Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejarah merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan merupakan pristiwa
yang unik dan berlaku hanya sekali dan tidak akan terulang kedua kalinya. Oleh karena itu,
orang yang tidak beradab, berkhayal, bahwa masa lalu tidak perlu dihiraukan lagi.
Pandangan ini sungguh sangat keliru, dan cenderung apriori sekaligus tidak memiliki
argumentasi yang kuat.
Persoalan peradaban jauh lebih penting dari aspek-aspek yang menjadi pendorong
munculnya kejayan Islam dalam sejarah terletak pada tingginya peradaban yang di upayakan
melalui ilmu pengetahuan. Adanya dukungan dari kebijakan politik dan ekonomi dalam
memberikan simulasi bagi kegiatan-kegiatan keilmuan, dapat mendorong berkembangnya
tradisi keilmuan bagi siapa saja yang menghendakinya. Pembahasan sejarah perkembangan
peradaban islam yang sangat panjang dan luas itu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan
sejarah perkembangan politiknya. Tidak hanya politik yang menentukan perkembangan
aspek-aspek peradaban tertentu melainkan karena sistem politik dan pemerintah itu sendiri
merupakan salah satu aspek penting dari peradaban.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pembaharuan dalam Islam itu ?
2. Bagaimana latar belakang pembaharuan dalam Islam ?
3. Sebutkan beberapa tokoh pembaharuan dalam Islam serta pemikirannya !

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian pembaharuan dalam Islam.
2. Mengetahui latar belakang serta tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembaharuan Dalam Islam


Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata
modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama. Dalam
masyarakat barat kata modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya.
Agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan
Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
terknologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah,
mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan
paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena
betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau
itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrungan, pengetahuan,
situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih
banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak
sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada
kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika
bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya
adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau
dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur mengatakan, “Pembaharuan agama itu
mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi
pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama
sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-
amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama”.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah
menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun
orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud ,
no. 3740).

2
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau
mengubah agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya
adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan
yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Termasuk
“mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid
(mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan
jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan
dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di
saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang
mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid
sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau
menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama
sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2
bentuk:
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari
hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah
kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam
dalam keseharian mereka.
Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan
berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan
jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya
adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita
dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam.
Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan
terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Banyak sekali peristilahan yang digunakan para penulis yang dalam bahasa
Indonesia berkonotasi pembaharuan, seperti :
1. Tajdid, Ishlah, dan Reformasi
Tajdid sering diartikan sebagai ishlah dan reformasi; karena itu, gerakannya disebut
gerakan tajdid, gerakan ishlah, dan gerakan reformasi. Tajdid menurut bahasa Al-i’adah wa
Al-ihya’, mengembalikan dan menghidupkan. Tajdid al-din, berarti mengembalikannya
kepada apa yang pernah ada pada masa salaf, generasi muslim awal. Tajdid al-Din menurut
istilah ialah menghidupkan dan membangkitkan ilmu dan amal yang telah diterangkan oleh
al-Quran dan al-Sunnah . Ulama salaf memberikan ta’rif tajdid sebagai berikut :

3
Menerangkan/membersih-kan Sunnah dari bid’ah memperbanyak ilmu dan memu-
liakannya, membenci bid’ah dan menghilangkannya”. Selanjutnya tajdid dikatakan sebagai
penyebaran ilmu, meletakkan pemecahan secara Islami terhadap setiap problem yang muncul
dalam kehidupan manusia, dan menentang segala yang bid’ah. Tajdid tersebut di atas dapat
pula diartikan sebagaimana dikatakan oleh ulama salaf menghidupkan kembali ajaran salaf
al-shaleh, meme-lihara nash-nash, dan meletakkan kaidah-kaidah yang disusun untuknya
serta meletakkan metode yang benar untuk memahami nash tersebut dalam mengambil mak-
na yang benar yang sudah diberikan oleh ulama.
Dari definisi di atas nampak, bahwa tajdid tersebut mendorong umat Islam agar
kembali kepada al-Quran dan sunnah serta mengembangkan ijtihad. Inilah makna tajdid
yang dianut oleh kaum puritan yang selama ini suaranya masih bergema. Tajdid seperti ini
pula yang di-katakan sebagai ishlah atau reformasi dalam Islam. Refor-masi itu sendiri,
berdasarkan sejarahnya, muncul akibat modernisasi muncul sebagai reaksi atas reformasi.
Reformasi adalah vis a vis modernisasi. Reformasi sebagai akibat adanya penyimpangan
agama dan teologi yang disebabkan oleh adanya sekularisme modern (reformation as a
religious and theological and the cauce of modern secularism).

2. ‘Ashriyah dan Modernisasi


Istilah modernisasi atau ashriyah (Arab) diberikan oleh kaum Orientalis terhadap
gerakan Islam tersebut di atas tanpa membedakan isi gerakan itu sendiri. Modernisasi, dalam
masyarakat Barat, mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk merubah
faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagai-nya untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Tatkala umat Islam kontak dengan Barat, maka modernisasi dari Barat membawa
kepada ide-ide baru ke dunia Islam, seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi, dan lain
sebagainya.
Penyesuaian ajaran seperti di atas disebut modern karena dalam sejarahnya agama
Katholik dan Protestan dahulu diajak menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan
falsafat modern. Sayangnya, modernisaai di Barat ini akhirnya membawa kepada
sekularisasi. Jika seandainya demikian ternyata perkataan modern tidak sedikit dampaknya
dan bahayanya dalam pemahaman agama, seandainya tidak ada filter-filter tertentu untuk
menyaringnya sebagaimana terjadi di dunia Barat tadi. Itulah sebabnya barangkali Harun
Nasution tidak begitu sreg menggunakan kata modern sebagai gantinya dipilih kata
pembaharuan.

4
3. Revivalisasi, Resurgensi, Renaisans, Reasersi
Kesemua peristilahan di atas mengandung arti tegak kembali atau bangkit kembali.
Peristilahan revivalisasi, pada dasarnya, banyak sekali digunakan oleh para penulis.
Penulis lain mengungkapkan kebangkitan kembali dengan kata resurgence.
Chandra Muzaffar yang mengemukakan istilah ini dalam tulisannya Resurgence A. Global
Vew menyatakan bahwa adanya perbedaan antara istilah revivalis dengan resurgence.
Resurgence adalah tindakan bangkit kembali yang di dalamnya mengandung unsur :
1. Kebangkitan yang datang dari dalam Islam sendiri dan Islam dianggap penting karena
dianggap mendapatkan kembali prestisenya;
2. Ia kembali kepada masa jayanya yang lalu yang pernah terjadi sebelumnya;
3. Bangkit kembali untuk menghadapi tantangan, bahkan ancaman dari mereka yang
berpengalam-an lain.
Revivalisme juga berati bangkit kembali, tetapi kembali ke masa lampau, bahkan
berkeinginan untuk meng-hidupkan kembali yang sudah usang. Renaisans, jika hanya
diartikan secara umum nampaknya membangkitkan kembali ke masa-masa yang sudah
ketinggalan zaman, bahkan ada konotasi menghidupkan kembali masa Jahiliyah,
sebagaimana renaisans di Eropa yang berarti menghidupkan kembali peradaban Yunani. Jika
istilah ini terpaksa digunakan, maka Renaisans Islam harus berarti tajdid. Sementara itu
reassertion berarti tegak kembali tetapi tidak mengandung tan tangan terhadap masalah sosial
yang ada.
Sebagaimana halnya di barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan
untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang
ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian
itu pemimpin-pemimpin Islam modern berharap akan dapat melepaskan umat Islam nilai
suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa pada kemajuan.
Akan tetapi di sebagian umat Islam tradisional hingga sat ini tampak ada perasaan
masih belum mau menerima apa yang di maksud dengan pembaharuan Islam. Hal ini, antara
lain disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaharuan dalam Islam.
Mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam yang sama
diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan hasil
Ijtihad ulama besar yang dalam ilmunya taat beribadah dan unggul kepribadiannya.
Sedangkan ulama yang sekarang di pandang kurang mendalami ilmu agamanya, kurang taat,
dalam beribadahnya, dan kurang baik budi pekertinya. Oleh Karena itu mereka masih
beranggapan bahwa pemikiran ulama di abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu
diganti dengan pemikiran ulama sekarang.

5
Selain itu ada pula yang memahami pembaharuan Islam dengan mengubah Al-
Quran dan Hadits, memahami Al-Quran dan Hadits menurut selera orang yang
memahaminya atau mencocokan makna Al-Quran dan Hadits dengan makna yang dimaui
oleh orang-orang yang menafsirkannya, sehingga Al-Quran dan Hadits seperti yang terdapat
dalam segala perbuatan yang dilakukan manusia. Dengan kata lain, pembahasan Islam
mereka persepsikan dengan upaya mencocokkan kehendak Al-Quran dan Hadits dengan
kehendak orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang untuk hidup sesuai dengan Al-
Quran dan Hadits. Persepsi demikian hingga kini tampak di pegang terus oleh sebagian umat
Islam Tradisional tanpa mau melakukan dialog atau diskusi dengan para tokoh Pembaharu
Islam, sehingga munculah istilah kaum modernis dan kaum tradisional. Modern berarti
terbaru, mutakhir atau sikap dan cara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman.
Sedangkan modernisasi adalah pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat
untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.

Selain itu pembaharuan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat
agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran dan Sunnah. Hal ini perlu dilakukan,
karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Quran dengan kenyataan yang terjadi
di masyarakat. Al-Quran misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama
dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi secara seimbang; hidup bersatu, rukun, dan
damai sebagai suatu keluarga besar; bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka,
menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, menyukai kebersihan, dan lain
sebagainya. Namun kenyataan umatnya menunjukan keadan yang berbeda. Sebagaian besar
umat Islam hanya mengetahui pengetahuan agama sedangkan ilmu pengetahuan modern
tidak dikuasai bahkan dimusuhi; hidup dalam keadaan penuh pertentangan dan peperangan,
satu dan lainnya saling bermusuhan, statis, memandang cukup apa yang ada, tidak ada
kehendak untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, bersikap diktator, kurang
menghargai waktu, kurang terbuka, dan lain sebagainya. Sikap dan pandangan hidup umat
demikian jelas tidak sejalan dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah, dan hal demikian harus
diperbarui dengan jalan kembali kepada dua sumber ajaran Islam yang utama itu. Dengan
demikian, maka pembaruan Islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan
pandangan hidup umat agar sejalan dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah.

6
B. Latar Belakang Pembaharuan Dalam Islam

Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah
daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui
Pesia sampai India.
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan
di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir
dan ulama besar seperti ; Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hambali.
Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir
dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, non-agama
maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi
dasar dari ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad
selanjutnya.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka tugas memelihara dan
menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu
pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam
adalah:
a. Paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-
kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci
dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
b. Sifat Jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha. Umat Islam maju di
zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama umat
Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin
mengalami kemajuan. Untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan.
c. Umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami
kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya
persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat
Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
d. Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak
ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat,
terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara
Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam

7
peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat
pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang baru
muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki
Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di
bidang lain disertakan pula.
Pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat
muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya,
yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya.
Memperbaharui dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan umatnya.
Oleh karena itu, pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk
melawan segala kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran agama
Islam itu.
Adapun yang melatarbelakangi pemikiran politik Islam adalah:
a. Kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor internal dan
yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian.
b. Rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam yang
berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat tersebut.
c. Keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi, dan organisasi.
Ketiga hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam
yakni banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi tentang
system politik Islam, tetapi lebih kepada konsepsi perjuangan politik umat Islam terhadap
kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan kolonialis Barat. Perhatian mereka
lebih banyak dipusatkan pada perjuangan pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau
dominasi Barat. Kalau gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya
menimbulkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India
melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar.
Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu
suatu aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya,
umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu
diamalkan oleh generasi pertama Islam.
Pemerintahan yang ideal menurut Muhammad Abduh kurang lebih seperti yang
diangankan oleh ahli-ahli hukum pada abad pertengahan, penguasa yang adil, yang
memerintah sesuai dengan hukum dan bermusyawarah dengan para pemimpin rakyat.

8
Kemunculan ide pembaruan dilatarbelakangi oleh suatu proses yang panjang.
Sejak awal abad ke-2 H (8M). Islam dalam perkembangan dakwahnya yang makin meluas
mengharuskan Islam berinteraksi dengan peradaban dan agama lain. Sehingga timbul
pergolakan pemikiran antara Islam dengan pemikiran asing. Hal ini mendorong para pemikir
Islam untuk membahas aqidah Islam dari berbagai segi. Termasuk mengemukakan
argumentasi untuk mempertahankan aqidah Islam ketika menghadapi aqidah lain (terutama
Nashrani dengan menggunakan cara berfikir filsafat Yunani). Akhirnya untuk menghadapi
orang-orang Nashrani, umat Islam pun mempelajari filsafat untuk membantah tuduhan-
tuduhan terhadap aqidah Islam, yang pada perkembangannya disebut dengan ilmu kalam.
Ilmu kalam ini dikembangkan oleh generasi setelah shahabat (khalaf) yang
berbeda dengan generasi shahabat (salaf). Kalangan khalaf telah membahas lebih jauh
tentang dzat Allah dengan menggunakan metode pembahasan filosof Yunani. Metode ini
menjadikan akal sebagai dasar pemikiran untuk membahas segala hal tentang iman.
Para pemikir Islam berusaha mempertemukan Islam dengan pemikiran filsafat
ini. Cara berfikir ini memunculkan interpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagian
arti dan hakekat Islam yang sebenarnya. Hal ini ditambahkan dengan masuknya orang-orang
munafik ke tubuh umat Islam. Mereka merekayasa pemikiran dan pemahaman yang bukan
berasal dari Islam dan justru menimbulkan saling pertentangan. Terlebih lagi kelalaian kaum
muslimin terhadap penguasaan bahasa Arab dan pengembangan Islam yang terjadi sejak
abad ke-7 H, mengakibatkan Islam semakin mengalami kemerosotan.
Terkikisnya pemahaman Islam yang hakiki terus berlanjut sampai awal abad ke-
13 H. Saat itu umat Islam mulai mengupayakan pembaruan untuk memahami syariat Islam
yang akan diterapkan dalam masyarakat. Islam ditafsirkan tidak semata-mata selaras dengan
isi kandungan nash-nash.
Disaat kaum muslimin mengalami kemerosotan berfikir, cara pandang mereka
mulai teracuni oleh cara pandang asing. Tsaqofah Islam kian melemah. Upaya-upaya
pembaruan semakin merebak. Para pembaru memandang perlunya mengatasi masalah
dengan melakukan interpretasi hukum-hukum Islam agar sesuai dengan kondisi yang ada.
Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah umum dan hukum-hukum terperinci sesuai dengan
pandangan tersebut. Bahkan mereka membuat kaedah umum yang tidak berdasarkan
perspektif wahyu (Al-Quran dan Hadits).
Sampai dengan perempat ketiga abad ini, gerakan Islam lebih merupakan
pembaharuan dalam pengertian revitalitas atau semacam romantisme. Hampir seluruh
gerakan Islam dimotori oleh semangat menghidupkan kembali tradisi Islam Klasik sebagai
reaksi atas kebangkrutan kekuasaan politik Islam di satu sisi sementara didomonasi politik

9
dan intelektual Barat modern merupakan fenomena mondial. Gerakan Islam baik di Timur
Tengah maupun beberapa kawasan Asia seperti India bertumpu pada emansipasi politik dan
intelektual dalam romantisme dan revitalisasi di atas.
Walaupun kecendrungan di atas telah berhasil membebaskan beberapa kawasan
Islam dari kolonialisme dan membangkitkan kembali kepercayaan diri dunia Islam, namun
pembaharuan Islam bersifat eksternal. Di sisi lain, Negara-negara baru Islam pun berhadapan
dengan realitas baru tumbuhnya Negara bangsa yang merupakan wacana baru pemikiran
Islam.Tanpa suatu tradisi intelektual yang mampu berdialog dengan peradaban modern,
Negara-negara baru Islam mulai berhadapan dengan bagaimana membangun tata kehidupan
sebagai realisasi semangat dan pesan universal Islam. Pengembangan kehidupan sosial
muslimpun berhadapan dengan realitas obyektif yang kurang lebih serupa. Bagaimana
membangun peradaban Islam dalam masyarakat modern, sesungguhnya merupakan agenda
gerakan Islam masa depan.

C. Tokoh-tokoh dalam Pembaharuan Islam dan Pemikirannya


Adapun dari sekian banyak tokoh – tokoh pembaharuan Islam serta
pemikirannya, diantaranya :
a. Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab
Pemikiran-pemikiran Muhammad Ibn Abd Al-Wahab yang mempunyai pengaruh pada
perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke-19, yaitu :
1. Hanya al-Qur’an dan hadislah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam.
2. Taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya)
kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad (sebuah usaha yang sungguh-sunggu) terbuka.
b. Jamaludin Al-Afghani
Bentuk pengajaran Jamaluddin Al Afghani tersimpul dalam dua kesimpulan.
Pertama beliau menekankan supaya pengajaran agama Islam itu diperbaiki supaya sesuai
dan dapat mengikuti zaman modern dan kedua bertujuan untuk membebaskan negara-
negara Islam di Timur dari cengkaman kekuasaan Barat. Beliau senantiasa berpendapat
bahwa umat Islam telah merosot akhlaknya dan lemah semangat serta dikuasai oleh hawa
nafsu yang buas. Beliau menaruh keyakinan penuh bahwa kekuasaan negara Barat ke atas
negara-negara Islam adalah amat bahaya dengan keadaan demikian jika umat Islam tidak
berubah, mereka pasti akan menerima nasib yang lebih buruk lagi. Oleh karena itu, umat
Islam hendaknya bangkit untuk mengembalikan agama dan diri mereka sebagai umat yang
mulia lagi terpuji.

10
c. Muhammad Abduh
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh meliputi :
1. Pendidikan, Abduh menentang dualisme pendidikan yang memisahkan antara
pendidikan agama dari pendidikan umum.
2. Politik, Abduh menganggap perlu adanya pembatas kekuasaan suatu pemerintahan dan
perlunya kontrol sosial dari rakyat terhadap penguasa.
3. Taklid dan ijtihad, Abduh mengecam taklid dan menyerukan ijtihad karena
keterbelakangan dan kemunduran Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud
dikalangan uamat Islam.
d. Muhammad Rasyid Rida
Pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Rida secara gsris besar dapat di
kelompokakn menjadi 3,yaitu :
1. Keagamaan, menurut Rasyid Rida bahwa kemuduran yang di derita ummat Islam karena
mereka tidak mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya, mereka telah menyeleweng
dari ajaran tersebut. Untuk itu umat Islam harus dikembalikan pada ajaran Islam yang
semestinya dan ia juga menganjurkan pembaharuan salam bidang hukum yakni
penyatuan madzhab.
2. Pendidikan, Rasyid Rida mengajukan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum dengan
ilmu-ilmu agama Islam di sekolah-sekolah.
3. Politik, menurut Rasyid Rida bahwa paham nasionalisme bertentangan dengan ajaran
persaudaraan seluruh umat Islam.
e. Muhammad Iqbal
Pemikiran pembaharuan Muhammad Iqbal secara garis besar terdiri dari 3 bidang, yaitu :
1. Keagamaan, Muhammad Iqbal memandang bahwa kemunduran umat Islam di sebabkan
oleh kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan di tutupnya pintu ijtihad. Oleh karenanya
ijtihad di anggap sebagai prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan dalam hidup
sosial manusia sehingga ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan Islam.
2. Pendidikan, Muhammad Iqbal tidak menjadikan barat sebagai model pembaharuannya
karena menolak kapitalisme dan imperialisme yang dipengaruhi oleh materialisme dan telah
mulai meninggalkan agama. Yang harus diambil umat Islam dari barat hanyalah ilmu ilmu
pengetahuannya.
3. Politik, Muhammad Iqbal memandang bahwa India pada hakikatnya tersusun dari dua
bangsa Islam dan Hindu. Umat Islam India harus menuju pada pembentukan negara
tersendiri, terpisah dari negara Hindu di India sehingga beliau di pandang sebagai bapak
Pakistan.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata
modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama. Pembaharuan
Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan
yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi modern. Dengan demikian
pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-
Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
- Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari
hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan
berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
a. Paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan
yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal
lain yang membawa kepada kekufuran.
b. Sifat Jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha.
c. Umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan.
d. Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat.
Adapun dari sekian banyak tokoh – tokoh pembaharuan Islam diantaranya :
1. Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab
2. Jamaludin al-Afghani
3. Muhammad Abduh
4. Muhammad Rasyid Rida
5. Muhammad Iqbal

B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar dalam makalah ini masih
banyak kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaiannya. Untuk itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami perlukan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

12
DAFTAR PUSTAKA

1. http://syafieh.blogspot.com/2013/09/pemikiran-modern-dalam-islam-sebuah.html
diakses pada tanggal 17 September pukul 11.10 wib
2. http://belajar.dedeyahya.web.id/2011/10/pembaharuan-dalam-islam-dan-tokohnya.html
diakses pada tanggal 17 September pukul 11.15 wib
3. http://www.jomlayan.com/mybb/jamaluddin-al-afghani-t-3151.html diakses pada
tanggal 17 September pukul 11.15 wib
4. http///www.google.com. Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya
Pemurnian dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
5. http///ww.google.com. Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam

13

Anda mungkin juga menyukai