Anda di halaman 1dari 9

Resume Teori Akuntansi Syariah

Nama Kelompok :

1. Anggi Dwi Kartika ( 16322001 ) / Akuntansi A Sore


2. Evieta Mufadlillah ( 16322009 ) / Akuntansi A Sore

BAB I

PENDAHULUAN

Sering kita dengar “ tidak ada satu pun di dunia ini yang tidak berubah,’’ yang secara
eksplisit sebetulnya menyampaikan pesan bahwa perubahan itu adalah suatu hal yang wajar.
Perubahan adalah sunnatullah, yang hakikat nya menyiratkan bahwa hanya tuhan lah yang kekal,
sedangkan yang lain hanya fana, termasuk akuntansi sebagai disiplin ilmu pengetahuan dan
praktik. Akuntansi adalah an ever-changing discipline, berubah terus sepanjang masa.

Akuntansi Modren memiliki perhatian yang tinggi pada dunia materi (yang bergender
maskulin), dan sebaliknya mengabaikan dan mengelimimnasikan dunia non materi (yang
sifatnya feminim). Akumulasi modal melalui perolehan laba adalah merupakan proses
penumpukan materi. Instrumen – instrumen penting (misalnya, sistem pasar, sistem bisnis,
regulasi pemerintah, sampai pada sistem akuntansi) diciptakan untuk melegitimasi dan
memperkuat proses penumpukan materi tersebut. Manusia jadi lupa pada hakikat dirinya yang
meliputi unsur materi dan spiritual. Unsur materi sifatnya sangat temporer, sementara unsur
spiritual (ruh) adalah unsur baka. Dengan dunia materi, manusia hanya mementingkan kebutuhan
tubuh fisiknya saja. Padahal sebetulnya yang akan kembali kepada Tuhan itu bukan tubuh fisik,
tetapi ruhnya.

Akuntansi modern yang materialistik tidak cukup kondusif untuk mendukung perjalanan
tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah dekonstruksi terhadap akuntansi modern agar
nantinya tercipta sebuah sistem akuntansi yang mampu menstimulasiperilaku manusia ke arah
atau ke kondisi “kesadaran ketuhanan’’ ( God consciousness ). Kesadaran Ketuhanan adalah
kesadaran yang menyebabkan seseorang menyadari kehadiran tuhan setiap saat . Pada kondisi ini
yang bersangkutan akan selalu tunduk terhadap hukum-hukumNya, tunduk secara total inilah
yang disebut Islam. Tunduk secara total kepada Allah merupakan jalan tol untuk sampai padaNya
dengan jiwa yang tenang. Dengan demikian, diperlukan sebuah bentuk akuntansi yang selaras
dengan tujuan tersebut, yaitu Akuntansi Syariah.

Akuntansi Syariah, dilatarbelakangi oleh beberapa hal dan juga tidak terlepas dari
prespektif (pandangan dunia atau paradigma) yang dimiliki oleh manusia. Prespektif dalam
kenyataannya tidak tunggal. Dalam kehidupan sehari-hari atau bahkan dalam dunia bisnis dan
praktik akuntansi, seseorang dapat memilik prespektif berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan
prespektif ini memyebabkan beragamnya pendapat. Secara positif keberagaman ini perlu
diapresiasi, karena dengan keberagaman ini sekaligus menyebabkan adanya pengayaan dalam
berpikir dan bertindak. Prespektif Khalifatullah fil Ardh adalah prespektif yang sangat krusial
dalam konstruksi akuntansi syariah. Karena dengan prespektif ini, setiap langkah konstruksi
akuntansi syariah selalu didasarkan pada nilai-nilai syariah.

Prespektif Khalifatullah fil Ardh juga berpengaruh dalam memilih (dan membangun)
paradigma metodologi yang akan digunakan dalam konstruksi akuntansi syariah. Selama ini
paradigma yang sangat dominan adalah paradigma positivisme. Karena begitu kuatnya, seolah –
olah paradigma ini tunggal. Sehingga tidak aneh bila paradigma ini juga disebut sebagai arus
utama (mainstream paradigm). Namun demikian, paradigma ini tidak terbebas dari berbagai
kritik karena kelemahan-kelemahan yang dikandungnya. Pemahaman yang cukup luas dan
memadai atas semua paradigma ini akan mengantarkan seseorang pada kearifan. Selanjutnya
kearifan membantu dalam memilih, merancang, atau memodifikasi pendekatan metodologi
konstruksi akuntansi syariah.

Metodologi konstruksi akuntansi syariah sedapat mungkin adalah metodologi yang paling
dekat dengan syariah, yaitu metodologi yang lebih holistik dibandingkan dengan lainnya.
Sebagai contoh misalnya, prespektif Khaifatullah fil Ardh tidak melihat realitas dalam bentuk
yang paling sederhana, yaitu realitas materi. Tetapi melihatnya dalam prespektif yang lebih luas.
Pemahaman realitas yang demikian sangat berpengaruh sangat berpengaruh terhadap bentuk
akuntansi syariah. Konsekuensi yang harus diterima adalah bahwa akuntasi syariah tidak saja
merefleksikan realitas materi, tetapi juga realitas non materi.
Epistemologi berpasangan adalah sangat unik konstrusi ilmu pengetahuan. Dengan
epistemologi ini, metodologi akuntansi syariah menjadi rasional – intuitif dan bentuk akuntansi
syariah menjadi private public, kuantitatif-kualitatif, materi-spiritual, dan sterusnya.

Karena concern dari akuntansi syariah adalah mendorong manusia untuk kembali ke
Tuhan, maka sewajarnyalah konstruksi akuntansi syariah berangkat dari Tauhid. Bahwa nilai-
nilai akuntansi syariah yang dikandungnya menggiring pola pikir dan perilaku manusia pada
jaring-jaring kuasa ilahi (ontologi tauhid). Jelas bahawa akuntansi syariah adalah stimulan yang
digunakan untuk menggiring manusia pada ketundukan, kepasrahan dan penyatuan pada
Tuhan.Jadi akuntansi syariah menjadi kunci penting.

Epistemologi berpasangan memang selalu mewadahi konstruksi akuntansi syariah,


seperti misalnya terlihat pada analisis tentang konsep entity theory dan enterprise theory.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dijlaskan bahwa akuntansi modern dikembangkan
berdasarkan pada konsep entity theory. Entity theory memiliki bias kapitalisme dan
maskulinisme. Ini merupakan konsekuensi dari pandangan modernisme yang meletakkan nilai
maskulin dalam posisi sentral dan sebaliknya memarginalkan nilai-nilai feminim. Dengan
pandangan ini akuntansi modern menghasilkan informasi akuntansi bias (maskulin) dan dapat
menimbulkan destruksi terhadap kehidupan manusia dan alam.

Kebalikan entity theory, enterprise theory adalah bentuk teori yang lebih baik dari teori
yang pertama, karena teori ini memiliki nilai egoisme yang jauh lebih rendah. Entity theory
memang berbeda dengan enterprise theory, apalagi dibandingkan shari’ah enterprise theory.
Namun dalam kenyataannya, entity theory ini ternyata digunakan sebagai basis teori dalam
penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. (PSAK No.59). Meskipun PSAK
No. 59 dianggap sebagai Akuntansi Syariah Praktis, namun dalam kenyataannya masih banyak
mengandung bias-bias kapitalisme dan maskulinisme. Tinjauan dari sudut pandang Akuntansi
Syariah Filosofis-Teoritis sangan penting agar Akuntansi Syariah Praktis dapat bernuansa Islam.
BAB 2

WACANA AKUNTANSI SYARI’AH

A. Kondisi Objektif Lahirnya Paradigma Akuntansi Syari’ah

Lahirnya akuntansi syari’ah sekaligus sebagai paradigma baru sangat terkait dengan
kondisi objektif yang melingkupi umat Islam secara khusus dan masyarakat dunia secara
umum. Kondisi tersebut meliputi :

1. Norma Agama

Ajaran normatif agama sejak awal keberadaan Islam telah memberikan persuasi
normatif bagi para pemeluknya untuk melakukan pencatatan atas segala transaksi dengan
benar/adil sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT. Dalam Al-Baqarah [2]: 282.

Ayat inilah yang sebetulnya memberikan dorongan kuat bagi umat Islam untuk
menggunakan akuntansi dalam setiap bisnis dan transaksi yang dilakukannya. Di samping
itu, juga ada ayat-ayat lain yang sangat kondusif bagi mereka untuk melakukan pencatatan,
yaitu ayat-ayat tentang kewajiban membayar zakat. Ayat-ayat tersebut adalah [QS. Al-
Taubah [9]: 103.

Dalam dunia nyata, tradisi Islam dengan ayat-ayat yang telah disebutkan di atas
mampu menciptakan budaya akuntansi pada tingkat negara maupun individu.

Pada konteks negara, prosedur pencatatan sudah mulai dipraktikkan sejak masa
Khalifah Umar bin Khattab, yaitu pada periode 14-24 H (636-645 M).

Kemudian yang lain, terkait dengan manusia Muslim sebagai seorang individu yang
memiliki kewajiban untuk membayar zakat, mau tidak mau individu tadi harus melakukan
pembukuan atau paling tidak melakukan perhitungan untuk menentukan seberapa besar
zakat yang harus dibayarkannya.
Namun demikian, kita mesti ingat bahwa ayat-ayat yang telah menciptakan budaya
akuntansi ini tidak hanya berlaku pada masa yang lalu, tetapi juga berlaku pada masa
sekarang.

2. Kontribusi Umat Islam

Di samping teknik pembukuan dimana akuntansi modern berkembang dengan basis


sistem tata buku berpasangan (double entry book-keeping system) juga pengenalan angka
Arab-Hindu, ilmu aljabar (matematika), dan sistem perdagangan merupakan faktor
pemberi kontribusi terbesar bagi berkembangnya akuntansi modern saat ini.

Bentuk dan perkembangan akuntansi juga sangat tergantung pada pengukuran yang
ditulis dalam bentuk angka-angka, yang kemudian kita kenal sebagai angka Arab-Hindu.
Berkaitan dengan ini, pada masa Khalifah Al-Ma’mun (813-833 H) yang berpusat di kota
Baghdad, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang aljabar, kedokteran, astronomi,
produksi barang mewah, dan teknik perdagangan telah begitu maju. Majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi dan teknologi ini tidak terlepas dari penggunaan angka Arab-
Hindu tadi. Angka Arab-Hindu ini merupakan hasil sintesis dari budaya Arab dan Hindu
dan angka nol ditemukan dan difungsikan oleh orang Islam.

3. Sistem Ekonomi Kapitalis

Geliat kapitalisme tidak dapat dipungkiri telah merambah dan menjerat setiap
penjuru dan sudut kehidupan manusia. Gerak pikir dan perilaku kita secara sadar atau tidak
berada dalam pangkuan pengaruh kapitalisme ini. Kekuatan yang besar ini dengan nyata,
atau samar, mengkooptasi dan mengeksploitasi kehidupan manusia dan alam semesta
secara sistematis.

Akuntansi modern juga tidak terlepas dari pengaruh ini. Ia tidak lebih sebagai
instrumen mati yang digunakan unttuk lebih memperkokoh kekuatan kapitalisme. Wajah
akuntansi yang telah dibentuk oleh kapitalisme dengan nyata menyebarkan informasi bagi
para penggunanya untuk mengambil keputusan dan aktivitas ekonomi. Aktivitas iniadalah
nyata dan membentuk realitas sosial. Ini berarti jaringan kuasa kapitalisme semakin
diperkuat.
4. Perkembangan Pemikiran

Instrumen penyebar ide Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah didirikan di Hernon,
Amerika Serikat, yang dikenal dengan nama International Institute of Islamic Thought
(IIIT). Di Indonesia lembaga ini didirikan sebagai cabang yang independen dengan nama
International Institute of Islamic Tought Indonesia (IIIT) pada November 1999 yang lalu.

IIIT melakukan Islamisasi terhadap ilmu pengetahuan sosial, seperti: antropologi,


ekonomi, psikologi, sosiologi, dan lain-lainnya. Di Indonesia, IIIT-I memfokuskan diri
pada konstruksi dan pengembangan Ekonomi Islam. Upaya ini dilakukan pada dua tingkat,
yaitu pada tingkat konsep teoretis dan tingkat praksis.

Penekanan pada ekonomi Islam cukup relevan dengan kondisi di Indonesia saat ini.
Pertama, sistem ekonomi Islam melalui bank syari’ahnya memberikan alternatif sistem
perbankan yang tahan terhadap krisis ekonomi. Kedua, pemerintah Indonesia mendukung
praktik perbankan syari’ah ini dengan mengeluarkan UU No. 10/1998 tentang Perubahan
UU No. 7/1992 tentang Perbankan dan perkembangan terakhir dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syari’ah yang terbit tanggal 16
Juli 2008. Ketiga, beberapa lapisan masyarakat sangat mendukung dan bahkan marupakan
pionir bagi berdirinya bank syari’ah, seperti pelopor berdirinya BPR-BPR syari’ah di
Bandung, dan Bank Muamalat Indonesia di Jakarta sebelum 1992.

B. Aliran Pemikiran

Ketika di Indonesia untuk pertama kalinya yaitu tahun 1997 istilah akuntansi syari’ah
diluncurkan, wacana ini menggema dan berkembang begitu cepat. Bahkan akuntansi syari’ah
ini membelah menjadi dua bagian yaitu akuntansi syari’ah filosofis-teoretis dan akuntansi
syari’ah praktis mirip sel hidup yang mebelah dan membiakkan diri. Keduanya eksis secara
positif memperkaya khazanah kajian dan praktik akuntansi syari’ah.

1. Akuntansi Syari’ah Filosofis-Teoretis


Pada tingkatan filosofis-teoretis ini wacana difokuskan pada metodologi bagaimana
kita bisa membangun dan mengembangkan akuntansi syari’ah. Wacana ini dimulai dari
tujuan akuntansi sayri’ah itu sendiri, dan diteruskan pada teorinya.

Tujuan akuntansi disajikan sangat bervariasi. Misalnya, dengan menggunakan teologi


pembebasan tauhidnya menetapkan tujuan akuntansi syari’ah sebagai instrumen untuk
membebaskan manusia dari ikatan jaringan kuasa kapitalisme atau jaringan kuasa lainnya
yang semu, dan kemudian diikatkan pada jaringan kuasa Ilahi. Dengan informasi yang
dihasilkan oleh akuntansi syari’ah ini akan tercipta realitas tauhid, yaitu realitas yang sarat
dengan jaringan kuasa tauhid yang mendorong manusia pada kesadaran tauhid.

Metodologi adalah semacam instrumen yang digunakan untuk menghasilkan sebuah


teori. Jika metodologi yang digunakan adalah metodologi yang berdasarkan pada nilai
etika syari’ah, maka dapat dipastikan bahwa teori akuntansi yang dibangun mengandung
nilai-nilai syari’ah. Tetapi sebaliknya bila dibangun dengan nilai kapitalisme, maka teori
akuntansi yang dihasilkan juga mengandung nilai kapitalisme.

2. Akuntansi Syari’ah Praktis

Akuntansi Syari’ah praktis adalah akuntansi (syari’ah) yang sudah dipraktikkan


dalam dunia nyata. Di Indonesia dan dunia internasional, akuntansi syari’ah hanya
dipraktikkan di lembaga keuangan syari’ah, yaitu bank syari’ah.

PSAK No. 59 dibuat dengan merujuk pada Accounting and Auditing Standards for
Islamic Financial Institutions yang dibuat oleh Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institutions (AAOIFI) pada 1998. Langkah ini sangat positif, karena
sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan teknis dari bank-bank syari’ah yang
jumlahnya semakin meningkat akhir-akhir ini.

Selain PSAK No. 59, Ikatan Indonesia juga telah mengeluarkan PSAK No. 101
tentang Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah, PSAK No. 102 tentang Akuntansi
Murabahah, PSAK No. 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK No. 104 tentang Akuntansi
Istishna’, PSAK No. 105 tentang Akuntansi Mudharabah, dan PSAK No. 106 tentang
Akuntansi Musyarakah. Semuanya sangat membantu dalam memperkuat berjalannya
operasi perbankan syari’ah di Indonesia.

Penutup

Akuntansi syari’ah memiliki tujuan normatif yang ideal, yaitu menciptakan realitas tauhid.
Realitas ini adalah realitas sosial yang mengandung jaringan kuasa Ilahi yang mengikat dan
memilih kehidupan manusia dalam ketundukan pada Tuhan. Untuk sampai pada tujuan ini
diperlukan instrumen untuk membangun dan membentuk akuntansi syari’ah, yaitu dengan cara
menggunakan epistemologi dan metodologi syari’ah.
Daftar Pustaka

Baydoun, N and Roger Willet. 1994. Islamic accounting theory. The AAANZ Annual Confrence.

Chryssides, George D. An Jhon H. Kaler. 1993. An Introduction to Bussiness Ethics. London:


Champman & Hall.

Chwastiak, Michele. 1999. Deconstructing the principle-agent model: a view from the bottom.
Critical Perspectives on Accounting. Vol. 10 No. 4: 425-441.

Francis, Jere R. 1990 After virtue? Accounting as a moral and discursive practice. Accounting
Auditing and Accountability Journal 3 (3): 5-17.

Gambling, Trevor and Rifat Ahmet Abdul Karim. 1991. Bussiness an Accounting Ethics in
Islam. London: Mansell.

Harahap, Sofyan Syafri . 1997. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Askara

Hines, D. Ruth. 1992. Accounting Filling The Negative Space. Accounting Organization, and
Society 17 (3/4): 313-41

Anda mungkin juga menyukai