PENDAHULUAN
1
Dampak yang terjadi pada remaja itu merupakan masalah yang komplek, ditandai
oleh dorongan penggunaan yang tidak terkendali untuk terus menerus digunakan,
walaupun mengalami dampak yang negative dan menimbulkan gangguan fungsi
sehari-hari baik dirumah, sekolah maupun di masyarakat
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:
1. Sebutkan dan jelaskan konsep remaja
2. Sebutkan dan jelaskan memahami perubahan fisik, psikologis, dan sosial
3. Sebutkan dan jelaskan tugas perkembangan di usia remaja
4. Sebutkan dan jelaskan pengakjian kesehatan pada remaja
5. Sebutkan dan jelaskan pengkajian aspek psiko, social, kultural, spiritual
6. Sebutkan dan jelaskan asuhan keperawatan komunitas pada remaja
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Remaja
A. Definisi
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence
(kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh
menjadi dewasa. Adolescence artinya berangsur-angsur menuju
kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini
mengisyaratkan kepada hakikat umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak
berpindah dari satu fase ke fase lainya secara tiba- tiba, tetapi
pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap (Al- Mighwar, 2006).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia
yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas.
Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata
tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja
sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18)
kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang
anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami
pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan
sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi
dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-
anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas
dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang
pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena
kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
2
2. Remaja Awal (Early Adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih terheran–
heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri
dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan- perubahan itu.
Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan
yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit
dimengerti orang dewasa.
3. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Tahap ini berusia 13-15 tahun. Pada tahap ini remaja sangat
membutuhkan kawan-kawan. Ia senag kalau banyak teman yang
menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri
sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi
kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau
tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis
atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri
dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis.
4. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode
dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini.
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-
orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
3
lain.Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public).
C. Karakteristik Perkembangan Remaja
Menurut Wong (2008), karakteristik perkembangan remaja dapat
dibedakan menjadi :
1) Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong
(2008), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai
dengan awitan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan
fisik yang relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada
saat ini, remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus
pengasingan diri.
4
seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat dari tindakan mereka,
misalnya dikeluarkan dari sekolah.
Remaja secara mental mampu memanipulasi lebih dari dua
kategori variabel pada waktu yang bersamaan. Misalnya, mereka dapat
mempertimbangkan hubungan antara kecepatan, jarak dan waktu
dalam membuat rencana perjalanan wisata. Mereka dapat mendeteksi
konsistensi atau inkonsistensi logis dalam sekelompok pernyataan dan
mengevaluasi sistem, atau serangkaian nilai-nilai dalam perilaku yang
lebih dapat dianalisis.
3) Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Wong (2009),
masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai
nilai moral dan individu. Remaja dapat dengan mudah mengambil
peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban berdasarkan hak
timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami konsep peradilan
yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap kesalahan dan
perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan
yang salah. Namun demikian, mereka mempertanyakan peraturan-
peraturan moral yang telah ditetapkan, sering sebagai akibat dari
observasi remaja bahwa suatu peraturan secara verbal berasal dari
orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi peraturan tersebut.
4) Perkembangan Spiritual
Pada saat remaja mulai mandiri dari orang tua atau otoritas yang
lain, beberapa diantaranya mulai mempertanyakan nilai dan ideal
keluarga mereka. Sementara itu, remaja lain tetap berpegang teguh
pada nilai-nilai ini sebagai elemen yang stabil dalam hidupnya seperti
ketika mereka berjuang melawan konflik pada periode pergolakan ini.
Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal tetapi
melakukan ibadah secara individual dengan privasi dalam kamar
mereka sendiri. Mereka mungkin memerlukan eksplorasi terhadap
konsep keberadaan Tuhan. Membandingkan agama mereka dengan
5
orang lain dapat menyebabkan mereka mempertanyakan kepercayaan
mereka sendiri tetapi pada akhirnya menghasilkan perumusan dan
penguatan spiritualitas mereka.
5) Perkembangan Sosial
Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus
membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan
sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Namun,
proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari remaja maupun orang
tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali orang tua, tetapi
mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami tanggung
jawab yang terkait dengan kemandirian.
D. Fase Pertumbuhan Remaja
1. Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari
kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat
dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan
yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan
mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ
reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang
sangat pesat jga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini
cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya),
yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun
pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang
dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya.
Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh
pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan
kebiasaan hidup pujaan tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani
mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan
pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat
mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai
6
pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil
lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya
sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang
tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna,
maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan,
seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan
sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung
dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan
teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke
tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke
rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan
bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak
mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang
kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya
untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya
dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi
remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi
bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.
2. Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan
fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan
perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan
bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja
menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon
seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat
muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya
menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan
datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung
dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta
memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika
7
hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka
khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan
terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya
perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan,
dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya
emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar
diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut.
Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial
remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan
kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan
pikirannya sendiri.
3. Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya
dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki
maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap
menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada
remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria,
sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan
remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah
tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai
sepenuhnya.
4. Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan
yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan
mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan
suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai
menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya.
Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya,
minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat
yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
8
2.2 Perubahan Fisik, Psikologis, Sosial
A. Perubahan Fisik
1) Ciri-ciri Pertumbuhan Fisik Remaja
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi
dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan
perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh; proporsi tubuh,
munculnya cirri-ciri kelamin yang utama (primer) dan ciri-ciri kelamin
kedua (sekunder).
Menurut Muss (Sarlito, 1991) ukuran perubahan fisik adalah sebagai
berikut :
a) Pada anak perempuan :
1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-
anggota badan menjadi panjang).
2. Pertumbuhan payudara.
3. Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan.
4. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum
setiap tahunnya.
5. Bulu kemaluan menjadi keriting.
6. Menstruasi atau haid.
7. Tumbuh bulu-bulu ketiak.
b) Pada anak laki-laki :
1. Pertumbuhan tulang-tulang.
2. Testis (buah pelir) membesar.
3. Tumbuh bulu kemaluan yang halus dan berwarna gelap.
4. Awal perubahan suara.
5. Ejakulasi (keluarnya air mani).
6. Bulu kemaluan menjadi keriting.
7. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum
setiap tahunnya.
8. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot).
9. Tumbuh bulu ketiak.
10. Akhir perubahan suara.
11. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap.
12. Tumbuh bulu dada.
2) Penyebab Perubahan Fisik Remaja
Penyebab perubahan pada masa remaja adalah adanya dua kelenjar
yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endoktrin. Kelenjar pituitri yang
terletak didasar otak mengeluarkan duamacam hormon yang diduga erat
hubungannya dengan perubahan pada masa remaja. Kedua hormon itu
9
adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya perubahan
ukuran tubuh dan hormon ganadotropik atau hormon yang merangsang
gonad agar mulai aktif bekerja. Tidak berapa lama sebelum saat remaja
dimulai, kedua hormon ini sudah mulai diproduksi dan semakin banyak
dihasilkan. Seluruh proses ini dikendalikan oleh perubahan yang terjadi
dalam kelenjar endoktrin. Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang
dilakukan kelenjar hypothalmus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai
kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja berkembang.
Meskipun kelenjar gonad atau kelenjar kelamin sudah ada dan aktif
sejak seseorang dilahirkan, namun kelenjar ini seolah-olah tidur dan baru
akan aktif setelah diaktifkan oleh hormon gonadotropik dari kelenjar
pituitry pada saat akan memasuki masa remaja. Setelah tercapai
kematangan alat kelamin, maka hormon gonad akan menghentikan
aktivitas hormon pertumbuhan. Dengan demikian pertumbuhan fisik
akan terhenti. Keseimbangan yang tepat antara kelenjar pituitry dan
gonad menimbukan pertumbuhann fisik yang tepat pula. Sebaliknya
apabila terjadi gangguan dalam keseimbangan ini, maka akan timbul
penyimpangan pertumbuhan selama masa remaja, seluruh tubuh
mengalami perubahan baik bagian luar maupun bagian dalam tubuh, baik
perubahan struktur maupun fungsinya.
10
dua kali lipat. Anak laki-laki tumbuh terus lebih cepat dari pada anak
perempuan. Pertumbuhan anak laki-laki akan mencapai bentuk tubuh
dewasa pada usia 19 sampai 20 tahun sedang pada perempuan pada
usia 18 tahun.
2. Perubahan proporsi tubuh
Ciri tubuh yang kurang proporsional pada masa remaja ini tidak
sama untuk seluruh tubuh, ada bagian tubuh yang semakin tidak
proporsianal dan ada pula bagian tubuh yang semakin proposional.
Proporsi yang tidak seimbang ini akan berkembang terus sampai
seluruh mas apubur selesai dilalui sepenuhnya sehingga sehingga
akhrinya proporsi tubuhnya mulai tampak seimbang menjadi proporsi
dewasa. Perubahan ini terjadi baik di dalam maupun di bagian luar
tubuh anak.
3. Ciri kelamin yang utama
Pada masa kanak-kanak, alat kelamin yang utama masih belum
berkembang dengan sempurna. Ketika memasuki masa remaja alat
kelamiin mulai berfungsi pada saat ia berumur 14 tahun, yaitu saat
pertama kali anak laki-laki mengalami “ mimpi basah”, sedangkan
anak perempuan indung telurnya mulai berfungsi pada usia 13 tahun,
yaitu pada saat pertama kali mengalami haid atau menstruasi. Bagian
lain dari alat perkembangbiakan pada anak pperempuan pada saat ini
masih belum berkembang dengan sempurna sehingga belum mampu
untuk mengandung anak atau beberapa bulan atau setahun lebih. Masa
interval ini disebut sebagai masa steril.
4. Ciri kelamin kedua
Ciri kelamin kedua pada anak perempuan adalah membesarnya
buah dada dan munculnya putting susu,pinggul melebar lebih lebar
daripada lebar bahu,tumbuh rambut disekitar alat
kemaluan/kelamin,tumbuh rambut diketiak,suara bertambah
nyaring.Sedangkan anak laki-laki ditandai oleh tumuhnya kumis dan
jenggot,otot-otot mulai tampak,bahu melebar lebih lebar daripada
pinggul,nada suara membesar,tumbuh jakun,tumbuh bulu ketiak,bulu
11
dada,bulu di sekitar alat kelamin,serta perubahan jaringan kulit
menjadi lebih kasar dan pori-pori membesar.
Ciri-ciri kelamin kedua inilah yang membedakan bentuk fisik
antara laki-laki dan perempuan.Ciri ini pula yang seringkali
merupakan daya tarik antara jenis kelamin.Pertumbuhan disebut
berjalan seiring dengan perkembangan ciri kelamin yang utama dan
keduanya akan mencapai taraf kematangan pada tahun pertama atau
tahun kedua masa remaja.
Beberapa kondisi yg mempengaruhi pertumbuhan fisik anak yaitu :
a) Pengaruh keluarga meliputi faktor keturunan dan
lingkungan, terutama terhadap tinggi dan berat badan.
b) Pengaruh gizi bagi anak,terutama terhadap tinggi dan berat
badan.
c) Gangguan emosional yang sering menyebabkan
terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan , dan akan membawa
akibat berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di
kelenjar pituitry.
d) Jenis kelamin, dimana anak laki-laki cenderung lebih tinggi
dan lebih berat daripada anak perempuan, kecuali pada usia 12 dan
15 tahun anak perempuan biasanya sedikit lebih tinggi dan lebih
berat daripada anak laki-laki. Perbedaan ini karena bentuk tulang
dan otot anak laki-laki memang berbeda dengan anak perempuan .
e) Status sosial ekonomi keluarga yang berbeda juga
berpengaruh terhadap tinggi dan berat badan anak.
f) Kesehatan jelas berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik
(tinggi dan berat badan ).
g) Bentuk tubuh (mesomorf , ektomorf dan endomorf ) akan
berpengaruh terhadap besar kecilnya tubuh anak. Anak yang
bentuk tubuhnya mesomorf akan lebih besar daripada yang
endomorf atau ektomorf.
12
dirinya sendiri. Pertumbuhan badan yang mencolok misalnya, perbesaran
payudara/buah dada yang cepat membuat remaja tersisih dari teman –
temannya. Demikian pula dalam menghadapi haid dan mimpi basah, anak
– anak remaja perlu mengadakan penyesuain tingkah laku yang tidak ada
dukungan dari orang tua.
Perubahan fisik hampir selalu dibarengi dengan perubahan perilaku
dan sikap. Dalam masa remaja perubahan yang terjadi sangat mencolok
sehingga dapat menggangu keseimbangan yang sebelumnya sudah
terbentuk. Perilaku mereka mendadak menjadi sulit diduga dan sering kali
agak melawan norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu, masa ini
seringkali dinamakan sebagai “masa negatif”. Pada saat irama
pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah
sempurna akan terjadi keseimbangan kembali.
Meskipun pengaruh pubertas terhadap anak - anak berbeda-beda, cara
mereka melampiaskan gangguan keseimbangan tampaknya sama, seperti
mudah tersinggung, tidak dapat diikuti jalan pikirannya ataupun
perasaannya, ada kecenderungan untuk menarik diri dari keluarga atau
teman dan lebih senang menyendiri, menentang kewenangan ( orang tua
dan guru), sangat mendambakan kemandirian, dan sangat kritis terhadap
orang lain, tidak suka melakukan tugas dirumah atupun disekolah dan
sangat tampak bahwa dirinya tidak bahagia.
Akibat perubahan pada beberapa kelenjar pertumbuhan yang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuhnya,
anak-anak remaja secara fisik seringkali merasa tidak nyaman, misalnya
ada keluhan, gelisah, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sakit
kepala dan sebagainya. Gangguan ini lebih banyak menghinggapi anak
perempuan daripada anak laki- laki.
Umumnya tanggapan anak remaja terhadap perubahan dirinya dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu mereka yang terlalu memperhatikan
normal tidaknya dirinya, dan mereka yang terlalu
memperhatikan/memikirkan tepat tidaknya kehidupan kelaminnya. Bila
mereka memperhatikan teman sebayanya, kemudian ternyata dirinya
13
berbeda dari mereka, maka akan segera muncul pikirannya tentang
normal tidaknya dirinya. Misalnya, hanya berbeda dalam hal kecepatan
pertumbuhan sudah dapat menimbulkan rasa kekhawatiran dalam dirinya.
Anak-anak tergolong cepat dan lebih awal tumbuh, sering kali merasa
khawatir bahwa pada masa dewasanya nanti, tubuhnya akan terlalu tinggi,
dan juga sebaliknya.
Terlalu memperhatikan kaadaan kehidupan kelaminnya, juga
merupakan hal yang biasa terjadi dalam tahap ini. Pada saat seseorang
mencapai masa remaja, dalam pikirannya telah terbentuk konsep tertentu
mengenai wajar tidaknya kehidupan kelamin dalam penampilan
seseorang. Konsep ini terbentuk melalui pengalaman si anak sehari-hari,
misalnya dari televisi, bioskop, buku cerita, komik dan atau orang-orang
disekelilingnya yang dikagumi. Bila mereka berpendapat bahwa dirinya
kurang memenuhi persyaratan maka segera menentukan bahwa dirinya
tidak wajar. Sayangnya konsep yang telah terbentuk itu sukar dihilangkan
bahkan mungkin dapat menetapseumur hidupnya.
Salah satu dari beberapa konsekuensi masa remaja yang paling penting
adalah pengaruh jangka panjangnya terhadap sikap, perilaku sosial, minat
dan kepribadian. Kalau sikap dan perilaku remaja kurang dapat diterima,
maka keadaan ini cukup parah. Sejumlah studi tlah menemukan bahwa
ciri kepribadian dan sikap tertentu yang sudah terbentuk ini biasanya sulit
dihilangkan, terutama dalam kasus penyimpangan usia kematangan
kelaminnya.
B. Perubahan Psikologi
Selain terjadi perubahan fisik yang sangat mencolok, juga terjadi
perubahan dalam emosionalitas remaja yang cukup mengemuka, sehingga
ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari perubahan pada aspek
emosionalitas ini. Masa ini disebut sebagai masa “storm and stres”
dimana terjadi peningkatan ketegangan emosional yang dihasilkan dari
perubahan fisik dan hormonal.
Pada masa ini emosi seringkali sangat intens, tidak terkontrol
dan nampak irrasional, secara umum terdapat peningkatan perilaku
emosional pada setiap usia yang dilalui. Misalnya, pada usia 14 tahun,
14
remaja menjadi mudah marah, mudah gembira, dan meledak secara
emosional, sedangkan pada usia 16 tahun terjadi kebalikannya mereka
mengatakan tidak terlalu merasa khawatir.
Hal yang paling membuat remaja marah adalah apabila mereka
diperlakukan seperti anak-anak atau pada saat merasa diperlakukan tidak
adil. Ekspresi kemarahannya mungkin berupa mendongkol, menolak
untuk bicara, atau mengkritik secara keras. Hal yang juga cukup
mengemuka yaitu pada masa ini remaja lebih iri hati terhadap mereka
yang memiliki materi lebih.
Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan
perubahan fisik yang meliputi:
1) Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi:
a) Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa)
b) Agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang
berpengaruh, sehingga misalnya mudah berkelahi.
2) Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi:
a) Mampu berpikir abstrak, senang memberikan kritik
b) Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku
ingin coba-coba.
C. Perubahan Sosial
Salah satu tugas perkembangan yang paling sulit pada masa remaja
adalah penyesuaian sosial. Penyesuaian ini harus dilakukan terhadap jenis
kelamin yang berlainan dalam suatu relasi yang sebelumnya tidak pernah
ada dan terhadap orang dewasa diluar keluarga dan lingkungan sekolah.
Pada masa ini remaja paling banyak menghabiskan waktu mereka di luar
rumah bersama dengan teman sebaya mereka, sehingga bisa dipahami
apabila teman sebaya sangat berpengaruh terhadap sikap, cara bicara,
minat, penampilan, dan perilaku remaja.
Perubahan dalam perilaku sosial terlihat dengan adanya perubahan
dalam sikap dan perilaku dalam relasi heteroseksual, mereka yang
tadinya tidak menyukai keterlibatan lawan jenis menjadi menyukai
pertemanan dengan lawan jenis. Secara umum dapat dikatakan bahwa
minat terhadap lawan jenis meningkat. Selain itu, perubahan sosial
yang terjadi dengan adanya nilai-nilai baru dalam memilih teman,
15
dimana sekarang remaja lebih memilih yang memiliki minat dan nilai-
nilai yang sama, bisa memahami dan membuat merasa aman, dapat
dipercaya dan bisa diskusi mengenai hal-hal yang tidak bisa dibicarakan
dengan guru atau orang tua. Pada masa ini pun remaja memiliki
keinginan untuk tampil sebagai seorang yang populer dan disukai oleh
lingkungannya.
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan
kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia &
Olds, 2001).Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak
melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra
kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds,
2001).Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya
adalah besar.
16
Perkembangan Kognitif dan Bahasa Menurut Jean Piaget, pada masa
remaja perkembangan kognitif sudah mencapai tahap puncak, yaitu tahap
operasi formal (11 tahun - dewasa) (Gunarsa, 1982); suatu kapasitas untuk
berpikir abstrak, dimana penalaran remaja lebih mirip dengan cara
ilmuwan mencari pemecahan masalah dalam laboratorium (Berk, 2003).
Mengacu pada teori perkembangan kognitif dari Piaget, Berk (2003: 244-249)
mengemukakan beberapa ciri dari perkembangan kognitif pada masa ini
sebagai berikut:
Mampu menalar secara abstrak dalam situasi yang menawarkan
beberapa kesempatan untuk melakukan penalaran deduktif hipotetis
(hypotetico-deductive reasoning) dan berpikir proposisional
(propositional thought). Penalaran deduktif hipotetis adalah suatu proses
kognitif, dimana saat seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan,
maka ia memulai dengan suatu “teori umum” dari seluruh faktor yang
mungkin mempengaruhi hasil dan menyimpulkannya dalam suatu
hipotesis (atau prediksi) tentang apa yang mungkin terjadi (akibatnya).
Berbeda dengan anak pada tahap operasi konkret, dimana anak
memecahkan masalah dengan memulai dari realita yang paling nyata
sebagai prediksi dari suatu situasi; jika realita tersebut tidak ditemukan,
maka ia tidak dapat memikirkan alternatif lain dan gagal memecahkan
masalah (Berk, 2003). Jadi pada tahap operasi formal ini, remaja sudah
bisa berpikir sistematis, dengan maelakukan bermacam-macam
penggabungan, memahami adanya bermacam-macam aspek pada suatu
persoalan yang dapat diselesaikan seketika, sekaligus, tidak lagi satu
persatu seperti yang biasa dilakukan pada anak-anak masa operasi
konkret. (Gunarsa, 1982: 160).
Memahami kebutuhan logis dari pemikiran proposisional,
memperbolehkan penalaran tentang premis (alasan) yang kontradiktif
dengan realita. Pemikiran proposisional merupakan karakteristik penting
kedua dalam tahap operasi formal. Remaja dapat mengevaluasi logika
dari proposisi (pernyataan verbal) tanpa merujuk pada keadaan dunia
17
nyata (real world circumstances). Sebaliknya, anak pada tahap operasi
konkret mengevaluasi logika pernyataan hanya dengan
mempertimbangkan dengan mendasarkan pada bukti-bukti konkret.
Memperlihatkan distorsi kognitif yaitu pendengar imajiner/khayal
dan dongeng pribadi (personal fable), yang secara bertahap akan menurun
dan menghilang di usia dewasa. Kapasitas remaja untuk berpikir abstrak,
berpadu dengan perubahan fisik menyebabkan remaja mulai berpikir
lebih tentang diri sendiri. Piaget yakin bahwa telah terbentuk
egosentrisme baru pada tahap operasi formal ini, yaitu ketidakmampuan
membedakan perspektif abstrak dari diri sendiri dan orang lain (Inhelder
& Piaget, 1955/1958, dalam Berk, 2003).
Pendengar imajiner (imaginary audience) adalah suatu distorsi kognitif,
dimana remaja merasa bahwa dirinya selalu di atas panggung, menjadi pusat
perhatian orang lain (Elkind & Bowen, 1979, dalam Berk, 2003). Akibatnya,
mereka menjadi sangat “sadar diri” (extremly selfconscious), seringkali
melakukan berbagai upaya untuk menghindari keadaan yang dapat
mempermalukan. Tidak mengherankan jika remaja menghabiskan banyak
waktu untuk memperhatikan detail penampilannya, dan ia juga sangat sensitif
dengan kritik orang-orang di sekitarnya. Dongeng pribadi (personal fable)
merupakan distorsi kognitif kedua yang ditunjukkan oleh remaja. Karena
remaja begitu yakin bahwa dirinya diperhatikan dan dipikirkan orang lain,
maka ia mengembangkan opini yang melambung tentang betapa pentingnya
dirinya. Remaja merasa bahwa dirinya spesial dan unik. Beberapa remaja
memandang dirinya meraih pencapaian hebat maupun mengalami
kekecewaan yang sangat mendalam – suatu pengalaman yang tidak mungkin
dipahami orang lain (Elkind, 1994, dalam Berk, 2003). Remaja
menyimpulkan bahwa orang lain tidak mungkin dapat memahami pikiran dan
perasaannya.
18
Terjadi peningkatan penguasaan dalam penggunaan kata-kata yang
kompleks (Fischer & Lazerson, 1984, dalam Santrok, 2007), dimana
remaja menjadi lebih baik dari anak-anak dalam menganalisis fungsi
suatu kata yang berperan dalam sebuah kalimat.
Mengalami kemajuan dalam memahami metafora (perbandingan
makna antara dua hal berbeda, menggunakan suatu kata untuk makna yang
berbeda) dan satir (menggunakan ironi, cemooh, atau lelucon untuk
mengekspos kekejian atau kebodohan). • Meningkatnya kemampuan
memahami literatur yang rumit.
Lebih baik dari anak-anak dalam mengorganisasikan ide untuk
menyusun tulisan; menggabungkan kalimat-kalimat sehinga masuk akal;
dan mengorganisasikan tulisan dalam susunan pendahuluan, inti, dan
kesimpulan.
Berbicara dalam kalimat yang mengandung dialek, yaitu variasi
bahasa yang memilki kosa kata, tata bahasa, atau pengucapan yang khas
(Berko Gleason, 2005, dalam Santrock, 2007); jargon
a. Perkembangan Emosional
Beberapa ciri perkembangan emosional pada masa remaja adalah:
(Zaeman 2001)
Memiliki kapasitas untuk mengembangkan hubungan jangka
panjang, sehat, dan berbalasan. Kemampuan ini akan diperoleh jika
individu memiliki dasar yang telah diperoleh dari perkembagan
sebelumnya, yaitu trust, pengalaman positif di masa lalu, dan
pemahaman akan cinta.
Memahami perasaan sendiri dan memiliki kemampuan untuk
menganalisis mengapa mereka merasakan perasaan dengan cara
tertentu.
Mulai mengurangi nilai tentang penampilan dan lebih menekankan
pada nilai kepribadian.
Setelah memasuki masa remaja, individu memiliki kemampuan
untuk mengelola emosinya. Ia telah mengembangkan kosa kata yang
banyak sehingga dapat mendiskusikan, dan kemudian mempengaruhi
keadaan emosional dirinya maupun orang lain. Faktor lain yang
19
berperan secara signifikan dalam pengaturan emosi yang dilakukan
remaja adalah meningkatnya sensitivitas remaja terhadap evaluasi
yang diberikan orang lain terhadap mereka, suatu sensitivitas yang
dapat memunculkan kesadaran diri. Menurut David Elkind (Zeman,
2001) menggambarkan remaja menunjukkan seolah-olah mereka
berada di hadapan audience imajiner yang mencatat dan mengevaluasi
setiap tindakan yang mereka lakukan. Dengan demikian, remaja
menjadi sangat sadar akan dampak dari ekspresi emosional mereka
terhadap interaksi sosial.
Gender berperan secara signifikan dalam penampilan emosi
remaja. Laki-laki kurang menunjukkan emosi takut selama distres
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini didukung oleh keyakinan
pada laki-laki bahwa mereka akan kurang dimengerti dan
dikecilkan/diremehkan oleh orang lain bila menunjukkan emosi
agresif dan mudah diserang (vulnerable) Perkembangan
SosialPerkembangan sosial dan emosional berkaitan sangat erat. Baik
pengaturan emosi (berada dalam kendali emosi) maupun ekspresi
emosi (komunikasi efektif tentang emosi) dierlukan bagi keberhasilan
hubungan interpersonal. Selanjutnya, kemajuan perkembangan
kognitif meningkatkan kualitas hubungan interpersonal karena
membuat remaja mampu memahami dengan lebih baik keinginan,
kebutuhan, perasaan, dan motivasi orang lain. Karena itulah, tidak
mengherankan, dengan makin kompleksnya pikiran, emosi, dan
identitas pada masa remaja, hubungan sosialnya pun makin kompleks
(Oswalt, 2010)Pada masa ini, remaja menunjukkan beberapa ciri:
(Oswalt, 2010)
b. Perkembangan Sosial
Perkembangan social dan emosional berkaitan sangat erat. Baik
pengaturan emosional (berada dalam kendali emosi) maupun ekspresi
emosi (komunikasi efektif tentang emosi) diperlukan bagi keberhasilan
hubungan interpersonal, selanjutnya, kemajuan perkembangan kognitif
20
meningkatkan kulitas hubungan interpersonal karena membuat remaja
mampu memahami dengan baik-baik keinginan, kebutuhan, dan motivasi
orang lain. Karena itulah tidak mengherankan, dengana makin
kompleksnya pikiran, emosi dan identitas pada masa remaja, hubungan
sosialnyapun makin kompleks (Oswalt, 2010).
Pada masa ini remaja menunjukan beberapa ciri: (Oswalt,2010)
Keterlibatan dalam hubungan sosial pada masa remaja lebih
mendalam dan secara emosional lebih intim dibandingkan dengan
pada masa kanak-kanak.
Jaringan sosial sangat luas, meliputi jumlah orang yang semakin
banyak dan jenis hubungan yang berbeda (misalnya dalam hubungan
dengan teman sekolah untuk menyelesaikan tugas kelompok,
berinteraksi dengan pimpinan dalam cara yang penuh penghormatan).
Menurut Erikson, dalam perkembangan psikososial, remaja harus
menyelesaikan krisis yang terjadi pada masa remaja. Istilah krisis
digunakan oleh Erikson untuk menggambarkan suatu rangkaian
konflik internal yang berkaitan dengan tahap perkembangan; cara
seseorang mengatasi krisis akan menentukan identitas pribadinya
maupun perkembangannya di masa datang. Pada masa remaja, krisis
yang terjadi disebut sebagai krisis antara identitas versus kekaburan
identitas. Krisis menunjukkan perjuangan untuk memperoleh
keseimbangan antara mengembangkan identitas individu yang unik
dengan “fitting-in” (kekaburan peran tentang “siapa saya”, “apa yang
akan dan harus saya lakukan dan bagaimana caranya”, dan
sebagainya) Jika remaja berhasil mengatasi krisis dan memahami
identitas dirinya, maka ia akan dengan mudah membagi “dirinya”
dengan orang lain dan mampu menyesuaikan diri (well-adjusted), dan
pada akhirnya ia akan dapat dengan bebas menjalin hubungan dengan
orang lain tanpa kehilangan identitas dirinya. Sebaliknya, jika remaja
gagal mengatasi krisis, ia akan tidak yakin tentang dirinya, sehingga
akan terpisah dari hubungan sosial, atau bisa jadi justru
mengembangkan perasaan berlebih-lebihan tentang pentingnya
21
dirinya dan kemudian mengambil posisi sebagai ekstremis. Jika ia
masuk pada kondisi ini, maka ia tidak akan mampu menjadi orang
dewasa yang matang secara emosi.
22
mencari kontrasepsi Kebijakan kesehatan nasional menjadi hambatan
legal bagi remaja untuk mencari info/layanan kesehatan reproduksi.
TERBATAS KRN HAMBATAN SOSIAL & PSIKOLOGIS
Remaja takut mengatakan mereka sudah melakukan seksual aktif
Remaja memiliki gambaran yang tidak realistis tentang kehamilan
Remaja khawatir bahwa kontrasepsi akan merusak kesehatannya &
kesuburannya kelak Remaja mudah terkena kekerasan & peleceh
Remaja perempuan mungkinn segan mendiskusikan isu kesehatan
reproduksi, khawatir pengetahuan tersebut akan diterjemahkan sebagai
perempuan yang mudah diajak untuk melakukan seks Remaja laki-laki
mungkin segan bertanya tentang seks, khawatir bahwa kurangnya
pengetahuan berarti kehilangan status di kelompoknya Seksual aktif
sering dilihat sebagai jalan bagi remaja laki-laki untuk mendapat
perlakuan status bagi kelompoknya Media cenderung menekankan
bahwa seks itu menyenangkan tapi tidak bertanggung jawab terhadap
perilaku seks.
PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Permasalahan yang dihadapi remaja membutuhkan perhatian dari
banyak pihak Hasil dari konferensi internasional mengenai
kependudukan & pembangunan, International Conference on
Population and Development (ICPD) mendorong pemerintah & LSM
untuk mengembangkan program yang tanggap terhadap permasalahan
remaja.
23
kemampuan tersebut, remaja akan mengalami kebingungan peran yang
berdampak pada rapuhnya kepribadian sehingga terjadi gangguan konsep
diri.
Tabel 1-12 menguraikan perilaku remaja yang menunjukkan pembentukan
identitas diri dan bingung peran.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Potensial (normal): potensial pembentukan identitas diri.
Risiko (penyimpangan): risiko bingung peran.
3. TINDAKAN KEPERAWATAN
24
Tindakan keperawatan untuk perkembangan psikososial remaja
bertujuan :
a. Remaja mampu menyebutkan karakteristik perkembangan
psikososial yang normal dan menyimpang.
b. Remaja mampu menjelaskan cara mencapai perkembangan
psikososial yang normal
c. Remaja mampu melakukan tindakan untuk mencapai
perkembangan psikososial yang normal.
25
Bantu mengidentifikasi berbagai
peran yang dapat ditampilkan remaja
dan kehidupannya.
Diskusikan penampilan peran yang
terbaik untuk remaja
Bantu remaja mengidentifikasi
perannya di keluarga.
26
Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan
arti dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk
mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang.
Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja
menguji nilai dan Kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak
atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika
menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada
tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada
keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya
lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan
memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit
karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk
bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja
(Hamid, 2000).
Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua
mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang
akan diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga
membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta
mencoba untuk menyatukannya. Pada masa ini, remaja yang
mempunyai orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan
agama yang akan dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua agama
orang tuanya.
27
yang terjadi dengan adanya nilai-nilai baru dalam memilih teman,
dimana sekarang remaja lebih memilih yang memiliki minat dan nilai-
nilai yang sama, bisa memahami dan membuat merasa aman, dapat
dipercaya dan bisa diskusi mengenai hal-hal yang tidak bisa dibicarakan
dengan guru atau orang tua. Pada masa ini pun remaja memiliki
keinginan untuk tampil sebagai seorang yang populer dan disukai oleh
lingkungannya.
2.6 Asuhan keperawatan komunitas pada Remaja
A. Pengkajian
Pengkajian berikut dilakukan menurut teori Community as Partner/Client
pada kelompok remaja :
1. Data inti, terdiri dari :
a) Sejarah : lingkungan tempat tinggal remaja sangat mempengaruhi
perilaku remaja, semakin lama remaja tinggal di suatu wilayah,
semakin melekat kebiasaan dan adat istiadat dari daerah tersebut pada
diri remaja.
b) Demografi
c) Vital statistik
Kelahiran
Mortalitas :
Karena penyakit : HIV/AIDS : HIV/AIDS kelompok usia 15-19
berjumlah 151 orang (4,14%) ; 19-24 berjumlah 930 orang
(25,50%)
Bukan karena penyakit :
1. Sebagian besar karena kecelakaan : berdasarkan data Badan
Kesehatan Dunia PBB (WHO), kecelakaan lalu lintas di
Indonesia mencapai 30 ribu orang per tahun
2. Persalinan : Remaja putri berusia kurang dari 18 tahun
mempunyai 2-5 kali resiko kematian ketika persalinan
dibandingkan dengan wanita yang telah berusia 18-25 tahun
akibat persalinan macet, perdarahan, maupun faktor lain.
Ahmad (2004) dari laporan Save the Children : 1 dari 10
persalinan dialami oleh ibu yang masih anak2, berusia 11-12
tahun menyebabkan komplikasi kehamilan dan persalinan
membunuh 70,000 remaja puteri tiap tahun
28
Morbiditas : kasus yang sering terjadi pada remaja yang
dapat dikelompokkan menjadi 2 :
Karena penyakit, penyakit yang sering terjadi pada remaja antara
lain : fraktur karena trauma, penyakit kulit, tipoid, penyakit infeksi,
DBD, dan lain-lain.
1. HIV/AIDS kelompok usia 15 - 19 berjumlah 151 orang
(4,14%) ; 19-24 berjumlah 930 orang (25,50%).
2. Jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dari
tahun 1998-2003 adalah 20.301 orang, di mana 70%
diantaranya berusia antara 15-19 tahun
3. Penyakit menular seksual (PMS) sepertiga dari infeksi PMS
di Negara-negara berkembang terjadi pada mereka yang berusia
13-20 tahun.
29
Praktek perkawinan yang di atur oleh orang tua pada gadis
di bawah usia 14 tahun masih sangat umum
Beberapa budaya menyatakan bahwa pria muda diharapkan
mendapatkan pengalaman pertama kali melakukan hubungan
seksual dengan pekerja seks komersil (PSK)
Di negara berkembang kehidupan remaja jalanan memaksa
mereka melakukan “survival sex” yakni menukar seks untuk
memperoleh uang, makanan, jaminan keamanan maupun obat
terlaran
Beberapa etnis di Indonesia menggunakan alkohol pada
acara tertentu sebagai bentuk perayaan
g) Nilai dan keyakinan :
Pekerja Seks Komersil (PSK) berusia remaja kebanyakan
dijual oleh orangtua mereka sendiri untuk biaya hidup anggota
keluarga yang lain
Orang tua yang kurang perhatian kepada anaknya dan
pengaruh teman yang sesama perokok meyebabkan tingginya
jumlah perokok remaja di Indonesia
Merokok dianggap sebagai tanda kedewasaan, kejantanan
dan keglamoran
2. Komponen sub sistem, terdiri dari :
a. Lingkungan fisik Pengkajian lingkungan fisik
1) Perumahan dan Lingkungan
Lingkungan perumahan yang kumuh dan kotor
memungkinkan remaja lebih banyak melakukan kegiatan
negative
Perumahan mewah tidak memungkinkan remaja
berinteraksi dengan baik dengan tetangga
2) Lingkungan terbuka
3) Batas
4) Kebiasaan :
Tempat kumpul-kumpul : mall, rumah teman,
masjid, warung-warung pinggir jalan dan lain-lain
Waktu kumpul-kumpul : setelah pulang sekolah,
saat libur sekolah
Kebiasaan remaja : positif (belajar, berorganisasi,
mengaji, kursus, dan lain-lain), negatif (merokok, mencoba
30
narkoba, tawuran, berkelahi, membolos, nongkrong, minum
alkohol, free sex, dan lain-lain)
5) Transportasi : Pola pikir remaja yang dalam tahap
berkembang menyebabkan sikap pemberontakan dalam dirinya,
biasanya ditunjukkan dengan sikap : ngebut-ngebutan
6) Pusat pelayanan : posyandu remaja, puskesmas, pusat
pelayanan KRR di sekolah (meliputi : informasi akurat PMS,
kontrasepsi, keterampilan remaja menghadapi tekanan
kelompoknya dan meningkatkan tanggungjawab remaja),
pelatihan kader remaja untuk menjadi edukator dan pemberi
dukungan
7) Tempat belanja : remaja sering nongkrong dan berbelanja di
mall, pasar, pusat perbelanjaan
8) Tempat ibadah : masjid, gereja, wihara, pura
9) Politik : poster tentang narkoba, free sex, aborsi
10) Media : TV, radio, koran, majalah, papan pengumuman
11) Orang jalanan : banyak pula remaja yang menjadi
pengamen dan anak jalanan. Ada yang disebabkan karena
kondisi ekonomi yang sulit dan bahkan ada remaja yang kabur
dari rumahnya karena perseteruan denagn orang tua sehingga
menjadi glandangan.
b. Pelayanan kesehatan dan sosial :
Fasilitas dalam komunitas, misalnya puskesmas, posyandu
remaja
Fasilitas di luar komunitas, misalnya konseling konseling
yang berhubungan dengan gender, kekerasan, perilaku seksual
bertanggung jawab dan PMS
c. Ekonomi
Karakteristik finansial : sebagian besar remaja tidak
memiliki penghasilan sendiri dan masih bergantung pada orang
tua. Namun ada sebagian remaja yang mempunyai pekerjaan
sehingga mempunyai penghasilan sendiri, namun kebanyakan
penghasilan tersebut hanya digunakan untuk menambah uang
saku.
31
Karakteristik pekerjaan, sebagian besar remaja belum
memiliki pekerjaan karena mereka masih sekolah. Namun, ada
pula remaja yang putus sekolah (kebanyakan karena masalah
ekonomi) dan memutuskan untuk bekerja. Pekerjaan yang biasa
dilakukan oleh remaja antara lain, berjualan kue, koran,
pelayan restoran, mengamen, bahkan banyak pula remaja yang
menjadi PSK, dan lain- lain.
d. Keamanan dan transportasi : transportasi yang sering
dipakai oleh remaja adalah sepeda motor, namun sebagian kecil
memakai mobil dan sepeda mini. Dan sering pula remaja kurang
memperhatikan keamanan dirinya karena sering mengebut saat
mengendarai kendaraaan mereka.
e. Politik dan pemerintahan
Kelompok pelayanan masyarakat yang sering diikuti oleh
remaja, antara lain : Karang Taruna, PMR, Pramuka, PKS
f. Komunikasi
Komunikasi formal : Koran, Radio, TV
Komunikasi informal : Papan pengumuman, poster (tentang
narkoba, free sex, merokok), internet
g. Pendidikan : institusi pendidikan pada remaja antara lain :
SD, SMP, dan SMA. Program UKS biasanya dijalankan di sekolah-
sekolah untuk kesehatan remaja. Selain itu pendidikan KRR
(Kesehatan Reproduksi Remaja) telah dilakukan atas dukungan
Depkes dan WHO di sekolah dan lembaga pendidikan.
h. Rekreasi :
Waktu luang remaja biasanya diisi dengan berbagai
kegiatan baik yang positif maupun negatif. Positif : kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah, les pelajaran tambahan, les minat
dan bakat, mengaji di masjid, dan lain-lain. Negatif :
nongkrong sampai malam, main game sampai larut malam
Media hiburan yang digunakan remaja, misalnya mall,
tempat rekreasi, pusat perbelanjaan, warnet, dan lain-lain.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang dapat diangkat dari pengkajian diatas antara lain :
32
b) Penggunaan NAPZA di kalangan remaja
c) Resiko penyimpangan seksual
d) Resiko tinggi konflik keluarga
e) Resiko terjadi kenakalan pada Remaja
f) Gangguan citra tubuh
g) Perilaku destruktif
h) Perubahan pemeliharaan kesehatan
i) Depresi
j) Nutrisi kurang/lebih j)Resiko cedera
k) Kurang Perawatan diri l)Kurang pengetahuan
33
b. Menganjurkan remaja untuk tidak berinteraksi dengan
teman yang dapat memberi pengaruh yang buruk
c. Melatih cara meningkatkan motivasi dan mengontrol
keinginan
d. Meningkatkan interaksi sosial dan keterlibatan remaja
dalam kelompok
e. Menganjurkan remaja untuk meningkatkan kualitas
agamanya
c) Pada Masyarakat :
Tujuan : Dapat mengurangi stigma negatif masyarakat mengenai
keadaan klien yang sedang menjalani proses rehabilitasi
Intervensi :
34
1. Diskusikan bersama masyarakat mengenai proses
rehabilitasi pasien NAPZA ketika sudah kembali di masyarakat
2. Pendidikan kesehatan tentang obat dan penggunaannya
3. Diskusi dengan kader untuk memberikan kegiatan pada
remaja dalam karang taruna
4. Bekerja sama dengan LSM setempat untuk mengadakan
penyuluhan tentang penggunaan NAPZA dan akibatnya
2. Masalah Keperawatan : Resiko penyimpangan seksual
Intervensi yang dilakukan:
a) Pada Klien :
Tujuan : Menghindarkan remaja dari perilaku penyimpangan
seksual Intervensi :
1) Menjelaskan tentang fungsi seksual, perubahan fisik yang
dapat mempengaruhi psikologis dan sosial remaja
2) Diskusi tentang bahaya free sex bagi kesehatan tubuh dan
akibat dari free sex bagi kehidupan social
3) Menganjurkan remaja untuk menghindari bergaul dengan
teman yang dapat memberi dampak yang buruk
4) Menganjurkan untuk sering berdiskusi dengan orang tua
tentang perasaannya
5) Membantu remaja mengenali tahap perkembangan dan
tugas yang akan dilaluinya
6) Memberi kesempatan pada remaja mendapat pengalaman
sosial, emosional dan situasi etis untuk meningkatkan proses
belajar dan otonomi dan tanggung jawab
7) Menganjurkan remaja untuk meningkatkan kualitas
agamanya
b) Pada Keluarga Tujuan :
Keluarga dapat mengetahui masalah yang di hadapi klien
Keluarga mengetahui fase dan tugas perkembangan remaja
Intervensi :
2. Menjelaskan tentang fungsi seksual, perubahan fisik
yang dapat mempengaruhi psikologis dan sosial remaja
3. Memotivasi keluarga untuk memperkenalkan
kesehatan reproduksi remaja sesuai dengan norma dan
budaya dan tingkat pengetahuan yang dimiliki keluarga.
35
4. Memperkenalkan tempat layanan kesehatan yang
dibutuhkan
5. Memperkenalkan sejak usia sekolah tentang
kehamilan yang sebagian besar merupakan dampak dari
penyimpangan sex agar dapat bertanggung jawab
6. Membantu remaja dan keluarga mengenali tahap
perkembangan dan tugas yang akan dilalui oleh remaja
c) Pada Masyarakat
Tujuan : Mengurangi angka penyimpangan seksual di kalangan
remaja Intervensi :
1) Bekerja sama dengan LSM setempat untuk mengadakan
penyuluhan tentang akibat penyimpangan sex
2) RT setempat memberikan jam malam (maksimal jam 21.00)
untuk remaja berada di luar rumah sehingga meminimalisasi
kegiatan remaja yang kurang bermanfaat yang dapat
memberikan dampak yang buruk
3) Memaksimalkan kemampuan yang dimiliki remaja untuk
melakukan berbagai kegiatan positif melalui karang taruna
2. Resiko cedera
a. Pada Klien :
Tujuan : Menghindari cedera pada remaja (kecelakaan lalu
lintas) Intervensi :
1) Diskusi tentang pentingnya mematuhi peraturan
lalu lintas dan akibatnya jika dilanggar
2) Diskusi tentang semakin banyaknya pelajar yang
meninggal akibat kecelakaan lalu lintas
3) Diskusi cara untuk menghindari kecelakaan lalu
lintas
4) Menganjurkan remaja untuk selalu memakai
atribut pengaman dalam berkendara
b. Pada Keluarga
Tujuan : - Keluarga dapat mempertimbangkan penggunaan
kendaraan bermotor untuk remaja
Keluarga dapat memberikan pengertian pada remaja
tentang bahaya berkendara kebut-kebutan
Intervensi :
36
1) Diskusi tentang upaya memberi pengertian pada
remaja bahaya berkendara kebut-kebutan dan pentingnya
menaati peraturan lalu lintas
2) Diskusi tentang pentingnya memakai helm saat
berkendara
3) Menganjurkan keluarga untuk selalu memantau
pergaulan anaknya (misalnya anak berteman dengan geng
motor)
c. Pada Masyarakat
Tujuan : Mengurangi kecelakaan lalu lintas dikalangan remaja
Intervensi :
1) Bekerja sama dengan Polres setempat untuk
mengadakan penyuluhan tentang cara berkendara yang baik
dan dampak melanggar peraturan lalu lintas
b. Intervensi dari Pemerintah
a) Melalui Puskesmas
a. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat
dijangkau oleh remaja, menyenangkan,menerima remaja
dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga
kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan
kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah pelayanan
kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan
remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan
efisien. Tujuan umum dari adanya program ini adalah
Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.
Kemudian tujuan umumnya yakni:
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan
remaja yang berkualitas
2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh
remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
remaja dalam pencegahan masalah kesehatan
khusus pada remaja.
37
4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
kesehatan remaja.
Langkah langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di
Puskesmas
1. Identifikasi masalah melalui kajian sederhana:
a. Gambaran remaja di wilayah kerja :
Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan.
Perilaku berisiko: Seks pranikah, rokok,
tawuran dan kekerasan lainnya.
Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi,
HIV/AIDS, penyalah- gunaan NAPZA
b. Identifikasi sudut pandang remaja tentang
sikap dan tata-nilai berhubungan dengan perilaku
berisiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui,
dan pelayanan apa yang dikehendaki
c. Jenis upaya kesehatan remaja yang ada
d. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana
termasuk buku-buku pedoman tentang kesehatan
remaja. Metoda kajian adalah dengan mengambil
data sekunder dari berbagai sumber, pemerintah dan
swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung
(remaja) atau tidak langsung (orang tua, guru,
pengurus asrama remaja dan sebagainya).
Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan
lanjutan untuk menentukan:
1. Materi KIE yang digunakan untuk remaja
sesuai dengan tingkat pendidikan dan permasalahan
yang dihadapi
2. Penekanan materi dalam pelatihan petugas
sesuai besaran masalah remaja di wilayah
kerja.jenis pelayanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan remaja di wilayahnya
38
3. Kelompok sasaran prioritas yang akan
diintervensi
4. Terobosan dan inovasi kegiatan
5. Strategi advokasi sebelum dilaksanakannya
PKPR
6. Strategi menjalin kemitraan
7. Data dasar untuk menilai dampak
keberhasilan PKPR di kemudian hari.
2. Melalui BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional)
a. Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK
Remaja)
Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-
Remaja) adalah suatu wadah kegiatan program PKBR
yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna
memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang
Perencanaan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja serta
kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. PIK Remaja
adalah nama generik. Untuk menampung kebutuhan
program PKBR dan menarik minat remaja datang ke
PIK remaja, nama generik ini dapat dikembangkan
dengan nama-nama yang sesuai dengan kebutuhan
program dan selera remaja setempat.
Tujuan umum dari PIK Remaja adalah untuk
memberikan informasi PKBR, Pendewasaan Usia
Perkawianan, Keterampilan Hidup (Life Skills),
pelayanan konseling dan rujukan PKBR. Disamping itu,
juga dikembangkan kegiatan-kegiatan lain yang khas
dan sesuai minat dan kebutuhan remaja untuk mencapai
Tegar Remaja dalam rangka tegar Keluarga guna
mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
Ruang lingkup PIK Remaja meliputi aspek-aspek
kegiatan pemberian informasi KRR, Pendewasaan Usia
Perkawinan, Keterampilan Hidup (Life Skills),
39
pelayanan konseling, rujukan, pengembangan jaringan
dan dukungan, serta kegiatan-kegiatan pendukung
lainnya sesuai dengan ciri dan minat remaja.
PIK Remaja tidak mengikuti tingkatan wilayah
administrasi seperti tingkat desa, tingkat kecamatan,
tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Artinya PIK
Remaja dapat melayani remaja lainnya yang berada di
luar lokasi wilayah administrasinya. PIK Remaja dalam
penyebutannya bisa dikaitkan dengan tempat dan
institusi pembinanya seperti PIK Remaja Sekolah, PIK
Remaja Masjid, PIK remaja Pesantren, dan lain-lain.
Pengelola PIK Remaja adalah pemuda/remaja yang
pnya komitmen dan mengelola langsung PIK Remaja
serta telah mengikuti pelatihan dengan mempergunakan
modul dan kurikulum standard yang telah disusun oleh
BKKBN atau yang sejenis. Pengelola PIK Remaja
terdiri dari Ketua, Bidang Administrasi, Bidang
Program dan Kegiatan, Pendidik Sebaya, dan Konselor
Sebaya.
Pembina PIK Remaja adalah seseorang yang
mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap masalah-
masalah remaja, memberikan dukungan dan aktif
membina PIK Remaja, baik yang berasal dari
Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau
organisasi kepemudaan/remaja lainnya, seperti:
1. Pemerintah: kepala desa/lurah, camat,
bupati, walikota, pimpinan SKPDKB
2. Pimpinan LSM: pimpinan kelompok-
kelompok organisasi masyarakat (seperti: pengurus
masjid, partor, pendeta, pedande, bukisu) dan
pimpinan kelompok dan organisasi pemuda.
3. Pimpinan media massa (surat kabar,
majalah, radio, dan TV)
40
4. Rektor/dekan, kepala SLTP, kepala SLTA,
pimpinan pondok pesantren, komite sekolah.
5. Orang tua, melalui Bina Keluarga Remaja
(BKR), majlis ta’lim, program PKK.
6. Pimpinan kelompok sebaya melalui program
karang taruna, pramuka, remaja
masjid/gereja/vihara.
b. Program Sekolah dan Lembaga Pendidikan
Program kesehatan Remaja yang termasuk dalam
Program Indonesia Sehat 2010 di atur oleh Program
Usaha Kesehatan Sekolah. UU No. 23 tahun 1992 pasal
45 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa Usaha
Kesehatan Sekolah wajib di selenggarakan di
sekolah.Program ini bertujuan meningkatkan prestasi
belajar peserta didik melalui peningkatan derajat
kesehatan. Dan tujuan khusus dari program ini:
1. Menciptakan lingkungan kehidupan sekolah
yang sehat
2. Meningkatkan pengetahuan, mengubah
sikap dan membentuk perilaku masyarakat sekolah
yang sehat
3. Memelihara kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan masyarakat sekolah Sebagai suatu
institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan
dan kedudukan strategi dalam upaya promosi
kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga
pendidikan dalam jangka waktu cukup lama. Jumlah
usia 7-12 berjumlah 5.409.200 jiwa dan sebanyak
25.267.914 anak (99.4%) aktif dalam proses belajar.
Untuk kelompok umur 13-15 thn berjumlah
12.070.200 jiwa dan sebanyak 10.438.667 anak
41
(86,5%) aktif dalam sekolah (sumber:
Depdiknas,2007).
Promosi kesehatan di sekolah merupakan
suatu upaya untuk menciptakan sekolah menjadi
suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sekolah melalui 3 kegiatan
utama (a) penciptaan lingkungan sekolah yang
sehat,(b) pemeliharaan dan pelayanan di sekolah,
dan (c) upaya pendidikan yang berkesinambungan.
Ketiga kegiatan tersebut dikenal dengan istilah
TRIAS UKS.
Kegiatan Promkes ini antara lain:
1. Membangun jamban sekolah dan sarana cuci
tangan
2. Pendidikan pemakaian dan pemeliharaan
jamban sekolah
3. Penggalakan cuci tangan dengan sabun
4. Pendidikan tentang hubungan air minum,
jamban, praktek kesehatan individu, dan
kesehatan masyarakat
5. Program pemberantasan kecacingan
6. Pendidikan kebersihan saluran
pembuangan/SPAL
7. Pelatihan guru dan murid tentang PHAST
8. Kampanye, “Sungai Bersih, Sungai Kita
Semua”
9. Pengembangan tanggungjawab murid, guru
dan pihak-pihak lain yang terlibat di
sekolah,mencakup:
Pengorganisasian murid untuk
pembagian tugas harian, pembagian tugas
guru pembina dan Komite Sekolah
Meningkatkan peranan murid dalam
mempengaruhi keluarganya
c. Pencegahan Penanggulangan
42
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN)
Tujuan : Membentuk masyarakat / organisasi yg
kompeten dalam berpartisipasi mengenali keberadaan
dan dampaknapza
Komponen : Tokoh masyarakat, pemuda (kartar), PKK,
Tenaga kesehatan (perawatkomunitas), LSM-LSM dan
BNP.
Kegiatan :
1. Demand Reduction (Preventif, Kuratif,
Rehabilitatif)
2. Supply Control (Pengawasan,
Pemberantasan, Harm Reduction)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Hasil pengkajian perawat di wilayah kerja PKM kiara terhadap kesehatan
populasi remaja sebagai berikut : kelompok remaja di RW 5 berjumlah 50
orang, hasil pengkajian kesehatan 10 remaja, mengkonsumsi atau
menyalahgunakan dextro untuk mabuk, 30 remaja memiliki kebiasaan
merokok dan dan 5 orang remaja di duga menderita penyakit menular seksual,
5 orang remaja mengaku pernah melakukan hubungan seksual pranikah.
Kelompok remaja tersebut tinggal di daerah pinggrian kota. Sebagian besar
remaja tidak tamat sekolah dan waktu luangnya digunakan untuk berkumpul
dan mengamen di jalanan, bahkan sebagian besar remaja jarang pulang
kerumah masing-masing.
43
Fasilitas Yankes No. Register
1
N Na JK Tgl Pendi- Peke- Agama Suku Keadaa TTV Status Gizi Riwaya Alat Pola Ke Ana
o ma Lahir dikan rjaan n t Bantu/ l. Mas
Penyak protes Lai Kese
Umum
it a n
TD N P S TB BB Konju Olahrag Ti
ngtiva a dur
30 oran
remaja
memili
kebiasa
meroko
5 orang
remaja
mender
penyak
menula
seksual
2
UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN
No Uraian Pengkajian Penilaian Gambaran No Uraian pengkajian Penelitian Gambaran
1. Rumah Sakit
2. Lainnya
3
B Pelayanan kesehatan yang F Status sosial budaya
dimanfaatkan oleh kelompok spiritual
5. Pelayanan kesehatan
6. Lainnya
4
a. Playgroup tidak sehari-hari
b. TK a. Telepon
tamat
c. SD b. Handphone
d. SMP/MTs sekolah c. Faximile
e. SMA/MA d. lainnya
f. Universitas/ Sekolah
Tinggi
g. Lainnya
5
5. Saluran pembuangan limbah
6. Lainnya Kelompok
remaja
tersebut
tinggal di
daerah
pinggiran
kota
1. Pemeliharaan
kebersihan diri
2. Pengelolaan makanan 10 remaja
bersih dan sehat mengkonsum
si/
menyalahgun
akan dextro
untuk mabuk
6
Keterangan tambahan terkait kelompok :
Sebagian besar remaja jarang pulang ke rumah masing-masing
Diagnose Keperawatan
1. Kesehatan reproduksi pada remaja
Intervensi
Data pendukung masalah kesehatan komunitas: Kesehatan reproduksi pada remaja
10001274 Problematic Prevensi primer Prevensi primer
Do : Sexual
Pengetahuan: Pendidikan kesehatan
5 orang diduga Behaviour 1805 5510
kesehatan
menderita penyakit Dukungan spiritual:
1102
menular, 5 orang Pengetahuan: kategori emosional
remaja mengaku 1823 promosi
Promosi: keterlibatan
pernah melakukan kesehatan
7067 keluarga pemantauan
hubungan seksual,
Pengetahuan: kebijakan (BKR,
kelompok remaja 1815
fungsi seksual PKPR, POKJA)
tinggal didaerah
1207 491
pinggiran kota, Identitas seksual Assessing health
sebagian besar remaja 1302 social care need,
Koping
tidak tamat sekolah,
7
sebagian besar remaja 1504 Dukungan sosial 7970 Kategori assement
jarang pulang ke
2202 Pengasuh: 5430 Dukungan kelompok
rumah, waktu luang
homecare
digunakan untuk
berkumpul dan Gangguan gaya
2203
mengamen di jalanan. hidup:
pengasuhan
1902 Keselamatan
fisik remaja
Prevensi Prevensi Sekunder
Sekunder
1003 Konseling pasien
Kesadaran Diri
2115 1062 Dukungan keluarga
Harga diri
1205 7140 Peningkatan sistem
Efektivitas dukungan perilaku
skrining
8
2807 kesehatan 5440 seksual efektif
komunitas
2000 1002 Pendidikan perilaku
Kualitas seksual
penerangan
Rujukan
2001
Kesehatan
spiritual
3012
Kepuasan klien:
belajar
9
1905 Pengendalian rehabilitasi
resiko: penyakit
menular seksual
(STD)
MENGETAHUI
Nama Koordinator Tanggal/ Tandatangan
10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi
masa yang yang menyenangkan, meski bukan berarti tanpa masalah. Banyak
proses yang harus dilalui seseorang dimasa transisi kanak-kanak menjadi
dewasa ini. Tantangan yang dihadapi orangtua dan petugas kesehatan dalam
menangani problematika remaja pun akan semakin kompleks. Namun ada
penyelesaian masalah untuk membentuk manusia-manusia kreatif dengan
karakter yang kuat, salah satunya dengan melakukan asuhan keperawatan
komunitas pada kelompok remaja.
Remaja atau adolesens adalah periode perkembangan selama di mana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
biasanya antara usia 13-20 tahun. Perubahan hormonal pubertas
mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan
mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan
dengan abstraksi.
Asuhan keperawatan komunitas bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan pada masyarakat khususnya remaja. Remaja dengan jiwa yang
masih labil masih perlu bimbingan melalui penyuluhan agar resiko
peningkatan angka kematian dan perubahan pemeliharaan kesehatan pada
remaja kelurahan A teratasi.
4.2 Saran
Pertumbuhan remaja mempengaruhi tiap perilaku dan cara berpikir mereka
serta ketika mereka memutuskan sesuatu. Perubahan remaja dipengaruhi oleh
beberapa faktor misalkan; pengaruh keluarga, pengaruh gizi, pengaruh
gangguan emosional dan lainnya. Selain itu remaja juga mengalami perubahan
pada fisik dan tentang seks yang pasti dibutuhkan pada masanya.
Maka dari itu saat perubahan pada remaja perlu adanya penanganan dari
lingkungan dan keluarga. Karena dari keluarga setiap perubahan pada seorang
remaja sangan mempengaruhi pada pertumbuhannya.
11
Makalah ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan untuk menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan komunitas khususnya remaja
diharapkan para pembaca dapat menyempurnakan makalah ini lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
12
Andayani,B. 2002. Pentingnya Budaya Menghargai Dalam Keluarga.
Buletin Psikologi Universitas Gajah Mada, Tahun X, No.1 Arikunto, S.
2002.
Prosedur Penelitian: suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Achir Yani. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Anak dan Remaja.
Jakarta : FIK UI
13
Lembaga Indonesia Untuk Pengembangan Manusia UNAIR. (2007).
Program Pengembangan Remaja Melalui Sekolah Unggul. Surabaya :
Pascasarjana UNAIR
14