Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN PERPAJAKAN

PERTEMUAN KE-4
PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN PAJAK

OLEH:

OLEH KELOMPOK 1:

Anak Agung Ngurah Bagus Dwiprayuda (1807612002) / 02


Ni Made Sri Lestari (1807612006) / 06
Putu Ayu Anggya Agustina (1807612009) / 09
Ida Ayu Wiasti Paramita Apsari (1807612010) / 10

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
4.1 Pengertian Manajemen Pajak dan Perencanaan Pajak
4.1.1 Manajemen Pajak (Tax Management)
Secara umum manajemen pajak didefinisikan sebagai suatu usaha menyeluruh
yang dilakukan terus-menerus oleh wajib pajak agar semua hal yang berkaitan dengan
urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga
dapat memberikan kontribusi maksimum bagi kelangsungan usaha wajib pajak tanpa
mengorbankan kepentingan penerimaan negara.
Adapun tujuan akhir yang ingin dicapai dari manajemen pajak adalah
optimalisasi dan/atau minimalisasi beban pajak yang dapat dicapai tidak hanya dengan
melakukan suatu perencanaan yang matang, melainkan juga harus melewati tahap
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling)
yang baik dan terkendali. Beberapa pengertian Manajemen Pajak menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
Menurut Ladiman Djaiz, Manajemen Pajak berarti melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan mengenai perpajakan
yang tujuannya adalah untuk peningkatan efisiensi. Peningkatan efisiensi berarti
meningkatkan laba atau penghasilan. Sophar Lumbantoruan, dalam bukunya yang
berjudul Akuntansi Pajak juga mengemukakan bahwa secara umum "manajemen pajak
adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak
yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas
yang diharapkan". Lebih lanjut Erly Suandy menyebutkan bahwa tujuan manajemen
pajak mempunyai dua tujuan, yakni; 1). Menerapkan peraturan perpajakan secara benar
dan 2). Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya, dimana
keduanya dapat dicapai melalui: i). Perencanaan pajak (tax planning), ii). Pelaksanaan
kewajiban perpajakan dan hak perpajakan (tax compliance), iii). Pengendalian pajak
(tax control).
Jadi, pada dasarnya Manajemen pajak memiliki beberapa fungsi, yakni:
1. Fungsi Perencanaan pajak (fungsi Planning)
2. Fungsi Pengorganisasian perpajakan (fungsi organizing)
3. Fungsi Pelaksanaan perpajakan (fungsi actuating)
4. Fungsi Pengawasan perpajakan (fungsi controlling)

1
4.1.1.1 Motivasi Manajemen Pajak
Tujuan utama dari dilakukannya manajemen pajak adalah untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan dengan benar dan meminimalisasi beban pajak untuk
maksimalisasi Net Profit After Tax. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk
mengelak dari kewajiban perpajakan melalui cara-cara yang melanggar aturan
perpajakan. Meski demikian, dalam praktik sulit dibedakan antara cara-cara yang tidak
dan yang melanggar aturan perpajakan, salah satunya karena banyak ketentuan
perpajakan yang multi tafsir (dapat diinterpretasikan berbeda-beda).
Gunadi, mengutip Simon James dan Chistopher Nobes menyebutkan bahwa motivasi
dilakukannya tax management, diantaranya adalah: (i) tingginya tarif pajak (high tax
rates); (ii) kekurang gamblangan (imprecise) ketentuan, baik rumusan eksplisit
ketentuan maupun semangat, maksud dan tujuan implisitnya; (iii) terlalu kecilnya sanksi
(insufficient penalties); (iv) kekurangwajaran atau kekurangmerataan (inequity); dan (v)
distorsi dalam sistem perpajakan.
Motivasi Iain dilakukannya manajemen pajak, menurut Simon James dan
Chistopher Nobes, adalah kekurangwajaran dan ketidakmerataan. Faktor ini biasanya
dikaitkan dengan prinsip manfaat/ benefit (benefit received principle) dari pembayaran
pajak dalam kaitannya dengan azas keadilan dan kemerataan. Konsepsi dari prinsip
manfaat/benefit ini kurang lebih adalah bahwa pajak merupakan harga yang harus
dibayar sehubungan dengan manfaat/benefit yang diterima dari pelayanan publik oleh
pemerintah. Sehingga mereka yang mendapatkan manfaat/benefit lebih besar
seharusnya membayar pajak lebih besar. Konsekuensinya, apabila mereka merasa
bahwa kualitas pelayanan dan public goods yang disediakan pemerintah kurang
memadai atau tidak setimpal dengan pajak yang mereka bayarkan, wajib pajak
kemudian cenderung untuk melakukan tindak manajemen pajak.

4.1.1.2 Syarat Manajemen Pajak (Tax Management)


Tiga persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam tax management yang baik, yaitu:
1. Tidak melanggar/bertentangan dengan ketentuan/peraturan yang berlaku
2. Secara bisnis masuk akal (reasonable), karena tax management merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari corporate global strategy

2
3. Bukti pendukung yang memadai, baik dari segi pencatatan akuntansi
keuangannya maupun dari segi hukum perjanjian/perikatannya (seperti: bukti
tagihan/invoices, kontrak/perjanjian, dan dokumentasi pendukung lainnya.

4.1.2 Perencanaan Pajak (Tax Planning)


Perencanaan pajak (Tax Planning) merupakan tahap awal yang menjadi bagian
kritikal dari keseluruhan manajemen pajak dimana dalam tahap ini akan dilakukan
analisis secara sistematis terhadap berbagai alternatif perlakuan perpajakan dengan
tujuan untuk mencapai pemenuhan kewajiban perpajakan yang optimum. Tahapan
selanjutnya setelah perencanaan pajak dilakukan adalah melaksanakan fungsi
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian perpajakan. Adapun beberapa
pengertian pajak menurut para ahli, antara lain:
1. Menurut Dictionary of Tax Term, Barrons Business Guides menyebutkan bahwa:
“tax planning is a systematic analysis of differing tax options aimed at the
minimization of tax liability in current and future tax periods”. Bahwa perencanaan
pajak adalah suatu analisis sitematik atas pilihan-pilihan pajak yang berbeda yang
bertujuan untuk meminimalkan kewajiban/utang pajak baik saat kini maupun waktu
mendatang.
2. Menurut Susan M. Lynos menyebutkan bahwa: “tax planning is an arrangement of
a person’s business and/or private affair in order to minimize tax liability.
3. Menurut Muhamad Zain menyebutkan bahwa: “tax planning adalah perbuatan yang
sifatnya mengurangi beban pajak secara legal dan bukan mengurangi kesanggupan
memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melunasi utang-utang pajaknnya.
Dalam perencanaan pajak meliputi pengurangan pajak secara permanen maupun
kemungkinan penangguhannya. Konsep yang dapat dilibatkan dalam penghematan
pajak yang diproleh dari perencanaan pajak yaitu:
1. Pemenfaatan pengecualian pajak,
2. Pengurangan tarif pajak menyeluruh,
3. Maksimalisasi pengurangan penghasilan,
4. Percepatan pengeluaran,
5. Penundaan objek pajak,
6. Strukturisasi transaksi kena pajak menjadi tidak kena pajak, dan lain sebagainya.

3
4.2 Pengertian Tax Avoidance (Penghidaran Pajak) dan Tax Evasion
(Penyelundupan Pajak)
Menurut Fuad Bawazier, tujuan dari manajamen pajak untuk meminimalisir
(atau menganulir) beban pajak secara umum, yang ditempuh melalui cara: (i)
penghindaran pajak (tax avoidance); dan (ii) penyelundupan pajak (tax evasion).
Perbedaan dari tujuan tersebut ditunjukkan dari aspek legilitas yang diatur dalam UU
No. 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP),
yang mana tax avoidance umumnya dianggap sebagai upaya tax management yang
legal karena lebih banyak memanfaatkan “loopholes” yang ada dalam peraturan
perpajakan yang berlaku (lawfull), sedangkan tax evasion cenderung mengarah pada
sesuatu tindak pidana perpajakan yang illegal, berada di luar bingkai ketentuan
perpajakan (unlawfull).

4.2.1 Tax Avoidance (Penghidaran Pajak)


Penghindaran pajak adalah rekayasa tax affairs yang masih tetap berada di
dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawfull). Wajib Pajak melakukan penghindaran
pajak dengan mentaati aturan yang berlaku yang sifatnya legal dan diperbolehkan oleh
peraturan perundang-undangan perpajakan. Beberapa literatur perpajakan Indonesia
mengartikan penghindaran pajak (tax avoidance) sebagai kegiatan yang legal (misalnya
meminimakan beban pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan). Menurut Gunadi
penghindaran (avoidance) terutama melibatkan komersialisasi dan pemanfaatan secara
efektif kebijakan pajak yang legitimate dan defiasi teknis dan ambiguitas dalam
peraturan perundang-undangan. Adapun karakteristik dari tax avoidance ini yang
diungkap oleh Prebble dan dikutip oleh Prasetyo adalah sebagai berikut:
(1) Transaksi sering semu.
(2) Transaksi tidak mempunyai makna ekonomis.
(3) Tidak terdapat unsur risiko.
(4) Adanya usaha mengeksploitasi celah-celah dalam peraturan perpajakan.
Selain hal tersebut, berikut ini terdapat tiga cara melakukan penghindaran pajak yang
bisa dilakukan oleh wajib pajak antara lain:
(1) Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.

4
(2) Pindah lokasi, yaitu memindahkan lokasi usaha atau domisili yang tarif pajaknya
tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah.
(3) Penghindaran pajak secara yuridis.

4.2.2 Tax Evasion (Penyelundupan Pajak)


Tax evasion merupakan suatu tindakan untuk meminimalkan beban pajak dengan
cara melawan ketentuan pajak (ilegal) yang dapat dihukum dengan sanksi pidana.
Tindakan ini menunjukkan wajib pajak aktif dalam hal mengurangi, menghapus,
memanipulasi ilegal terhdap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar
pajak sebagaimana telah terutang menurut perundang-udangan atau bisa juga terjadi
dengan penghilangan atau kurang melaporkan objek pajak yang didukung dengan
rekayasa legal, akuntansi, dan administrasi lainnya. Sebagai contoh adalah upaya
memperkecil jumlah pendapatan (under declare revenue) atau melaporkan kerugian
(manipulate the losses) sehingga penghasilan kena pajak berkurang dan otomatis jumlah
pajak terutang lebih kecil atau tidak membayar pajak sama sekali. Sedangkan dalam
kenyataan jumlah pendapatan yang diterima lebih besar dan tidak mengalami kerugian.

4.3 Kebijakan Anti Tax Avoidance


Penghindaran pajak merupakan suatu praktik yang secara umum disepakati
sebagai suatu tindakan yang tidak dapat diterima dan harus dicegah serta dilawan. Akan
tetapi, kenyataannya bahwa penghindaran pajak tersebut dilakukan dengan
memanfaatkan celah dalam peraturan perpajakan sehingga secara literal tidak
melanggar hukum dan hal tersebut yang membuat isu tersebut menjadi isu diskusi yang
tak kunjung usai. Dalam upaya menghadapi praktik-praktik penghindaran pajak
khususnyayang dilakukan oleh perusahaan multinasional, pada umumnya suatu
negaramenerbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat khusus
(Specific Anti Avoidance Rule/SAAR) yang diatur dalam undang-undang domestiknya,
seperti: controlled foreign company, arm’s length rule, advance pricing agreement, dan
debt to equity ratio.
Arnold (2008), secara umum dikenal dua pendekatan yang dapat dilakukan
untuk memerangi praktik penghindaran pajak. Yang pertama adalah pendekatan tanpa
menggunakan ketentuan khusus dalam peraturan melalui judicial general anti

5
avoidance doctrine yang kemudian dikembangkan oleh putusan pengadilan. Sedangkan
Yang kedua yaitu melalui statutory general anti avoidance rule yang dicantumkan
dalam peraturan perpajakan. Dalam menafsirkan suatu peraturan yang berhubungan
dengan penghindaran pajak, dikenal dua pendekatan yaitu:
1. Pendekatan literal, yang peraturannya ditafsirkan berdasarkan apa yang secara
eksplisit tercantum dalam naskah peraturan.
2. Pendekatan purposive, yang dalam menafsirkan peraturan tersebut juga harus
mempertibangkan tujuan dan latar belakang dari dibuatnya peraturan tersebut.
Di Indonesia, pendekatan pertama yaitu literal cukup sulit untuk
diterapkan karena penafsiran perundangan di Indonesia masih cenderung secara literal, s
ehingga untuk melawan terjadinya penghindaran pajak diperlukan sebuah dasar
hukumyang secara eksplisit tertulis dalam Undang-Undang Perpajakan. Dalam praktik
di beberapa negara, (Specific Anti Avoidance Rule) SAAR cukup efektif dalam upaya
menangkal praktik-praktik penghindaran pajak dan memberikan kepastian hukum
bagi wajib pajak. Selain ketentuan yang bersifat khusus tersebut, di banyak negara juga
banyak diterbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat umum
(Generak Anti Avoidance Rule/GAAR). Tujuan dibatnya ketentuan pencegahan
penghindaran pajak yang bersifat umum ini adalah untuk mengantisipasi praktik
penghindaran pajak yang belum diatur dalam ketentuan yang bersifat khusus atau untuk
melawan tindakan tax avoidance yang pada saat dibuatnya peraturan tersebut belum
terkenal. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa terdapat kecendrungan praktik
penghindaran pajak dari tahun ke tahun semakin canggih dan sulit untuk dideteksi dan
ditangkal hanya dengan mengandalkan SAAR. Dalam hal ini tax planning yang
dilakukan oleh WP tidak lagi bersifat defensive tax planning, melainkan sudah semakin
offensive yang sering dikenal dengan istilah aggresive tax planning.

6
DAFTAR PUSTAKA

Modul Chartered Accountant: Manajemen Perpajakan. 2015. Ikatan Akuntan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai