PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinis glomerulonefritis (GN)
yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuri massif, hiperjolesterolemiam, dan lipiduri.
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. Proteinuri massif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai
kadar albumin serum renda, eksresi protein dalam urin juga berkurang, proteinuria juga
metabolism kalsium dan tulang serta hormone tiroid serung dijumpai pada SN. Umumnya SN
fungsi ginjal normal kecuali sebagaian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap
akhir (1)
Sindrom nefrotik atau nefrosis bukan satu penyakit, tetapi sekelompok gejala, termasuk
dengan reaksi alergi (herpes zoster), penyakit sistemik (diabetes mellitus), masalah sirukulasi
(gagal jantung kongestif berat), kanker (penyakit Hodgkin, paru, kolon dan mamma),
transplantasi ginjal, dan kehamilan. Sekitar 50-75% individu dewasa dengan sindrom nefrotik
akan mengalami kegagalan ginjal dalam lima tahun. Etiologi sinrom nefrotik pada anak anak
adalah idiopatik. Sindrom nefrotik paling sering ditemukan pada anak anak. Sekita 70-80% lasis
nefrosis terdiagnosis sebelum mereka mencapai usia 16 tahun. Insiden tertinggi adalah pada usia
urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa yang jelas
Kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom
nefrotik idiopatik ; penyakit lesi-minimal ditemukan sekitar 85%, poliferasi mesangium pada
5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis, sindrom nefrotik
sebagian besar diperatarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai antigen antibody.
Sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi ; sindroma nefrotik bawaan (karena maternalfoetal
rection), Sindroma Nefrotik sekunder, sindroma nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya (5)
A. Identitas Pasien
Ayah Ibu
Nama An. A Tn. R Ny. A
Usia 8 tahun 35 tahun 31 tahun
Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda
Agama Islam Islam Islam
Alamat Cipanengah Hilir, Sukabumi, Jawa barat
Pendidikan SD kelas 2 SD SD
Pekerjaan Sekolah Buruh Harian IRT
1. Keluhan Utama
Bengkak pada kelopak mata, bengkak bermula dari kelopak mata kemudian
keseluruh tubuh kecuali di daerah genital, bengkak juga terdapat pada jari2 tangan
dan kaki, bengkak terutama saat pagi hari, namun saat anak selesai bermain bengkak
akan berpindah ke daerah pergelangan kaki, dan bengkak diwajah semakin berkurang,
perut pasien semakin membesar setelah 4 hari bengkak yang dirasakan di mata.
Ibu menyadari bahwa air seni yang di keluarkan oleh anak nya sedikit terjadi
perubahan warna menjadi keabuan yang disertai dengan penurunan air seni yang
Ibu mengatakan kalau bengkak yang diderita oleh pasien benar adanya bermula
dari mata bukan berasal dari tempat lain seperti perut atau kaki, bengkak juga tidak
disertai dengan nyeri dibagian tubuh lainnya. Bengkak juga disertai dengan gatal-
Keluhan tersebut tidak disertai dengan batuk, infeksi di kulit, demam, mual,
muntah, nyeri pinggang, nyeri perut, penurunan kesadaran, bingung, diare, lemas,
sesak nafas pada saat berbaring maupun beraktifitas. Pasien tidak mempunyai riwayat
Keluhan seperti perut kembung, kulit berwarna kuning, dan BAB berwarna coklat
juga disangkal. BAB 1x sehari, kotoran berwarna kuning, dengan konsistensi tidak
keluahan bengkak diseluruh tubuh yang bermula muncul di kelopak mata kemudian
berpindah ke seleuruh tubuh, bengkak dirasakan saat pagi hari, kemudian akan
berpindah kebagian ekstremitas bawah saat sesaat setelah bermain atau berjalan.
Ibu menyadari bahwa air seni yang di keluarkan oleh anak nya sedikit terjadi
perubahan warna menjadi keabuan yang disertai dengan penurunan air seni yang
hanya mendapatkan terapi paracetamol infuse yang diberikan setiap hari. 4 hari
rontgen dengan kesan “TB paru aktif”. Kemudian pasien mendapat terapi OAT dan
keadaan klinis pasien yang telah membaik. Pasien dianjurkan untuk melakukan
control kepoli setiap hari, selama seminggu pasien melakukannya, saat hari ke 5
pasien mendapat instruksi untuk melakukan pengobatan di puskemas saja, sejak saat
5. Riwayat Pengobatan
Kelurga menyangkal adanya riwayat alergi dikeluarganya. Baik dari kelurga ibu
7. Riwayat Makan
e. PBL 52 cm
C. Pemeriksaan Umum
a. Ku : sakit sedang
c. TTV :
v. BB Sakit :27 kg
D. Data Antropometri
a. BB :20 kg
b. PB : 120 CM
c. Status Gizi
a. Kepala : Normocephal
b. Mata : Palpebra udem (+/+), Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
c. Hidung : sianosis (-), napas cuping hidung (-)
d. Mulut : sianosis (-), mulut dan mukosa lembab
e. Leher : Perbesaran KGB (-), perbesaran thyroid (-).
f. Thorax :
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS IV linea midklavikula kiri
Perkusi : kesan kardiomegali (-)
3.5
2.5
1.5
0
29-Nov 30-Nov 1 des 2 des 3 des 4 des 5 des 6 des 7 des 8 des 9 des
protein
G. Resume
bengkak seluruh tubuh. Bengkak berawal pada 10 hari yang lalu SMRS dimulai dari
mata lalu keseluruh tubuh termasuk palpebra, perut dan ekstremitas atas bawah. Pada
110/70mmHg, lingkar perut 66 cm, BBS 27kg, BBk 20 kg, edem palpebra (+), edem
bengkak di perut (+), edem ekstrimitas atas bawah (+). Pada pemeriksaan Lab ditemukan
I. Diagnosa Banding
a. Glomerulonefritis akut
J. Tatalaksana Umum
e. Kebutuhan kalori pada anak laki-laki usia 7-10 tahun adalah 75kkal/hari menurut
30
x 1500
100
iii. 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = = 50 gr
9
20
x 1500
100
iv. 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = = 75 gr
4
f. Pantau tanda-tanda vital, intake dan output cairan/24 jam, balance cairan, tekanan
darah
L. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionan : ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
1. Edema
Definisi Edema
Edema adalah pengumpulan cairan berlebihan pada sela-sela jaringan atau rongga tubuh.
Edema dikelompokkan menjadi edema transudat dan edema peradangan (eksudat) yaitu
timbul selama proses peradangan. Edema dapat bersifat setempat atau umum. Edema yang
bersifat umum dinamakan anasarka, yang menimbulkan pembengkakan berat jaringan bawah
kulit. Secara umum edema non radang (transudat) akan terjadi pada keadaan – keadaan :
Peningkatan tekanan hidrostatik dapat meningkat pada hambatan aliran darah vena seperti
yang terjadi pada gagal jantung kongestif, tekanan darah vena meningkat yang akan diikuti
dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari plasma ke ruang
interstisial sehingga cairan akan tertimbun yang mana terjadilah edema.
Penurunan tekanan koloid osmotik dapat menurun akibat terjadinya kerusakan pada hepar
yang terjadi pada penyakit sirosis hati yaitu hati tidak dapat mensintesis protein, sedangkan
protein terutama albumin sangat berperan dalam mempertahankan tekanan koloid osmotic
plasma sehingga pada sirosis hati terjadi edema. Pada sindroma nefrotik, ginjal mengalami
kebocoran sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat diekskresi oleh ginjal
yang akan terbuang bersama urin dapat berakibat kandungan albumin didalam plasma akan
berkurang dan menyebabkan edema.
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai dengan
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
Epidemiologi
Insiden SN diperkirakan 2-5 kasus/thn tiap 100.000 anak usia <16thn. Insidensi di
Indonesia diperkirakan 6 kasus/th tiap 100.000 anak usia <14 tahun. Sebagian besar SN pada
anak (85%) memberikan respon terhadap pengobatan steroid (SN sensitive steroid). SN
sensitif steroid lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
(2:1). Pada umumnya SN sensitive steroid terjadi sebelum usia 8 tahun terutama sebelum 6
tahun dengan puncak kejadian pada usia 4-5 tahun.
Etiologi
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
Patofisiologi
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila
kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.
Manifestasi Klinis
1. Edema : palpebra, pitting edema di kaki, edema pada genital, sering anasarka
2. Oliguria
3. Hematuria
5. Diare
7. Hipertensi
8. Infeksi
Penatalaksanaan
BATASAN
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Nonresponder awal
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Nonresponder lambat
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.
Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai
pengobatan steroid dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai dilakukan
pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan
bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps
hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi
Medikamentosa
Sebagian besar anak datang dengan sembab hebat atau dengan infeksi berat yang harus
ditangani dengan benar sebelum terapi steroid dimulai. Prednison atau prednisolon merupakan
obat pilihan utama untuk terapi.
Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu, dilanjutkan
dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang sehari
(dosis alternating) selama 4-8 minggu.
Bila terjadi relaps, maka diberikan prednison 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4
minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat imunosupresa
lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal di bawah
pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema
(persentil ke-50 berat badan menurut tinggi badan) .
Suportif
Bila adaedema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau
imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein normal
(1,5-2 g/kgBB/hari_, diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2
mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis, aldosteron, diuretik
hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu
aktivitas. Jika ada hipertensi dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian albumin 20-25%
degan dosis 1 g/kgBB selama 2-4 jam untukm menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB dilakukan atas indikasi seperti
edema refrakter, syok atau kadar albumin ≤1 gram/dL. Terapi psikologis terhadap pasien dan
orang tua diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronik .
a. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
b. Disertai oleh hipertensi.
c. Disertai hematuria.
d. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
e. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
BAB IV
PENUTUP
Sindrom Nefrotik adalah Hasil Patologis dari berbagai factor yang mengubah
permeabilitas glomerulus. sindrom nefrotik merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan
Karena banyaknya komplikasi yang ditimbulkan dari keadaan ini, misalnya Penurnan
vena), Gangguan pernapasan (yang berhubungan dengan retensi cairan dan distensi abdomen),
Kerusakan kulit (dari edema berat, penyembuhan buruk), Infeksi (khusunya selulitis, peritonitis,
tumbuh dan keletihan otot (jangka panjang), maka penatalaksaan meliputi pemberian obat
imunosupresif, penatalaksanaan edema, diuretic ringan, seperti tiazid dan furosemid dosis
rendah, pemberian albumin intravena, antibiotic profilaksis, obat anti koagulasi (asetosal), nutris
1. Prodjosudjadi W. 2006. Sindrom Nefrotik dalam. Jilid III. Ed IV. Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. Baradero Mary dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
3. Mansjoer A dkk. 2001. Sindrom Nefrotic dalam Kapita Selekta Kedokteran Ed III Jilid 1.
Jakarta : penerbit Media Aesculapius FKUI
4. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Suryanah. 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
6. Abdoerrachman,M.H dkk. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 832-835
7. Benheman Kliegma Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Oleh edisi 15 vol. 3.
Jakarta: EGC.
8. Garna, Herry & Heda Melinda N. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Bandung: Departeman Ilmu Kesehatan Anak- FK Universitas Padjadjaran-RSUD
Dr. Hasan Sadikin Bandung.
9. Lumbanbatu, Sondang Maniur.2003.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus pada
Anak. Sari Pediatri, vol 5, no.2, September 2003: 58-63
10. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
11. Rendle John, et al. Penyakit Ginjal. Dalam : Ikhtisar Penyakit Anak Edisi ke-6 Jilid II.
Binarupa Aksara. Jakarta : 1994; 122-125
12. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Konsesnus Tata
Laksana Sindrom Nefrotik Pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
13. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom
nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia, 14
Oktober.