Blok 7 RESPIRASI
NIM : 1613010008
Definisi
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu kelainan dengan karakteristik berupa kolaps
secara berulang saluran napas atas baik sebagian maupun total yang terjadi pada saat tidur.
Kolaps saluran napas berhubungan dengan penurunan atau berhentinya aliran udara
meskipun masih terdapat effort untuk bernapas (DeBacker, 2006).
Kolaps saluran napas atas yang terjadi berhubungan dengan terjadinya episode tidur yang
terfragmentasi dan penurunan berulang saturasi oksihemoglobin (White, 2006).
Epidemiologi
Secara epidemiologi, OSA lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak.
Mendengkur karena kebiasaan, dijumpai pada masa anak-anak yang terjadi pada 7-9% dari anak-
anak pra sekolah dan anak usia sekolah.6 Schechter,3 mendapatkan prevalensi snoring berkisar
antara 3,2-12,1% bergantung kriteria inklusi yang dipakai. Gangguan pernafasan selama tidur
didapat pada kira-kira 0,7-10,3% dari anak-anak berusia 4 - 5 tahun.7,8 Kejadian OSA terjadi
pada anak semua umur termasuk neonatus.
Etiologi
Kondisi OSA berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih rendah, termasuk kualitas tidur
yang kurang, fungsi kognitif yang kurang, penurunan kesiagaan dan kewaspadaan serta
produktivitas yang rendah (Scott, 2003; Eckert & Malhotra, 2008).
Kondisi tersebut disertai peningkatan rasa mengantuk (sleepiness) pada OSA akhirnya
meningkatkan risiko kecelakaan kendaraan bermotor (George, 2007).
Salah satu penyebab OSA yang lain adalah obesitas. Pada dewasa obesitas merupakan
penyebab utama OSA sedangkan pada anak obesitas bukan sebagai penyebab utama.
Patogenesis
Patogenesis OSA pada anak belum banyak diketahui; terjadi jika didapatkan gangguan
antara faktor yang mempertahankan patensi saluran nafas dan komponen jalan nafas bagian atas
(misalnya ukuran anatomis) yang menyebabkan kolapsnya jalan nafas.
a) respons pusat ventilasi terhadap hipoksia, hiperkapnia, dan sumbatan jalan nafas;
b) efek pusat rangsangan dalam meningkatkan tonus neuromuskular jalan nafas bagian
atas;
Pasien dengan OSA mampu mempertahankan patensi saluran nafas bagian atas selama
bangun/tidak tidur, karena peningkatan tonus otot saluran nafas akibat input dari pusat kortikal
yang lebih tinggi. Namun selama tidur kolaps jalan nafas bagian atas terjadi pada saat inspirasi
dan kadang-kadang meningkatkan usaha bernafas. Pada anak lebih sering mengalami periode
obstruksi parsial saluran nafas yang berkepanjangan dan hipoventilasi dibandingkan orang
dewasa.
Keadaan apnea lebih jarang pada anak dan umumnya waktu lebih singkat daripada orang
dewasa. Hipoksia dan hiperkapnia terjadi akibat siklus obstruksi parsial atau total. Obstruktif
apnea menyebabkan peningkatan aktifitas otot-otot dilatator saluran nafas atas sehingga
mengakibatkan berakhirnya apnea. Pada anak dengan OSA arousal jauh lebih jarang, dan
obstruksi parsial dapat berlangsung terus selama berjam-jam tanpa terputus. (Schechter,2002)
Gambaran klinis
Kesulitan bernafas pada saat tidur yang biasanya berlangsung perlahan-lahan. Sebelum
gejala kesulitan bernafas terjadi, mendengkur merupakan gejala yang mula-mula timbul.
Dengkuran pada anak dapat terjadi secara terus menerus (setiap tidur) ataupun hanya pada posisi
tertentu saja.
Pada OSA, pada umumnya anak mendengkur setiap tidur dengan dengkuran yang keras
terdengar dari luar kamar dan terlihat episode apnea yang mungkin diakhiri dengan gerakan
badan atau terbangun Sebagian kecil anak tidak memperlihatkan dengkur yang klasik, tetapi
berupa dengusan atau hembusan nafas, noisy breathing (nafas berbunyi). Usaha bernafas dapat
terlihat dengan adanya retraksi. Posisi pada saat tidur biasanya tengkurap, setengah duduk, atau
hiperekstensi leher untuk mempertahankan patensi jalan nafas. (Schechter,2002)
Gejala utama Obstructive Sleep Apnea / OSA adalah mendengkur. Gejala lain berupa ada
periode apnea / tidak bernapas, bisa beberapa detik sampai dengan 1 menit, suara dahak di
tenggorokan waktu tidur, berkeringat, nyeri dada, lemah, mudah lupa, sulit berkonsentrasi, cepat
lelah dan biasanya penderita gemuk. ( Iswanto. 2009. )
PF
Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat pernafasan melalui mulut, adenoidal facies,
midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau kelainan kraniofasial lainnya, obesitas, gagal
tumbuh, stigmata alergi misalnya alergic shiners atau lipatan horizontal hidung.
Patensi pasase hidung harus dinilai, perhatikan adanya septum deviasi atau polip hidung,
ukuran lidah, integritas palatum, daerah orofarings, redudant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan
ukuran uvula, mungkin ditemukan pectus excavatum. Paru-paru biasanya normal pada
pemeriksaan auskultasi. Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi
pulmonal misalnya peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel kanan.
Pemeriksaan neorologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status
perkembangan. (Schechter,2002)
Hal-hal yang harus dinilai pada pemeriksaan fisik adalah IMT, ukuran lingkar leher,
keadaan rongga hidung (deviasi septum, hipertrofi konka, polip, adenoid), perasat Mueller
(untuk menilai penyempitan veloorofaring), penilaian Friedman tounge position (modifikasi
Mallampati), bentuk palatum mole, bentuk uvula, palatal flutter, palatal floppy, ukuran tonsil dan
penyempitan peritonsil lateral. Populasi dewasa dengan IMT >30 kg/m2 memiliki prevalensi
OSA >50%. Perlu diketahui bahwa penilaian IMT dan lingkar leher tidak memiliki predictive
abilities pada wanita. Mendengkur memiliki positive predictive value (PPV) 63% dan negative
predictive value (NPV) 56% pada OSA. (Welch KC, Goldberg AN, 2008)
Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat pernafasan melalui mulut, adenoidal facies,
midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau kelainan kraniofasial lainnya, obesitas, gagal
tumbuh, stigmata alergi misalnya allergic shiners atau lipatan horizontal hidung.15 Patensi
pasase hidung harus dinilai, perhatikan adanya septum deviasi atau polip hidung, ukuran lidah,
integritas palatum, daerah orofarings, redudant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan ukuran uvula,
mungkin ditemukan pectus excavatum. Paru-paru biasanya normal pada pemeriksaan auskultasi.
Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal misalnya
peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel kanan. Pemeriksaan
neorologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status perkembangan (Sari
Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 77 – 84)
Diagnosis
1. Pasien melaporkan rasa kantuk di siang hari, unrefreshing sleep, kelelahan, insomnia,
dan / atau episode tidur yang tidak disengaja selama terjaga. Pasien terbangun dengan
distress napas, napas terengah-engah, atau tersedak. Pasangan tempat tidur pasien
melaporkan pasien mendengkur keras, adanya interupsi pernapasan, atau keduanya
selama pasien tidur.
2. Polisomnografi (PSG) menunjukkan lebih dari 5 tipe pernapasan (misalnya, apnea,
hypopneas, RERAs) per jam tidur dan / atau bukti usaha pernapasan selama semua atau
sebagian dari setiap tipe pernapasan.
3. PSG menunjukkan lebih dari 15 peristiwa pernafasan diberikan skor (misalnya, apnea,
hypopneas, RERAs) per jam tidur dan / atau bukti usaha pernapasan selama semua atau
sebagian dari setiap peristiwa pernapasan.
4. Gangguan lain saat tidur, gangguan medis atau neurologis, penggunaan obat, atau
penggunaan narkoba yang mempengaruhi kondisi pasien.
A. Polisomnografi
Cara definitif untuk menegakkan diagnosis OSA dengan pemeriksaan
polisomnografi pada saat tidur. Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk
menegakkan diagnosis OSA.
Pada anak, tanda dan gejala obstructive sleep apnea lebih ringan dari pada orang
dewasa; karena itu diagnosisnya lebih sulit dan harus dipertegas dengan polisomnografi.
Polisomnografi juga akan menyingkirkan penyebab lain dari gangguan pernafasan selama
tidur. Pemeriksaan ini memberikan pengukuran yang objektif mengenai beratnya
penyakit dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengevaluasi keadaannya setelah
operasi. (Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005)
B. Uji tapis
Mengingat bahwa polisomnografi memerlukan waktu, biaya yang mahal, dan
belum tentu tersedia di fasilitas kesehatan, maka diperlukan suatu metode lain sebagai uji
tapis. Uji tapis yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner.
Screening OSA
Pemeriksaan Oksimetri pada saat tidur malam hari sebagai skrining OSA, memiliki
sensitivitas sebesar 31%. Kombinasi dari semua faktor di atas dapat meningkatkan
predictive abilities antara 60-70%.
(Friedman M. 2009)
D. Pemeriksaan laboratorium
Pertanda hipoksia kronis seperti polisitemia atau peningkatan ekskresi metabolit
ATP kadang-kadang digunakan sebagai indikator non spesifik OSAS. Pasien dengan
hiperkapnia kronis selama tidur dapat mengalami peningkatan bikarbonat serum yang
persisten akibat kompensasi alkalosis metabolik. Beberapa jenis sitokin diketahui
mempunyai efek somnogenik dan berperan penting dalam proses tidur. Interleukin-1 dan
TNF-α dapat meningkatkan slow wave sleep dan pemberian anti TNF-α anti body dapat
menghambat fase NREM. Irama sirkadian dari pelepasan TNF-α mengalami gangguan
pada pasien OSA, kadar puncak fisiologis pada malam harinya menghilang sedangkan
pada siang hari kadar puncaknya meningkat. (Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September
2005)
Komplikasi
Komplikasi OSA terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal, asidosis, sleep fragmentation.
1. Komplikasi neurobehavioral
2. Gagal tumbuh
3. Komplikasi kardiovaskular
4. Enuresis
5. Penyakit respiratorik
Jika kalian akan merujuk pasien OSA, maka akan kalian rujuk kemana, spesialis
apa. Dirujuk ke dokter yang berkompeten dibidangnya dalam hal ini, dokter spesialis Paru
dan dapat juga bermanifestasi ke kardiovaskuler jadi bisa juga dirujuk ke dokter spesialis
jantung atau kardiovaskuler.
Modifikasi pola hidup dengan penurunan berat badan pada pasien OSA ringan terbukti
menunjukkan perbaikan gejala, derajat OSA dan kualitas hidup (Tuomilehto et al., 2009).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Yamaguchi bahwa total health promotion plan
merupakan kunci keberhasilan mengendalikan kecelakaan dalam kerja melalui pengendalian
kelelahan.
Total health promotion plan dapat dilakukan melalui lifestyle programme antara lain
menjauhi asap rokok, nutrisi, minum air minimal 2 liter perhari, olahraga teratur, kontrol berat
badan ideal, cukup tidur, konsultasi dengan dokter apabila stress dan ada gangguan kesehatan
disamping untuk pemeliharaan kesehatan.
Definisi
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru dan
“konis” berarti debu. Terminologi pneumokoniosis pertama kali digunakan untuk
menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi debu mineral.
Etiologi
1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis), asbes
(asbestosis)
2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumoconiosis batubara
3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti kapas (bisinosis)
Jenis pneumoconiosis
Jenis Pneumokoniosis
Asbes Asbestosis
Silika Silikosis
Besi Siderosis
Berilium Beriliosis
Timah Stanosis
Aluminiu Aluminosis
Zirkonium Pneumokoniosis
Gejala pernapasan lainnya seperti sesak napas terutama saat melakukan aktifitas dan nyeri
dada. Gejala non respirasi yang mungkin terjadi adalah terdapat bengkak di kaki dan tungkai yang
merupakan komplikasi lanjut. (Miller BG, MacCalman L. 2010)
Untuk menegakkan diagnosis dari penyakit ini diperlukan anamnesis yang cermat
terhadap: Keluhan yang dirasakan oleh penderita, riwayat pekerjaan seperti lama bekerja,
penempatan tugas, dan lingkungan, kebiasaan penderita seperti menggunakan alat pelindung diri
(APD) dan kebiasaan merokok. (Ngurah Rai IB. 2003)
PF
Pemeriksaan Tambahan
1. Pengobatan ditujukan untuk mengurangi permasalahan lebih lanjut dan faktor aktif
lain, seperti merokok
2. Pencegahan dan pengobatan untuk komplikasi misalnya pneumonia dengan antibiotic
juga perlu dilakukan
3. Penekanan debu dengan pengendalian teknis, dimana pekerja harus memakai masker,
tutup kepala bertekanan
4. Pemberian oksigen jika terjadi komplikasi lebih lanjut
5. Bila terjadi gagal napas, berikan nutrisi dengan kalori yang cukup
6. Terapi umum yang dilakukan yaitu :
a. Istirahat dalam hal ini tidak selalu perlu dirawat inap, dan
b. Diet : cairan harus cukup
7. Obat pertama yang digunakan yaitu
Kartimoksazol + asam folat → obat pilihan 14 – 21 hari
8. Obat alternatif yang digunakan yaitu :
a. Pentamidin parenteral
b. Klidamisin parenteral + primakuin
c. Trimtreksat + leukovorin.
Edukasi kasus Pneumokoniasis
Doghramji PP, Lieberman JA, Gordon ML. 2007. Stay Awake! Understanding, Diagnosing and
Successfully Managing Narcolepsy. JFP ; 56(11):17-32.
Friedman M. 2009. Friedman tongue position and the staging of obstructive sleep apnea/
hypopnea syndrome. In: Friedman M, editor. Sleep apnea and snoring, surgical and non
surgical therapy. China: Elsevier; . p.105-6
International Labour Organization. Guidelines for the use of the ILO International Classification
of Radiographs of pneumoconiosis. Revised edition 2000. Geneva; International Labour Office,
2002.
Iswanto. 2009. Gangguan Bernapas Saat Tidur. Dalam Seminar Hubungan mendengkur dan
Stroke. Yogyakarta:RS.Bethesda
and Exposure to Respirable Dust and Quartz. Occup Environ Med ;67: 270–6
Ngurah Rai IB. 2003. Pneumokoniosis. Patogenesis dan Gangguan Fungsi. In:
Patil SP, Scheneider H, Schwartz AR, Smith PL. Adult Obstructive Sleep Apnea:
Pathophysiology And Diagnosis. Chest Journal 2007; 132:325-37.
Schechter MS, Technical report: Diagnosis and management of childhood obstructive sleep
apnea syndrome. Pediatrics 2002; 109:1-20.
Welch KC, Goldberg AN. 2008. Sleep Disorders. In: Lalwani AK, Editor. Current Diagnosis &
Treatment, Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill
Companies LANGE; p.535-47.