Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

IDA AYU AGUNG PUTRI INDRA SWARI

P07120016101

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

I KADEK ARYA WIJAYA

P07120016102

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2018

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

NI WAYAN PUTRI AYU SUADNYANI

P07120016103

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2018

2
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

NI KADEK NOVITA LISDIANTARI

P07120016104

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2018

3
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

NI PUTU LINDA PRIMANDARI

P07120016105

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2018

4
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh :

NI KETUT SRI WIDYASTUTI

P07120016079

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III

TAHUN 2018

5
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN RISIKO
PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen : 1995).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart dan Sundeen : 2005).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perlaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowtz,
dalam Harnawati,1993).
Setiap aktiftas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart dan
Sudeen, 1998)
Suatu keadaan dimana klien mengalami perlaku yang dapat membahayakan
klein sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis,1998).
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi
ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun,
orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum
alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk : 2008). Perilaku kekerasan adalah tingkah
laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain
yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk : 2008).
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya
sendiri ataupun orang lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan
dapat merusak lingkungan

6
B. Teori Perilaku Agresi
Perspektif teoritis prilaku agresi (Keliat, 1996) meliputi:
1. Instinct theory
Mengasumsikan bahwa prilaku agresi merupakan suatu insting naluriah setiap
manusia. Menurut teori tersebut, setiap manusia memiliki insting kematian
(tanatos) yang diekspresikan lewat agresivitas pada diri sendiri maupun pada
orang lain. Saat ini teori ini telah banyak ditolak.
2. Drive theory
Menekankan bahwa dorongan agresivitas manusia dipicu oleh factor pencetus
factor eksternal untuk survive dalam mempertahankan eksistensinya. Menurut
teori tersebut, tanpa agresi kita dapat punah atau dipunahkan orang lain,
namun teori ini pun banyak disangkal.
3. Social learning theory
Menyatakan bahwa prilaku agresi merupakan hasil pembelajaran seseorang
sejak masa anak-anak yang kemudian menjadi pola prilaku (learned behavior).
Dalam perkembangan konsep teori ini mengasumsikan juga bahwa pola
respon agresi seseorang memerlukan stimulus (impuls)/ berupa kondisi social
lingkungan (factor psikososial) untuk memunculkan prilaku agresi. Namun,
bentuk stimulus yang sama tidak selalu memunculkan bentuk prilaku agresi
yang sama pada setiap orang. Dengan kata lain, pola prilaku agresi seseorang
dibentuk oleh factor pengendalian diri individu tersebut (internal control) serta
berbagai stimulus dari luar (impulses). Saat keseimbangan antara kemampuan
pengendalian diri dan besarnya stimulus terganggu, maka akan
membangkitkan prilaku agresi (Keliat, 1996).

Agresi sendiri dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu:


1. Irritable aggression
Merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah. Biasanya
diindikusi oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses
penerimaan dan memahami informasi dengan intensitas emosional yang
tinggi (directed against an available target)

2. Instrumental aggression
Suatu tindakan kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu
tujua tertentu (misalnya untuk mencapai suatu tujuan politik tertentu dilakukan
tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan terencana seperti

7
peristiwa penghancuran menara kembar WTC di New York, tergolong dalam
kekerasan instrumental)
3. Mass aggression
Tindakan agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat kehilangan
individualitas dari masing-masing individu. Pada saat masa berkumpul, selalu
terjadi kecenderungan kehilangan individualitas orang-orang yang membentuk
kelompok masa tersebut. Manakala massa tersebut telah solid, maka bila ada
seseorang memelopori tindak kekerasan, maka secara otomatis semua akan
ikut melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling
membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan tersebut bisa saja
melakukan agresi instrumental (sebagai provokator) maupun agresi
permusuhan karena kemarahan tidak terkendali (Keliat,1996).

8
2.1

C. Rentang Respon
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
menganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenernya. Oleh karenanya, perawat harus pula mengetahui tentang
respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Marah merupakan perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap
individu, namun prilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi
sepanjang rentang respon adaptif dan maladaptive (Keliat,1996)

Respon Adaptif Respon Maldaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Kemarahan

Bagan: Rentang Respon Marah (Keliat, 1996)

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan


melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menantang
merupakan respon yang maladaptive yaitu agresif -kekerasan. Perilaku yang ditampakkan
dimulai dari yang rendah sampai tinggi. Umumnya klien dengan prilaku kekerasan dibawa
dengan paksa ke rumah sakit jiwa, sering tampak diikat secara tidak manusiawi disertai
dengan bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku
kekerasan seperti memukul anggota keluaraga atau orang lain, merusak alat rumah tangga,
dean marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien,
seyogyanya keluarga mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien dengan
manajemen perilaku kekerasan (Keliat,1996).
9
Asertif Mengungapkan marah Karakter assertif sebagai berikut:
tanpa menyakiti, melukai
1. Moto dan kepercayaan
perasaan orang lain, tanpa Yakin bahwa diri sendiri berharga demikian
merendahkan harga diri juga orang lain. Asertif bukan berarti selalu
orang lain menang, melainkan dapat menangani situasi
secara efektif. Aku punya hak, demikian juga
orang lain
2. Pola komunikasi
Efektif, pendengar yang aktif. Menetapkan
batasan dan harapan. Mengatakan pendapat
sebagai hasil observasi bukan penilaian.
Mengungkapkan diri secara langsung dan jujur.
Memeperhatikan perasaan orang lain.
3. Karakteristik
Tidak menghakimi. Mengamati sikap daripada
menilainya. Mempercayai diri sendiri dan
orang lain. Percaya diri, memiliki kesadaran
diri, terbuka, fleksibel, dan akomodatif. Selera
humor yang baik, mantap, proaktif, dan
inisiatif. Berorientasi pada tindakan. Realistis
dengan cita-cita mereka. Konsisten, melakukan
tindakan yang sesuai untuk mencapai tujuan
tanpa melanggar hak-hak orang lain.
4. Isyarat bahasa tubuh (Non Verbal cues) terbuka
dan gerak-gerik alami. Atentif, ekspresi wajah
yang menarik. Kontak mata langsung, percaya
diri, volume suara yang sesuai kecepatan bicara
yang beragam.
5. Isyarat Bahasa( Verbal cues)
a. “Aku memilih untuk…..”
b. “Apa opsi-opsi untukku?”
c. “Alternative apa yang kita miliki?”
6. Konfrontasi dan Pemecahan Masalah
a. Bernegosiasi, menawar, menukar, dan
kompromi
b. Mengkonfrontir masalah pada saat terjadi
c. Tidak ada perasaan negative yang muncul
7. Perasaaan yang dimiliki yaitu: antusiame,
10
mantap, percaya diri, dan harkat diri, terus
termotivasi, tahu dimana mereka berdiri.
(Keliat, 1996)

Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan terhadap orang-


orang asertif orang dengan karakter asertif ini adalah:

1. Hargai mereka dengan mengatakan bahwa


pandangan yang akan kita sampaikan
barangkali telah pernah dimiliki oleh mereka
sebelumnya.
2. Sampaikan topic dengan rinci dan jelas karena
mereka adalah pendengar yang baik.
3. Jangan membicarakan sesuatu yang bersifat
penghakiman karena mereka adalah orang yang
sangat menghargai setiap pendapat orang lain.
4. Berikan mereka kesempatan untuk
menyampaikan pokok-pokok pikiran dengan
tenang dan runtun.
5. Gunakan intonasi suara variatif karena mereka
menyukai hal ini.
6. Berikan beberapa alternative jika menawarkan
sesuatu karena mereka tidak suka sesuatu yang
bersifat kaku.
7. Berbicaralah dengan penuh percaya diri agar
dapat mengimbangi mereka.

Frustasi Adalah respon yang timbul Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
akibat gagal mencapai kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
tujuan atau keinginan. menimbulkan kemarahan.

Pasif Sikap permisif/ pasif Sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pendapat,
adalah respon dimana dan kebutuhan kita secara jujur dan wajar.
individu tidak mampu Kemampuan untuk bersikap asertif ini sangat penting
mengungkapkan perasaan dimiliki sejak dini, karena hal ini akan membantu kita
yang dialami, sifat tidak untuk bersikap tepat untuk menghadapi situasi dimana
berani, mengemukakan hak-hak kita dilanggar. Salah satu alasan orang
keinginan dan pendapat melakukan permisif/pasif adalah karena takut atau
11
sendiri,tidak ingin terjadi malas/ tidak mau terjadi konflik. Lalu apakah konflik
konflik karena takut akan itu?. Apakah konflik adalah sesuatu yang negative?
tidak disukai atau Sekarang tidak jarang kita melihat perusahaan dengan
menyakiti perasaan orang sengaja menciptakan konflik di dalam perusahaannya
lain. untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan
(manajemen konflik). Konflik bisa positif bila kita
dapat mengatur konflik itu sendiri.

Agresif Sikp agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat menghukum, kasar,
membela diri sendiri menyalahkan, atau menuntut. Hal ini termasuk
dengan cara melanggar mengancam, melakukan kontak fisik, berkata-kata
hak orang lain. kasar, komentar yang menyakitkan dan juga menjelek-
jelekkan orang lain di belakang. Sikap agresif
merupakan prilaku yang menyertai marah na,un masih
dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya
tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung utnuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengaharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain. Agresif
memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut,
mendekati orang lain dengan ancaman, member kata
ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih
dapat mengontrol prilaku untuk tidak melukai orang
lain.

Kekera Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang
san gelisah atau amuk lain secara menakutkan, member kata-kata ancaman
melukai disertai melukai di tingkat ringan dan yang
paling berat adalah melukai/merusak secara serius.
Klien tidak mampu mengendalikan diri. Mengamuk
adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Pada keadaan ini, individu
dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain (Keliat,2002).

12
D. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut dialami oleh
individu (Keliat,1996) adalah:

a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical Theory. Teori ini mendukung bahwa prilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa prilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup yang
diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.

Frustation- aggression theory. Teori yang dikembangkan oleh pengikut


Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang untuk melukai
orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua, orang
melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat prilaku agresif.

Pandangan psikologi lainnya mengenai prilaku agresif, mendukung


pentingnya peran dari perkembangan predisposisi, atau pengalaman hidup.
Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme
koping yang sifatnya tidak merusak.

Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:

1. Kerusakan otot organic dan redartasi mental sehingga tidak


mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2. Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk shild
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor Sosial Budaya


13
Social Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon
terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh
internal: orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton
film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton
film tersebut, seorng anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian
ibunya, memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak tersebut akan
belajar bahwa bila ia marah, maka ia akan mendapatkan apa yang ia
inginkan. Contoh eksternal : seorang anak menunjukkan prilaku agresif
setelah melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk prilaku
agresif terhadap sebuah boneka. Cultural dapat pula mempengaruhi prilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neuorobiologi, mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di
tengah system limbic) binatang ternyata menimbulkan prilaku agresif.
Perangsangan yang diberikan terutama pada nucleus periforniks hipotalamus
dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat
ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menerkam tikus atau objek yang ada di sekitarnya.
Jadi, terjadi kerusakan fungsi sitem limbic (untuk emosi dan prilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi
indera penciuman dan memori). Neurotransmitter yang sering dikaitkan
dengan prilaku agresif., serotonin, dopamine, norepinefrin, asetikolin, dan
asam amino GABA.
Factor-faktor yang mendukung adalah:
a. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b. Sering mengalami kegagalan
c. Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d. Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
14
d. Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan dan sering


mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi prilaku kekerasan (Keliat, 1996)

E. Faktor Prespitasi
Secara umum seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat beberapa luka secara psikis atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang
merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi
sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-
sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.
Contoh stressor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang
dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari
stressor internal: merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang
dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang di derita. Bila dilihat dari sudut
perawat-klien, maka factor yang mencentuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi menjadi dua yaitu:

a. Klien
Kelemahan fisik, keputus asaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri
b. Lingkungan
Rebut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi social

Factor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan interaksi dengan


orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri, yang kurang dapat menjadi penyebab prilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan,
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan,
dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang
profokatif dan konflik dapat pul pemicu prilaku kekerasan (Keliat,1996)

15
F. Mekanisme Terjadinya Perilaku Agresi
Tindak kekerasan pada agresi pemusuhan timbul sebagai kombinasi antara
frustasi yang intens dengan stimulus, (impuls) dari luar sebagai pemicu. Pada
hakekatnya, setiap orang memiliki potensi untuk melakukan tindak kekerasan.
Namun pada kenyataannya, ada orang-orang yang mampu menghindari kekerasan
walau belakangan ini semakin banyak orang cenderung berespon agresi. Cirri
kepribadian (personality trait) seseorang sejak masa belita, hingga remaja
berkembang melalui tahapan perkembangan kognitif (intelegensia), respon
perasaan dan pola prilaku yang terbentuk melalui interaksi factor herediter, gen,
karakter tempramen (nature) dan factor pola asuh, pendidikan, kondisi social
lingkungan (nurture) yang membentuk cirri kepribadiannya di masa dewasa. Pola
kepribadian tersebut yang membentuk reflex respon pikiran dan perasaan
seseorang saat menerima stimulus dari luar, khususnya pada saat kondisi menerima
stimulus “ancaman”. Bila reflex yang telah terpola berupa tindakan kekerasan,
maka saat mengahadapi situasi “ancaman” respon yang muncul adalah tindak
kekerasan. Area di otak manusia yang menjadi pusat emosi adalah pada “sirkuit
system limbic” yang meliputi thalamus hypothalamus amygdale mencetuskan
prilaku agresi sedangkan organ hypothalamus berperan dalam pengendali berita
agresi. Setiap stimulus dari luar yang diterima melalui reseptor panca indra
manusia diolah lalu dikirim dalam bentuk pesan ke thalamus lalu ke hipotalamus,
selanjutnya ke amigdala (sirkuit system limbic) yang menghasilkan respon
tindakan. Dalam keadaan darurat, misalnya pada saat panic atau marah, pesan
stimulus yang dating di thalamus terjadi hubungan pendek (short circuit) sehingga
langsung ke amygdale tanpa pengolahan rasional di hipotalamus. Amygdala
mengolah sesuai isi memori yang bisa direkamnya, sebagai contoh bila sejak kecil,
anak-anak diberi input kekerasan, maka amygdala sebagai pusat penyimpanan
memori emosional akan merekam dan menciptakan reaksi pada saat terjadi sirkuit
pendek sesuai pola yang telah direkamnya yakni tindak kekerasan.

Kualitas dan intensitas antara anggota keluarga akan menentukan apakah


seseorang akan mempunyai kecenderungan agresi atau tidak. Bila sejak kecil anak-
anak mendapat perlakuan kekerasan, baik melalui kata-kata (verbal) maupun
tindakan (prilaku), maka akan membentuk pola kekerasan dalam dirinya. Bila
dalam lingkungan keluarga dibina iklim assertiveness yakni keterbukaan,
16
kebersamaan, dialog, sikap empati, maka akan terbentuk pola reflex yang assertive
bukan pola aggressiveness. Kondisi assertive akan mengurangi terbentuknya
sirkuit pedek agresi dan dapat menumbuh kembangkan kecerdasan rasional,
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sebab eksistensi humanism manusia
merupakan hasil interaksi kecerdasan rasional (IQ) aspek fisik kecerdasan
emosional (EQ) yang merupakan aspek mental (psiko-edukatif) kecerdasan
spiritual (Keliat,2002)

G. Deteksi Potensi Agresi


Cara melakukan deteksi potensi agresi adalah dengan singkatan POSTAL =
profile + Observable Warning Sign + Shotgun + Triggering Event = Always
Lethal (Keliat,1996) adalah sebagai berikut :

P = Profil Profil seseorang yang 1. Riwayat perilaku kekerasan khususnya pada


potensial melakukan mereka yang rentan seperti pada wanita,
tindak kekerasan anak-anak, hewan.
2. Penyendiri, pemalu, pendiam, merasa tidak
(potentially violent
ada yang peduli pada dirnya (fels nobody
persons)
listen to him)
3. Penyalahgunaan narkoba (substance abuser)
alkoholik
4. Frustasi dalam pekerjaannya
5. Hubungan relasi buruk dengan orang lain
O= Tanda-tanda yang dapat 1. Biasa mnyelesaikan konflik dengan cara
Observable diamati (observable kekerasan dan sikap permusuhan (hostility)
2. Sering menunjukkan perlaku aneh (strange
warning warning signs)
behavior)
signs
3. Sedang mengalami problem emosional,
stress, depresi tanpa terapi medis
4. Problem interpersonal, hypersensitivity
5. Indikasi kecenderungan ingin bunuh dir
(tentament suicide)
S= Memiliki senjata api Pemilik senjata api (access to and familiarity with
Shothun (shoutgun ) weapons )
T= Paristiwa pencetus 1. Mengalami pemutusan hubungan kerja,
Triggering (triggering event) kehilangan lahan pencarian, kegagalan
event usaha (mengalami kebangrutan)
2. Mengalami tindakan indisipliner, kritik dar

17
atasan di pekerjan tanpa dapat menerma dan
menyadari alasan kesalahannya
3. Mengalami masalah krisis personal
(perceraian, kematian anggota keluarga)
(Keliat, 1996)

Beberapa kiat pendekatan pada seseorang yang potensial melakukan tindak kekeraan
adalah sebagai berikut :

1. Memahami pola pikiran (the mindset) seseorang dengan hostilitas dan potensi
melakukan tindak kekerasan. Seseorang pada hakekatnya membutuhkan kesempatan
untuk menyampaikan pendapatnya, berkan kesempatan padanya untuk mengutarakan
isi pikiran sekalipun pemahamanya menyimpang.
2. Sikapt empati
3. Hindari konfrontatif mengancam.
4. Alternatif solusi penyelesaian masalah ( merumuskan pemecahan masalah yang
menjadi resolusi).
5. Bergerak ke arah yang win-win resolusi. Mengalihkan fokus dari apa yang tidak dapat
anda melakukan apa yang dapat anda lakukan (keliat, 1996).

H. Gejala Gejala Marah


Kemerahan ditanyakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengerusakan,
tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perbahanyang timbuh
pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah :

Perubahan Tekanan meningkat, denyut nadi dan pernafasan meningkat, pupil


fisiologik dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang – kadang konstipasi, refeks tendon tinggi.
Perubahan Mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi, eksprsi wajah nampak tegag
emosional bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
Perubahan prilaku Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada
suara keras dan kasar.
Perilaku Perlaku lain yang berkaitan dengan perlaku kekerasan antara lain.
1. Menyerang atau menghindar (fight or flight). Pada keadaan ini,
respon fisiologis timbbul karena kegiatan sistem saraf otonom
18
bereaksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan tekanan darah eningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, perstaltik gaster menurun,
pengeluaran urne dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku, dan
disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif ( assertiveness), perilaku yang sering
ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perlaku pasif, agresif,dan asertif. Perlaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikologis. Di samping itu,
perlaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri klien.
3. Memberontak (acting out), perlaku yang muncul biasanya
disertai akibat konflik perlaku “acting out” untuk
menarikperhatian orang lain.
4. Perlaku kekerasan, tindakan kekerasan atau amukan yang
ditujukan kepada dir sendiri, orang lain maupun lingkungan.

I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sundeen, 1998). Kemarahan
merpakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai klien marah untuk melindungi diri antara lain
(Maramis, 1998).

Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu dorngan,
penyalurannya ke arah lain. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

19
Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbaik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya.

Represi Mencegah pikiran yang meyakitkan atau menbahayakan masuk ke alam


sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan uang
diterimanya sejak kecil, membenci orang tua merpakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.

Reaksi formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-
lebihkan sikap dan perlaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

Displacement Melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada obyek yang


tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya krena menggambar di dinding
kamarnya, mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

20
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

Biodata Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, status, pekerjaan, jenis
kelamin, No. RM, tanggal pasien MRS, tanggal pengkajian dan rang rawat pasien

2. Alasan Pasien MRS

3. Faktor Predisposisi

1) Apakah pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?

2) Apakah pengobatran sebelumnya berhasil atau tidak?

3) Riwayat trauma pasien seperti aniaya fisik, aniaya seksual, penolaka,


kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal

4) Apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?

5) Apa pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan?

4. Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Vital Sign

TD : Tekanan Darah

N : Nadi

S : Suhu

P : Pernafasan

2) Antropometri

21
Mengkaji BB ( Berat Badan) dan TB (Tinggi Badan) apakah ada kenaikan atau
penurunan

3) Keluhan fisik

Mengkaji adakah keluhan pada fisik pasien

5. Pengkajian Psikososial (Sebelum dan sesudah sakit)

1) Genogram

2) Konsep Diri

a. Citra Tubuh

b. Identitas diri

c. Peran

d. Ideal diri

e. Harga diri

3) Hubungan social

a. Orang yang berari/terdekat

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

c. Hambatan dalam berhubungan social dengan orang lain

4) Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan

b. Kegiatan Ibadah

6. Status Mental

a. Penampilan pasien : Tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai atau cara
berpakaian tidak seperti biasanya

b. Pembicaraan : Cepat, keras, gagap, apatis, lambat, membisu, tidak mampu


memulain pembicaraan, dll.
22
c. Aktivitas Motorik/Psikomotorn

 Kelambatan : Hipokinesa, hipoaktifitas; katalepsi, sub stupor katatonik,


fleksibilitas serea

 Peningkatan : hyperkinesia, hiperaktifitas; gagap, stereotipi, gaduh gelisah


katatonik, mannerism, katapleksi, tik, ekhopraxia, command automatism,
grimace, otomatisma, negativism, reaksi konversi, tremor, verbigerasi,
berjalan kaku/rigid, kompulsif.

d. Alam Perasaan : Sedih, gembira berlebihan, putus asa, khawatir, ketakutan

e. Afek : Datar, tumpul, labil, tidak sesuai

f. Interaksi selama wawancara : bermusuhan, kontak mata kurang, tidak


kooperatif, defensive, mudah tersinggung dan curiga

g. Persepsi; Halunasi : Pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecap dan


penghidu

h. Proses piker : Sirkumstansial, Tangensial, Kehilangan asosisasi, Flight of


ideas, Blocking dan pengulangan pembicaraan/perseverasi

i. Isi pikir : Obsesi, Depersonalisasi, fobia, idea yang terkait, hipokondria,


pikiran magic

 Waham : Agama, Nihilistik, somatic, sisip piker, kebesaran, siar piker,


curiga, control piker

j. Tingkat kesadaran : bingung, sedasi, stupor

 Disoerintasi : waktu, tempat dan orang

k. Memori : gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat saat ini,
gangguan daya ingat jangka pendek, konfabulasi

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : mudah beralih, tidak mampu


berkonsentrasi, tidak mampu berhitung sederhana

m. Kemampuan penilaian : gangguan ringan, gangguan bermakna

23
n. Daya tilik diri : menghindari penyakit yang diderita, menyalahkan hal-hal
diluar dirinya

7. Kebuthan Persiapan Pulang

1) Makan : bantuan minimal atau bantuan total

2) Defekasi/berkemih: bantuan minimal atau bantuan total

3) Mandi : bantuan minimal atau bantuan total

4) Berpakaian/berhias : bantuan minimal atau bantuan total

5) Isitirahat tidur

a. Lamanya tidur siang

b. Lamanya tidur malam

c. Aktivitas sebelum/sesudah tidur

6) Penggunaan obat : bantuan minimal atau bantuan total

7) Pemeliharaan kesehatan

Pasien membutuhkan perawatan lanjutan dan system pendukung atau tidak

8) Aktivitas di dalam rumah

Apakah pasien dapat mempersiapkan makanan, menjaga kerapian rumah,


mencuci pakaian, dan mengatur keuangan

9) Aktivitas di luar rumah

Apakah pasien mampu belanja, transportasi dll. Dalam melakukan


aktivitasnya di luar rumah

8. Mekanisme koping

1) Adaptif : Bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik


relokasi, aktivitas konstruktif, olahraga, dan lainnya.

24
2) Maladaptive : minum alcohol, reaksi lambat, reaksi berlebih, bekerja
berlebihan, menghindar, mencederai diri dan lainnya.

9. Masalah psikoksosial dan lingkungan

1) Uraikan masalah dengan dukungan kelompok

2) Uraikan masalah berhubungan dengan lingkungan

3) Uraika masalah dengan ekonomi

4) Dan uraikan masalah lainnya

10. Kurang Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan pasien mengenai penyakit jiwa, factor presipitasi, koping,


system pendukung, penyakit fisik, obat-obatan dan lainnya.

11. Aspek Medis

1) Diagnosa Medis

2) Terapi Medis yang didapatkan

12. Pohon Masalah

(effect) perilaku kekerasan

(care problem) Harga diri rendah kronis

(Causa) ketidakefetktifan koping keluarga

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perilaku kekerasan

25
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Perilaku kekerasan Setelah diberikan asuhan SP 1


keperawatan selama 1x15
- Bina Hubungan - Agar kita lebih
menit pasien mampu :
Saling Percaya mudah
- Mengidentifkasi mengeksplorasi
- Identifikasi
penyebab dan tanda perasaan pasien
penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan
gejala serta akibat - Agar memudahkan
- Menyebutkan jenis dari perilaku perawat dalam
perilaku kekerasan kekerasan bertindak
yang pernah dilakukan
- Latih cara fisik 1 :
- Menyebutkan akibat tarik nafas dalam
- Agar pasien lebih
dari perilaku
- Masukkan dalam tenang
kekerasan yang
jadwal harian pasien
dilakukan - Agar menjadi
SP 2 rutinitas pasien
- Menyebutkan cara
mengontrol perilaku - Evaluasi kegiatan
kekerasan SP 1
- Untuk mengetahui
- Mengontrol perilaku apakah sudah
kekerasannya dengan terlaksana
- Latih cara fisik 2 :
cara :
pukul kasur/bantal
 Fisik
- agar pasien mampu
 Social/verbal melampiaskan
kemarahannya
 Spiritual
tidak pada orang

 Terapi lain, diri sendiri


- Masukkan dalam
atau lingkungan
jadwal harian
 Psikofarmaka

26
(obat) pasien - Untuk mengetahui
apakah sudah
SP 3
terlaksana
- Evaluasi kegiatan
SP 1 dan SP 2
- Melihat
perkembangan dari
- Latih secara pasien
social/verbal
- Agar hubungan
social pasien
membaik
- Menolak dengan
baik - Agar bisa
mengendalikan
amarah pasien
- Mengungkapkan
- Mengontrol perilaku
dengan baik
pasien

SP 4

- Evaluasi kegiatan
- Melihat
SP 1, SP 2, SP 3
perkembangan dari
pasien

- Latih secara - Agar pasien lebih


spiritual : berdoa tenang
atau sholat

- Masukkan dalam
- Mengontrol perilaku
jadwal harian
pasien
pasien

27
SP 5

- Evaluasi kegiatan - Melihat


SP 1, SP 2, SP 3, perkembangan
SP 4 pasien

- Latih patuh obat : - Pengobatan


minum obat secara membantu
teratur dan susun penyembuhan pasien
jadwal minum obat
- Mengontrol perilaku
secara teratu
pasien
- Masukkan dalam
jadwal harian
pasien

D. IMPLEMENTASI

Dilakukan sesuai dengan intervensi dan diagnose dari pasien tersebut.

E. EVALUASI

Evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dimana evaluasi
formatif digunakan di bagian implementasi dan tidak menyeluruh sedangkan evaluasi
sumatif digunakan di bagian evaluasi dan bersifat menyeluruh dalam mengevaluasi
pasien.

28
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman S.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatabn Jiwa.Yogyakarta:Nuha


Medika

Muhith, Abdul. 2015.Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:Andi Offset

https://sofaners.wordpress.com/2013/03/23/asuhan-keperawatan-jiwa-pada-tn-t-
dengan-gangguan-ekpresi-marah-perilaku-kekerasan/. Diaskes pada tanggal
20 September 2017

https://persepsisensori.wordpress.com/ diakses pada tanggal 21 September 2017

http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.co.id/2013/02/askep-jiwa-dengan-
perilaku-kekerasan.html. Diakses pada tanggal 20 seotember 2017

29

Anda mungkin juga menyukai