Anda di halaman 1dari 96

Kedokteran Tropis

ASPEK LABORATORIUM
PENYAKIT TROPIS & INFEKSI
Hilma Yuniar Thamrin
Pendahuluan
Penyakit yg lazim di daerah tropis & subtropis.

berkembang di wilayah panas berkondisi lembab 


malaria, demam berdarah dan kusta.

Penyakit-penyakit tropis meliputi penyakit menular dan


tidak menular serta infeksi dan non infeksi.
Pendahuluan
Penyebab lingkungan fisik, kondisi sosial, ekonomi,
budaya, dan perubahan biologis dari vektor penyakit.

Faktor yg
mempengaruhi yaitu
lingkungan, host
(pejamu) dan agen
penyebab.
Pendahuluan
Udara (airborne)

Saluran Cerna

Kontak langsung
Menular
Kontak seksual

Gigitan serangga

darah
Pendahuluan
Peny. infeksi oleh bakteri : TBC, leptospirosis,
difteria, pertusis, tetanus neonatorum, demam
tifoid, dll.

Penyakit infeksi oleh virus : demam berdarah


dengue, hepatitis, HIV-AIDS, varisela,
chikungunya, campak, rabies dll

Penyakit infeksi oleh parasit : malaria, cacing,


filariasis
Pendahuluan
Untuk menegakkan diagnosis penyakit infeksi
tropis, seperti kebanyakan penyakit lainnya terdiri
atas pemeriksaan skrining dan diagnostik.
Pemeriksaan skrining adalah pemeriksaan rutin
yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik,
sedangkan pemeriksaan diagnostik merupakan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis suatu penyakit.
Pendahuluan
Pemeriksaan laboratorium :
Hematologi  mencakup sel-sel darah & bagian2 lain dari
darah hemoglobin, jumlah eritrosit, hematokrit, MCV,
MCH, MCHC, RDW, leukosit, hitung jenis dan trombosit.
Leukositosis   jumlah leukosit , disertai 
jumlah netrofil atau netrofil imatur.
Leukopenia   jumlah leukosit dalam sirkulasi.
Anemia inflamasi maupun infeksi  protein
sitokin mempengaruhi EPO dan menghambat
penyerapan zat besi  anemia.
TUBERCULOSIS
• Penyakit menular disebabkan o/ kuman Mycobacterium
tuberculosis (M.tb), sebagian besar menyerang paru,
tetapi ada juga yang mengenai organ tubuh lainnya.
• Dikendalikan oleh respon imunitas yg diperantarai sel.
Sel efektor : makrofag, dan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunoresponsif.
• Respon imun hebat menyebabkan destruksi jaringan
setempat (kavitasi pada paru) dan efek sistemik yg
diperantarai oleh sitokin (demam dan penurunan berat
badan).
PEM. LABORATORIUM

1. tes LED adalah alat bantu untuk mendeteksi suatu


proses peradangan atau inflamasi kronik dan non
inflamasi,
PEM. LABORATORIUM

2. Uji tuberkulin reaksi positif mengindentifikasi adanya


infeksi tapi tidak terdapat penyakit secara klinis.
PEM. LABORATORIUM

3. Sputum, cairan eksudasi, atau material lain diperiksa u/


basil tahan asam dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.
PEM. LABORATORIUM

4. Tes serologi  kadar antibodi terhadap komponen


mycobacteria. WHO,2011  tes serologis yang
tersedia tidak direkomendasikan untuk diagnosis paru
dan ekstra paru.
PEM. LABORATORIUM

5. Tes PCR, Kepekaan uji sampel PCR dahak 90,9% yang


tinggi dibandingkan dengan sampel darah (79,5%)
PEM. LABORATORIUM

6. Tes Kepekaan (KULTUR), Kementrian Kesehatan


mengambil kebijakan u/ menggunakan cara proporsi
pada media LJ dan cara break point MGIT dengan
mempertimbangkan berbagai faktor termasuk
ketersediaan sumber daya laboratorium.
A
L
G
O
R
I
T
M
E
DEMAM TIFOID

• penyakit infeksi sistemik akut mengenai sist.


retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna dan
kandung empedu yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serovar typhi (S.typhi) dan menular melalui
jalur fekal-oral.
• Insiden demam tifoid di Indonesia masih tinggi,
berkisar 350-810 per 100.000 penduduk dengan angka
kematian diperkirakan 0,6-5%.
PEM. LABORATORIUM

1. Hematologi / darah rutin


• anemia berat  komplikasi perdarahan intestinal
atau hemolisis.
• Leukopenia  petunjuk penting adanya tifoid
• Hitung trombosit menurun seiring perjalanan
penyakit  trombositopenia  pada minggu
kedua dengan prevalensi 10-15%.
PEM. LABORATORIUM

2. Identifikasi bakteri melalui isolasi atau biakan


Diagnosis pasti demam
tifoid dapat ditegakkan
bila ditemukan bakteri
S. typhi dalam biakan
dari darah, urine, feses
dan sumsum tulang.
PEM. LABORATORIUM

3. Uji serologis
Widal

Deteksi Immunoglobulin
• Tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif
• Enzyme Immunoassay Dot
• Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
(ELISA)
• Dipstik  mendeteksi antibodi IgM spesifik
terhadap antigen LPS S. typhi
PEM. LABORATORIUM
Widal  reaksi antara antibodi aglutinin serum penderita
yg telah mengalami pengenceran terhadap antigen
somatik (O) dan flagela (H) yg ditambahkan  aglutinasi
PEM. LABORATORIUM

Deteksi imunoglobulin aglutinasi kompetitif semi


kuantitatif yg sederhana dan cepat partikel berwarna
mendeteksi antibodi IgM dalam waktu beberapa menit
PEM. LABORATORIUM

Deteksi Immunoglobulin dgn metode


Enzyme Immunoassay Dot  melacak
antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap
antigen OMP 50 kD S. typhi.
PEM. LABORATORIUM

Deteksi Immunoglobulin
• Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
• Dipstik  mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap
antigen LPS S. typhi
A
L
G
O
R
I
T
M
E
TETANUS
• keadaan toksemia akut o/ bakteri Clostridium Tetani
yang ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat.
• bersifat basil gram positif dgn spora pada ujungnya
pemukul genderang atau raket tenis, obligat anaerob,
bergerak dgn flagella, menghasilkan neurotoksin
(tetanospasmin) yg
menyebabkan tetanus,
membentuk spora
(terminal spore) 
tahan suhu tinggi, kekeringan dan desinfektan.
PEM. LABORATORIUM
• Nilai hitung leukosit dapat tinggi
• Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan
hasil yang normal
• SGOT dapat meningkat
• Creatinin kinase dapat meningkat
• Pemeriksaan rapid tes tetanus yang mendeteksi
antibodi tetanus, IgG.
• Kultur Clostridium tetani  Tes indol (+), tes katalase
(-) dan tes lipase bisa (-) / (+) lemah.
• Pada tes motilitas bakteri dengan cara Craig
didapatkan pergerakan positif yang bersifat anaerob.
PEM. LABORATORIUM

• dari hasil pewarnaan gram nampak Clostridium tetani

a b c

Perbedaan Clostridium pada pewarnaan gram (a)


Clostridium tetani,(b) Clostridium difficile dan (c)
Clostridium botulinum
A
L
G
O
R
I
T
M
E
LEPTOSPIROSIS
• penyakit zoonosis yang juga dapat menyerang
manusia, yang disebabkan oleh mikrooorganisme
berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan
Leptospira sp.
• leptospirosis ditandai
dengan perjalanan yg
bifasik (khas) yaitu:
Fase leptospiremia (
fase pertama) & Fase
imun (fase kedua)
PEM. LABORATORIUM
Hematologi
• Leukosit N/ 3.000–26.000/mm3 shift left neutrofil.
• Trombositopenia ringan  berat
• LED 
• anemia MH akibat perdarahan  stadium lanjut

Pemeriksaan urinalisis
• proteinuria dan leukosituria.
• Bilirubinuria disertai piuria dan hematuria.

Tes serologi leptodipstick


PEM. LABORATORIUM
Tes serologi leptodipstick
PEM. LABORATORIUM
• Pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap
Ringan : (+) Jumlah leptospira <50/lp
Sedang : (++) Jumlah leptospira >50-100/lp
Berat : (+++) Jumlah leptospira >100/lp
• Tes Kultur
• Tes Serologi Microscopic Agglutination Test (MAT)
 gold standar  Hasil positif didefinisikan sebagai
peningkatan titer 4 kali antara fase akut dan fase
konvalesens.
PCR
ELISA
PEM. LABORATORIUM
Untuk monitoring :
• Darah lengkap (leukosit, trombosit, eritrosit,
hemoglobin, LED), urin lengkap (protein, leukosit,
eritrosit)
• Tes fungsi hati : transaminase, bilirubin, alkali fosfatase
• Tes fungsi hemostasis : jumlah trombosit, bleeding
time, protrombin time
• Tes fungsi ginjal : ureum, kreatinin
• Tes serologi
A
L
G
O
R
I
T
M
E
Morbus Hansen
MORBUS HANSEN
• Penyakit Kusta  Lepra, Morbus Hansen, Hanseniasis,
Elephantiasis Graecorum, Satyriasis, Lepra Arabun,
Leontiasis, Kushta, Melaats, Mal de San Lazaro
penyakit infeksi menahun yang disebabkan
mycobacterium leprae.
• M. leprae  BTA obligat intraseluler, menyerang saraf
perifer, kulit dan organ lain ( mukosa saluran napas
bagian atas, hati, & SST kecuali susunan saraf pusat)
• M. leprae  tiga target utama : jaringan neural perifer
(sel Schwann), pembuluh darah kecil ( sel endotel dan
perisit) dan sistem monosit-makrofag.
PEM. LABORATORIUM

• Pemeriksaan bakteriologik digunakan untuk membantu


menegakkan diagnosis dan memantau pengobatan.
Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung
yang diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.
PEM. LABORATORIUM

Tes lepromin
kemampuan individu bereaksi scr seluler thd M. leprae
lepromin : suspensi steril dr jaringan yg dihancurkan & sbg
tes kulit secara intradermal
a. lepromin Mitsuda : lepromin dr suspensi jaringan,
mengandung kuman M. leprae yg sdh disterilkan dlm
autoklaf (manusia / binatang)
b. Lepromin Dharmendra : dr ekstraksi fraksi protein dgn
kloroform eter (tipe lepromatous)
PEM. LABORATORIUM

Reaksi kulit terhadap lepromin :


1. reaksi dini (reaksi Fernandez)
- berbentuk infiltrat eritematosa (12 – 72 jam)
- hipersensitivitas yg telah ada thd antigen
- pembacaan : 48 jam sth penyuntikan
2. reaksi lambat (reaksi Mitzuda)
- btk noduler, tampak pd hr ke-21 – 30 (paling jelas)
- respon thd imunitas seluler
- pembacaan : sth hr ke-21
PEM. LABORATORIUM
Tes histamin
• secara intradermal pd kulit normal  dilatasi kapiler
• bintul berwarna merah (histamin flare)
• ukuran bintul merah  derajat kerusakan saraf
Tes serologis
• ELISA deteksi antibodi phenolic glicolipid-1 PGL-1)
• imunokromatografi menggunakan antigen PGL-1
neoglycoconjugate, sensitivitas 91,7%, spesivisitas
78,1%
PEM. LABORATORIUM

Polymerase Chain Reaction (PCR)


• deteksi adanya organisme dgn cepat dan tepat
• deteksi sejumlah kecil basil dr biopsi kulit
• kolonisasi M. leprae pd mukosa/apusan hidung
penderita atau orang sehat
• diagnosis pasti tipe tuberkuloid
• follow-up hasil pengobatan
• menggantikan pemeriksaan adanya BTA
PEM. LABORATORIUM

Tes lain:
1. Tes pengeluaran keringat
• mengetahui integritas saraf kulit
• tergantung pd saraf parasimpatik
• respon kelenjar keringat thd obat kolinergik
berkurang
2. Tes pilokarpin
• melihat perubahan warna pada kulit setelah
ditaburi tepung amilum
• warna amilum tetap (ada kerusakan saraf)
DIFTERI
• penyakit infeksi akut yg sgt menular -
Corynebacterium diphteriae
• pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau
mukosa.
• Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung
dan kadang-kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia
dan telinga gejala lokal dan sistemik.
• Efek sistemik terutama karena eksotoksin yang
dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat infeksi.
DIFTERI
PEM. LABORATORIUM
• Hematologi  leukositosis
• Isolasi dan Identifikasi Corynebacterium diphteriae
pada medium Tellurite Plate
PEM. LABORATORIUM
• Isolasi dan Identifikasi Corynebacterium diphteriae
pada medium Blood
agar
PEM. LABORATORIUM
• Isolasi dan Identifikasi Corynebacterium diphteriae
pada medium loeffler’s
PEM. LABORATORIUM
• Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram
PEM. LABORATORIUM
• Deteksi toksin bakteri dengan tes elek
ALGORITME
INFEKSI DENGUE
• Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypty.
• Manifestasi klinis  mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), hingga bergejala (simptomatik) yang
terdiri dari demam dengue dan demam berdarah
dengue (severe dengue).
• Dengue  penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk
dan ditemukan pada daerah tropis dan subtropis di
seluruh dunia.
INFEKSI DENGUE

INFEKSI DENGUE

INFEKSI DENGUE

INFEKSI DENGUE
PEM. LABORATORIUM
1. Tes Rumple Leede (Uji Tourniquet)  menilai ada
tidaknya gangguan vaskuler  petekhie pada bagian
volar tangan yang timbul dalam lingkaran berdiameter
2,8 inci di bawah siku berjumlah ± 10 petekhie.
2. Darah rutin
• Leukosit  N – leukopenia selama fase demam.
• Trombositopenia umumnya terjadi pada hari ketiga
sampai ketujuh.
• Kadar Hematokrit  > 20% / hemokonsentrasi 
perembesan plasma..
PEM. LABORATORIUM
3. Isolasi virus  kultur sel, diambil selama periode
viremia ( sebelum hari kelima demam). Bahan
spesimen dapat berupa serum, plasma atau lapisan
buffy-coat darah-heparinized.

4. Deteksi asam nukleat  Reverse transcriptase-


Polymerase Chain reaction (RT-PCR) dan juga dapat
digunakan untuk menentukan serotipe virus dengue (
DEN 1, 2, 3, 4).
PEM. LABORATORIUM
5. Deteksi antigen Pemeriksaan terhadap antigen non
struktural-1 dengue (NS1) dapat mendeteksi infeksi
virus dengue primer maupun sekunder hingga hari ke
sembilan setelah onset penyakit.
6. IgM dengue dan IgG dengue  Infeksi primer 
antibodi IgM terhadap dengue (3-5 hari setelah timbul
demam) dan dapat dideteksi hingga tiga bulan. Ig A
dengue
7. Antibodi IgA muncul sehari setelah IgM  mencapai
puncak sekitar 8 hari setelah onset dan segera
menurun hingga tak terdeteksi pada hari ke-40.
PEM. LABORATORIUM
HIV
• Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk dalam
family Retroviridae  Acquired Immunodeficiency
Sindrom (AIDS))  stadium akhir pada serangkaian
abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal
sebagai spektrum infeksi HIV.

• HIV secara langsung dan tidak langsung akan merusak


sel CD4  berkurangnya jumlah sel CD4 ( CD4
merupakan bagian yang penting dari sistem kekebalan
tubuh manusia!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!)
HIV
HIV
Uji Imunologi  menemukan adanya respon antibodi
terhadap HIV dan juga digunakan sebagai test skrining
1. ELISA, Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA),
 mendeteksi adanya antibody yang dibentuk oleh
tubuh terhadap virus HIV.
2. Radioimmunoassay (RIA),  reaksi suatu Ab dlm
konsentrasi terbatas dgn berbagai konsentrasi Ag.
3. Metode Electrochemiluminescence Immunoassay
(ECLIA)  emisi atau pancaran cahaya o/ produk yg
distimulus reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya.
HIV
4. Imunokromatografi
• Reaksi langsung (Double AntibodySandwich),
Metode ini biasanya dipakai untuk mengukur
susbtrat vang besar dan memiliki lebih dari satu
epitop.
• Reaksi kompetitif (Competitive inhibition), sering
dipakai untuk melacak molekul yang kecil dengan
epitop tunggal yang tak dapat mengikat dua
antibody sekaligus.
HIV
Saat ini teknik yang umum digunakan untuk deteksi
antibodi dalam mendiagnosa HIV adalah Elisa dan Rapid
test. Yang paling banyak digunakan adalah Rapid test.
HIV
5. Western Blot, Pemeriksaan Western Blot merupakan uji
konfirmasi dari hasil reaktif ELISA atau hasil serologi
rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif.
6. Indirect Fluorescent Antibody (IFA), IFA juga
meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif.
Seperti halnya pemeriksaan diatas, IFA juga
mendeteksi antibody terhadap HIV. >> mahal.
HIV
UJI VIROLOGI
• Kultur HIV, HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer
virus lebih tinggi dalam plasma dan sel darah tepi.
• Nucleic Acid Amplification Test ( NAAT HIV-1 ), menemukan RNA
virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk diagnosis
pada window periode dan pada anak usia kurang dari 18 bulan.
• Uji antigen p24  protein virus p24 berada dlm bentuk terikat
dengan Ab p24 / bebas dalam aliran darah individu yang
terinfeksi HIV-1.
• PCR Test, Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah uji yang
memeriksa langsung keberadaan virus HIV pada
plasma,darah,cairan cerebral,cairan cervical, sel-sel, dan cairan
semen.
HIV

Algoritme Pemeriksaan HIV


berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2015 Tentang Pelayanan
Laboratorium Pemeriksa HIV dan
Infeksi Oportunistik
HIV
Strategi 1  Strategi ini dipakai untuk menyaring darah
donor dan produk darah yang lain, transplantasi, serta
surveilans daerah dengan perkiraan prevalensi infeksi
HIV > 10%.
HIV
• strategi II dilakukan untuk kegiatan surveilans. Serum
atau plasma diperiksa untuk pertama kali dengan
reagensia EIA atau rapid test. Sama seperti pada
strategi II, semua bahan pemeriksaan diperiksa
pertama kali dengan satu reagensia EIA atau rapid test,
dan yang memberikan hasil reaktif dilanjutkan dengan
reagensia yang berbeda.
• Algoritma pemeriksaan menggunakan strategi III untuk
menegakkan diagnosis, menyatakanpemeriksaan/tes.
(diadaptasidari WHO/BTS/99.1)
A
L
G
O
R
I
T
M
E
MALARIA
• penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
• Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam,
menggigil, anemia dan splenomegali. Penyakit ini
dapat berlangsung akut ataupun kronik, tanpa
komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik
yang dikenal sebagai malaria berat.
• Infeksi malaria pada manusia dapat disebabkan oleh
Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum dan Plasmodium ovale.
PEM. LABORATORIUM
1. Hematologi  anemia, trombositopenia, limfopenia
2. Kimia Klinik  peningkatan kadar kreatinin, ureum,
bilirubin, C-Reaktive Protein dan enzim
aminotransferase tetapi kadar glukosa dan natrium
mengalami penurunan
3. Pemeriksaan mikroskopis, kegunaannya
• Menentukan ada tdknya parasit malaria
• Menentukan spesies & stadium plasmodium
• Dapat melacak 10 – 100 parasit/μL darah
• Menentukan kepadatan parasit
PEM. LABORATORIUM
Sediaan Darah Tebal
PEM. LABORATORIUM
Sediaan Darah Tipis
Sediaan Darah Tipis
Sediaan Darah Tipis
PEM. LABORATORIUM
PEM. LABORATORIUM
PEM. LABORATORIUM
4. Teknik Quantitative Buffy Coat (QBC) fluoresensi,
eritrosit yg terinfeksi Plasmodium akan terlihat
berfluoresensi di bwh mikroskop fluoresensi.
5. Pemeriksaan imunoserologis
• Radioimmunoassay (RIA),
• Enzyme Linked Immunoassay (ELISA),
• Immunochromatographi (ICT)
• Indirect Fluorescent Antibody Test (IFAT),
6. Diagnosis pasti infeksi malaria dapat dilakukan
dengan pemeriksaan biomolekular  Polymerase
Chain Reaction (PCR)
Thank You un@thamrin

Anda mungkin juga menyukai