Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Darah merupakan salah satu cairan yang sangat penting yang juga

sebagai cairan terbesar yang dalam tubuh. Darah yang diedarkan melalui

pembuluh darah, yang banyknya padsa orang dewasa kurang lebih 5 liter ini,

dapat mengalir karena kinerja pompa jantung. Darah dialirkan keseleuruh

tubuh karena fungsinya yang khusu yaitu sebagai sistem transportasi.

Darahlah yang berjasa membawa oksigen nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh

kita. Selain fungsi utamanya sebagai pembawa dan pengendar oksigen dan

nutrisi tubuh, darah juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan

cairan didalam tubuh dengan menjaga PH tetap seimbang dan sebagai

sebagaian sistem perlindungan tubuh karena didalam darah juga terdapat

leukosit atau sel darah putih yang berperan dalam sistem imun tubuh

(Juliantisilaen, 2014).

Darah agak sedikit kental dan lengket dibandingkan air. Suhu darah

normal adalah 30 derajat celcius atau 1 derajat lebih tinggi dari suhu

pengukuruan oral, maupun rektal, dan untuk menjaga keseimbangan PH dalam

tubuh darah memiliki PH sebesar 7,35 – 7,45. Walaupun darah berupa caiaran

plasma, didalamnya terkandung pula sel-sel darah dan trombosit. Darah yang

berbentuk cair ini diakibatkan karena kandungan plasma darah yang

banyaknya 55% dari total volume darah yang ada ditubuh, sedangkan 45%

sisanya berupa sel darah yang terdiri dari eritrotsit (sel darah merah), leukosit
(sel darah putih), trombosit (kemping darah). Masing-masing komponen di

dalam darah ini memiliki tugas dan peran masing-masing yang spesifik.

Misalnya Eritrosit berperan dalam transport oksigen ke seluruh tubuh,

kemudian leukosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh dalam melawan

agen-agen yang masuk ke tubuh, sedangkan trombosit berperan dalam

pembekuan darah (Juliantisilaen, 2014).

Dengan melakukan pemeriksaan darah di dalam tubuh, dapat dicari

suatu jenis kelainan yang selanjutnya sangat berguna bagi penegakan

diagnosis dan pengobatan selanjutnya pada praktikum ini akan mempelajari

tentang pemeriksaan darah yaitu pemeriksaan masa pendarahan (bleeding

time) menggunakan metode ivy.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara pemeriksaan bleeding time menggunakan metode ivy.

1.3 Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui pemeriksaan bleeding time menggunakan metode

ivy.

1.4 Manfaat Praktikum

Mahasiswa dapat mengetahui tehnik pemeriksaan bleeding time

menggunakan metode duke.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Darah

Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma didalam

cairan yang disebut plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai

jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-

unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Secara

fungsionalpun darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan

seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga merupakan integritas. Apabila

darah dikeluarkan dari tubuh maka segera terjadi bekuan yang terdiri atas

unsur berbentuk dan cairan kuning jernih yang disebut serum. Serum

sebenarnya merupakan plasma tanpa fibrinogen (protein) dalam tubuh

manusia terjadi proses sirkulasi berbagai macam zat yang dibutuhkan tubuh.

Diperlukan peredaran media pengantar dan alat-alat yang turut berperan

dalam sirkulasi untuk melakukan proses ini. Media dan alat-alat ini bekerja

bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan sistem sirkulasi

darah. Media yang berperan dalam peredaran zat-zat penting ke seluruh tubuh

ini adalah darah (Schmid, K. and Friends. 1997).

2.2 Plasma

Darah disusun oleh 2 komponen, yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

Plasma darah termasuk dalam kesatuan cairan ekstraseluler dengan volume ±

5% dari berat badan. Apabila sejumlah volume darah ditambah dengan zat

pencegah anti pembekuan darah secukupnya kemudian diputar selama 20


menit dengan kecepatan 3000 rpm maka cairan yang terdapat pada bagian

atas disebut plasma. Plasma darah mengandung fibrinogen, oleh karena itu

dalam memperoleh plasma, darah dicampur dengan antikoagulan untuk

mencegah terjadinya pembekuan darah (Smeltzer, S.C. 2001).

Sitrat merupakan antikoagulan yang langsung mengikat Ca, sehingga

digunakan untuk pemeriksaan waktu rekalsifikasi. Plasma yang diabsorpsi

dengan barium sulfat mengandung fibrinogen, faktor V, VIII, XI, XII,

XIII.Plasma ini tidak dapat membeku karena tidak mengandung protrombin,

faktor X dan faktor VII yang diperlukan untuk aktivasi intrinsik. Faktor XI

dan XII stabil dalam plasma simpan, tidak diabsorpsi oleh barium dan tidak

habis oleh proses pembekuan (Smeltzer, S.C. 2001).

2.3 Hemostatis

Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah

perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah

yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat

pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat

trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk

benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non

permeabel sehingga perdarahan dapat dihentikan (Smeltzer, S.C. 2001).

Proses hemosatasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa

vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan sumbat

trombosit, dan reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin. Faktor-faktor


yang memegang peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah,

trombosit, dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor lain yang juga

mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu jaringan ikat

disekitar pembuluh darah dan keadaan otot (Smeltzer, S.C. 2001).

2.4 Mekanisme Hemostatis

Menurut (Smeltzer, S.C. 2001) menkanisme hemostatis terdiri dari :

1. Fase vascular

Karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon

yang pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya

kontraksi dari kapiler disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah,

akibat dari extra vasasi ini akan memberikan tekanan pada kapiler tersebut

(adanya timbunan darah disekitar kapiler).

2. Fase Platelet/trombosit

Trombosit adalah sel darah tidak berinti berasal dari sitoplasma

megakariosit. Dalam keadaan inaktif, trombosit berbentuk cakram

bikonveks dengan diameter 1 -4 µm dan volume 7-8 fl. Dengan mikroskop

elektron, trombosit dibagi menjadi 4 zona. Zona perifier yang berguna

untuk adhesi dan agregasi, zona sol-gel yang menunjang struktur dan

mekanisme kontraksi, zona organel yang berperan pada pengeluaran inti

trombosit serta zona membran yang merupakan jalan keluar dari isi

granula saat pelepasan.

Trombosit adalah pecahan sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4

um. Terdiri dari 2 bagian yaitu kromomer yang bergranula terletak di


tengah, serta hialometer yang mengelilingi kromomer, tidak bergranula

dan berwarna lebih muda.

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanis sebagai

respon hemostatik normal terhadap cedera vaskuler. Proses pembentukan

sumbat tersebut melalui adhesi, pembebasan, agregasi, fusi dan aktivitas

prokoagulan. Trombosit dibentuk oleh megakariosit, yaitu sel raksasa

dalam sumsum tulang belakang dengan cara mengeluarkan sedikit

sitoplasma ke dalam sirkulasi, sekitar 60-75 % trombosit yang telah

dilepas dari sumsum tulang berada dalam peredaran darah, sedangkan

sisanya sebagian besar terdapat pada limpa.

Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra

vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan

akibatnya trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan

kasar maka trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.

Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah

agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu

massa yang melekat. Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas

hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis.

Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug

(sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.

3. Fase koagulasi (Pembekuan Darah)

Pembekuan darah memerlukan sistem penguatan biologis dimana relatif

sedikit zat pemula secara beruntun mengaktifkan, dengan proteolisis,reaksi


protein prekursor yang beredar ( enzim-enzim faktor pembekuan ) yang

memuncak pada pembentukan trombin, selanjutnya mengkonversi

fibrinogen plasma yang larut menjadi fibrin. Fibrin menjaring agregat

trombosit pada tempat luka vaskular dan mengubah sumbatan trombosit

primer yang tidak stabil menjadi sumbatan haemostasis yang kuat, utuh,

dan stabil.

Kerja reaksi enzim ini membutuhkan pemekatan setempat factor-faktor

pembekuan yang beredar pada tempat luka.Reaksi melalui permukaan

terjadi pada kolagen yang telah terpapar, faktor III dan faktor jaringan.

Dengan pengecualian fibrinogen yang merupakan sub unit bekuan

fibrin,faktor-faktor pembekuan adalah prekursor enzim maupun kofaktor,

yaitu kemampuan menghidrolisa ikatan peptide tergantung pada asam

amino serin pada inti aktifnya.

Ada kontak dan adanya cairan jaringan yang masuk, cairan jaringan ini

mengandung thromboplastin proses pembekuan darah terjadi karena

adanya factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic baru terjadi

bila ada kontak aktivasi. Apabila kontak aktivasi tidak ada, kebanyakan

factor intrinsic berada dalam keadaan tidak aktiv (cascade theory dari

clotting factor.waktu pembuluh darah terputus. Jaringan thromboplastin

adalah factor yang berasal dari jaringan.

2.5 Pembekuan Darah

Pembekuan darah memerlukan sistem penguatan biologis dimana

relatif sedikit zat pemula secara beruntun mengaktifkan, dengan proteolisis,


reaksi protein prekursor yang beredar ( enzim-enzim faktor pembekuan )

yang memuncak pada pembentukan trombin, selanjutnya mengkonversi

fibrinogen plasma yang larut menjadi fibrin. Fibrin menjaring agregat

trombosit pada tempat luka vaskular dan mengubah sumbatan trombosit

primer yang tidak stabil menjadi sumbatan haemostasis yang kuat, utuh, dan

stabil (Smeltzer, S.C. 2001.).

Kerja reaksi enzim ini membutuhkan pemekatan setempat faktor-

faktor pembekuan yang beredar pada tempat luka. Reaksi melalui permukaan

terjadi pada kolagen yang telah terpapar, faktor III dan faktor jaringan.

Dengan pengecualian fibrinogen yang merupakan sub unit bekuan fibrin,

faktor-faktor pembekuan adalah prekursor enzim maupun kofaktor, yaitu

kemampuan menghidrolisa ikatan peptide tergantung pada asam amino serin

pada inti aktifnya (Smeltzer, S.C. 2001).

2.6 Sistem Peredaran Darah

Sistem peredaran darah manusia ada dua yaitu system peredaran

darah besar dan sistem peredaran darah kecil (Frandson, R.D. 1992).

1. Sistem Peredaran Darah Besar (Sistemik)

Peredaran darah besar dimulai dari darah keluar dari jantung

melalui aorta menuju ke seluruh tubuh (organ bagian atas dan organ

bagian bawah). Melalui arteri darah yang kaya akan oksigen menuju ke

sistem-sistem organ, maka disebut sebagai sistem peredaran sistemik.

Dari sistem organ vena membawa darah kotor menuju ke jantung. Vena

yang berasal dari sistem organ di atas jantung akan masuk ke bilik kanan
melalui vena cava inferior, sementara vena yang berasal dari sistem

organ di bawah jantung dibawa oleh vena cava posterior. Darah kotor

dari bilik kanan akan dialirkan ke serambi kanan, selanjutnya akan

dipompa ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis

merupakan satu keunikan dalam sistem peredaran darah manusia karena

merupakan satu-satunya arteri yang membawa darah kotor (darah yang

mengandung CO2).

2. Sistem Peredaran Darah Kecil (Pulmonal)

Peredaran darah kecil dimulai dari dari darah kotor yang dibawa

arteri pulmonalis dari serambi kanan menuju ke paru-paru. Dalam paru-

paru tepatnya pada alveolus terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2.

Gas O2 masuk melalui sistem respirasi dan CO2 akan dibuang ke luar

tubuh. O2 yang masuk akan diikat oleh darah (dalam bentuk HbO) terjadi

di dalam alveolus. Selanjutnya darah bersih ini akan keluar dari paru-

paru melalui vena pulmonalis menuju ke jantung (bagian bilik kiri). Vena

pulmonalis merupakan keunikan yang kedua dalam system peredaran

darah manusia, karena merupakan satu-satunya vena yang membawa

darah bersih. Urutan perjalanan peredaran darah kecil :

3. Pembuluh Limfe (Pembuluh Getah Bening)

Pembuluh Limfe Kanan : Dari kepala, leher, dada, paru-paru,

jantung dan lengan sebelah kanan, bermuara di pembuluh balik yang

letaknya di bawah tulang selangka kanan. Pembuluh Limfe Dada :Dari

bagian lain, bermuara dalam vena di bawah tulang selangka kiri.


Pembuluh limfe adalah bermuaranya pembuluh lemak (pembuluh

kil). Peredaran limfe adalah terbuka, merupakan alat penyaring kuman,

karena di kelenjar limfe diproduksi sejenis sel darah putih yang disebut

limfosit untuk imunitas.

2.7 Trombosit

Trombosit matang adalah frekmen sel yang aktif, merupakan

komponen penting kedua dalam hemostasis. Trombosit tidak berinti dan

berada dalam darah perifer setelah diprosuksi dari sitoplasma megakariosit

merupakan sel terbesar yang ada dalam sumsusm tulang (Rukman Kiswari,

2014).

1. Peran trombosit dalam Hemostasis

Trombosit biasanya bergerak bebas melalui lumen pembuluh darah

sebagai salah satu komponen dari sistem peredaran darah. Pemeliharaan

pembuluh darah normal melibatkan nutrisis melalui endotel oleh

beberapa konstituen trombosit. (Rukman Kiswari, 2014).

2. Fungsi Trombosit secara umum

Setelah kerusakan pada endotelium pembuluh darah, terjadi

serangkain peristiwa, termasuk adhesi ke pembuluh darah yang terluka,

perubahan bentuk, agregasi, dan sekresi. Setiap perubahan struktural dan

fungsional disertai dengan serangkain reaksi biokimia yang terjadi selam

proses aktivasi trombosit. Membran plasma trombosit adalah fokus dari

interaksi antra lingkungan ekstraselular dan intraselular. Salah satu

kegiatan yang berbeda yang berhubungan dengan aktivitas trombosit


dalam menanggapi kerusakan vaskular adalah pemeliharaan secara terus-

menerus keutuhan vaskular oleh adhesi trombosit yang cepat pada

endotel yang rusak. Selain itu, trombosit menyebar, menjadi aktif, dan

membentuk agregat besar, dengan terbentuknya plug trombosit. Adhesi

dan agregasi trombosit di lokasi pembuluh darah yang rusak

memungkinkan untuk terjadi pelepasan molekul yang melibatkan dalam

hemostasis dan penyembuhan luka dan memungkinkan permukaan

membran untuk membentuk enzim koagulasi yang mengarah ke

pembentukan fibrin. Penyembuhan pembuluh darah didukung oleh

rangsangan migrasi dan proliferasi sel endotel dan sel otot polos medial

melaui reaksi pelepasan (Rukman Kiswari, 2014).

3. Adhesi Trombosit

Jika pembuluh darah cedera, akan menyingkap permukaan endotel

dan kolagen yang mendasari. Trombosit mendatangi serat kolagen

subendotel, membentuk pseudopodia di sepanjang permukaan, dan antara

trombosit satu dengan lainnya menyatu membentuk agregat. Adhesi

trombosit ke jaringan ikat subendotelial, terutama kolagen, terjadi dalam

1- 2 menit. Setelah berdiam endotel, epinefrin dan serotonin mendukung

vasokonstriksi. ADP meningkatkan adhesi trombosit. Peningkatan adhesi

trombosit menyebabkan trombosit yang beredar melekat pada kolagen.

Hasilnya dalah massa trombosit kohesif yang meningkat dengan ceat

mencapai ukuran yang cukup untuk membentuk plug trombosit.

(Rukman Kiswari, 2014).


4. Agregasi Trombosit

Agregasi trombosit adalah tes standar untuk menentukan fungsi

trombosit. Agregasi trombosit in vivo dalah proses yang jauh lebih

kompleks dan dinamis dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya.

Selama dekade terakhir, telah menjadi jelas bahwa agregasi trombosit

merupakan proses tahap adhesi yang melibatkan reseptor berbeda.

Berbagai macam agen mampu menghasilkan agregasi trombosit in vitro.

Agen ini meliputi materi seperti kolagen, enzim proteolitik seperti

trombin, epinefrin, dan serotonin. Dinyatakan bahwa jembatan yang

dibentuk oleh fibrinogen dengan kalsium meghasilkan permukaan yang

lengket pada trombosit, ini menyebabkan agregasi. Jika agregat diperkuat

oleh fibrindisebut sebagai trombus. Agregasi trombosit, detidaknya satu

jalur dapat diblokir oleh zat seperti prostaglandin E (PGE), adenosin, dan

obat anti- inflamasi nonsteroid, misalnya asparin. Hal ini secara

trombosit dlam mekanisme biosintesis yang diperlukan untuk

menyimpan protein baru, terjadi catat yang disebabkan oleh aspirin

selams masa hidupnya (sekitar 10 hari). Oleh karena itu, setelah

pengobatan dengan aspirin dihentikan, aktivitas siklooksigenase secara

perlahan akan pulih. Hal ini menjelaskan paradoks bagaimans obat

dengan waktu paruh 20 menit dalam sirkulasi sistemik dapat sepenuhnya

efektif sebagai anti trombosit ketiks cukup diberikan sekali sehari.

(Rukman Kiswari, 2014).

2.8 Pengertian Bleeding Time (Waktu Perdarahan)


Bleeding time (waktu perdarahan) adalah uji laboratorium untuk

menentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang

dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan

koagulasi. Masa perdarahan tergantung dari ketepatgunaan cairan jaringan

dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit.

Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan

untuk adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi

(Juliantisilaen, 2014).

Bleeding Time (waktu perdarahan) merupakan pemeriksaan rutin

yang dilakukan untuk mengetahui jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik.

Pemeriksaan ini telah dilakukan beberapa dekade dengan menggunakan

metode Duke. Ivy et al dan Mielke et al melakukan modifikasi metode

pemeriksaan waktu perdarahan dan banyak digunakan pertengahan tahun

1980-an, sehingga muncul pertanyaan mengenai validitas pemeriksaan

(Juliantisilaen, 2014).

Decterina melakukan analisis regresi linier untuk mengetahui

sensitifitas, spesifisitas nilai prediktif positif dan negatif dari Bleeding Time

(waktu perdarahan). Nilai dari hasil pemeriksaan Bleeding Time (waktu

perdarahan) dipengaruhi oleh jumlah trombosit, dinding pembuluh darah,

hematokrit, kualitas kulit, dan juga teknik yang digunakan (Juliantisilaen,

2014).

Pemeriksaan Bleeding Time (waktu perdarahan) merupakan

pemeriksaan skrining (penyaring) untuk menilai gangguan fungsi trombosit


dan mendeteksi adanya kelainan von willebrand. Pemeriksaan ini secara

langsung dipengaruhi oleh jumlah trombosit terutama dibawah 50.000/mm3 ,

kemampuan trombosit membentuk plug, vaskularisasi dan kemampuan

konstriksi pembuluh darah. Mekanisme koagulasi tidak mempengaruhi waktu

perdarahan secara signifikan kecuali terjadi penurunan yang cukup parah

(Nugraha, Gilang, 2015).

Pemeriksaan Bleeding Time (waktu perdarahan) tidak boleh dilakukan

apabila penderita sedang mengkonsumsi antikoagulan atau anti nyeri aspirin,

karena dapat menyebabkan waktu perdarahan memanjang. Pengobatan harus

ditunda selama 3-7 hari atau jika memungkinkan pasien diberitahu agar tidak

mengkonsumsi aspirin atau obat penghilang rasa nyeri tanpa resep selama 5

hari sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan Bleeding Time (waktu perdarahan)

terdapat dua metode yaitu Ivy dan Duke (Riswanto, 2013).

Metode duke dinilai kurang teliti dan kurang akurat, sehingga

dilakukan perbaikan berdasarkan metode Ivy.Agar pemeriksaan

terstandarisasi maka dilakukan penyamaan tekanan pembuluh darah dengan

menggunakan sfigmomanometer pada tekanan 40 mmHg. Tusukan dilakukan

pada lengan bagian bawah menggunakan lanset (Nugraha, Gilang, 2015).

Metode Duke kurang memberatkan pada mekanisme hemostasis

karena tidak diadakan pembendungan. Namun metode Duke sebaiknya hanya

dipakai pada bayi dan anak kecil saja, karena pembendungan menggunakan

figmomanometer pada lengan atas tidak mungkin atau susah dilakukan

(R.Gandasoebrata, 2010).
Pemeriksaan Bleeding Time (waktu perdarahan) lebih baik dengan

menggunakan metode Ivy, karena dilakukan pada 8 permukaan volar lengan

bawah yang mudah diakses, memiliki pasokan darah superfisial yang relatif

seragam, kurang peka terhadap nyeri, dan mudah terpengaruh oleh

peningkatan ringan tekanan hidrastatik (Riswanto, 2013).

2.9 Masalah Klinis pada Pemeriksaan Bleeding Time (Waktu Perdarahan)

1. Pemendekan waktu

 Penyakit Hodkin

2. Pemanjangan Waktu

 Purpura trombositopenia, disarankan untuk memeriksa jumlah

trombosit sebelum melakukan tes waktu perdarahan (v.dacie, sir john

dan lewis S.M)

 Abnormalitas fungsi trombosit, gangguan ini bisa disebabkan oleh

obat paraprotein atau kelainan trombosit (v.dacie, sir john dan lewis

S.M)

 Abnormalitas vaskular

 Leukemia

 Penyakit hati kronis

 DIC (disseminated intravascular coagulation)

 Anemia aplastik

 Defisiensi faktor (V, VII, XI)

 Penyakit christmas (Nugraha, Gilang, 2015).

2.10 Manfaat Pemeriksaan Bleeding Time (Waktu Perdarahan)


Bleeding Time (waktu perdarahan) dalam laboratorium klinik

bermanfaat untuk menilai faktor-faktor hemostasis yang letaknya

extravaskuler, tetapi keadaan dinding kapiler dan jumlah trombosit juga

berpengaruh. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang dasar, apabila

ditemukan kelainan maka dapat dilakukan 9 pemeriksaan yang lebih khusus

untuk mencari suatu kelainan tertentu (R.Gandasoebrata,2010).

2.11 Metode Pemeriksaan Bleeding Time (Waktu Perdarahan)

Metode Ivy Ikatan spigmomanometer dikenakan pada lengan atas

dengan tekanan 40 mmHg. Penusukan bagian lengan bawah kira-kira 3 jari

dibawah lipat siku dengan kedalaman tusukan 3mm

(R.Gandasoebrata,2010). Insisi harus dibuat di tempat yang sudah

dibersihkan, bebas dari penyakit kulit dan jauh dari vena (Riswanto, 2013)

Prinsip metode Ivy adalah dibuat perlukaan standar pada permukaan

volar lengan bawah, lamanya perdarahan sampai berhenti dicatat sebagai

waktu perdarahan (Riswanto, 2013).

Metode Duke Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan tusukan

pada bagian cuping telinga dengan kedalaman 2 mm (R.Gandasoebrata,

2010).

Prinsip metode Duke adalah dibuat perlukaan standar pada daun

telinga, lamanya perdarahan sampai berhenti dicatat sebagai waktu

perdarahan (Riswanto, 2013).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum yang berjudul “Pemeriksaan Bleeding Time Menggunakan

Metode Ivy” dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2019 di Laboratorium

Kimia Stikes Bina Manidiri Gorontalo.

3.2 Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan Bleeding Time adalah

metode ivy.

3.3 Prinsip

dibuat perlukaan standar pada permukaan volar lengan bawah, lamanya

perdarahan sampai berhenti dicatat sebagai waktu perdarahan

3.4 Pra Analitik

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini

yaitu lancet steril, stopwatch, alkohol 70 %, kapas, kertas saring, tensimeter

dan darah kapiler.

3.5 Analitik

1. Pasang sphygmomanometer pada lengan atas, pompa sampai 20 mmHg,

pertahankan tekanan

2. Desinfeksi volar lengan bawah dengan kapas alcohol 70%

3. Tegangkan kulit, tusuk dengan lancet kira-kira 3 jari dari lipatan siku,

hidupkan stopwacth saat darah mulai keluar

4. Isap darah dengan kertas saring setiap 30 detik


5. Hentikan stopwatch pada waktu darah tidak dapat diisap lagi dan catat

waktunya.

3.6 Pasca Analitik

Normal : 1-6 Menit

Meragukan : 6-11 Menit

Patologi : > 11 Menit


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Nama Metode Waktu Standar Keterangan

Ny Bv Ivy 2 Menit 1-6 Menit Normal

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu melakukan pemeriksaan masa perdarahan

atau Bleeding Time. Waktu perdarahan adalah interval waktu mulai timbulnya

tetes darah dari pembuluh darah yang luka sampai darah berhenti mengalir

keluar dari pembuluh darah. Penghentian pembuluh darah ini disebabkan

terbentuknya agregat yang menutupi celah pembuluh darah yang rusak.

Waktu pendarahan diamati sebagai interval waktu timbulnya tetes darah dari

mulai pembuluh darah yang luka sampai darah terhenti mengalir keluar dari

pembuluh darah. Penghentian pendarahan ini disebabkan oleh terbentuknya

agregat pletelat yang menutupi calah pembuluh darah yang rusak.

Pemeriksaan ini terkait dengan proses hemostatis. Hemostasis adalah

mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan

mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair.

Oleh karena itu pemeriksaan penyaring hemostasis harus meliputi

pemeriksaan vasculer, trombosit, dan koagulasi.

Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang

memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai

dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi


antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit

juga dapat mempengaruhi hasil tes ini.

Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu

bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa

perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang

dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang.

Pada praktikum kali ini, didapatkan hasil yaitu Bleeding Time pada Ny

Bv adalah 2 menit yang berarti masa perdarahannya adalah normal. Pada

metode IVY apabila perdarahan lebih dari 10 menit maka kondisi tersebut

tidak normal. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh kelainan atau penyakit

seperti Hemofilia, Trombosis, gangguan koagulasi dan kelaianan vaskuler.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma didalam

cairan yang disebut plasma. Waktu perdarahan (bleeding time) adalah interval

waktu mulai timbulnya tetes darah dari pembuluh darah yang luka sampai

darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh darah.

Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pemeriksaan Bleeding

time atau masa perdarahan pasien atas nama Ny Vb adalah 2 menit. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan pasien masih dalam

keadaan normal dimana nilai rujukan untuk masa perdarahan metode IVY

adalah 1 – 6 menit.

5.2 Saran

Adapun saran dari praktikan agar pada saat melakukan penusukan

menggunakan lancet, tusukan harus cukup dalam sehingga salah satu bercak

darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih.


DAFTAR PUSTAKA

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta.
Juliantisilaen. 2014. Waktu Perdarahan. http://www.slideshare.net/juliantisilaen/
waktu-perdarahan. Diakses pada tanggal 24 Maret 2018.

Nugraha Gilang. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.


Jakarta Timur : CV. Trans Info Media.

R.Gandasoebrata. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : Alfamedia


& Kanal Medika.

Schmid, K. and Friends. 1997. Animal Physiology Adaptation and Environment.


Cambridge University Press. USA.

Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai