Anda di halaman 1dari 29

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi
malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi
sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. 1
Hingga kini, malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dan
ditemukan tersebar luas dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Istilah
malaria diambil dari dua kata bahasa Italia, yaitu mal (=buruk) dan area (=udara)
atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat didaerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk.2
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di
suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak
ikan, pembukaan hutan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria.2
Memasuki milenium ke-3, infeksi malaria merupakan problema klinik
bagi negara tropik/sub-tropik dan negara berkembang maupun negara yang sudah
maju. Malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit tropik diperkirakan
satu juta penduduk dunia meninggal tiap tahunnya dan terjadi kasus malaria baru
200-300 juta/tahun. Laporan kasus malaria yaitu adanya demam dengan
splenomegali telah dituliskan dalam literature kuno dari Cina yaitu Nei Ching
Canon of Medicine pada 1700 SM dan dari Mesir dalam Ebers Papyrus pada
tahun 1570 SM.1
Malaria ditemukan pada 600 Lintang Utara sampai 320 Lintang Selatan,
dari daerah ketinggian 2.666 m (Bolivia 2.591 m) sampai daerah 433 m di bawah
permukaan laut (Dead Sea). Daerah yang sejak semula bebas malaria ialah Pasifik
2

Tengah dan Selatan (Hawaii, Selandia Baru). Di daerah tersebut siklus hidup
parasit tidak dapat berlangsung karena tidak ada vektornya.3
Penyakit malaria pada manusia, disebabkan oleh genus Plasmodium yang
terdiri atas empat spesies, yaitu (1) Plasmodium vivax menimbulkan malaria
tertiana benigna atau malaria vivax. (2) Plasmodium falciparum, menimbulkan
malaria tertiana maligna atau malaria tropika, malaria pemisiosa, malaria
falciparum, atau malaria estivo-autumnal. (3) Plasmodium malariae,
menimbulkan malaria kuartana atau malaria malariae. (4) Plasmodium ovale,
menimbulkan malaria ovale atau malaria tertiana benigna ovale.3
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas serta pengalaman
penulis sendiri maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Karakteristik Penyakit Malaria di Rumah Sakit Umum panyabungan Tahun
2010”.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Dari uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana karakteristik penyakit malaria di Rumah Sakit Umum Panyabungan
tahun 2010?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui karakteristik


penyakit malaria di Rumah Sakit Umum Panyabungan tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui frekuensi munculnya kasus malaria di Rumah Sakit


Umum Panyabungan tahun 2010.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis malaria yang ditemukan di Rumah Sakit
Umum Panyabungan tahun 2010.
3

1.4. KERANGKA KONSEP

Variable Independen Variable Dependen

1. Desa
2. Jenis Plasmodium
Penderita malaria
3. Umur

Gambar 2.1. : kerangka konsep

1.5. MANFAAT PENELITIAN

a. Menambah pengetahuan penulis tentang malaria dan untuk menerapkan


ilmu yang diperoleh penulis selama di Fakultas kedokteran UISU.
b. Sebagai bahan informasi bagi pihak Rumah Sakit dalam meningkatkan
program pelayanan kesehatan dan penatalaksaan penderita malaria.
c. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi malaria

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium


yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia, dan splenomegali.1

Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah


penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (Plasmodium) bentuk aseksual
yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles spp) betina.4

2.2. Epidemiologi

Istilah epidemiologi berasal dari perkataan Yunani yang terdiri dari : epi =
atas/ pada, demos = rakyat, logos = ilmu. Maka epidemiologi sebenarnya berarti
ilmu mengenai hal-hal yang terjadi pada rakyat. Ruang lingkup epidemiologi yang
semula mempelajari penyakit menular lambat laun diperluas, sehingga
epidemiologi menjadi ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan
frekuensi dan distribusi penyakit pada rakyat.5,6

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang


menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan
tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut.6

Seorang ahli epidemiologi memperhatikan penyakit malaria dalam suatu


komunitas mengenai bagaimana munculnya, tersebarnya, menurunnya atau
hilangnya penyakit tersebut dalam suatu komunitas. Penyakit malaria dikatakan
endemik jika secara konstan angka kejadian penyakit dapat diketahui serta
penularan secara alami berlangsung sepanjang tahun. Dikatakan epidemi jika
angka kejadian kasus malaria pada suatu daerah naik dengan cepat dan tercatat
5

diatas level biasa atau jika penyakit secara tiba-tiba terjadi pada suatu daerah yang
sebelumnya bebas malaria.3

Malaria dikatakan stabil jika prevalensi penyakit ini relative tetap dari
tahun ke tahun ataupun dari musim ke musim; jika terdapat perbedaan yang luas
dari tahun ke tahun ataupun dari musim ke musim disebut malaria tidak stabil
(unstable malaria). 3

Di Indonesia malaria tersebar baik di Jawa-Bali maupun di luar pulau


lainnya. Untuk mengetahui tingkat endemisitas malaria di suatu daerah, harus
dilakukan pemeriksaan indeks limpa (spleen indeks, SI), dan indeks parasit
(parasite index, PI). Selain itu harus diteliti nyamuk Anopheles untuk menentukan
angka infeksi (infection rate) dan kepadatan nyamuk (mosquito density). Selain itu
kehidupan sosial budaya penduduk dan lingkungan hidup daerah endemis harus
dipelajari dengan seksama.7

Menurut World Health Organization (WHO), berdasar indeks limpa


daerah malaria diklasifikasikan atas empat tingkatan, yaitu :7,8

Hipoendemis : indeks limpa antar 0 sampai 10 persen;

Mesoendemis : indeks limpa antara 11 sampai 50 persen

Hiperendemis : indeks limpa selalu diatas 75 persen disertai tingginya


indeks limpa pada orang dewasa;

Holoendemis : indeks limpa selau diatas 75 persen dengan indeks limpa


pada orang dewasa adalah rendah. Hal ini menunjukkan toleransi yang kuat orang
dewasa pada malaria.

2.3. Etiologi

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae


dan ordo coccidiidae. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan
6

nyamuk yang terinfeksi. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel
darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit.
Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina.1,9,10
Ada empat jenis Plasmodium yang menyerang manusia, yaitu :7
1. Plasmodium vivax. Spesies ini menyebabkan penyakit malaria vivax yang
disebut juga malaria tertiana. Manusia merupakan hospes perantara
parasit ini, sedangkan hospes defenitifnya adalah nyamuk Anopheles
betina.
2. Plasmodium malariae. Spesies ini adalah penyebab malaria kuartana atau
malaria malariae. Parasit Plasmodium malariae cenderung menghinggapi
eritrosit yang lebih tua.
3. Plasmodium ovale. Spesies yang paling jarang dijumpai ini menyebabkan
malaria ovale atau malaria tertiana benigna ovale. Morfologi
Plasmodium ovale mempunyai persamaan dengan Plasmodium malariae
tetapi perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip Plasmodium
vivax.
4. Plasmodium falciparum. Spesies ini menyebabkan malaria falciparum
atau malaria tropika atau malaria subtertiana atau malaria tertiana
maligna. Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling
berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat.
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax merupakan jenis yang paling
sering dijumpain, namun yang paling mematikan adalah jenis Plasmodium
falciparum.9

2.4. Vektor penyakit malaria


Vektor penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles meskipun tidak semua
jenis Anopheles dapat menjadi vektor yang baik. Nyamuk Anopheles biasanya
berbiak di air-air tergenang, air payau, dan bahkan air-air kotor. Vektor penyakit
malaria di Indonesia melalui nyamuk anopheles. Anopheles dapat disebut vektor
malaria disuatu daerah, apabila species anopheles tersebut di daerah yang
7

bersangkutan telah pernah terbukti positif mengandung sporosoit didalam kelenjar


ludahnya. 10,11
Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui diantaranya :10
1. An. Aconitus.
Aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa
dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis
Aconitus ini hanya mencari darah didalam rumah penduduk.
2. An. Sundaicus.
Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara
pukul 22.00 - 01.00 dini hari.
3. An. Maculatus.
Vektor jenis ini akti mencari darah pada malam hari antara pukul 21.00
hingga 03.00 Wib.
4. An. Barbirostris.
Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini
hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00.

Gambar 2.2. : nyamuk anopheles12


8

2.5. Siklus hidup parasit malaria


2.5.1. Di dalam hospes defenitif

Nyamuk Anopheles sp. betina (bertindak sebagai vektor), terjadi


pembiakan seksual (sporogoni), disebut juga fase ekstrinsik. Pada waktu nyamuk
menghisap darah penderita malaria, semua stadium yang ada didalam darah akan
terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Hanya bentuk gametosit yang bertahan
dan melanjutkan siklusnya. Kemudian terjadi pematangan gametosit menjadi
gamet (makro dan mikrogamet). Mikrogametosit mengalami pembelahan inti
menjadi inti multiple yang matang dengan exflagellasi, yaitu suatu proses dalam
10-12 menit menjadi mikrogamet, keluar dari eritrosit dan motil.3

Makrogametosit berkembang menjadi makrogamet yang intinya bergeser


ke permukaan yang merupakan tempat masuknya mikrogamet ke dalam
makrogamet pada waktu fertilisasi. Makrogamet yang telah mengalami fertilisasi
disbut zigot. Kurang lebih 20 menit setelah fertilisasi terbentuk semacam
pseudopodi dan terjadi perubahan bentuk menjadi lebih langsing, bentuk motil ini
disebut ookinet. Ookinet membentuk dinding tipis dan tumbuh menjadi ookista
yang berukuran kurang lebih 50 cm. ookista matang dalam 4-15 hari setelah
nyamuk menhisap gametosit. Ookista matang akan pecah, sporozoit (berukuran
10-14 mm) berhamburan kedalam rongga tubuh nyamuk, diantaranya ada yang
sampai ke kelenjar liur nyamuk. Waktu antara nyamuk mengisap darah yang
mengandung gametosit sampai nyamuk tersebut mengandung sporozoit dalam
kelenjar liurnya disebut masa tunas ekstrinsik.3

2.5.2. Di dalam hospes perantara (manusia)

Terjadi pembiakan aseksual (skizogoni) disebut juga fase intrinsik.


Manusia terinfeksi jika melalui gigitan nyamuk, sporozoit masuk kedalam
tubuhnya. Sporozoit cepat meninggalkan aliran darah dan setelah kurang lebih 1
jam semuanya telah meninggalkan aliran darah. Dimulailah stadium sel hati.
Stadium dalam hati disebut skizogoni eksoeritrositer primer (EE schizogony)
kadang-kadang disebut skizogoni pre-eritrositik. Sporozoit menjadi bundar atau
9

oval, disebut skizon eksoeritrositik yang berukuran 24-60 mm, intinya cepat
membelah, belum ditemukan pigmen yang kemudian akan membentuk merozoit
eksoeritrositer. Skizogoni eksoeritrositer akan berakhir jika merozoit masuk
kedalam eritrosit.3

Untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, terdapat stadium


istirahat atau eksoeritrositik skizozoit, satu, dua generasi atau lebih dari merozoit
EE muncul setelah eritrosit diinvasi. Hipnozoit dan skizon tetap ditemukan sampai
lebih 105 hari. Invasi pada eritrosit, dimulai dengan masuknya EE kedalam
eritrosit atau retikulosit. Dalam eritrosit, merozoit membentuk vakuola,
berbentuk cincin, kadang-kadang ameboid dan berinti tunggal disebut trofozoit
sampai inti mulai membelah. Trofozoit tumbuh sampai intinya membelah secara
mitosis, vakuola berisi, ameboid motility akan terhenti, dan akan berubah menjadi
skizon matang. Skizon matang ini menjalani skizogoni eritrositer, merozoit masuk
kedalam aliran darah.3

Banyak diantaranya hancur oleh kekebalan hospes, tetapi yang lainnya


menginvasi eritrosit dan mulai menjalani siklus skizogoni eritrositer baru. Setelah
2 atau 3 generasi siklus eritrositer, fenomena gametogenesik dimulai. Beberapa
merozoit intraseluler tidak membentuk skizon akan tetapi berkembang menjadi
bakal kelamin betina (makrogametosit) atau bakal kelamin jantan
(mikrogametosit). 3

Waktu antara nyamuk memasukkan sporozoit kedalam tubuh manusia


sampai ditemukannya bentuk cincin dalam darah perifer disebut masa tunas
intrinsik. 3
10

Gambar 2.3. siklus hidup plasmodium penyebab malaria13


11

2.6. CARA PENULARAN PENYAKIT MALARIA

Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:10

1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui


gigitan nyamuk anopheles.
2. Penularan yang tidak alamiah.
a. Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita
malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.
b. Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara
penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di
Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan
mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik
yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat
suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).
c. Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam
(P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet
(P.Knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain
yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.10
12

2.7. Manifestasi klinis penyakit malaria

2.7.1. Masa inkubasi

Masa inkubasi bervariasi pada setiap plasmodium.

Tabel 1. Inkubasi, periode prepaten, periode demam dan gejala klinik pada setiap
Plasmodium (sumber : Cook GC. Prevention ang Treatment Malaria).5

Plasmodium Periode prepaten Masa inkubasi Tipe panas Manifestasi klinis


(hari) (hari) (jam)
Falciparum 11 12 (9-14) 24,36,48 Gejala gastrointestinal,
hemolisis, anemia,
ikterus,
hemoglobinuria, syok,
algid malaria, gejala
serebral, edema paru,
hipoglikemia, gagal
ginjal, gangguan
kehamilan, kelainan
retina, kematian.
Vivax 12,2 13 (12-17)  12 48 Anemia kronik,
bulan splenomegali, rupture
limpa.
Ovale 12 17 (16-18) 48 Sama seperti vivax.
Malariae 32,7 28 (18-40) 72 Rekrudensi sampai 50
tahun, splenomegali
menetap, limpa jarang
rupture, sindrom
nefrotik.
13

2.7.2. Keluhan-keluhan prodromal


Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan
antara lain lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri
pada tulang atau otot, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang
merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada Plasmodium
vivax dan ovale, sedang pada Plasmodium falciparum dan malariae keluhan
prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.5
2.7.3. Gejala-gejala umum1,5
Gejala klasik berupa “Trias Malaria” (Malaria proxysm) secara berurutan :
 Periode dingin (15-60 menit)
Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus
diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature.
 Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap
tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya,
respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retro-orbital, muntah-muntah,
dapat terjadi syok (tekanan darah turun), dapat delirium sampai terjadi
kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam
atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
 Periode berkeringat
Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperature turun, penderita merasa kelelahan dan sering tertidur.
Jika penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa.
Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam, lebih sering terjadi
pada infeksi Plasmodium vivax. pada Plasmodium falciparum menggigil dapat
berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada
14

Plasmodium falciparum, 36 jam pada Plasmodium vivax dan ovale, 60 jam pada
Plasmodium malariae.
Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi
malaria. Gejala anemia berupa badan yang terasa lemas, pusing, pucat,
penglihatan kabur, jantung berdebar-debar, dan kurang nafsu makan.5,6
Splenomegali (pembesaran limpa) sering dijumpai pada penderita malaria.
Limpa akan teraba 3 hari setelah serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak,
nyeri, dan hiperemis.5
Terdapat beberapa keadaan klinik pada perjalanan infeksi malaria :5
 Serangan primer, yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan
berkeringat.
 Periode laten, yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan
paroksismal. Periode laten dapat terjadi sebelum atau sesudah serangan
primer.
 Rekrudesensi, yaitu berulangnya gejala klinis dan parasitemia dalam masa
8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
 Rekurensi, yaitu berulangnya gejala klinis atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
 Relaps atau “Rechute”, yaitu keadaan berulangnya gejala klinis atau
parasitemia yang lebih lama dari waktu di antara serangan periodik dari
infeksi primer.

2.8. Diagnosis malaria


2.8.1. Diagnosis klinik
Didasarkan gambaran demam yang khas, adanya splenomegali dengan
atau tanpa hepatomegali serta ditemukannya anemi. Keluhan utama yang paling
sering muncul adalah demam lebih dari dua hari, menggigil, dan berkeringat (trias
malaria). Hal ini diperkuat jika penderita berasal atau berada di daerah endemik
15

malaria ataupun beberapa waktu yang lalu pernah berkunjung ke daerah endemik
.3,13

2.8.2. Pemeriksaan laboratorium


2.8.2.1.Pemeriksaan mikroskopis1,4
Ditegakkan dengan menemukan Plasmodium sp. di dalam eritrosit.
pemeriksaan darah dilakukan pada setiap kasus yang diduga malaria pada saat
pertama kali berobat, jika hasilnya negatif, diulang setiap 6 jam dan baru
dinyatakan negatif jika setelah 3-4 hari dilakukan pemeriksaan tidak menemukan
parasitnya. Pemeriksaan darah, sebaiknya dilakukan dengan dua cara, yaitu
tetesan preparat darah tebal dan tetes darah tipis.
A. Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan
darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Pemeriksaan parasit
dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan pembesaran
kuat). Jumlah parasit dapat dihitung per lapang pandang mikroskop. Metode semi-
kuantitatif untuk hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah tebal adalah
sebagai berikut :
+ = 1-10 parasit per 100 lapanganan
++ = 11-100 parasit per 100 lapangan
+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan
++++ = > 10 parasit per 1 lapangan
Hitung parasit secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung
jumlah parasit per 200 leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit
rata-rata 8000/ul darah, sehingga jumlah parasit dapat dihitung sebagai berikut :
Parasit/ul = jumlah parasit dalam 20 leukosit x 40.1,4
B. Tetesan darah tipis :
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah
tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit, dapat
dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah
merah. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit, misalnya 4.500.000
16

eritrosit/ul darah (permpuan) atau 5.000.000 eritrosit/ul darah pada laki-laki.


Kemudian jumlah parasit stadium aseksual dihitung paling sedikit dalam 25
lapang pandang mikroskop.

2.8.2.2. Tes diagnostik cepat (RDT, rapid diagnostic test)


Metode ini mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara
imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan
yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam hal
spesifisitas dan sensitivitasnya.14

2.8.3. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit,
dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah (gula darah, SGOT,
SGPT, tes fungsi ginjal), EKG dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.14

2.9. Komplikasi1,2,6,7
komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering
disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala
sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang
pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita
malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefenisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu
atau lebih komplikasi sebagai berikut:
1. Malaria serebral (coma)
2. Academia/acidosis
3. Anemia berat
4. Gagal ginjal akut
17

5. Hipoglikemi
Manifestasi malaria berat meliputi :

2.9.1. Malaria serebral


Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan memberikan mortalitas
20-50% dengan pengobatan. Gejala malaria serebral ditandai dengan koma yang
tak bisa dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) ialah
dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis sporous. Sebagian penderita terjadi
gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan
perubahan tingkah laku (penderita tidak mau bicara). Penurunan kesadaran
menetap untuk waktu lebih dari 30 menit.
2.9.2. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan
aliran darah ke ginjal akibat sumbatan kapiler. Sebagai akibatnya terjadi
penurunan filtrasi glomerulus. Secara klinis dapat terjadi fase oliguria ataupun
poliuria.
2.9.3. Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Jaundice atau ikterus (warna kekuningan pada kulit, selaput lender, mata,
dan mukosa) sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum. Jika gangguan
fungsi hati disertai gangguan organ vital lain (seperti Gagal Ginjal Akut) maka
mempunyai prognosis yang buruk.
2.9.4. Hipoglikemia
Hipoglikemia dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang dengan
malaria berat. Hal ini disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah
menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala
pada penderita dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan kesadaran.
2.9.5. Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)
Adalah suatu sindrom dengan gejala kharakteristik serangan akut,
menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinemi, hemoglobinuri, dan
gagal ginjal. Penderitanya adalah orang yang terinfeksi Plasmodium falciparum
secara berulang-ulang, dan pernah mendapat pengobatan dengan kina secara tidak
18

teratur. Biasanya penderita mengeluh nyeri pinggang, muntah, diare, gangguan


berkemih, dan kencing yang berwarna hitam.
2.9.6. Malaria Algid
Yaitu terjadi syok vascular, ditandai dengan hipotensi (tekanan sistolik
kurang dari 70 mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi
jaringan. Gambaran klinis berupa perasaan dingin dan basah pada kulit,
temperatur rektal tinggi, kulit tidak elastik, pucat. Napas dangkal, nadi cepat,
tekanan darah turun, baik sistolik maupun diastolik dan sering tekanan diastolik
tidak terukur.
2.9.7. Kecenderungan perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di
bawah kulit berupa petekie, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi
malaria tropika. Perdarahan ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau
gangguan koagulasi intravaskular ataupun gangguan koagulasi karena gangguan
fungsi hati.
2.9.8. Edema paru
Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria tropika
dan menyebabkan kematian. Ada dua tipe edema paru yang dapat terjadi, pertama
karena kelebihan cairan. Bentuk yang kedua ialah sindrom gawat napas dewasa.
2.9.9. Manifestasi Gastro-intestinal
Gejala-gejalanya ialah : tidak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, diare,
dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma bilious
remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali, ikterik, dan
gagal ginjal, malaria disentri menyerupai disentri basiler, dan malaria kolera
yang jarang pada P.falciparum berupa diare cair yang banyak, muntah, kramp
otot, dan dehidrasi.
2.9.10. Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falciparum dan
biasanya bersamaan dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya
hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui
muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormone anti-
19

diuretik (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormon diuretik yang pernah


dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita.

2.10. Penatalaksanaan1
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan
ditemukannya Plasmodium aseksual didalam darahnya, malaria klinis tanpa
ditemukannya parasit dalam darahnya perlu diobati. Adapun prinsip
pengobatannya adalah :
1. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita
malaria berat/dengan komplikasi. “penderita dengan komplikasi/malaria
berat memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral”
2. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak
terjadi kegagalan pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu
dengan pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy).
3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan
malaria yang positif dan dilakukan monitoring efek/respon pengobatan.
4. Pengobatan malaria klinis/tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat
non-ACT.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria
dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan
artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam
mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin
juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit.
Juga efektif terhadap semua spesies, P.falciparum, P.vivax maupun lainnya.
Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini.

a. Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy)


Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan
mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan
20

petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat


anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination
Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap
(fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis
tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. Contoh ialah “Co-Aterm”
yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). Dosis
coarterm 4 tablet 2x1 sehari dalam 3 hari. Kombinasi tetap lain ialah
dihidroartemisinin (40mg) + piperakuin (320 mg) yaitu “Artekin”. Dosis
artekin untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24
jam dan 32 jam, masing-masing 2 tablet.
Kombinasi ACT yang tidak tetap, misalnya : artesunat + meflokuin,
artesunat + amodiakuin, artesunat + klorokuin, artesunat + sulfadoksin-
pirimetamin, artesunat + pironaridin, dan kombinasi dengan obat jenis
lainnya. Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah
kombinasi artesunate + amodiakuin dengan nama dagang
“ARTESDIAQUINE” atau artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu
artesunate (50mg/tablet) 200 mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk
Amodiakuin (200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan hari II dan 1½ tablet
hari ke III. 1

a) Pengobatan malaria dengan obat-obat Non-ACT


Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT
telah dilaporkan dari seluruh provinsi di Indonesia, beberapa daerah masih
cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin
(kegagalan masih kurang 25%). Dibeberapa daerah pengobatan
menggunakan obat standard seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin
masih dapat diguanakn dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.
Obat-obat non-ACT ialah :
A. Klorokuin Difosfat/sulfat
250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB untuk 3
hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5 mg/kgBB pada hari
21

ke III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II
dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk P.falciparum maupun P.vivax.
B. Sulfadoksin-Pirimedin (SP)
(500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin), dosis orang dewasa 3
tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran
pirimetamin 1,25 mg/kgBB. Obat ini hanya dipakai untuk
Plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk Plasmodium vivax.
Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan
SP.
C. Kina Sulfat : (1 tablet 220 mg)
Dosis yang dianjurkanz ialah 3x10 mg/kgBB selama 7 hari, dapat
dipakai untuk Plasmodium falciparum maupun Plasmodium vivax.
Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi
terhadap klorokuin dan SP.
D. Primakuin
(1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan
radical terhadap P.falciparum maupun P.vivax. Pada P.falciparum
dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet ;
sedangkan untuk P.vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu
untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps).
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan
yang dikombinasikan, akan tetapi perlu dilakukannya monitoring respons
pengobatan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut : a). kombinasi
klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin; b). kombinasi SP + Kina; c). Kombinasi
Klorokuin + Doksisiklin/Tetrasiklin; d). Kombinasi SP + Doksisiklin/
Tetrasiklin; e). Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin; f). Kina + Klindamisin.
22

Penanganan penderita malaria berat


1. Tindakan umum atau suportif1,5
a. Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, kesadaran, kebutuhan oksigen,
cairan dan nutrisi.
b. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur.
c. Hati-hati komplikasi dari tindakan kateterisasi, infus yang dapat
memberikan infeksi nasokomial dan kelebihan cairan yang
menyebabkan edema paru.
d. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam.
e. Baringkan/ posisi tidur sesuai dengan kebutuhan.
f. Pertahankan sirkulasi : bila hipotensi, lakukan posisi
tredenlenburg’s, perhatikan warna dan temperatur kulit.
g. Cegah hiperpireksi
h. Pemberian cairan
i. Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam.
j. Perhatikan kebersihan mulut
k. Perhatikan dieresis dan defekasi, aseptik kateterisasi
l. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
m. Perawatan mata : hindarkan trauma,tutup dengan kain.
n. Perawatan anak :
a. Hati-hati aspirasi, isap lendir sesering mungkin
b. Letakkan posisi kepala sedikit rendah
c. Posisi sering diganti
d. Pemberian cairan dan obat harus hati-hati
e. Pemberian cairan dan nutrisi
2. Pemberian obat malaria
Pemberian obat anti-malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan
malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya pembunuh parasit
secara cepat dan bertahan cukup lama dalam darah untuk segera
menurunkan derajat parasitemianya. Oleh karena itu, dipilih pemakaian
obat parenteral (intravena, per infus/intramuskular) yang berefek cepat dan
23

kurang menyebabkan terjadinya komplikasi dan resistensi. Obat-obat yang


biasa dipakai adalah derivate artemisinin, kina, klorokuin, dan kuinidin.5,9
3. Exchange transfusion
Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemia dari 43%
menjadi 1%. Darah yang dipakai berkisar 5-12 liter. Tujuan melakukan
tindakan transfusi ganti adalah : menghilangkan eritrosit yang berparasit
sehingga parasitemianya juga menurun, menghilangkan parasit antigen,
hasil metabolism parasit, toksin, dan mediator serta radikal bebas dari
tubuh, mengganti eritrosit yang kaku dengan eritrosit baru sehingga
obstruksi mikrovaskular akan berkurang.5

2.11. Pencegahan 2,11,15


Di Indonesia usaha pembasmian penyakit malaria belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan, yaitu tempat perindukan nyamuk
malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta
keterbatasan sumber daya manusia, instruktur, dan biaya. Oleh karena itu usaha
yang paling mungkin dilakukan adalah usaha-usaha pencegahan dan
pemberantasan terhadap penularan parasit.
Tujuan pengendalian malaria di daerah-daerah yang endemik malaria
adalah menurunkan serendah-rendahnya dampak malaria terhadap kesehatan
masyarakat dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia.
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
Di daerah yang jumlah penderitanya sangat banyak, tindakan untuk
menghindari gigitan nyamuk sangat penting. Di Daerah pedesaan atau
pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan,
disarankan untuk memakai baju lengan panjang saat keluar rumah,
terutama pada malam hari. Biasanya nyamuk malaria menggigit pada
malam hari. Sebaiknya yang tinggal di daerah endemis malaria
memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta
menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai
24

minyak antinyamuk (mosquito repellent) saat tidur dimalam hari untuk


mencegah gigitan nyamuk malaria.
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa, dapat dilakukan
beberapa tindakan berikut ini.
1. Penyemprotan rumah. Sebaiknya penyemprotan rumah-rumah
di daerah endemis malaria dengan insektisida dilaksanakan dua
kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan.
2. Larvaciding
Larvaciding merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa
yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaraia.
3. Biological control
Biological control adalah kegiatan penebaran ikan kepala timah
(panchax-phanchax) dan ikan guppy/wader cetul (lebistus
reticulatus) genangan-genangan air yang mengalir dan
persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa
jentik-jentik nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
Tempat perindukan nyamuk malaria bermacam-macam, tergantung
spesies nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di kawasan
pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air
bersih pegunungan. Di Daerah endemis malaria, masyarakatnya perlu
menjaga kebersihan lingkungan. Tambak ikan yang kurang terpelihara
harus dibersihkan; parit-parit disepanjang pantai bekas galian yang
terisi air payau harus ditutup; persawahan dengan saluran irigasi,
airnya harus dipastikan mengalir dengan lancar; bekas roda yang
tergenang air atau bekaas jejak kaki hewan pada tanah berlumpur yang
berair harus segera ditutup untuk mengurangi tempat
perkembangbiakan larva nyamuk malaria.
4. Pemberian obat pencegahan malaria
25

Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan untuk


mencegah terjadinya infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit
malaria. Orang yang akan bepergian ke daerah endemis malaria harus
minum obat antimalaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum
keberangkatannya sampai empat minggu setelah orang tersebut
meninggalkan daerah endemis malaria. Wanita hamil yang akan
bepergian ke daerah endemis malaria harus diperingatkan tentang
resiko yang mengancam kehamilannya. Sebelum bepergian, ibu hamil
disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau rumah sakit dan
mendapatkan obat antimalaria. Klorokuin merupakan obat yang paling
aman bagi wanita hamil dengan dosis 300 mg basa (2 tablet) diberikan
setiap minggu. Bayi dan anak-anak yang berusia dibawah empat tahun
dan hidup di daerah endemis malaria harus mendapat obat antimalaria
karena tingkat kematian pada bayi/anak akibat infeksi malaria cukup
tinggi.
5. Pemberian vaksin malaria
Pemberian vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat
membantu mencegah infeksi malaria sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi malaria. Sampai
saat ini usaha untuk menemukan vaksin malaria yang baik dan efektif
masih berjalan dan dalam tahap penelitian. Diharapkan, dalam waktu
tidak lama akan tercipta vaksin malaria yang mampu melawan infeksi
parasit malaria.
26

2.12. Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat.
Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS,
kecepatan diagnosa dan penanganan yang cepat. Walaupun demikian mortalitas
penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15-60% tergantung
fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan
peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral dengan
hipoglikemi, peningkatan kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih
tinggi dari pada malaria serebral saja.1
27

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh
jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian deskriptif retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui Karakteristik
Penyakit Malaria di Rumah Sakit Umum Panyabungan Tahun 2010.15

3.2. Kerangka Operasional

Karakteristik
Penderita Malaria

1. Desa
2. Jenis Plasmodium
Populasi
3. Umur

Sampel

Rekam medik

Gambar 2.4. : kerangka operasional


28

3.3. Defenisi Operasional


 Penderita malaria adalah orang yang berobat ke Rumah Sakit dengan
diagnosa malaria.
 Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.1
 Populasi adalah adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti.
 Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi.
 Plasmodium adalah genus sporozoa bersifat parasitik pada sel darah
merah hewan dan manusia menyebabkan empat jenis malaria spesifik
pada manusia.17
 Rekam medik adalah data pasien yang tinggal di Panyabungan yang
berobat ke Rumah Sakit Umum Panyabungan yang berisikan status
pasien.

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Panyabungan jl. Merdeka
no. 40 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.
3.4.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan agustus - september 2011 sampai
dengan selesai.

3.5. Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita
malaria di Rumah Sakit Umum Panyabungan tahun 2010 periode Januari –
Desember 2010.
3.6. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling.
29

 Kriteria inklusi
Pasien yang berobat ke Rumah Sakit Umum Panyabungan dengan
diagnosa malaria.
 Kriteria eksklusi
Pasien yang berobat ke Rumah Sakit Umum Panyabungan dengan
diagnosa bukan malaria.

3.7. Metode Pengumpulan Data


Data diambil dari rekam medis pasien di Rumah Sakit Umum
Panyabungan pada tahun 2010. Data kemudian dirinci, menurut jenis plasmodium
yang menginfeksi, umur, dan desa.

3.8. Metode Analisis Data


Setelah data diperoleh melalui rekam medik, maka dilakukan tahap
pengolahan data melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Seleksi data (Editing)
Pada tahap ini, penulis melakukan penilaian terhadap data yang diperoleh
kemudian diteliti apakah terdapat kekeliruan.
b. Pemberian Kode (Coding)
Setelah dilakukan editing, selanjutnya memberikan kode tertentu pada tiap-
tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data.
c. Pengelompokan data (Tabulating)
Data yang telah diberi kode kemudian dikelompokkan, lalu dihitung dan
dijumlahkan dan kemudian dituliskan dalam bentuk tabel.

3.9. Pengolahan Data


Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan SPSS statistics 17.0,
kemudian, data disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan desa, umur, dan jenis
plasmodium.

Anda mungkin juga menyukai