Oedem Wasting
- - - -
- - - -
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)
BB : 11 kg
TB : 83 cm
Usia: 2 tahun 1 bulan (25 bulan)
Status gizi :
BB/U : 11/12,4 x 100 % = 88,7 % (-2 < BB/U < 0 SD)
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Januari 2016
HEMATOLOGI RUTIN HASIL SATUAN RUJUKAN
Hb 11,9 g/dl 12,0-18,0
HCT 33,7 35-47
AL 14,8 103/l 4,5-10,5
AT 321 103/l 150-450
AE 4,42 106/l 4,5-6,5
MCV 76,2 Fl 82-92
MCH 26,9 Pq 27-31
MCHC 35,3 gr/dl 32-37
IMUNOSEROLOGI
WIDAL
- Salmonella Typhi H 1/80 Negatif
- Salmonella Typhi O 1/320 Negatif
3. ”Assessment”(penalaran klinis):
Dari data anamnesis didapatkan keterangan mengenai seorang anak usia 2 tahun
1 bulan datang dengan keluhan kejang disertai demam 1 jam Sebelum Masuk Rumah
Sakit (SMRS). Kejang berlangsung 1 kali, durasi kejang < 5 menit, kejang berhenti
sendiri tanpa pemberian obat apapun. Menurut orang tua pasien, kejang terjadi di
seluruh tubuh, pada saat kejang tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke kanan
atas, tidak ada busa yang keluar dari mulut, lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien
menangis. Dari keluhan ini, kejang kemungkinan disebabkan oleh proses intrakranial
dan ekstrakranial. Proses intrakranial misalnya encephalitis, meningoencephalitis, dan
penyakit lain yang disebabkan karena infeksi di otak ataupun selaput otak. Proses
ekstrakranial bisa disebabkan oleh infeksi ataupun penyakit non infeksi. Penyakit non
infeksi misalnya gangguan elektrolit dan penyakit infeksi misalnya ISPA, diare, dan
lain sebagainya.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari, 38oC) akibat suatu proses ekstrakranium, 2-4% kejang demam
terjadi pada anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Kejang merupakan gangguan syaraf yang
sering dijumpai pada anak. Sebelum terjadi kejang, anak mengalami demam dan suhu
tubuh ketika terjadinya bangkitan kejang berbeda tiap anak, ada yang ambang kejangnya
pada suhu yang sangat tinggi, dan ada juga pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, harus dipikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
Kejang demam terdiri atas 2 jenis, yaitu kejang demam simpleks dan kompleks.
1. Kejang Demam Sederhana (Simple febrile seizure)
- Kejang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
- Kejang berhenti sendiri
- Kejang umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal
- Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure)
- Kejang lama, lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam
Pada pasien ini, kejang terjadi saat badan mengalami demam yang tinggi, kejang
satu kali dalam sehari dan tidak berulang dalam waktu 24 jam, berlangsung kurang dari
5 menit, berhenti sendiri, terjadi di seluruh tubuh (umum) dan terjadi kekakuan otot
menyeluruh (tonik) yang bisa berlangsung selama 10-20 detik. Berdasarkan gejala yang
didapat dari anamnesis terhadap orangtua pasien dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami kejang demam sederhana. Usia pasien (2 tahun 1 bulan) juga memenuhi
kriteria kejang demam yaitu anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Di samping
itu juga penderita pernah mengalami riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan
kadar natrium rendah. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Ketika demam mencapai ambang batas terjadinya bangkitan kejang, pasien
menjadi kejang dan berlangsung dalam waktu yang lama. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak sehingga terjadi epilepsi.
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 18 bulan tidak rutin. Bila yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti
computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal
yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil oedema.
Penatalaksanaan saat kejang
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif
KETERANGAN :
Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan
cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.
Pemberian obat pada saat demam
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom
Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut
cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada
25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.
Pemberian Obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang
demam ≥ 4 kali per tahun.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.
Pada pasien ini diberikan obat berupa puyer yang berisi paracetamol dan
luminal (Fenobarbital) untuk mengatasi kejang dan demam yang diberikan 3 kali
sehari. Serta pemberian imunos sirup untuk meningkatkan daya tahan pasien.
Pemberian antibiotik intravena berupa injeksi amoxan (amoxicillin) sebagai
antibiotik spektrum luas diberikan bedasarkan hasil laboratorium pada saat demam
hari keenam yang menunjukkan adanya leukositosis (AL= 14.800/mm3).
4. ”Plan”:
Penanganan pertama adalah memutuskan kejang dengan langsung diberikan diazepam
supp 5 mg
a. Penatalaksanaan di UGD
O2 2 lpm
IVFD KAEN 3B 11-13 tpm
Stesolid supp 10 mg (k/p)
Inj. Amoxan 2 x 500 mg
Inj. Lameson 2 x ½ ampul
1
SLK 120/ 15/ 3 3 x 1
Perjalanan Penyakit
Tanggal Planning
Subyek Obyektif Assesment
23/01/16 S : Demam naik turun, kejang (-), muntah (-), - IVFD KAEN 3B 11-13
batuk (+), nyeri menelan tpm
O : Kesadaran : Compos mentis - Inj. Amoxan 2 x 500 mg
HR : 120 x/menit, reguler - Inj. Lameson 2 x ½
Suhu : 38,5 °C ampul
Pernapasan : 26 x/menit, reguler, - Cefat 2 x cth I
Status Generalis 1
- SLK 120/ 15/ 3 3 x I
Kepala : Massa (-), hematom (-), jejas (-),
- Halmezin syr 3 x cth I
UUB sudah menutup
- Imunos syr 1 x cth I
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil bulat isokor, diameter
3mm/3mm, racoon eyes (-)
Telinga : Discharge (-/-), otorrhea (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), NCH (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), faring
hiperemis (+)
Leher
KGB : Tidak teraba
Tiroid : Tidak terdapat pembesaran
Kaku kuduk (-), brudzinski 1 (-)
Thorax : P : SD vesikuler (+/+), rbh (-/-),
rbk (-/-), wheezing (-/-)
C : S1>S2, reguler, intensitas
normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, BU (+) normal, timpani,
supel, nyeri tekan (+) di regio
epigastrium
Ekstremitas
Superior : Refleks patologis (-/-), refleks
fisiologis (+/+) normal,
anemis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Brudzinski 2-4 (-), kernig
sign(-), refleks patologis(-/-),
refleks fisiologis (+/+)
normal anemis (-/-), edema
(-/-)
Pendamping:
dr. Nur Cahyono A.
Disusun oleh:
dr. Aldila Desy Kusumawaty
RSUD MAJENANG
KABUPATEN CILACAP
2016