Oleh:
Tomi Nugraha
G1A012096
2016
2
ABSTRAK
Latar Belakang: Akar Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman yang
banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk meningkatkan vitalitas pria. Senyawa aktif
yang terkandung di dalam akar Purwoceng memiliki potensi toksik. Hepar merupakan organ
yang rentan mengalami kerusakan akibat zat toksik. Penelitian mengenai tingkat keamanan
Purwoceng belum banyak dipublikasikan. Uji toksisitas akut merupakan salah satu uji untuk
mengetahui tingkat keamanan sebuah obat.
Tujuan: Menganalisis pengaruh pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) secara akut terhadap kerusakan gambaran histologi hepar tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan.
Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental dengan pendekatan post-test only terhadap
tikus putih jantan galur Wistar. Intervensi dilakukan pada 15 ekor tikus yang terbagi ke dalam
lima kelompok secara acak, yaitu kelompok kontrol (A), kelompok perlakuan dengan dosis 5
mg/kgBB (B), 50 mg/kgBB (C), 300 mg/kgBB (D), dan 2000 mg/kgBB (E). Kerusakan
gambaran histologi hepar dihitung dengan menggunakan skor Roenigk yang dimodifikasi.
Hasil: Uji Kruskal-Wallis menunjukkan gambaran kerusakan yang tidak bermakna (p>0.05).
Rerata total skor Roenigk yang dimodifikasi kelompok A=201±68.02, kelompok
B=269.33±54.88, kelompok C=250±48.07, kelompok D=218.33±68.71, dan kelompok
E=279±67.67. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan gambaran kerusakan yang tidak bermakna
(p>0.05).
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng secara akut berbagai dosis tidak
merusak gambaran histologi hepar tikus putih jantan dibandingkan dengan kelompok kontrol
sehat.
Kata Kunci: Purwoceng, Uji Toksisitas Akut, Histologi Hepar, Skor Roenigk
PENDAHULUAN
Purwoceng secara turun temurun dipercaya dapat meningkatkan vitalitas pria1,2. Tanaman
Penelitian efek farmakologi yang dilakukan kepada hewan coba membuktikan bahwa
kandungan akar Purwoceng memiliki efek androgenik yang dapat bermanfaat untuk
3
Senyawa aktif hasil uji fitokimia yang terkandung di dalam akar Purwoceng
merupakan senyawa xenobiotik yang akan mengalami biotransformasi seperti halnya obat
pada umumnya. Sisa hasil biotransformasi obat dapat menjadi racun bagi tubuh manusia7.
Hepar sebagai organ utama biotransformasi obat akan terpapar oleh sisa metabolik, racun,
dan mikroba selama menjalankan fungsinya, sehingga hepar rentan mengalami kerusakan8.
Senyawa aktif yang terkandung dalam akar Purwoceng dapat berpotensi toksik.
Senyawa yang bersifat lipofilik seperti alkaloid, tanin, dan flavonoid dapat menyebabkan
kerusakan pada sel tubuh. Kerusakan yang terjadi diakibatkan senyawa aktif tersebut lebih
mudah berikatan dengan sel tubuh, dan meningkatkan durasi metabolisme obat di dalam
tubuh9,10. Senyawa aktif lain seperti fenol merupakan metabolit sekunder yang dapat
Keamanan sebuah obat dapat digambarkan dengan melakukan uji toksisitas. Hal ini
bertujuan agar obat dapat dikatakan baik13. Uji toksisitas adalah uji yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pajanan zat toksik dengan waktu pemberian tertentu terhadap organ
sasaran14.
Uji toksisitas akut merupakan langkah awal dari uji toksisitas umum. Uji ini dilakukan
untuk mendeteksi efek toksik yang muncul pada organ sasaran dalam waktu singkat setelah
pemberian obat dosis tunggal secara oral atau dosis berulang dalam waktu 24 jam15.
4
METODE PENELITIAN
Rancangan Studi
only dengan kelompok kontrol. Persetujuan etik didapatkan dari KEPK Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.
Subjek
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Wistar dengan kriteria inklusi tikus jantan, berusia 8 – 12 minggu, dan memiliki berat badan
diantara 150 – 200 gram. Hewan coba dieksklusikan apabila sakit dan mengalami perubahan
berat badan 10% selama masa aklimatisasi. Hewan coba yang digunakan sebanyak 15 ekor
dan dikelompokkan dengan metode rancangan acak lengkap ke dalam lima kelompok, yaitu
(A) kelompok kontrol dan pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng dosis tunggal (B) 5
mg/kgBB, (C) 50 mg/kgBB, (D) 300 mg/kgBB, dan (E) 2000 mg/kgBB.
Ekstrak etanol akar purwoceng dibuat dengan teknik maserasi. Aklimatisasi diberikan
selama tujuh hari sebelum perlakuan dalam kandang berukuran 60 x 40 x 35 cm. Pemberian
dosis tunggal ekstrak etanol akar Purwoceng diberikan pada hari pertama setelah proses
aklimatisasi selesai. Pengamatan dilakukan selama 4 jam pertama setelah pemberian dosis
untuk melihat tanda toksisitas umum berupa konvulsi, tremor, diare, agitasi, dan koma.
Hewan diobservasi kembali pada waktu 24 jam, kemudian dilakukan terminasi hewan coba
dan pengambilan organ. Organ kemudian dibuat preparat yang diwarnai menggunakan
larutan Hematoxylin-Eosin.
5
Pengambilan Data
Perubahan gambaran histologi hepar pada tikus putih dinilai berdasarkan skor
Roenigk yang dimodifikasi untuk menilai kerusakan hepatosit. Penilaian dilakukan dengan
mengamati gambaran histologi 20 hepatosit setiap lapang pandang. Sel yang normal diberi
skor 1, sel yang mengalami degenerasi parenkimatosa diberi skor 2, sel yang mengalami
degenerasi hidropik diberi skor 3, sementara sel yang mengalami nekrosis diberi skor 4. Total
Analisis Statistik
Analisis univariat terdiri atas mean dan standar deviasi hasil pengamatan per kelompok. Data
hasil penilaian histologi hepar terdistribusi tidak normal pada kelompok D, sehingga
HASIL
hepatosit yang beragam seperti terlihat pada Gambar 1. Gambaran histologi hepar normal
dapat terlihat lebih banyak pada kelompok A, dimana bentuk dan ukuran sel masih seragam
dengan inti sel yang masih bulat dan di tengah, serta sinusoid terlihat melebar.
Degenerasi parenkimatosa dapat terlihat dari hepatosit yang lebih besar dari ukuran
normal dengan sitoplasma yang bergranul kemerahan, hal ini terjadi akibat adanya
penumpukkan protein. Degenerasi hidropik dapat terlihat dari hepatosit yang lebih besar dari
6
ukuran normal, akan tetapi terdapat vakuola pada sitoplasma yang berwarna jernih.
Nekrosis dapat terlihat dari gambaran inti yang mengalami perubahan berupa piknotik,
karioreksis, dan kariolisis. Piknotik merupakan gambaran intik yang memadat, karioreksis
merupakan gambara inti sel yang memudar. Gambaran nekrosis lebih banyak dapat
dikjumpai pada
Hasil rerata total skor Roenigk paling tinggi terdapat pada kelompok E, yang diikuti
oleh kelompok B, kelompok C, dan kelompok D seperti terlihat pada Gambar 2. Hasil uji
Kurskal-Wallis didapatkan hasil p=0.363 (p>0.05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan kerusakan gambaran histologi hepar yang bermakna antarkelompok. Analisis data
dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan uji T-independen. Hasil uji Mann-Whitney
400
279 ± 67.7
350 269.3 ± 54.9
250.0 ± 48.07 218.3 ± 68.7
300 201 ± 68.0
250
Skor
200
150
100
50
0
A 1 B 2 C 3 D 4 E 5
DISKUSI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata total skor Roenigk paling tinggi terdapat
pada kelompok E dengan rerata 279 ± 67.67, sedangkan rerata total skor Roenigk paling
rendah terdapat pada kelompok D dengan rerata 218.33 ± 68.71. Kelompok B dan C berada
8
diantara kelompok E dan D, dimana kelompok B memiliki rerata 269.33 ± 54.88 yang lebih
Hasil analisis total skor Roenigk dengan uji Kruskal-Wallis, yang dilanjutkan dengan
uji Mann Whitney dan uji T-Independen, menunjukkan nilai p>0.05. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat kerusakan gambaran histologi hepar yang bermakna jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol pada pemberian dosis tunggal ekstrak etanol akar Purwoceng
Kerusakan gambaran histologi hepar di dalam penelitian ini pada dasarnya diakibatkan
oleh kandungan aktif ekstrak etanol akar purwoceng, seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan
Kerusakan yang tidak bermakna pada penelitian ini terjadi karena, kandungan senyawa
aktif pada akar Purwoceng selain memiliki potensi toksik juga memiliki sifat hepatoprotektif.
Penelitian terhadap mencit yang diberikan karbon tetraklorida menunjukkan bahwa flavonoid
memiliki aktivitas hepatoprotektif16,17. Selain itu, sebuah penelitian mengenai pemberian obat
signifikan18. Penelitian lain menunjukkan bahwa glikosida, flavonoid, triterpenoid, dan fenol
Purwoceng juga mengandung beberapa senyawa aktif yang bersifat antioksidan seperti
Purwoceng dapat memberikan mekanisme pertahanan hepar untuk menangkal radikal bebas
hidroksil dan hidrogen peroksida dengan cara melakukan metabolisme peroksida lipid21.
Selain itu, senyawa antioksidan yang terkandung di dalam Purwoceng dapat menghambat
Kelompok D memiliki rerata total skor Roenigk yang paling rendah, hal ini dapat
terjadi karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa obat herbal yang mengandung tanin dan
9
flavonoid dengan dosis 200 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif
Gambaran histologi hepar pada kelompok kontrol (A) menunjukkan skor Roenigk yang
bervariasi, namun pada kelompok kontrol tetap terjadi kerusakan mulai dari degenerasi
parenkimatosa hingga terjadi nekrosis. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
Faktor lingkungan telah dikendalikan dengan memberikan kandang dan suasana yang
sama. Suasana tempat penelitian dikendalikan dengan menjaga temperatur, kelembaban, dan
sirkulasi udara, selain itu kandang selalu dibersihkan setiap hari. Asupan makanan yang
diberikan juga sama pada seluruh kelompok, tetapi jumlah pakan, riwayat pakan, dan riwayat
minum pada hewan coba pada penelitian ini tidak diketahui. Jumlah asupan pakan yang
kurang selama tiga hari menurut sebuah penelitian dapat menyebabkan kerusakan ringan
Faktor biologis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan gambaran hepar.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mikroorganisme berupa jamur pada pakan yang
diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat dugaan adanya kelompok jamur yang
hidup di dalam pakan hewan coba dan dapat menghasilkan aflatoksin25. Kandungan
aflatoksin ini merupakan zat yang dapat menimbulkan efek merusak pada hepar26.
Perlakuan pada penelitian ini dilakukan selama 24 jam dengan pemberian obat dosis
tunggal secara peroral. Hal ini bertujuan untuk melihat respon organ terhadap dosis obat yang
diberikan dalam waktu yang singkat. Kerusakan hepatosit pada penelitian ini menunjukkan
perbedaan yang tidak signifikan antarkelompok. Hal ini dapat terjadi karena sebuah
penelitian menunjukan bahwa regenerasi hepar dapat terjadi secara sempurna pada hari ke-2,
ke-4 dan ke-8 pasca reseksi hepar, sehingga observasi kerusakan hepatosit yang bersifat
Kerusakan sel pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu jejas reversibel
dan jejas ireversibel. Jejas reversibel adalah suatu kondisi dimana sel yang mengalami
ATP, gangguan sintesis protein, dan rusaknya integritas apparatus genetik. Jika kompensasi
gagal dilakukan, maka akan timbul jejas ireversibel yang menyebabkan disfungsi
mitokondria dan gangguan fungsi membran yang luas. Degenerasi parenkimatosan dan
degenerasi hidropik yang dihitung pada skor Roenigk merupakan bagian dari jejas reversibel,
Penelitian ini memiliki banyak kekurangan dan perlu dilakukan konfirmasi kembali
pada beberapa proses, seperti identifikasi kandungan aktif hasil ekstraksi, aklimatisasi,
pemilihan hewan coba, pembuatan preparat, dan pengamatan preparat. Hasil ekstraksi
sebaiknya dilakukan uji fitokimia agar kandungan aktif secara lengkap dapat diketahui. Cara
pemilihan hewan coba yang sehat sebaiknya ditambahkan pemeriksaan penanda kerusakan
hepar seperti pemeriksaan SGOT dan SGPT sebagai kriteria inklusi. Pola makan hewan coba
selama masa aklimatisasi dan perlakuan aklimatisasi sebaiknya selalu dipantau, walaupun
pemberian pakan secara ad libitum sudah dilakukan. Lama pengamatan hewan coba pada
penelitian selanjutnya lebih baik di perpanjang agar melihat sel yang mengalami jejas
ireversibel.
KESIMPULAN
Pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng secara akut berbagai dosis tidak merusak
gambaran histologi hepar tikus putih jantan dibandingkan dengan kelompok kontrol sehat.
11
REFERENSI