1
prinsip dalam berpolitik agar politik membawa kemaslahatan bagi umat manusia, diantaranya
syura (musyawarah), adil, amanah, musawah (persamaan), dan ijma’ (kesepakatan) (Lihat QS.
Al-Nisa’:58, 124; Al-A’raf:29; Ibrahim:90; Al-Anbiya:92; Al-Kahfi:29; Al-Maidah:48-49;
Shad:26; Al-Hujurat:1-3; dan Al-Insan:24-26).
B. Variasi Pandangan Umat Islam Dalam Melihat Relasi Islam dan Negara
Manusia sebagai membutuhkan negara untuk melakukan kerjasama sosial dengan
menjadikan agama (wahyu) sebagai pedoman. Menurut Al-Mawardi (tt.:5), kepemimpinan
politik Islam didirikan untuk melanjutkan tugas-tugas kenabian dalam memelihara agama dan
mengelola kebutuhan duniawi masyarakat.
b. Tipologi Sekuler
Tipologi sekunder berpendapat bahwa agama bukanlah negara. Negara adalah urusan
dunia yang pertimbangannya menggunakan akal dan kemaslahatan kemanusiaan yang bersifat
duniawi saja. Agama adalah urusan pribadi dan keluarga. Agama tidak harus diatur negara dan
begitu sebaliknya. Penganut tipologi ini menyatakan, bahwa tidak ada dalil eksplisit dalam al-
Qur’an maupun hadist yang menunjukkan kewajiban mendirikan sebuah negara.
c. Tipologi Moderat
Tipologi ketiga adalah tipologi moderat (al-mutawassith), mereka berparadigma
subtantivisik. Aliran ini berpindirian bahwa Islam tidak mengatur system ketatanegaraan, tetapi
terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Menurut kelompok ini, tidak
ada satu nash pun dalam al-Qur’an yang memerintahkan didirikannya sebuah negara Islam
(Iqbal & Nasution,2010:28-29). Mereka menolak klaim ekstrim bahwa agama telah mengatur
semua urusan, termasuk politik, dan menolak klaim ekstrim bahwa Islam tidak ada kaitannya
2
dengan negara politik. Jadi, relasi agama dan negara adalah relasi etik dan moral. Negara
menjadi instrument politik untuk menegakkan nilai dan akhlak Islam yang bersifat universal.
Bila seseorang sudah terpilih menjadi pemimpin negara dan memegang kekuasaan,
maka kepatuhan kepadanya menyangkut tugas politik,dan juga dalam kewajiban agama. Cacat
moral dan cacat psikis dapat mengganggu dan membuatnya kehilangan kepemimpinannya.
Kebijakan pemerintah harus selalu disesuaikan dengan dengan ketentuan ‘tasharruful imam
‘alar ra’iyyah manuthun bil-mashlahah’. Aliran ini menempatkan syariat sebagai tata nilai
masyarakat dalam kehidupan bernegara.
3
C. Institusi Khilafah Dalam Tradisi Politik Islam
Khilafah dalam bahasa arab berarti penggantian. Kata ini mrngingatkan kita pada
Khalifah pada Q.S Al-Baqarah:30 :
ِ َو ِإ أذ قَا َل َربُّكَ ِل أل َم ََلئِ َك ِة ِإنِي َجا ِع ٌل فِي أاْل َ أر
ض َخ ِليفَة
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Kata khilafah dalam ayat tersebut tidak mempunyai konotasi politik maupun Negara,
melainkan bermakna wakil, pengatur, pengganti dan yang sejenis. Khilafah merujuk pada
sistem pemerintahan Islam pertama yang didirikan pasca wafatnya Rasulullah SAW.
Pemimpin dalam sistem ini disebut Khilafah (Chalik, 2012). Istilah Khilafah digunakan oleh
kelompok muslim tertentu untuk mewakili cita-cita mereka untuk mendirikan “negara” Islam
dan mewujudkan tatanan masyarakat dunia yang berdasarkan Islam. Dalam hal ini, Khilafah
bersifat lintas negara.
4
Dari bukti tersebut menunjukkan kecintaan Rasulullah terhadap tanah kelahirannya.
Kecintaan Rasulullah SAW terhadap tanah air diwujudkan dalam bentuk islah atau perbaikan
seluruh tatanan kehidupan yang diawali dengan perbaikan aqidah. Selain Rasulullah SAW,
kecintaan terhadap tanah air juga dilakukan pada Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim mencintai
tanah air sebagaimana termuat dalam firman Allah:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang
aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman
diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian” (Q.S. al-Baqarah:126)
Ajaran untuk cinta tanah air sesuai dengan isi pesan dalam empat pilar kebangsaan,
yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Negara Indonesia yaitu negara
kesatuan. Pancasila berfungsi sebagai pilar utama dan sebagai dasar yang menjadi sandaran
bagi tiga pilar yang lain. Empat pilar ini perlu ditanamkan kembali terkait dengan
perkembangan jaman yang mana nilai-nilai dasar sikap dan menjadi dasar karakter bangsa
perlahan mulai memudar. Ajaran Islam dalam mencintai tanah air termasuk salah satu wujud
penerapan empat pilar kebangsaan. Sikap cinta tanah air perlu ditanamkan dengan harapan
negara Indonesia menjadi negara yang aman dan damai. Tanah air bukanlah milik pribadi,
melainkan tanah air adalah milik setiap warga negaranya.