Ked
No. ID dan Nama Wahana: RSUD Lamaddukelleng, Kabupaten Wajo
Topik : Kehamilan Ektopik Terganggu
Tanggal (Kasus) : 18 Mei 2018
Nama Pasien/Umur : Ny. A/ 36 tahun No. RM: 18123273
Tanggal Presentasi : 28 Juni 2018 Pendamping: dr. Rasfiani, S.Ked
DPJP : dr. Warisah, Sp.OG
Tempat Presentasi: RSUD Lamaddukelleng, Kabupaten Wajo
Obyek Presentasi:
Keilmuan Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia Bumil
□ Deskripsi:
Wanita 35 tahun G3P2A0 datang ke rumah sakit dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir selama
1 bulan terakhir, durasi mengganti pembalut 3-4 kali sehari. Selain itu, OS juga mengeluh nyeri perut
hilang timbul dan dirasakan memberat sejak tadi pagi.
Menurut pasien dirinya menjalani program KB suntik 3 bulan, namun April kemarin pasien lupa
jadwal suntik dan berhubungan dengan suaminya, sebelum melanjutkan kembali injeksi KB.
Riwayat Obstetri :
1. Anak 1 : 2007/Perempuan/3200/PPN/ditolong bidan/puskesmas
2. Anak 2 : 2018/perempuan/3800/PPN/ditolong bidan/puskesmas
3. 2018 : kehamilan sekarang
2. Cunningham FG. et al. Williams Obstetrics. 24th edition. 2014. New York: McGraw and Hill
4. Hansen JT. Lambert DR. Netter’s Clinical Anatomy. 1st edition. 2008. New York: Elsevier
5. Guyton AC. Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Eleventh edition. 2006. USA:
Elsevier.p1028
ectopic pregnancy and miscarriage. In: NICE clinical guideline. Issued: December 2012
10. Fylstra DL. ectopic pregnancy not within the (distal) fallopian tube: etiology, diagnosis, and
11. Avcioglu SN. et al. Predictors of success of different treatment modalities for management
12. The management of Tubal Pregnancy. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.
13. Cohen A. et al. Methotrexate success rate in progressing ectopic pregnancies: a reappraisal.
14. Mol F. et al. The ESP study: Salpingostomy versus salpingectomy for tubal ectopic
pregnancy; The impact on future fertility: A randomised controlled trial. BioMed Central Ltd.
2008
15. Slaughter JL. Methotrexate Therapy: Non Surgical Therapy for Ectopic Pregnancy. Sited
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1022704/
2. Mata :
Eksoftalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis
Pupil : Isokor, Diameter 2,5 mm/2,5 mm
Sklera : Tidak ikterus
3. Telinga :
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan d prosesus mastoideus : Tidak ada
4. Hidung :
Perdarahan : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
5. Mulut :
Bibir : Tidak kering, Tidak ada sianosis
Lidah : Tidak kotor
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis
6. Paru :
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi, simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru kiri = kanan
Auskultasi : Vesikuler, Bunyi tambahan : Ronkhi (-), Wheezing (-)
7. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS III
Batas kanan linea parasternal kanan
Batas kiri, linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, Bising tidak ada
8. Ekstremitas :
Tidak ada deformitas
Tidak ada edema
C. Pemeriksaan Ginekologi
A. Pemeriksaan luar
Inspeksi : datar ikut gerak nafas
Palpasi : Fundus Uteri : ttb
Ballotemen Uteri :-
Masa Tumor :-
Auskultasi : DJJ (-)
B. Inspekulo :
Tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Dalam :
Vulva : t.a.k
Vagina : t.a.k
Portio : Tebal lunak (+), nyeri goyang portio (+)
Ostium uteri int/ekst : tertutup/tertutup
Pelepasan : Darah (+)
MT/NT : -/-
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL
E. Diagnosis
KET + Anemia
F. Terapi
1. IVFD RL 28 tpm
2. Inj Cefotaxime 1 gr/12 jam/IV
3. Inj. Ketorolac 30mg/12j/IV
4. Inj. Ranitidin amp/12j/IV
5. Obs. Perdarahan dan tanda tanda syok
6. Puasa
7. Rencana laparotomy eksplorasi
8. Siap darah 2 bag WB
G. Prognosis
Ad vitam : Dubia
Ad functionam : Dubia
Ad sanatiam : Dubia
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana hasil konsepsi berupa sel telur yang telah
terbuahi dan berkembang menjadi blastokista tidak berimplantasi pada tempat yang seharusnya, yaitu
dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kelainan ini terjadi di tuba fallopi.1,2
Hampir 2 dari 100 kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik.2 Insidensi
kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat hampir tiga kali lipat dalam 30 tahun terakhir.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian maternal yang tidak berhubugan dengan proses
persalinan dan merupakan penyebab utama kematian maternal pada trimester pertama.3 Di Indonesia
sendiri, kehamilan ektopik terjadi pada sekitar 5-6 kehamilan per seribu kehamilan.1
konsepsi dari tuba menuju endometrium, sehingga embrio berkembang sebelum mencapai kavum uteri
dan tumbuh di luar kavum uteri ibu. Saat tempat implantasi embrio tidak dapat beradaptasi dengan
perkembangan ukuran embrio, maka akan terjadi ruptur. Kejadian ini disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu. Kehamilan ektopik umumnya dapat terjadi di tuba, serviks uteri, ovarium, ligamentum, dan
rongga abdomen lain.1,2 Namun, terdapat beberapa kasus tidak biasa, di mana kehamilan ektopik terjadi
III. DIAGNOSIS
Tanda dan gejala kehamilan ektopik yang belum terganggu umumnya tidak khas. Penderita biasa
mengeluhkan gejala hamil muda disertai nyeri ringan di perut bagian bawah. Pada pemeriksaan dalam
vagina dapat ditemukan pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan dengan konsistensi lunak,
tuba yang berisi hasil konsepsi sulit teraba. Pada pemeriksaan USG, dapat diketahui kehamilan terjadi
terganggu yang sangat khas, yaitu nyeri perut mendadak yang dapat diikuti dengan syok dan pingsan.
Nyeri yang dirasakan bergantung pada lamanya kehamilan, terjadinya abortus atau ruptur tuba, usia
Pada kehamilan ektopik terganggu, dapat dijumpai gejala-gejala seperti nyeri, perdarahan
Nyeri merupakan gejala khas kehamilan ektopik terganggu. Jika terjadi ruptur, maka nyeri akan
dirasakan mendadak. Perdarahan yang terus berlangsung dapat menyebabkan penderita mengalami syok
hingga pingsan. Jika terjadi abortus, penderita hanya akan merasakan nyeri ringan yang bersifat
intermiten di satu sisi perut yang kemudian menjalar ke sisi lainnya, hingga ke seluruh area perut, jika
darah sudah mengalir ke dalam rongga perut.1,2,3 Jika perdarahan yang terjadi merangsang diafragma,
penderita dapat mengeluhkan nyeri bahu.1,3 Jika darah mengisi kavum douglasi dan membentuk
Perdarahan pervaginam merupakan gejala lain yang dapat ditemukan. Perdarahan pervaginam
menandakan adanya kematian janin sehingga terjadi pelepasan desidua.1,2,9 Perdarahan pervaginam
bervariasi, dapat berupa spotting hingga aliran darah yang lancar seperti menstruasi. Beberapa penderita
melaporkan bahwa perdarahan yang dialami disertai dengan keluarnya jaringan, yang merupakan
desidua endometrium.3
Amenore merupakan tanda yang penting dalam kehamilan ektopik, meskipun bukan merupakan
tanda yang khas. Lamanya amenore yang dikeluhkan bergantung dari masa hidup janin. Sebagian
penderita tidak mengeluhkan amenore, karena janin telah mati sebelum haid berikutnya terjadi.1,9
Pada pemeriksaan dalam bimanual, dapat dipalpasi massa pelvis berukuran sekitar 5-15 cm. massa
tersebut hampir selalu terletak di posterior atau lateral uterus dan biasanya lunak serta elastis. Jika
terdapat infiltrasi darah yang banyak di dinding tuba, massa dapat teraba keras. Nyeri dan nyeri tekan
biasanya mengganggu proses identifikasi massa dengan cara palpasi. Pemeriksaan bimanual yang
dilakukan secara berlebihan serta tidak diperlukan harus dihindari untuk mencegah terjadinya ruptur
iatrogenik.2,9
Pada kehamilan ektopik terganggu, tanda yang khas adalah nyeri goyang porsio atau slinger pijn,
yaitu rasa nyeri yang dirasakan penderita ketika pemeriksa menggoyangkan porsio.1,2,3 Cavum douglasi
Tanda lain yang harus diperhatikan adalah tekanan darah dan frekuensi nadi penderita. Sebelum
terjadi ruptur, tanda-tanda vital penderita umumnya normal. Pada perdarahan moderat, tanda-tanda vital
dapat ditemukan normal atau mengalami sedikit peingkatan tekanan darah, atau terjadi respon vasovagal
dengan bradikardi dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan nadi akan meningkat hanya bila
perdarahan berlanjut dan hipovolemia semakin berat.2 Jika perdarahan banyak terus berlanjut, penderita
IV. PENATALAKSANAAN
Penderita kehamilan ektopik terganggu seringnya datang dalam kondisi gawat darurat. Penderita
yang mengalami syok dan akut abdomen harus menjalani stabilisasi dan segera menjalani terapi
operatif:3
Resusitasi cairan dengan dua kateter intravena kaliber besar dengan cairan fisiologis. Pasang pula
Terapi operatif harus segera dilakukan pada penderita. Pada beberapa wanita dengan perdarahan
masif dan syok berat, penting untuk segera menjalani operasi sementara menjalani stabilisasi.
Histerektomi tidak diindikasikan, kecuali kehamilan ektopik terjadi di interstisial atau cornu uteri,
dan ruptur uterus yang terjadi sangat berat hingga tidak dapat diperbaiki lagi.3
Terapi Non-operatif
Kita dapat mendiagnosis kehamilan ektopik sebelum tanda-dan gejala klinisnya muncul,
sehingga kita dapat memulai terapi dengan komplikasi yang lebih rendah. Suatu penelitian terkini
menekankan bahwa kadar 𝛽-hCG serum dan pemeriksaan USG akan diameter massa kehamilan ektopik
sangat penting untuk menilai risiko ruptur, menentukan terapi dan modalitas, dan terapi konservatif yang
berhasil. Penelitian tersebut juga terutama menekankan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi jika kadar
Terapi non-operatif pada penderita kehamilan ektopik dapat dilakukan dengan kemoterapi, di
mana penderita yang boleh menjalaninya adalah penderita dengan kehamilan ektopik yang belum pecah,
diameter kantong gestasi ≤4 cm, perdarahan intraabdominal ≤100 ml, dan tanda-tanda vital stabil.1
Kemoterapi ini akan memberikan hasil yang terbaik apabila usia kehamilan pasien kurang dari 6 minggu,
diameter massa tuba kurang dari 3,5 cm, janin telah mati, dan kadar β-hCG < 15.000 mIU/ml.
antara lain adalah ibu yang sedang menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, adanya penyakit hati atau
Agen kemoterapi dapat diberikan secara tunggal (single-dose) atau gabungan (multi-dose). Pada
pemberian secara tunggal, dapat diberikan metotreksat 50 mg/m2 luas permukaan tubuh.2,3,12 Pada
pemberian agen gabungan dapat diberikan metotreksat dan leucovorin/sitrovorum.2,3 Metotreksat adalah
agen anti-neoplastik yang berperan sebagai antagonis asam folat yang sangat efektif dalam melawan
proliferasi trofoblas yang cepat dengan efek samping minimal.2,3,13 Dokter harus merekomendasikan
pemberian metotreksat pada wanita dengan status hemodinamik yang stabil, kehamilan ektopik yang
tidak terganggu, dan pada wanita yang ingin memelihara kesuburannya.11 Kontraindikasi pemberian
metotreksat antara lain status hemodinamik yang tidak stabil, adanya aktivitas jantung janin, dan kadar
β-hCG 5000-10000 IU/ml.13 Dosis metotreksat yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg/intravena.
Leucovorin atau faktor sitrovorum diberikan 0,1 mg/kg/intramuskuler. Faktor sitrovorum adalah asam
folat dalam bentuk aktif, yang berfungsi untuk melindungi sel-sel dari efek metotreksat dan mengurangi
Terapi Operatif
Pada penderita yang menjalani operasi sebelum kehamilan ektopik mengalami ruptur, terdapat
angka kehamilan berikutnya yang lebih tinggi dan angka rekurensi ektopik yang lebih rendah.
Laparoskopi lebih dipilih dibandingkan laparotomi, kecuali jika penderita dalam kondisi tidak stabil.
Operasi tuba dikatakan konservatif apabila tuba tetap dipertahankan, contohnya salpingostomi dan
Salpingostomi. Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat kehamilan berukuran kecil, yaitu ukuran
panjang kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba fallopi. Hasil konsepsi biasanya akan keluar
dari insisi yang dibuat dan dapat diangkat dengan berhati-hati. Prosedur ini dapat dilakukan melalui
laparoskopi.2 Salpingostomi merupakan prosedur yang dilakukan dengan tetap mempertahankan tuba.
Namun, prosedur ini memiliki risiko menyebabkan terjadinya trofoblas persisten dan kehamilan ektopik
salpingostomi. Perbedaan hanya terletak pada penutupan insisi kedua prosedur tersebut. Tidak ada
perbedaan prognosis yang dilaporkan bila prosedur dilakukan dengan atau tanpa jahitan.2
Salpingektomi. Reseksi tuba dapat dilakukan melalui laparoskopi operatif dan dapat dilakukan pada
kehamilan ektopik yang sudah mengalami ruptur maupun yang belum mengalami ruptur.2 Salpingektomi
dapat dilakukan untuk mencegah efek yang tidak diinginkan dari prosedur salpingostomi, yaitu trofoblas
persisten dan rekurensi kehamilan tuba ipsilateral. Namun, bila prosedur ini dilakukan, maka penderita
akan kehilangan satu tuba fallopinya, menyisakan satu tuba fallopi untuk menjalankan fungsi
reproduksinya.14
Reseksi Segmental dan Anastomosis. Reseksi massa yang tumbuh ektopik dan reanastomosis tuba
kadang dilakukan sebagai penanganan kehamilan isthmus yang tidak ruptur, karena salpingostomi dapat
menyebabkan skar dan penyempitan lumen isthmus yang sempit.2
Peserta, Pendamping,