RUPTUR TENDON
Disusun oleh :
Theresia Yuli Puspaningtyas
P27220016 091
DIII KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2018
RUPTUR TENDON
A. Pengertian
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Tendon adalah jaringan
fibrosa yang melekat otot ke tulang dalam tubuh manusia. Tendon adalah struktur dalam
tubuh yang menghubungkan otot ke tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab
untuk menggerakkan tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan,melompat, angkat, dan
bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, hal itu menarik pada tulang menyebabkan
gerakan ini. Struktur yang memancarkan kekuatan kontraksi otot ke tulang disebut tendon.
Ruptur tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon. Jadi ruptur tendon adalah robek,
pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan
tendon.
B. Fungsi Tendon
1. Membawa kekuatan tarik tendon dari otot ke tulang
2. Membawa pasukan kompresi ketika membungkus tulang seperti katrol
3. Menekuk dan meregangkan (flex) semua sendi dan otot untuk menahan tulang. Tanpa
tendon, otot-otot hanya akan menjadi sekumpulan besar di satu bidang dan tidak akan
bisa bergerak.
4. Tendon yang menghubungkan otot dengan tulang.
Hal ini juga memungkinkan tendon untuk menyimpan dan memulihkan energi pada
efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, selama langkah manusia, Achilles tendon
peregangan sebagai dorsiflexes sendi pergelangan kaki. Pada bagian terakhir
langkahnya, sebagai kaki plantar-flexes (jari-jari kaki menunjuk ke bawah), yang
disimpan energy elastis dilepaskan. Lebih jauh, karena meregangkan tendon, otot dapat
berfungsi dengan
Gejala Klinis
Dalam kasus, biasanya pria lebih dari 40 melakukan aktifitas dan terluka bahunya
ketika mengangkat ataumenarik benda berat atau pada jatuh denganlengan terulur.
Pasien merasakan sensasi seperti robek disertai oleh rasa nyeriyang berat. Gerakan
bahu menjadi terbatas. Rasa sakit secara bertahap berkurang namun berulang antara 8
dan 12 jam kemudian secara progresif biasanya di atas deltoid, yang diperburuk oleh
pergerakan lengan. Pasien sulituntuk tidur menghadap sisi yang terkena. Beberapa
pasien mengatakanadanya sensasi seperti bunyi “klik” pada bahunya. Pada kasus lain,
dilaporkan terjadi kelemahan bukan nyeri. Dalam beberapa kasus tidak ada
riwayatcedera. Trauma kecil pada pasien yang lebih tua dapat mengganggu
tendonyang sudah parah kerusakannya, sehingga menyebabkan sedikitnya gejalayang
terlihat.
Gejala-gejala dapat berlangsung dalam hitungan hari atau tahun, daptterjadi
resmisi dan kambuh. Ketika pasien diminta untuk mengabduksikanlengan, pasien
hanya mampu mengangkat bahu, dan bahu terasa nyeri.Dengan bantuan pasin
mungkin dapat mengangkat lengan horisontal danmenahannya, tapi dengan sedikit
tekanan oleh pemeriksa lengan akan turunke samping. Jika rasa sakit mengganggu tes
ini dapat dihilangkan dengan infiltrasi bius lokal.
Gejala-gejala dapat berlangsung dalam hitungan hari atau tahun, daptterjadi
resmisi dan kambuh. Ketika pasien diminta untuk mengabduksikanlengan, pasien
hanya mampu mengangkat bahu, dan bahu terasa nyeri.Dengan bantuan pasin
mungkin dapat mengangkat lengan horisontal danmenahannya, tapi dengan sedikit
tekanan oleh pemeriksa lengan akan turunke samping. Jika rasa sakit mengganggu tes
ini dapat dihilangkan denganinfiltrasi bius lokal.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus ini berguna untuk menemukan diagnosis yangakurat.
a. Pain Ablasion Test
Kelemahan yang persisten saat abduksi lengan setelah anestesi lokal
yangdisuntikkan ke dalam ruang subacromial untuk menghilangkan rasa sakit
danmencegah spasme otot, menunjukkan adanya ruptur supraspinatus. Namun,ini
bukan tes definitif karena kadang-kadang seorang pasien dengan ruptur rotator cuff
dapat mempertahankan kekuatan abduksi
b. Roentgenografi
Codman20 tahun 1934 menulis bahwa Roentgenograms polos
biasanyamenunjukan gambaran normal dengan ruptur tidak melibatkan insersi
tendon pada tulang. Hal ini memang benar untuk ruptur akut, dan roentgenografi
saatini digunakan dalam kasus-kasus terutama untuk menyingkirkan lesi lain
danakibat trauma. Sebagian besar roentgenographi yang abnormal didapatkan pada
kasus ruptur yang lama dengan gambaran :
1. Kista dengan diameter hingga 1 cm di dua pertiga bagian atasleher humerus,
dibawah insersi tendo rotator cuff atau di sendi,tanpa bukti adanya
osteoarthritis.
2. Depresi antara permukaan artikular di caput humeri dantuberositas mayor
humeri.
3. Sclerosis atau atrofi tuberositas mayor
4. Pembentukan tulang tidak teratur pada margin lateral ataudibawah permukaan
akromion.
5. Perubahan konveksitas yang normal di permukaan bawah akromion.
6. Sclerosis dibawah permukaan akromion.
7. Kista subcortical di akromion.
8. Penyempitan interval antara caput humeri dan bagian bawahakromion, yang
biasanya 7 sampai 14 mm dalam standar pandangan anteroposterior.
c. Arthrography
Injeksi udara atau media opaque ke sendi glenohumeral sebelumroentgenografi,
direkomendasikan oleh Codman tetap tidak diperoleh hasilyang memuaskan.
Beberapa tahun kemudian Oberholzer, berhasilmenggunakan udara sebagai media
kontras dalam mempelajari dislokasikronis pada sendi.Arthrogram dapat
menunjukan diagnosis ruptur rotator cuff lengkapdengan menunjukkan hubungan
langsung antara rongga glenohumeral dan bursa subacromial. Bahkan mungkin
menunjukan ukuran ruptur olehseberapa cepat kontras mengisi rongga atau dengan
membaca tekanan intra-artikular.
Diagnosis ruptur rotator cuff sebagian sulit dengan arthrography. Hasilnegatif
palsu dapat terjadi jika prosedur ini dilakukan oleh seseorang yang belum terbiasa
dengan teknik ini
d. Artroskopi
Penggunaan Artroskopi relatif baru. Media dimasukkan baik ke posteriosendi
glenohumeral atau ke dalam ruang subacromial. Adanya ruptur rotator cuff dan
ukurannya baik parsial maupun lengkap dapat terlihat. Arthroscopydapat
membantu dalam perencanaan operasi dan memilih pendekatan bedah.
Penatalaksanaan
Ruptur tendo rotator cuff unik karena pengobatan tanpa operasi
adalah pengobatan pilihan utama dalam cedera tendon kebanyakan. Lebih dari
90%dari cedera tendon yang terjadi secara kronis dan alami, dan 33% -90% darigejala
cedera kronis hilang tanpa operasi.
Sebaliknya, pada ruptur akut, seperti yang terjadi pada trauma, tidak ataumungkin
diperbaiki dengan operasi tergantung pada beratnya robekan.Jika robekan adalah
kurang dari 50% dari ketebalan cuff atau kurang dari1 cm, jaringan mati dapat
dibuang dengan athroskopi. Sebuah sayatan kecildibuat dan alat yang disebut
arthroscope di masukkan ke dalam sendi.Melalui itu, ahli bedah dapat melihat dan
membuang jaringan mati tanpa melakukan bedah terbuka
4. Bisep
Otot bisep fungsi sebagai fleksor lengan dari siku. Otot ini membawa tangan ke arah
bahu dengan menekuk siku.
Ruptur tendo biseps adalah trauma yang terjadi pada tendon bisepsmenyebabkan
terpisahnya tendo dari tulang. Tendo biseps normalnyaterhubung kuat ke tulang.
Ketika terjadi ruptur tendo biseps, tendo initerlepas, otot tidak dapat menarik tulang,
dan gerakan tertentu dapat melemahatau terasa nyeri.Terdapat dua jenis ruptur tendo
biseps:
1. Ruptur tendo biseps proksimal
Ruptur tendo biseps proksimal adalah trauma yang terjadi pada tendon biseps di
sendi bahu. Jenis cedera adalah jenis yang paling umum daricedera tendo biseps.
Umumnya sering terjadi pada pasien usia lebih dari60 tahun, dan biasaya
meunjukkan gejala minimal.
Ruptur tendo biseps melibatkan salah satu dari dua ujung tendon biseps. Kondisi
ini biasanya terjadi pada orang tua dan disebabkan oleh perubahan degeneratif
dalam tendo biseps yang menyebabkan kegagalanstruktur. Kebanyakan pasien
terlebih dahulu merasakan nyeri bahumenetap dengan impingement syndrome
atau rotator cuff tear. Ruptur tendon biseps proksimal juga dapat terjadi selama
kegiatan ringan, dan beberapa pasien mungkin mengalami beberapa nyeri
setelah terjadi ruptur tendon.Tendo biseps proksimal dapat ruptur pada pasien
muda dengankegiatan seperti angkat berat atau olahraga melempar, tapi
kejadian ini cukup jarang terjadi
D. Etiologi
1. Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
2. Obat-obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotik yang dapat meningkatkan
risiko pecah
3. Cedera dalam olah raga, seperti melompat dan berputar pada olah raga badminton, tenis,
basket dan sepak bola.
4. Trauma benda tajam atau tumpul
E. Faktor Resiko
1. Umur : 30-40 tahun
2. Jenis kelamin : Laki-lki : Perempuan = 5:1
3. Olahraga
4. Riwayat ruptur tendon sebelumnya
5. Riwayat penyakit tertentu
F. Patofisiologi
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung
(overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang
berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles
(otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas
otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
G. Pathway
H. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang hebat
2. Memar
3. Terdapat kelemahan
4. Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang terkena
5. Ketidakmampuan untuk memindahkan bidang yang terlibat
6. Ketidakmampuan untuk menanggung beban
7. Terdapat deformitas
I. Komplikasi
Komplikasi rupture tendon yaitu infeksi. infeksi adalah adanya suatu organisme pada
jaringan atau cairan tubuh yang disertai dengan gejala klinis, masuk dan berkembang biaknya
bibit penyakit atau parasit, mikroorganisme kedalam tubuh manusia. Penyakit yang
disebabkan oleh suatu bibit penyakit seperti bakteri, virus, jamur dan lain-lainnya.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pergerakan otot, jika pergerakan tersebut lemah atau tidak ada maka dicurigai cedera
tendon.
2. Musculoskeletal ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon,
karakter, dan kehadiran air mata. Ia bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang sangat
tinggi dari suara melalui tubuh. Beberapa suara yang dipantulkan kembali dari ruang
antara cairan interstitial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar tercermin
dapat dianalisis dan dihitung ke dalam gambar. Gambar-gambar diambil secara real
time dan dapat sangat membantu dalam mendeteksi gerakan tendon dan
memvisualisasikan kemungkinan cedera atau air mata. Perangkat ini membuatnya
sangat mudah untuk melihat kerusakan struktural pada jaringan lunak, dan metode yang
konsisten untuk mendeteksi jenis cedera. Pencitraan ini modalitas murah, tidak
melibatkan radiasi pengion dan, di tangan ultrasonographers terampil, mungkin sangat
handal.
3. Pemeriksaan dengan sinar-X.
K. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan ke keadaan normal dan
memungkinkan pasien untuk melakukan apa yang dapat dilakukan sebelum cedera.Tindakan
pembedahan dapat dilakukan, dimana ujung tendon yang terputus disambungkan kembali
dengan teknik penjahitan. Tindakan pembedahan dianggap paling efektif dalam
penatalaksanaan tendon yang terputus. Tindakan non pembedahan dengan orthotics atau
theraphi fisik. Tindakan tersebut biasanya dilakukan untuk non atlit karena penyembuhanya
lama atau pasienya menolak untuk dilakukan tindakan operasi.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling enentukan
bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data (Rahmah,
Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
1. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya laki-laki
lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis, nomor medrek dan alamat.
2. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan,
suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan
pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan
keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan
dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat
penyakit tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun
penyakit metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus
(lapar terus-menerus, haus dan kencing terus–menerus), gangguan tiroid dan
paratiroid.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga klien terdapat penyakit keturunan
ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang
sehat yang berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang mengandung
kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan tulang dan kebiasaan
minum klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang
dirasakan.
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem
tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.
c. Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani fraktur.
d. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum
klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
e. Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien
berolah raga sewaktu masih sehat.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah ataun kuat. Tanda-
tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
c. Kepala dan Rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, ada kelainan atau tidak, pembekakan/edema
d. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing
yang menyebabkan gangguan penglihatan.
e. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, secret, Tidak ada deformitas, tak ada
pernafasan cuping hidung
f. Mulut
Mukosa bibir, sianosis, kondisi gigi, lidah, adanya stomatitis atau kelainan lainnya
g. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
h. Leher
Catat adanya kelaianan, bentuk simetris atau tidak, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
i. Jantung
a. I : ic tidak nampak
b. Pa : apeks jantung pada mid klavikula kiri ic 5
c. Pe : pekak
d. A : BJ I,II, tidak ada mur mur
j. Thorax
a. I : inspeksi bentuk thorax, irama pernapasan
b. Pa : simetris tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil
c. Pe : sonor
d. A : vesikular, wheezing, ronchi
k. Abdomen
a. I : adanya asietes, lesi, perdarahan
b. A : bising usus
c. Pa : nyeri tekan, distensi abdomen
d. Pe : tympani
l. Ekstermitas
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b. Cape au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time à Normal > 3 detik
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
Otot : tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif.
m. Genetalia
Kebersihan, tampak ada kelainan atau tidak, terpasang alat bantu
7. Data Penunjang
Pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan pada pasien :
a. Pergerakan otot, jika pergerakan tersebut lemah atau tidak ada maka dicurigai cedera
tendon.
b. Musculoskeletal ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon,
karakter, dan kehadiran air mata. Ia bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang
sangat tinggi dari suara melalui tubuh. Beberapa suara yang dipantulkan kembali dari
ruang antara cairan interstitial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar
tercermin dapat dianalisis dan dihitung ke dalam gambar.
c. Pemeriksaan X ray
8. Terapi Obat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan konfresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan tendon, agen cidera fisik
3. Resiko infeksi berhubungan dengan agen cidera fisik, kimia, biologi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah
5. Gangguan citra diri b.d biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi (nyeri kronis),
kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional, trauma/injury, pengobatan (pembedahan,
kemoterapi, radiasi
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, pain control, komprehensif termasuk lokasi,
psikologis), kerusakan jaringan comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
DS: keperawatan selama …. Observasi reaksi nonverbal dari
- Laporan secara verbal Pasien tidak mengalami nyeri, ketidaknyamanan
DO: dengan kriteria hasil: Bantu pasien dan keluarga untuk
- Posisi untuk menahan nyeri Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati (tahu penyebab nyeri, Kontrol lingkungan yang dapat
- Gangguan tidur (mata sayu, mampu menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
tampak capek, sulit atau nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan
gerakan kacau, menyeringai) mengurangi nyeri, mencari kebisingan
- Terfokus pada diri sendiri bantuan) Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Fokus menyempit Melaporkan bahwa nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
(penurunan persepsi waktu, berkurang dengan menentukan intervensi
kerusakan proses berpikir, menggunakan manajemen Ajarkan tentang teknik non
penurunan interaksi dengan nyeri farmakologi: napas dala, relaksasi,
orang dan lingkungan) Mampu mengenali nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
- Tingkah laku distraksi, (skala, intensitas, frekuensi Berikan analgetik untuk mengurangi
contoh : jalan-jalan, dan tanda nyeri) nyeri: ……...
menemui orang lain dan/atau Menyatakan rasa nyaman Tingkatkan istirahat
aktivitas, aktivitas berulang- setelah nyeri berkurang Berikan informasi tentang nyeri
ulang) Tanda vital dalam rentang seperti penyebab nyeri, berapa lama
- Respon autonom (seperti normal nyeri akan berkurang dan antisipasi
diaphoresis, perubahan Tidak mengalami gangguan ketidaknyamanan dari prosedur
tekanan darah, perubahan tidur Monitor vital sign sebelum dan
nafas, nadi dan dilatasi pupil) sesudah pemberian analgesik
- Perubahan autonomic dalam pertama kali
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Huda, Amin & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta : Mediaction
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47914/Chapter%20II.pdf?sequence=3
&isAllowed=y (diakses pada tanggal 25 Juni, 2018)