Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kindey Disease) atau penyakit ginjal
tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif
dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2
hal 1448).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
1.2 Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa,
sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis
dapat dibagi dalam 2 kelompok :

1
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal
polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis
ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih,
Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
1.3 Prognosis Penyakit
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap
inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada
tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes
pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR
yang teliti.
2. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini

2
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit
yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat
sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan
anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % .
faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita
mulai terganggu.
3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya.
Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan

3
berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang,
kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 %
dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan
normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau
kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi
oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
1.4 Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular
Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi
ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang
sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan
kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan
poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi
penurunan fungsi
2. Insufisiensi ginjal;

4
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa
metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,
menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi
ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu
pengobatan medis
3. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya
sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam
jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal
sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan
pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.
(Corwin, 1994)
Pathways (terlampir)

2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan
fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit
namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari
nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja
benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic
pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh
unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah

5
sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit
tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang
ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi,
beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang
terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi
ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka
kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian
tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi
dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun
konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
1.5 Tanda Dan Gejala
 Gangguan pernafasan
 Udema
 Hipertensi
 Anoreksia, nausea, vomitus
 Ulserasi lambung
 Stomatitis
 Proteinuria
 Hematuria
 Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
 Anemia
 Perdarahan
 Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
 Distrofi renal
 Hiperkalemia
 Asidosis metabolic

6
1. Kardiovaskuler
 Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner,
perikarditis
 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
 Edema periorbital
 Friction rub pericardial
 Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Kulit kering bersisik
 Pruritus
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
 Krekels
 Sputum kental dan liat
 Nafas dangkal
 Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
 Anoreksia, mual, muntah, cegukan
 Nafas berbau ammonia
 Ulserasi dan perdarahan mulut
 Konstipasi dan diare
 Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
 Tidak mampu konsentrasi
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
 Disorientasi

7
 Kejang
 Rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
 Kram otot
 Kekuatan otot hilang
 Kelemahan pada tungkai
 Fraktur tulang
 Foot drop
7. Reproduktif
 Amenore
 Atrofi testekuler
(Smeltzer & Bare, 2001)
2 Pemeriksaan Penunjang
1. Urine :
o Volume
o Warna
o Sedimen
o Berat jenis
o Kreatinin
o Protein
2. Darah :
o Bun / kreatinin
o Hitung darah lengkap
o Sel darah merah
o Natrium serum
o Kalium
o Magnesium fosfat
o Protein
o Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
o Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

8
o Pielografi retrograd
o Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
o Arteriogram ginjal
o Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
massa.
4. Sistouretrogram berkemih
o Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter,
retensi.
5. Ultrasono ginjal
o Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
o Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
o Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
8. EKG
o Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda
perikarditis.
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)

9
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
1.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
1.7 Penatalaksanaan
2. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan
caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ;
menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu
penyembuhan luka.
3. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama
pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang
paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien
dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ;
SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan

10
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti
resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau
melalui retensi enema.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat
badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin
dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis
pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine,
drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

11
Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis

1. Pengkajian
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin
pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen
kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+)

12
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit,
ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biasanya
(Doengoes, 2000)
2. Diagnosa Keperawatan Disertai Data Subjektif Dan Objektif
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan
dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan
cairan berlebihan (fase diuretik)
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status
metabolic, edema, kulit kering, pruritus
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi
informasi
3. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan
dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal

13
Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan
pemasukan.
Kriteria Hasil :
a. Hasil laboratorium mendekati normal
b. BB stabil
c. Tanda vital dalam batas normal
d. Tidak ada edema
Intervensi :
a. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP
b. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi
seperti aditif antibiotic, ukur IWL
c. Awasi BJ urin
d. Batasi masukan cairan
e. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi
f. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
g. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi
derajat edema (skala +1 sampai +4)
h. Auskultasi paru dan bunyi jantung
i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya
gelisah
Kolaborasi :
a. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me ↑ COP
b. Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serumHb/ Ht
c. Rongent Dada
d. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol;
Antihipertensi : Klonidin, Metildopa
e. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi
f. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi

2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d


katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah

14
Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin
dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi
b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet
c. Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual,
anoreksia
d. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan
kesukaan kecuali kontra indikasi
e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut
f. Timbang BB tiap hari
Kolaborasi ;
a. Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin,
Na, K
b. Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
c. Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein, hindari sumber gula pekat
d. Batasi K, Na, dan Phospat
e. Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin
D dan B kompleks; Antiemetik

3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan


berlebihan (fase diuretik)
Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake &
output, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer
teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit dalam batas
normal
Intervensi :
a. Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat
b. Berikan cairan sesuai indikasi
c. Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan
tanda-tanda dehidrasi

15
d. Kontrol suhu lingkungan
e. Awasi hasil Lab : elektrolit Na

4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan


volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. TD dan HR dalam batas normal
b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema
perifer/kongesti vaskuler
b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan
postural saat berbaring, duduk dan berdiri
c. Observasi EKG, frekuensi jantung
d. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah
berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang
e. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan
mental
f. Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku
g. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas
h. Pertahankan tirah baring
Kolaborasi:
a. Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN,
creatinin
b. Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi
c. Siapkan dialysis

5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia,


retensi produk sampah dan prosedur dialisa
Tujuan : klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat
ditoleransi

16
Intervensi ;
a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat
b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas
c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan
d. Rencanakan periode istirahat adekuat
e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi
f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas
alternative sambil istirahat

6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic,


edema, kulit kering, pruritus
Hasil yang diharapkan : kulit hangat, utuh, turgor baik, tidak ada lesi
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
ekimosis, kerusakan, suhu
2. Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membrane
mukosa
3. Jaga kulit tetep kering dan bersih
4. Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan
tulang
5. Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim;
tangani area edema dengan hati-hati
6. Pertahankan linen kering dan kencang
7. Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area
pruritus
8. Anjurkan menggunakan bahan katun, Berikan kasur dekubitus
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi
informasi
Tujuan : klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang perlu, perubahan
perilaku hidup

17
Intervensi :
a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosa
b. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan Mg
c. Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, Rendah protein,
rendah natrium sesuai indikasi
d. Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfat dan
efek samping
e. Diskusikan tentang pembatasan cairan
f. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus
g. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi
aktivitas
h. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik
segera :
Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum,
edema,ulkus,kebas,spasme pembengkakan sendi, pe↓ ROM,
sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sacral, mata
merah.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing


process approach. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK
Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
2. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of
medical–surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.
Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
3. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing.
Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli
diterbitkan tahun 1999)

19

Anda mungkin juga menyukai