Anda di halaman 1dari 3

Kamuflase

Karya: Aulia Cika Hindarti

“Fey! Buruan ke lapangan, Gerrald mau ngomong sama lo!” ucap Deandra yang tiba-tiba datang
menghampiri gadis bernama Fey yang tengah memakaikan liptint dibibirnya.

“Ngomong apa?” jawab Fey santai, masih sibuk memperhatikan tubuh langsingnya dicermin toilet
sekolah.

“Gatau, udah buruan ayo ke lapangan.”

Deandra langsung menarik tangan Fey menuju lapangan. Dari koridor saja, sudah terdengar sorakan
dari arah lapangan yang terus memanggil nama Fey. Siapa yang tidak mengenal Fey? Gadis cantik
dengan tubuh langsing. Kecantikannya sudah terkenal sampai seluruh penjuru sekolahnya, maka dari
itu ia disebut sebagai Queen-bee disekolahnya. Seluruh murid lelaki disekolahnya pasti tidak akan
berkedip jika bertemu Fey, tidak ada yang bisa menandingi wajah campuran antara indonesia dan
belanda itu.

Dengan langkah yang anggun seperti biasa, Fey berjalan dengan langkah pelan menuju ke tengah
lapangan. Disana sudah berdiri seorang lelaki bernama Gerrald yang dikenal sebagai kapten basket,
ekskul basketnya sudah terkenal berhasil meraih juara disetiap lomba yang diselenggarakan antar
sekolah. Karena tim basket sekolahnya yang terus mendapatkan juara, tak heran Gerrald langsung
dikenal oleh kalangan murid sebagai kapten basket terbaik.

“Fey! Gue udah lama suka sama lo, lo mau gak jadi pacar gue?”

Sorak sorai dari siswa-siswi SMA ter-elit se-Ibu Kota membuat suasana lapangan semakin riuh.
Bahkan ada bebeapa siswa yang tidak segan-segan membuat yel-yel penyemangat yang menambah
suasana semakin meriah.

“Terima! Terima! Terima!”

Seolah ada yang memandu, kerumunan siswa-siswi itu menyoraki sang kapten basket—Gerrald yang
sedang memegang sebuket bunga mawar merah tepat di depan seorang gadis semampai yang
mengulum senyum.

“Ya, gue mau.” Belum sempat Fey menghembuskan nafas, Gerrald langsung memeluk gadis itu.

Sorak sorai makin membahana tatkala Fey menerima buket mawar pemberian Gerrald. Fey
menerima mawar pemberian Gerrald yang artinya mereka sekarang resmi menjadi sepasang
kekasih. Seorang gadis SMA yang terkenal dengan kecantikannya, disandingkan dengan kapten
basket kebanggaan sekolahnya. Pasti siapa saja mendukung hubungan mereka, termasuk teman-
temannya yang sibuk berteriak ramai sambil mengambil gambar mereka berdua. Gerrald berkali-kali
berterima kasih pada Fey yang tersenyum—kecut.

~
Baru beberapa hari yang lalu sekolah terasa riuh karena aksi menyatakan cinta Gerrald pada Fey,
tetapi hari ini sekolah semakin gempar karena kabar dari pasangan yang baru menginjak lima hari
bersama itu.

“Gerrald, aku mau ngomong.” Ujar lembut Fey ditengah ramainya jam istirahat di kantin sekolah.

“Iya, kenapa?” jawab Gerrald tak kalah lembutnya sambil memperhatikan lekukan wajah Fey yang
sempurna.

“Kita putus ya.” Ujar Fey datar. Tepat di tengah-tengah kantin yang sedang ramai-ramainya.

Satu kantin langsung hening karena suara Fey yang lumayan keras itu. Bahkan, para penjual
makanan dan minuman sempat terhenti dari pekerjaannya.

Wajah Gerrald langsung berubah pias.

“L-loh kenapa Fey? Kita baik-baik aja, kan?”

Fey mengabaikan perkataan Gerrald dan lansgung beranjak pergi dari kantin. Fey memutuskannya
tanpa alasan, itu yang Gerrald tahu. Saat kaki Fey sudah menginjak keluar kantin, suasana langsung
kembali seperti biasa.

Seolah tidak terjadi apa-apa. Kecuali dengan Gerrald yang masih terpana dengan kepergian Fey yang
belum jelas alasannya. Yang pasti hati Gerrald sudah cukup patah mendengar kalimat yang
dilontarkan oleh Fey.

Fey Alvionita, seorang heartbreaker ulung dari SMA ter-elit se-Ibu Kota, baru saja melancarkan
aksinya.

Kapas-kapas yang sebelumnya berwarna putih bersih, berubah menjadi warna merah muda dan
ungu. Kapas-kapas itu tersebar tak beraturan di atas meja rias tersebut.

Fey menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Wajah seorang gadis yang terlihat kusam dan kuyu.

Biasanya, mata Fey akan terlihat indah dan segar dengan tambahan eyeliner, eyeshadow, dan
berbagai macam kosmetik lainnya yang bisa menutupi rautan kantung matanya.

Biasanya, pipi tirus Fey yang memiliki noda hitam freckless yang diturunkan dari keluarga ibunya
yang memiliki darah Belanda akan tertutupi oleh bedak dan terlihat merona dengan blush on
berwarna merah muda.

Biasanya, bibir Fey yang pucat dan pecah-pecah, akan tertutupi dengan liptint berwarna pink cerah.

Biasanya kulit wajah Fey yang aslinya sangat pucat, akan lebih hidup jika ditutupi oleh bedak yang
anehnya tidak disadari oleh banyak orang.

Mungkin ini karena bakat menggunakan make up dari ibunya yang menurun padanya. Sedikit orang
yang mengetahui kalau Ibu seorang Fey Alvionita adalah seorang make up artist papan atas.
Fey memiliki paham seperti ini; kalau kau tak cantik, tidak ada orang yang menyukaimu, mau sebaik
apapun dirimu, pada akhirnya kau hanya akan diperalat orang lain.

Memilih diperalat atau memperalat?

Maka jawaban Fey adalah ia akan memperalat orang tersebut sebelum orang itu memperalat
dirinya.

Fey selalu beranggapan bahwa munafik jika kau menyangkal paham Fey itu. Lihat saja berapa banyak
orang-orang yang menjual tubuh mereka demi sepeser koin yang akan habis?

Lihat saja berapa banyak orang yang ditindas secara tak langsung hanya karena kekurangan fisik
mereka?

Toh pada hakikatnya, manusia menyukai keindahan. Jadi, berhentilah menyangkal kenyataan pahit
itu.

Fey meraih kotak kosmetik dann mulai memoleskan alas bedak dengan sangat hati-hati. Setelah
sebelumnya melirik ponsel di atas meja rias.

Dari Gerrald:

Fey, bisa kita ketemuan? Mau ngomongin semuanya baik-baik, aku masih sayang sama kamu.

Lihat? Orang-orang hanya melihat tampilan luar saja. hanya segelintir yang peduli isi di dalamnya.

Fey tersenyum masam. Mematahkan hati manusia bodoh itu untuk kedua kalinya, sepertinya
terdengar menyenangkan.

Diandra memasang wajah seantusias mungkin. sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas, bersiap
mendengarkan apapun yang akan Fey katakan.

“Gue putus sama Gerrald,” ujar Fey dalam satu tarikan napas. Sejenak, Diandra diam. Bepikir harus
berkata apa.

“Wow, stunning as always, Fey Alvionita.” Ujar Diandra pada akhirnya. Diandra mengucapkannya
dengan senyuman lebar. Seolah mendukung perkataan Fey.

Fey mulai berceloteh tentang betapa menjengkelkannya Gerrald yang terus-menerus memintanya
untuk kembali bersama menjalani hubungan dengannya.

“Yah, seorang heartbreaker kayak lo emang patut di...,” Diandra berpikir sejenak.

“Diacungin jari tengah! Hahahahaha!”

“Ish! Dasar.” Fey menggerutu pelan karena candaan Diandra tersebut.

Yang saat itu Fey tidak ketahui adalah Diandra sebenarnya serius dengan perkataannya. Gadis mana
yang rela, lelaki yang dipujanya disakiti oleh teman dekatnya sendiri?

Anda mungkin juga menyukai