Keperawatan Anak IA
Disusun oleh:
2012
A. PENGERTIAN
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi bronkus.
Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan
dominan. (Doengoes, 2005)
Bronkitis merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di
Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang
tidak selalu sama.(Wong, 2003)
B. ETIOLOGI
Penyebab bronkhitis menurut Wong (2003) adalah:
1. Faktor Presipitasi
a. Virus : Respiratory Sincytial Virus (RSV)
b. Bakteri : Haemophilus Influenza, Stretokokus Pneumoniae
2. Faktor Predisposisi
a. Polusi Udara: Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis yaitu
zat – zat pereduksi : O2, zat – zat Pengoksida, S : Hidroksida, Ozon
karbon monoksida
b. Asap rokok.: Menimbulkan inhibisi aktivitas sel rambut getar,
makrofag alveolar dan surfaktan.
c. Alergi
d. Perubahan cuaca
C. KLASIFIKASI
1. BRONKITIS AKUT
A. PENGERTIAN
Bronkitis akut adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan
trakea. (Suparman, 2001).
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan
trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering
dijumpai. (William, 2011)
B. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau
dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis.
Pada umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut
pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami
produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau
paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut. Serangan bronkitis
disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi
(terutamarokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan
menyebabkan timbulnya respons inflamasiyang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak
seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan
besar dibandingkan alveoli.Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara
masih memungkinkan tidak mengalami hambatan. (William, 2011)
C. PATHWAYS
Virus, polusi
Peningkatan suhu
Tubuh terinfeksi tubuh
Iritasi
Hipertermi
inflamasi
Kejang demam
Pneumonia
(komplikasi)
Spasme otot
Tubuh tidak
Udara dalam
mendapat oksigen
hipoksemia alveoli menciut
Kerusakan pada
Permeabilitas katung udara
Atelaktasis
kapiler bertambah
(komplikasi)
Emfisema
(komlpikasi)
Edema paru
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes (2005) pemeriksaan penunjang pada pasien
bronchitis adalah
1. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
2. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
3. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru,
mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil
normal selama periode remisi.
4. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat
obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
5. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat
inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
6. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
7. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF
G. PENATALAKSANAAN
Menurut William (2011) penatalaksanaan pada bronkhitis akut:
a. Pemberian O2 jika diperlukan.
b. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk banyak lendir,
lebih baik diberi banyak air.
c. Pemberian antibiotik.
H. PENCEGAHAN
Menurut Latief (2007), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu
diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
1. Membatasi aktivitas anak
2. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila
ada yang tertutup lehernya
3. Hindari makanan yang merangsang
4. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan
mandikan anak dengan air hangat
5. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
6. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
I. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Menurut Wong (2003), pengkajian pada bronchitis akut adalah:
1. Riwayat penyakit masa lalu
Faktor pencetus timbulnya bronkitis (infeksi saluran
pernafasan atas, adanya riwayat alergi, stress).
Frekwensi timbulnya wheezing, lama penggunaan obat-
obat sebelumnya (paling akhir), riwayat asthma, adanya faktor
keturunan terhadap alergi.
2. Pemeriksaan fisik
Peningkatan usaha dan frekwensi pernafasan, penggunaan
otot bantu pernafasan (mungkin didapatkan adanya bentuk
dada barrel/ tong), suara nafas (rales, ronchi, wheezing),
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, menunjukkan
tanda dari terjadinya “failure respiratory” seperti diaporesis,
kelelahan, penurunan kemampuan bereaksi “decreased
responsiveness” dan cyanosis. Turgor kulit, ubun-ubun besar.
Perubahan pada pemeriksaan gas darah, perubahan pada
eosinopil (pada hitung jenis darah), pemeriksaan pada foto
thoraks.
3. Faktor pertumbuhan dan psikososial
Usia, seberapa jauh faktor pencetus mempengaruhi
kehidupan sosial penderita, tingkat pengetahuan keluarga dan
klien terhadap regimen pengobatan yang diberikan,
mekanisme koping keluarga dan klien, kebiasaan yang
dikaitkan dengan kenyamanan klien (waktu tidur, waktu
istirahat dan benda kesayangan). Pengalaman dirawat di rumah
sakit sebelumnya, kerabat keluarga dengan riwayat asthma.
4. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengetahuan keluarga tentang pengobatan yang diberikan
(nama, cara kerja, frekwensi, efek samping dan tanda-tanda
terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non farmakologis
“non medicinal intervenstions” seperti olahraga secara teratur
serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika
diketahui penyebab alergi), support sistem, kemauan dan
tingkat pengetahuan keluarga.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan menurut Doengoes, 2005
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
Tujuan: Jalan nafas bersih dan patent setelah mendapat tindakan
keperawatan
Kriteria hasil: Frekwensi nafas dalam batas normal ( bayi baru
lahir: 40-60 x/menit, 1-11 bulan: 30x/menit, 2th: 25x/menit, 4-12:
19-23 x/menit, 14-18 x/menit), suara nafas bronchovesikuler.
Intervensi:
a. Jelaskan pada klien dan keluarga beberapa tindakan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan proses pengeluaran sekret.
R/: Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan
klien kooperatif dalam tindakan perawatan.
b. Anjurkan kepada keluarga agar memberikan minum lebih
banyak dan hangat kepada klien (sesuai dengan umur dan BB
klien).
R/: Peningkatan hidrasi cairan akan mengencerkan sekret
sehingga sekret akan lebih mudah dikeluarkan.
c. Lakukan postural drainase
R/: Postural drainase memudahkan pengaliran sekret, batuk
efektif mengeluarkan sekret secara adekuat.
d. Kolaborasi dalam pemberian ekspektoran.
R/: Ekspektoran mengandung regimen yang berfungsi untuk
mengencerkan sekret agar lebih mudah dikeluarkan.
e. Observasi: Auskultasi suara nafas (rate, pola, penggunaan otot
bantu, irama, suara nafas, cyanosis), tekanan darah, nadi, dan
suhu.
R/: Tanda vital merupakan indikator yang dapat diukur untuk
mengetahui kecukupan suplai oksigen.
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe.
Intervensi:
2. BRONKITIS KRONIS
A. PENGERTIAN
Bronkitis kronik merupakan hipersekresi mukus dan batuk
produktif kronik atau berulang selama 3 bulan pertahun atau paling
sedikit 2 tahun berturut – turut pada pasien yang diketahui tidak
terdapat penyebab lain (Wong, 2003)
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai suatu gangguan paru
obstruktif yang ditandai oleh produksi mukus berlebihan di saluran
napas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam
setahun untuk 2 tahun berturut-turut.(William. 2011)
B. PATOFISIOLOGI
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia sel-sel pengbasil
mukus di bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Peru bahan-peru
bahan pada sel-sel penghasil mulcus dan sel-sel silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradaDgan
yang menyebabkan edema dan pembengkakkan jaringan. Ventilasi,
terutarna ekshalasi/ekspirasi, terhambat. Timbul hiperkapnia karena
ekspirasi menjadi memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan. Penurunanan ventilasi menyebabkan
penurunan V/Q yang mengakibatkan vasokonstriksi hipoksik paru dan
hipertensi paru. Walaupun alveolus normal, vasokonstriksi hipoksik
dan buruknya ventilasi menyebabkan berkurangnya pertukaran
oksigen dan hipoksia. (William, 2011)
C. PATHWAYS
Virus, bakteri, polusi udara
Penumpukan mukus
berlebih
Ekspirasi terhambat
Penyumbatan
bronkus Hiperkapnia Pembesaran bronkus
Hipertensi paru
Atelektasis
Bronkiektasis
(komplikasi)
(komplikasi
Pertukaran hipoksia
oksigen berkurang
E. KOMPLIKASI
Komplikasi bronchitis kronis menurut Wong (2003):
1. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak
dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan
Pneumonia (peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang
terjadi pada anak)
2. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
3. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisis
(pengkerutan sebagian atau seluruh paru akibat penyumbatan
saluran udara) atau Bronkietaksis (perusakan dan pelebaran
abnormal dari saluran pernapasan yang lebar)
4. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab
kematian.
5. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena
(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau
anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan
tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat
6. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis
cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada
keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner
kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes (2005), pemeriksaan penunjang bronchitis kronis:
1. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang
paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut
adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah
2. Pemeriksaan fungsi paru
3. Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut William (2011)
Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis
biasanya disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat
yang diberikan biasanya untuk mengatasi gejala simptomatis
(antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia). Bila ada unsur alergi
maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat bronkospasme berikan
bronkodilator.
Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok
(bila merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan
tingkatkan intake nutrisi yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada
perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan
antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika
tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan thorak foto untuk
menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris,
benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Menurut Latief (2007) Data dasar pengkajian pada pasien dengan
bronchitis kronis:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala:
a. Keletihan, kelelahan, malaise
b. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Ketidakmampuan untuk tidur.
d. Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda :
a. Keletihan
b. Gelisah
c. Insomnia
d. Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
2. Sirkulasi
Gejala:Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
a. Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung
b. Distensi vena leher
c. Edema dependent
d. Bunyi jantung redup
e. Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis Pucat,
dapat menunjukkan anemi
3. Integritas Ego
Gejala :
a. Peningkatan faktor resiko
b. Perubahan pola hidup
Tanda :
8. Interaksi social
Gejala :
a. Hubungan ketergantungan
b. Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
c. Penyakit lama/ketidakmampuan membaik
Tanda :
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Lynda, 2000. Diagnosa Keperawatan untuk bronchitis kronis:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Kriteria Hasil: suara nafas bronkovesikuler, RR dalam batas normal ( bayi
baru lahir: 40-60 x/menit, 1-11 bulan: 30x/menit, 2th: 25x/menit, 4-12:
19-23 x/menit, 14-18 x/menit), tidak ada suara nafas tambahan.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
c. Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada
lansia, penyakit akut atau kelemahan
d. Tingkatkan masukan cairan (sesuai umur dan berat badan)
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret
mempermudah pengeluaran.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
adekuat dan bebas gejala distress pernafasan
Kriteria Hasil: GDA dalam rentang normal (PaO2: 20-100 mmHg, PaCO2:
34-44 mmHg), kapilary refill kembali dalam 2 detik, tidak sianosis, RR
dalam rentang normal ( bayi baru lahir: 40-60 x/menit, 1-11 bulan:
30x/menit, 2th: 25x/menit, 4-12: 19-23 x/menit, 14-18 x/menit)
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan
kronisnya proses penyakit
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas,
dispenea dan kerja nafas.
c. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara
atau area konsolidasi
d. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
e. Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga
hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
f. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas
Kriteria Hasil: tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada retraksi
dinding dada, frekuensi pernapasan dalam batas normal ( bayi baru lahir:
40-60 x/menit, 1-11 bulan: 30x/menit, 2th: 25x/menit, 4-12: 19-23
x/menit, 14-18 x/menit)
Intervensi:
a. Pertahankan polusi lingkungan minimum (debu, asap, bulu bantal
yang berhubungan dengan kondisi individu)
Rasional: pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger
episode akut
b. Kaji pola nafas
Rasional: pola nafas yang teratur
c. Hitung frekuensi pernapasan
Rasional: frekuensi pernapasan dalam batas normal.
d. Irama pernapasan
Rasional: mengetahui perubahan irama bronkokonstriksi
e. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir pada
umur 6 tahun.
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan
teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Abdul. 2007. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: Sayung Seto