Anda di halaman 1dari 6

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS.

HIV terdapat
di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air
mani, atau cairan vagina dan Air Susu Ibu (ASI). Virus ini menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh kita untuk
melawan segala penyakit yang datang. Sedangkan AIDS adalah kependekan
dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala penyakit yang
timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang
yang mengidap AIDS amat mudah tertular berbagai macam penyakit. Hal itu
terjadi karena sistem kekebalan di dalam tubuh menurun.

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang menjadi


permasalahan kesehatan baik di tingkat dunia maupun pada tingkat nasional, di
mana sampai saat ini belum di temukan obat untuk menyembuhkannya. Menurut
data Kementrian Kesehatan kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan,
sampai desember 2013 terdapat 127.427 kasus HIV dan 52.348 kasus AIDS,
dengan jumlah kematian 1.994 ODHA (37,8 %). Jumlah AIDS tertinggi adalah
pada ibu rumah tangga berjumlah 6.230 jiwa. Bila didasarkan pada kelompok umur
maka proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20 – 29 tahun
(34,2 %). Kalau dihitung jumlah penderita HIV dan AIDS sejak 1 April 1987
sampai dengan 31 Maret 2016 adalah 198.219 kasus HIV dan 78.292 Kasus AIDS
(Spritia;Kemenkes, 2016). Secara nasional terjadi kenaikan prevalensi kasus AIDS
per 100.000 penduduk berdasarkan provinsi dari 32,45 tahun 2015 dan menjadi
32,95 sampai 31 Maret 2016.

Berdasarkan laporan Kasus HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan Desember


2015, yang diterima dari Ditjen PP & PL, berdasarkan surat Direktur Jenderal P2PL,
dr. H.M. Subuh, MPPM tertanggal 26 Februari 2016 (Spritia.or.id) diketahui :
Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun
(69%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (17%), dan kelompok umur >= 50
tahun (7%); Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1; dan Persentase
faktor risiko HIV tertinggi
adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (47%), LSL (Lelaki Seks Lelaki)
(22%), lain-lain (28%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun
(3%). Sedangkan Persentase AIDS tertinggi terdapat pada kelompok umur 30-39
tahun (37,3%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (27,9%) dan kelompok umur
40-49 tahun (18,8%); Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1; dan
Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada
heteroseksual (80,3%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (8%), penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun (2,6%), dan dari ibu positif HIV ke anak (4,6%).

Berdasarkan data tersebut diketahui penyebaran penyakit HIV dan AIDS sudah
sangat mengkhawatirkan maka perlu dilakukan penanggulangan penyakit
HIV/AIDS secara terpadu dan terintegrasi oleh semua pihak. Penanggulangan
HIV/AIDS adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif, preventif,
diagnosis, kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar
wabah tidak meluas ke daerah lain serta mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh penyakit HIV/AIDS tersebut. Penanggulangan HIV/AIDS harus
dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan. Kegiatan penanggulangan
HIV/AIDS terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.

Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan


komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma
serta diskriminasi. Promosi kesehatan diberikan dalam bentuk advokasi, bina
suasana, pemberdayaan, kemitraan dan peran serta masyarakat sesuai dengan
kondisi sosial budaya serta didukung kebijakan publik dan dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan terlatih. Sasaran promosi kesehatan meliputi
pembuat kebijakan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud diutamakan pada populasi sasaran (populasi yang
menjadi sasaran program) dan populasi kunci (pengguna napza suntik; Wanita
Pekerja Seks (WPS) langsung maupun tidak langsung;
pelanggan/pasangan seks WPS; gay, waria, dan Laki pelanggan/pasangan Seks
dengan sesama Laki (LSL); dan warga binaan lapas/rutan).

Advokasi dilakukan sebagai bentuk penguatan kebijakan terhadap promosi


kesehatan HIV dan AIDS. Advokasi merupakan upaya atau proses yang strategis
dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari para pengambil
keputusan dan pihak-pihak yang terkait (stakeholders) dalam pengendalian HIV
dan AIDS. Perlu rasanya dilakukan keselarasan regulasi secara nasional dengan
regulasi tingkat daerah agar memudahkan implementasi kebijakan bagi pemangku
kepentingan untuk melakukan program promosi kesehatan. Strategi advokasi bisa
dilakukan dengan melakukan sosialisasi kebijakan yang terkait dengan
penanggulangan HIV/AIDS, dan penguatan kebijakan pada pemangku kebijakan
di pemerintahan. Advokasi memungkinkan untuk memasukkan kebijakan
penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan daerah dan RPJMD agar
tercapainya promosi kesehatan penanggulangan HIV dan AIDS dalam lingkup
pemerintah daerah yang melibatkan antar Satuan Organisasi Perangkat Daerah
(SOPD) yang terkait.

Strategi bina suasana sebagai upaya menciptakan opini dan atau mengkondisikan
lingkungan sosial, baik fisik maupun non fisik agar mampu mendorong individu,
keluarga dan kelompok untuk mau melakukan perilaku pencegahan dan berperan
serta dalam pengendalian HIV dan AIDS. Kegiatan Bina suasana antara lain melalui
:

1. Kampanye Media Massa, strategi ini dengan menggunakan media massa sebagai
penyampaian pesan KIE HIV dan AIDS. Media yang bisa digunakan adalah media
yang diterbitkan secara luas (TV, Koran, majalah, Radio) dan ditargetkan untuk
populasi kunci seperti penduduk kelompok umur 15 – 24 tahun.
2. Kampanye Media yang terfokus, strategi ini digunakan untuk populasi tertentu
yang berada di wilayah tertentu dengan jenis media tertentu/terfokus. Media yang
bisa digunakan adalah website informasi kesehatan dan media jejaring sosial
seperti Facebook, Twitter, SMS, WhatsApp, Hotline, Gateway.
3. Pengembangan Kapasitas, ditujukan ditujukan bagi staf pelaksana program HIV
dan AIDS serta pelaksana promosi kesehatan di tingkat kabupaten/kota sampai
tingkat lapangan sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Pelaksanaan
strategi ini akan menggunakan cara: orientasi, pelatihan, magang, diskusi,
seminar, lokakarya, dll. Mengintegrasikan sumber daya manusia untuk
penanggulangan HIV dan AIDS perlu sekali mengingat sumber daya manusia ini
memiliki peran yang sangat strategis untuk memastikan pelayanan kesehatan bisa
diakses dan dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan.

Unsur pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam promosi kesehatan


penanggulangan HIV dan AIDS sebagai upaya menumbuhkan kesadaran,
kemauan, kemampuan masyarakat dalam upaya pengendalian HIV dan AIDS.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui :

1. Intervensi Berbasis Sekolah, merupakan strategi utama dan langsung kepada


penduduk usia 15-24 tahun yang masih di bersekolah atau kuliah. Intervensi jenis
ini akan dilakukan oleh lembaga pelaksana mitra yang profesional dengan cara
tatap muka, baik secara individual maupun kelompok kecil dan besar. Lembaga ini
akan bekerja menggunakan dan memanfaatkan infrastruktur yang telah ada.
Pelaksanaan strategi dalam intervensi ini dilakukan langsung di lingkungan sekolah
memanfaatkan kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Contoh : kegiatan UKS, Saka
Bakti Husada, Kemah Bakti Mahasiswa. Kegiatan ini diharapkan akan menjadikan
sekolah atau kampus perguruan tinggi menjadi Sekolah/Kampus Promosi
Kesehatan.
2. Intervensi Berbasis Luar Sekolah (Tempat Kerja, Komunitas dan Tempat
Nongkrong), Strategi ini dilakukan bagi penduduk usia 15-24 tahun yang tidak
bersekolah atau mereka yang bersekolah tetapi lebih strategis disasar di luar
sekolah. Penduduk kategori ini termasuk: mereka yang ada di tempat kerja, mal,
warnet, kafe, bioskop, tempat-tempat ibadah, jalanan, dll. Strategi ini akan
dijalankan oleh lembaga pelaksana mitra yang profesional yang bertugas
melakukan kegiatan sehari-hari dengan cara kontak langsung kepada sasaran
secara individual maupun kelompok kecil dan besar. Contoh Lembaga yang bisa
melakukan kegiatan ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah
Daerah/Komisi Penanggulanangan AIDS Daerah (KPAD), dan atau Kelompok
masyarakat yang terlatih dengan Media KIE HIV/AIDS.

Strategi kemitraan dilakukan untuk mendukung upaya advokasi, bina suasana dan
pemberdayaan masyarakat. Kemitraan yang dibangun terutama kemitraan di
tingkat lapangan dengan organisasi kemasyarakatan/lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang pengendalian HIV dan AIDS, kelompok
profesi, media massa dan swasta/dunia usaha. Strategi promosi kesehatan dalam
penanggulangan HIV dan AIDS yang terdiri dari unsur advokasi, bina suasana,
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan merupakan satu kesatuan yang akan
mendukung program promosi kesehatan satu sama lain.
Kegiatan promosi kesehatan dalam penanggulangan HIV dan AIDS
diselenggarakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota dan


masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk layanan
komprehensif dan berkesinambungan yang merupakan upaya yang meliputi
semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang dilakukan secara paripurna mulai dari
rumah, masyarakat sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Promosi kesehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan


maupun program promosi kesehatan lainnya. Promosi kesehatan tersebut
meliputi:

1. iklan layanan masyarakat;


2. kampanye penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko penularan
penyakit;
3. promosi kesehatan bagi remaja dan dewasa muda;
4. peningkatan kapasitas dalam promosi pencegahan penyalahgunaan napza dan
penularan HIV kepada tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan yang terlatih; dan
5. program promosi kesehatan lainnya.

Promosi kesehatan yang terintegrasi pada pelayanan kesehatan diutamakan pada


pelayanan : kesehatan peduli remaja; kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana; pemeriksaan asuhan antenatal; infeksi menular seksual; rehabilitasi
napza; dan tuberkulosis. Promosi Kesehatan yang terintegrasi dilakukan oleh
semua pihak baik intansi pemerintah secara vertikal sampai ke pemerintah daerah
kabupaten/kota dan komponen masyarakat. Contoh integrasi promosi kesehatan
adalah membudayakan KIE pada semua lembaga terhadap kliennya dan dilakukan
pelatihan petugas KIE tersebut secara tepat oleh pihak-pihak yang berkompeten.

Penerapan promosi kesehatan yang terintegrasi telah mulai dilakukan dengan


diterbitkannya SKB 5 Menteri tahun 2012 tentang Peningkatan Pengetahuan
Komprehensif HIV dan AIDS pada penduduk usia 15 sampai dengan 24 tahun.
Selain langkah tersebut untuk lebih tepatnya dampak promosi kesehatan pada
penanggulangan HIV dan AIDS perlu dikembangkan integrasi ketersediaan data
kasus mulai dari pusat sampai ke daerah agar populasi kunci menjadi lebih terarah
dan kegiatan promosi kesehatan tepat sasaran. Tak kalah pentingnya adalah
penguatan pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan terintegrasi
dengan melibatkan masyarakat termasuk unsur perguruan tinggi untuk lebih
mengedepankan isu promosi kesehatan penanggulangan HIV/AIDS melalui
penelitian dan sebagai bahan ajar dan bagi pelaku media baik media cetak dan
media elektronik sebagai media KIE terhadap HIV/AIDS serta mengoptimalkan
penggunaan media sosial (facebook, twitter, Line, WhatsApp, dll) sebagai media
kampanye KIE penyakit HIV/AIDS.

Sumber :

 Spritia.or.id
 PMK Nomor 21 Tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai