KAJIAN PUSTAKA
A. Pemilihan Umum
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan
kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang
telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
b. Berdasarkan perhitungan
Dalam suatu pemilu, setidaknya ada tiga sistem utama yang sering berlaku, yaitu:
Sistem Distrik: Sistem distrik merupakan sistem yang paling tua. Sistem
ini didasarkan kepada kesatuan geografis. Dalam sistem distrik satu
kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem ini sering
dipakai di negara yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan
Amerika.
Sistem perwakilan proporsional: Dalam sistem perwakilan proporsional,
jumlah kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan
perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum. khusus di daerah
pemilihan. Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu pertimbangan,
misalnya 1 orang wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk.
Sistem campuran: Sistem ini merupakan campuran antara sistem distrik
dengan proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara ke dalam
beberapa daerah pemilihan. Sisa suara pemilih tidak hilang, melainkan
diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi. Sistem ini
diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam memilih anggota
DPR dan DPRD. Sistem ini disebut juga proporsional berdasarkan stelsel
daftar
a. Sistem Proporsional
Sistem distrik adalah sistem pemilihan umum, dimana wilyah negara atau wilayah
pemilihan dibagi – bagi dalam distrik atau wilayah pemilihan dimana tiap wilyah
akan dipilih satu wakil atau calon wakil yang mendapatkan suara terbanyak
diwilyahnya.
Asas Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang akan diuraikan sebagai
berikut :
1. Pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik
maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik
yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak –hak
politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti
kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.
Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam
menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye,
yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus
memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa,
sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai
peserta pemilu lainnya.
2. Pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus
diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya
setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan
mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab
pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada
pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang
bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya.
Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih
mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara
atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan
berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat
memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu
berikut.
3. Pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik
kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran
ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama
untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang
didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan
tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan
perbedaan – perbedaan di masyarakat.
4. Pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan
mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak
dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas.
Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki
dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara
pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode
pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan
”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam
satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik,
keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.
5. Penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen.
Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti
penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara,
pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan
suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi
oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia
penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional
Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika
penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau
berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan
tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak
terpenuhi.
Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah data kependudukan milik pemerintah dan
pemerintah daerah yang telah dimutakhirkan oleh KPU untuk keperluan pemilu.
DPT ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Data kependudukan sendiri terdiri dari
data penduduk dan data penduduk potensial Pemilih Pemilu (DP4). Jadi, dalam
menetapkan DPT KPU menggunakan data kependudukan yang diberikan
pemerintah dan pemerintah daerah melalui Dinas Kependudukan.
Masalah mengenai DPT yang muncul akhir-akhir ini adalah dugaan adanya
manipulasi DPT dalam pemilihan kepala daerah Jawa Timur. Dugaan manipulasi
DPT tersebut saat ini sedang diusut pihak Kepolisian. Lepas dari benar-tidaknya
dugaan itu, pihak KPU mengakui bisa terjadi bermacam kesalahan dalam proses
pemutakhiran data di antaranya technical error, human error, dan political error.
G. Golongan Putih
Jika kita berbicara tentang pemilu, maka tidak asing ditelinga kita akan
terdengar kata golput atau sering disebut golongan putih. Golput atau golongan
putih adalah orang yang berhak ikut dalam pemilu akan tetapi tidak
memanfaatkannya atau dalam kata lain tidak memberikan hak pilihnya untuk
salah satu Capres dan juga sudah menjadi realitas.
Di Indonesia tingkat golput masih sangat tinggi. Mengapa hal golput itu
terjadi? Hal itu mungkin terjadi karena Mereka tidak percaya dengan partai atau
suatu caleg yang ada, dan mereka tidak tahu dan tidak mengenali caleg tersebut,
serta partai juga tidak tahu dan tidak berusaha cari tahu. Mereka merasa suatu
sistem yang dipakai tidak sesuai, dan itu hanyalah akal-akalan partai besar saja.
Hal diatas mungkin yang menjadi penyebab golput, Mereka para caleg
hanya banyak janji , selain itu janji mereka yang dulu akan memberantas Korupsi
Kolusi Nepotisme (KKN) malah hanya omong kosong, Mereka bukan
memberantas tapi malah melakukanya.
Saya rasa Golput itu tidak haram untuk dilakukan, akan tetapi halal
dilakukan karena lebih baik tidak memilih daripada kita memilih suatu pemimpin
yang salah, tidak jujur dan juga tidak bertanggungjawab untuk bangsa dan negara.
Sayangnya, sekitar 70% yang datang ke TPS adalah para orang yang
kurang tau adanya politik. Apalagi, 50% dari mereka yang hanya berpendidikan
lulusan SD atau tidak tamat SD yang mengikuti sebagai pemilih. Lebih parah lagi,
selama ini rakyat tidak pernah mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik.
Mereka memilih hanya berdasarkan hal-hal yang tidak rasional yang karena
money politic-lah, tergiring hasil survei politiklah, termakan iklan-iklan di TV-
lah, dan pengaruh-pengaruh lain yang tidak mencerdaskan.
Mengkritik adalah hak setiap warganegara yang tidak golput maupun yang
golput, ini dijamin UUD 1945 yang menyatakan dengan tegas bahwa berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin undang-undang sejauh tidak
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena rakyat itu lebih
berkuasa dari wakil rakyat.
Kita bagi Warga Negara yang baik dan berpendidikan, kita harus selalu
mengamati partai politik yang ada di Indoneia supaya kita tidak salah memilih
partai politik yang bertanggung jawab. kita juga sebagai warga negara yang
mengerti olitik juga harus memilih sesuai hak pilih yang sudah diberikan kepada
kita, dan juga jika bisa jangan Golput.
DAFTAR PUSTAKA