Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinis glomerulonefritis (GN)

yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuri massif, hiperjolesterolemiam, dan lipiduri.

Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus

ditemukan. Proteinuri massif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai

kadar albumin serum renda, eksresi protein dalam urin juga berkurang, proteinuria juga

berkonstribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia,

hiperlipidemia dan lipiduria, ganggua keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan

metabolism kalsium dan tulang serta hormone tiroid serung dijumpai pada SN. Umumnya SN

fungsi ginjal normal kecuali sebagaian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap

akhir (1)

Sindrom nefrotik atau nefrosis bukan satu penyakit, tetapi sekelompok gejala, termasuk

albuminuria, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, dam lipura. Sindrom nefrotik dikaitkan

dengan reaksi alergi (herpes zoster), penyakit sistemik (diabetes mellitus), masalah sirukulasi

(gagal jantung kongestif berat), kanker (penyakit Hodgkin, paru, kolon dan mamma),

transplantasi ginjal, dan kehamilan. Sekitar 50-75% individu dewasa dengan sindrom nefrotik

akan mengalami kegagalan ginjal dalam lima tahun. Etiologi sinrom nefrotik pada anak anak

adalah idiopatik. Sindrom nefrotik paling sering ditemukan pada anak anak. Sekita 70-80% lasis

nefrosis terdiagnosis sebelum mereka mencapai usia 16 tahun. Insiden tertinggi adalah pada usia

6-8 tahun (2)

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 1


Penyakit ini terjadi tiba – tiba terutama pada anak-anak, biasanya berupa oliguria dengan

urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa yang jelas

terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (3)

Kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom

nefrotik idiopatik ; penyakit lesi-minimal ditemukan sekitar 85%, poliferasi mesangium pada

5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis, sindrom nefrotik

sebagian besar diperatarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah

membranosa dan membranoproliferatif. (4)

Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai antigen antibody.

Sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi ; sindroma nefrotik bawaan (karena maternalfoetal

rection), Sindroma Nefrotik sekunder, sindroma nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya (5)

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 2


BAB II
IDENTITAS PASIEN

A. Identitas Pasien

Identitas Pasien Orang Tua

Ayah Ibu
Nama An. A Tn. R Ny. A
Usia 8 tahun 35 tahun 31 tahun
Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda
Agama Islam Islam Islam
Alamat Cipanengah Hilir, Sukabumi, Jawa barat

Pendidikan SD kelas 2 SD SD
Pekerjaan Sekolah Buruh Harian IRT

B. Anamnesis (Auto/ Aloanamnesis 02-12-2014)

1. Keluhan Utama

Datang ke RS Syamsuddin dikarenkan bengkak seluruh tubuh, 10 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Bengkak pada kelopak mata, bengkak bermula dari kelopak mata kemudian

keseluruh tubuh kecuali di daerah genital, bengkak juga terdapat pada jari2 tangan

dan kaki, bengkak terutama saat pagi hari, namun saat anak selesai bermain bengkak

akan berpindah ke daerah pergelangan kaki, dan bengkak diwajah semakin berkurang,

perut pasien semakin membesar setelah 4 hari bengkak yang dirasakan di mata.

Ibu menyadari bahwa air seni yang di keluarkan oleh anak nya sedikit terjadi

perubahan warna menjadi keabuan yang disertai dengan penurunan air seni yang

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 3


dikeluarkan oleh anaknya. Hal ini sama seperti yang pernah dialami sebelumnya saat

pasien dirawat di RS Syamsuddin 2 bulan yang lalu.

Ibu mengatakan kalau bengkak yang diderita oleh pasien benar adanya bermula

dari mata bukan berasal dari tempat lain seperti perut atau kaki, bengkak juga tidak

disertai dengan nyeri dibagian tubuh lainnya. Bengkak juga disertai dengan gatal-

gatal atau reaksi alergi lainnya.

Keluhan tersebut tidak disertai dengan batuk, infeksi di kulit, demam, mual,

muntah, nyeri pinggang, nyeri perut, penurunan kesadaran, bingung, diare, lemas,

sesak nafas pada saat berbaring maupun beraktifitas. Pasien tidak mempunyai riwayat

penyakit jantung. Riwayat alergi terhadap makanan juga disangkal.

Keluhan seperti perut kembung, kulit berwarna kuning, dan BAB berwarna coklat

juga disangkal. BAB 1x sehari, kotoran berwarna kuning, dengan konsistensi tidak

keras dan tidak cair, mencret disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Sekitar 6 minggu yang lalu pasien pernah dirawat di RS Syamsuddin dengan

keluahan bengkak diseluruh tubuh yang bermula muncul di kelopak mata kemudian

berpindah ke seleuruh tubuh, bengkak dirasakan saat pagi hari, kemudian akan

berpindah kebagian ekstremitas bawah saat sesaat setelah bermain atau berjalan.

Ibu menyadari bahwa air seni yang di keluarkan oleh anak nya sedikit terjadi

perubahan warna menjadi keabuan yang disertai dengan penurunan air seni yang

dikeluarkan oleh anaknya.

Saat dirawat di RS Syamsuddin pasien di rawat dengan Sindroma Nefrotik dan

hanya mendapatkan terapi paracetamol infuse yang diberikan setiap hari. 4 hari

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 4


kemudian pasien didiagnosa dengan Tuberculosis Paru atas hasil pemeriksaan

rontgen dengan kesan “TB paru aktif”. Kemudian pasien mendapat terapi OAT dan

Paracetamol setiap harinya.

Setalah mendapatkan perawatan selama 6 hari pasien dipulangkan dengan hasil

pemeriksaan laboratorium protein negative selama 3 hari berturut-turut dan dengan

keadaan klinis pasien yang telah membaik. Pasien dianjurkan untuk melakukan

control kepoli setiap hari, selama seminggu pasien melakukannya, saat hari ke 5

pasien mendapat instruksi untuk melakukan pengobatan di puskemas saja, sejak saat

itu pasien hanya mendapatkan terapi OAT

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Kelurga menyangkal adanya riwayat penyakit yang sama dikeluarganya. Baik


dari kelurga ibu maupun ayah pasien.

b. Kelurga juga menyangkal adanya riwayat sakit TB dikeluarganya. Baik dari


kelurga ibu maupun ayah pasien.

c. Kelurga juga menyangkal adanya riwayat alergi dikeluarganya. Baik dari


kelurga ibu maupun ayah pasien.

5. Riwayat Pengobatan

Pasien telah melakukan pengobatan TB selama 6 minggu terakhir namun tidak

mendapat pengobatan untuk SN yang diseritanya.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 5


6. Riwayat Alergi

Kelurga menyangkal adanya riwayat alergi dikeluarganya. Baik dari kelurga ibu

maupun ayah pasien.

a. Alergi makanan disangkal

b. Alergi obat-obatan disangkal

c. Alergi cuaca disangkal

d. Alergi terhadap allergen pemicu disangkal

7. Riwayat Makan

a. 0 – 6 bulan pasien mendapatkan ASI eksklusif, dimana pemberian

asi tidak diikiut sertakan pemberian makanan yang lain

b. 6 bulan – 1 tahun 5 bulan pasien mendapatkan suplai makanan dari

ASI dan mekanan pendamping lainnya seperti bubur saring yang

terbuat dari nasi, lauk pauk dan sayur-sayuran serta buah.

c. 1 tahun 6 bulan pasien mulai berhenti mengkonsumsi ASI yang

kemudian diganti dengan susu Formula yang disertai dengan

pemberian makanan yang lain.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 6


8. Riwayat Imunisasi

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 7


9. Riwayat Tumbuh Kembang

10. Riwayat Kehamilan

a. Melakukan ANC setiap bulan, dimulai pada bulan ke 3 kehamilan

b. Jumlah ANC sebanyak 6x

c. Mendapatkan suntikan TT sebanyak 2x

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 8


11. Riwayat Kelahiran

a. Anak ke 2 dari 3 bersaudara

b. Lahir di tolong oleh paraji dan bidan

c. Usia gestasi 41 minggu

d. BBL 4.000 gram

e. PBL 52 cm

f. Menangis kuat saat lahir

12. Riwayat Psikososial

a. Os jarang mengkonsumsi air putih

b. Os sering mengkonsumsi minuman The gelas 2bungkus sehari

c. Os sering mengkonsumsi minuman Ale-ale 5 bungkus sehari, tersedia di

rumah dalam bentuk dust / kotak besar.

d. Os sering mengkonsumsi makanan instan bila berada disekolah

e. Os juga sering diberikan obat Brodexin oleh orang tua nya

C. Pemeriksaan Umum

a. Ku : sakit sedang

b. Kes : Compos mentis

c. TTV :

i. Suhu Tubuh :36,8 c

ii. Frekuensi nadi :94 x/menit

iii. Frekuensi nafas :28 x/menit

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 9


iv. Tekanan Darah :110/70mmHg

v. BB Sakit :27 kg

vi. Lingkar Perut : 66 cm

D. Data Antropometri

a. BB :20 kg

b. PB : 120 CM

c. Status Gizi

i. WFA (menurut CDC) : (20/25) x 100% = 80%

ii. HFA (menurut CDC) : (120/127) x 100% = 94,4%

iii. WFH (menurut CDC) : (20/23) x 100% = 87%

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 10


LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 11
LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 12
LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 13
E. Status Generalis

a. Kepala : Normocephal
b. Mata : Palpebra udem (+/+), Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
c. Hidung : sianosis (-), napas cuping hidung (-)
d. Mulut : sianosis (-), mulut dan mukosa lembab
e. Leher : Perbesaran KGB (-), perbesaran thyroid (-).
f. Thorax :
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS IV linea midklavikula kiri
Perkusi : kesan kardiomegali (-)

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 14


g. Paru:
Inspeksi : gerakan nafas tampak simetris
Auskultasi : vesikular +/+, ronki -/-, wheezing -/-, stridor(-)
Palpasi : tidak terdapat bagian dada yang tertinggal saat bernafas,
vokal
premitus teraba sama diseluruh lapang paru
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
h. Abdomen :
Inspeksi : distensi (+), cembung, lembut,
Palpasi : supel, nyeri tekan pada regio epigastrium (+),
hepatomegali (-)
splenomegali (-), massa (-),turgor kembali cepat
Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness
(+)
Auskultasi : bising usus 8x/menit pada seluruh region
i. Genitalia : Edema skrotum (-)
j. Ekstremitas :
Ekstr. atas: Akral hangat, edema (+/+) pitting, RCT < 2 detik
Ekstr. bawah: Akral hangat, edema (+/+) pitting, RCT <2 detik.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 15


F. Pemeriksaan Penunjang

3.5

2.5

1.5

0.5 albumin 1,7gr/dl


g/dl

0
29-Nov 30-Nov 1 des 2 des 3 des 4 des 5 des 6 des 7 des 8 des 9 des

protein

G. Resume

Pasien laki-laki usia 8 tahun datang ke RSUD R Syamsudin SH dengan keluhan

bengkak seluruh tubuh. Bengkak berawal pada 10 hari yang lalu SMRS dimulai dari

mata lalu keseluruh tubuh termasuk palpebra, perut dan ekstremitas atas bawah. Pada

pemeriksaan fisik, didapatkan tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, TD

110/70mmHg, lingkar perut 66 cm, BBS 27kg, BBk 20 kg, edem palpebra (+), edem

bengkak di perut (+), edem ekstrimitas atas bawah (+). Pada pemeriksaan Lab ditemukan

Protein +++/500, Albumin 1,7 g/dl, Kolesterol 557 mg/dl.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 16


H. Diagnose Kerja

Sindrom Nefrotik sekunder

I. Diagnosa Banding

a. Glomerulonefritis akut

b. Gangguan ginjal akut

J. Tatalaksana Umum

a. Tirah baring dan dirawat dalam bangsal

b. Retriksi cairan (minum) dengan pengurangan cairan 30-60%

c. Diet protein normal (1,5 – 2g/kgbb/hr)

d. Diet rendah natrium (1- 2g/hari)

e. Kebutuhan kalori pada anak laki-laki usia 7-10 tahun adalah 75kkal/hari menurut

RDA. Kebutuhan zat gizi pada pasien ini yaitu

i. Kebutuhan Kalori : 20 x 75kkal = 1500 kkal/hari


50
x 1500 kkal
100
ii. 𝐾𝐻 = = 187, 5 gr
4

30
x 1500
100
iii. 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 = = 50 gr
9

20
x 1500
100
iv. 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = = 75 gr
4

f. Pantau tanda-tanda vital, intake dan output cairan/24 jam, balance cairan, tekanan

darah

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 17


K. Tatalaksana Khusus

L. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionan : ad malam
c. Quo ad sanationam : dubia ad malam

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 18


M. Follow up

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 19


LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 20
LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 21
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Edema

Definisi Edema

Edema adalah pengumpulan cairan berlebihan pada sela-sela jaringan atau rongga tubuh.
Edema dikelompokkan menjadi edema transudat dan edema peradangan (eksudat) yaitu
timbul selama proses peradangan. Edema dapat bersifat setempat atau umum. Edema yang
bersifat umum dinamakan anasarka, yang menimbulkan pembengkakan berat jaringan bawah
kulit. Secara umum edema non radang (transudat) akan terjadi pada keadaan – keadaan :

 Peningkatan tekanan hidrostatik


 Penurunan tekanan onkotik plasma

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 22


 Obstruksi saluran limfe
 Peningkatan permeabilitas kapiler

Peningkatan tekanan hidrostatik dapat meningkat pada hambatan aliran darah vena seperti
yang terjadi pada gagal jantung kongestif, tekanan darah vena meningkat yang akan diikuti
dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari plasma ke ruang
interstisial sehingga cairan akan tertimbun yang mana terjadilah edema.

Penurunan tekanan koloid osmotik dapat menurun akibat terjadinya kerusakan pada hepar
yang terjadi pada penyakit sirosis hati yaitu hati tidak dapat mensintesis protein, sedangkan
protein terutama albumin sangat berperan dalam mempertahankan tekanan koloid osmotic
plasma sehingga pada sirosis hati terjadi edema. Pada sindroma nefrotik, ginjal mengalami
kebocoran sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat diekskresi oleh ginjal
yang akan terbuang bersama urin dapat berakibat kandungan albumin didalam plasma akan
berkurang dan menyebabkan edema.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 23


2. Sindroma Nefrotik

Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai dengan
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.

Epidemiologi

Insiden SN diperkirakan 2-5 kasus/thn tiap 100.000 anak usia <16thn. Insidensi di
Indonesia diperkirakan 6 kasus/th tiap 100.000 anak usia <14 tahun. Sebagian besar SN pada
anak (85%) memberikan respon terhadap pengobatan steroid (SN sensitive steroid). SN
sensitif steroid lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
(2:1). Pada umumnya SN sensitive steroid terjadi sebelum usia 8 tahun terutama sebelum 6
tahun dengan puncak kejadian pada usia 4-5 tahun.

Etiologi

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom


nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan


menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 24


dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).

Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer


Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,


miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 25


c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,


sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Penyebab terjadinya
proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya
muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran
basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik
keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari
proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang
menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan
plasma ke ruang interstitial. proteinuria dinyatakan ”berat” untuk membedakan dengan
proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindroma nefrotik. Ekskresi protein sama
atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila
kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.


Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan
tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 26


plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya
mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Manifestasi Klinis

1. Edema : palpebra, pitting edema di kaki, edema pada genital, sering anasarka

2. Oliguria

3. Hematuria

4. Anorexia, fatigue, irritable, pucat

5. Diare

6. Respiratory Distres Syndrome

7. Hipertensi

8. Infeksi

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 27


9. Tromboemboli

Penatalaksanaan

BATASAN

Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari


Kambuh berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4


Kambuh sering kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60


Resisten-steroid mg/m2/hari selama 4 minggu.

Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Nonresponder awal
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Nonresponder lambat
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai
pengobatan steroid dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai dilakukan
pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan
bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps
hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 28


berat, gagal ginjal atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan
dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah .

Medikamentosa
Sebagian besar anak datang dengan sembab hebat atau dengan infeksi berat yang harus
ditangani dengan benar sebelum terapi steroid dimulai. Prednison atau prednisolon merupakan
obat pilihan utama untuk terapi.
Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu, dilanjutkan
dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang sehari
(dosis alternating) selama 4-8 minggu.
Bila terjadi relaps, maka diberikan prednison 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4
minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat imunosupresa
lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal di bawah
pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema
(persentil ke-50 berat badan menurut tinggi badan) .

Suportif
Bila adaedema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau
imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein normal
(1,5-2 g/kgBB/hari_, diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2
mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis, aldosteron, diuretik
hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu
aktivitas. Jika ada hipertensi dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian albumin 20-25%
degan dosis 1 g/kgBB selama 2-4 jam untukm menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB dilakukan atas indikasi seperti
edema refrakter, syok atau kadar albumin ≤1 gram/dL. Terapi psikologis terhadap pasien dan
orang tua diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronik .

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 29


Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

a. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
b. Disertai oleh hipertensi.
c. Disertai hematuria.
d. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
e. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

BAB IV

PENUTUP

Sindrom Nefrotik adalah Hasil Patologis dari berbagai factor yang mengubah

permeabilitas glomerulus. sindrom nefrotik merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan

proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.

Karena banyaknya komplikasi yang ditimbulkan dari keadaan ini, misalnya Penurnan

volume intravascular (syok hipovolemik), Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis

vena), Gangguan pernapasan (yang berhubungan dengan retensi cairan dan distensi abdomen),

Kerusakan kulit (dari edema berat, penyembuhan buruk), Infeksi (khusunya selulitis, peritonitis,

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 30


pneumonia, dan septicemia), Efek samping terapi steroid yang tidak diinginkan, dan Gagal

tumbuh dan keletihan otot (jangka panjang), maka penatalaksaan meliputi pemberian obat

imunosupresif, penatalaksanaan edema, diuretic ringan, seperti tiazid dan furosemid dosis

rendah, pemberian albumin intravena, antibiotic profilaksis, obat anti koagulasi (asetosal), nutris

tinggi kalori dan rendah garam.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 31


DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W. 2006. Sindrom Nefrotik dalam. Jilid III. Ed IV. Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. Baradero Mary dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
3. Mansjoer A dkk. 2001. Sindrom Nefrotic dalam Kapita Selekta Kedokteran Ed III Jilid 1.
Jakarta : penerbit Media Aesculapius FKUI
4. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Suryanah. 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
6. Abdoerrachman,M.H dkk. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 832-835
7. Benheman Kliegma Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Oleh edisi 15 vol. 3.
Jakarta: EGC.
8. Garna, Herry & Heda Melinda N. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Bandung: Departeman Ilmu Kesehatan Anak- FK Universitas Padjadjaran-RSUD
Dr. Hasan Sadikin Bandung.
9. Lumbanbatu, Sondang Maniur.2003.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus pada
Anak. Sari Pediatri, vol 5, no.2, September 2003: 58-63
10. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
11. Rendle John, et al. Penyakit Ginjal. Dalam : Ikhtisar Penyakit Anak Edisi ke-6 Jilid II.
Binarupa Aksara. Jakarta : 1994; 122-125
12. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Konsesnus Tata
Laksana Sindrom Nefrotik Pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
13. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom
nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia, 14
Oktober.

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK NURAINI 2010730083 32

Anda mungkin juga menyukai