonia)
1) Anjurkan klien melatih otot dan sendi yang tidak diimmobilisasi
2) Konsultasikan dgn fisiotherapi untuk latihan di tempat tidur
3) Dorong klien untuk berlatih

15
E. Resiko terjadinya komplikasi
1) Dekubitus :
a) Periksa area kulit yang tertekan
b) Lakukan perubahan posisi klien
c) konsultasikan dgn penggunaan pelindung cincin dekubitus dan tempat tidur khusus.

2) Kongesti paru-pneumonia :
a) Kaji status pernafasan klien
b) Ajari latihan nafas dalam dan batuk efektif.
c) Kaji terhadap adanya secret kental atau reflek batuk menurun.
d) Anjurkan klien banyak minum.
 Lakukan fisiotherapi dada.
 laporkan jika terjadi gangguan.

3) Konstipasi dan anoreksia :


a) Berikan diit tinggi serat dan banyak minum
b) Beri laksatif, supositoria dan enema sesuai instruksi dokter
c) Kaji makanan kesukaan klien

4) Statis dan infeksi saluran kemih :


a) Pantau masukan dan haluaran urin
b) Anjurkan klien minum 2 liter per hari dan usahakan berkemih setiap 2-3 jam.
c) Kaji adanya tanda infeksi.

5) Trombosis vena dalam :


a) Ajari dan lakukan latihan area distal dlm batas terapi traksi secara teratur.
b) Doromg klien minum 2 lt per hari.
c) Kaji terhadap adanya trombosis vena.

16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Sindrom uremik adalah kumpulan tanda dan gejala yang terlihat seperti insufiensi
ginjal progresif dan GFR menurun hingga dibawah 10 ml/menit (10% dari normal) dan
puncaknya pada ESRD. Pada titik ini, nefron yang masih utuh tidak lagi mampu untuk
mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal.

17
DAFTAR PUSTAKA
 http://meikafitri.blogspot.co.id/2009/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55839/Chapter%20II.pdf;jsess
ionid=46B72E6BB6BBA096A2970EF180D5941D?sequence=4
 Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
 Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai