Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tentang teori yang mendukung penelitian meliputi: 1)

Kusta 2) kerusakan Integritas kulit dan 3) Konsep Asuhan

2.1 KONSEP KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT

2.1.1 Definisi

kerusakan integritas kulit adalah perubahan atau gangguan epidermis dan

dermis. (Nanda, 2014) Kerusakan Integritas Kulit adalah keadaaan ketika

seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kerusakan jaringan

epidermis dan dermis (Lynda, 2007).) Kerusakan Integritas kulit adalah

keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko terhadap

kerusakan jaringan epidermis dan dermis atau jaringan (membran mukosa,

kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul, sendi dan ligamen).

(SDKI, 2016)

2.1.2 Batasan karateristik

a. Kerusakan lapisan kulit (dermis)

b. Gangguan permukaan kulit (epidermis)

c. Invasin struktur tubuh

2.1.3 Faktor yang berhubungan

Eksternal:

a. Zat kimia, radiasi

b. Usia yang ekstrim

c. Kelembapan

d. Hipertermia, hipotermia

8
9

e. Faktor mekanik (mis.. gaya gunting[shearing forces])

f. Medikasi

g. Lembab

h. Imobilitas fisik

Internal:

a. Perubahan status cairan

b. Perubahan pigmentasi

c. Oerubahan turgor

d. Gangguan metabolisme

e. Gangguan sirkulasi

f. Gangguan sensasi

g. Faktor perkembangan

h. Kondisi ketidakseimbangan nutrisi(mis. Obesitas, emasiasi)

i. Penurunan imunologis

j. Kondisi gangguan metabolik

k. Tonjolan tulang. (.H. & Nurarif .A.H., 2015)

2.2 KONSEP KUSTA

2.2.1 Definisi

Morbus hansen atau kusta atau lepra adalah suatu penyakit granuloma

kronikProgesif yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae, yang

menyerang kulit dan sistem saraf tepi. (Aulia Rahma Noviastuti, 2017)

Kusta adalah penyakit yang disebabkan ole infeksi Mycobacterium

leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit.

Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa
10

dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati

dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan

kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. (pusat data dan

informasi kementrian kesehatan RI, 2015)

Morbus Hansen (Lepra, Kusta) adalah infeksi menahun yang

disebabkan Mycobacteria leprae (M.lepra) primer yang menyerang saraf tepi,

selanjutnya dapat menyerang kulit dan organ lainnya. Penyakit ini dapat

mengakibatkan kecacatan jika tidak segera ditatalaksana dan dapat

menimbulkan masalah psikososial akibat stigma atau predikat buruk dalam

pandangan masyarakat. (hajar, 2017)

Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan

masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari

segi medis tetapi meluas sampai masalsh sosial, ekonomi, budaya, keamanan

dan ketahan sosial. (RI, 2012)

Jadi dapat disimpulkan bahwa morbus hansen atau kusta atau lepra

adalah suatu penyakit granuloma kronik Progesif yang disebabkan oleh

bakteri Mycrobacterium leprae, yangmenyerang kulit, sistem saraf tepi dan

mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang

bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif

menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata.

Penyakit ini dapat mengakibatkan kecacatan jika tidak segera ditatalaksana

dan dapat menimbulkan masalah psikososial dan bukan hanya dari segi

medis tetapi meluas sampai masalsh sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan

ketahan sosial. akibat stigma atau predikat buruk dalam pandangan

masyarakat.
11

2.2.2 Epidemiologi

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih

merupakan tandatanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari

tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan

bahwa penularan penyakit kustaadalah:

a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita

yang sudahmengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur

15 tahunkeduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis,

dan adanyakontak yang lama dan berulang-ulang. Klinis ternyata kontak

lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakanfaktor yang penting.

Banyak hal-hal yang tidak dapat terangkan mengenai penularan ini

sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakitpenyaki

terinfeksi lainnya.

Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit

kustasecara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.

Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan

perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah

ataukeganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita.

Disamping itufaktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :

a. Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa

b. Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti

c. Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti


12

d. Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah

negaradengan tingkat sosial ekonomi rendah

e. Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat. (dr.

ZULKIFLI, 2003)

2.2.3 Masa inkubasi

Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,

dengan rata-rata 3-5 tahun. Masa inkubasi berkaitan dengan

pembelahan sel yang lama yaitu antara 2 minggu dan diluar tubuh

manusia (kondisi tropis). Kuman kusta dapat bertahan sampai 5 hari,

pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus ada pada suhu

27-30°C

2.2.4 Klasifikasi penyakit kusta

1. Klasifikasiinternasional klasifikasi madrid (1953)

a. Indeterminate (I)

b. Tuberkuloid (T)

c. Borderline- Dimophous (B)

d. Lepromatosa (L)

2. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley – jopling

(1962).

a. Tuberkuloid (TT)

b. Borderline Lepromatous (BT)

c. Mid – borderline (BB)

d. Borderline lepromatous (BL)

e. Lepromatosa (LL)

3. Klasifikasi menurut WHO(1981) dan modifikasi WHO (1988).


13

1. Pausebasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan

BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau

tipe I dan T Menurut klasifikasi Madrid.

2. Multibasilar (MB)

Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT

menurut kriteria ridley dan jopling atau B dan L menurut

madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.

Gambaran klinis tipe PB (Pause Basiler)


Borderline
Tuberkuloid Indeterminate
Karakteristik Tuberculoid
(TT) (I)
(BT)
Lesi
Tipe Makula dibatasi Makula dibatasi Makula
Infiltrat infiltrat
Jumlah Satu atau Beberapa atau Satu beberapa
beberapa satu dengan lesi
satelit
Distribusi Terlokasi dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Halus agak
berkilat
Sensibilitas Hilang Hilang Agak terganggu
BTA
Pada lesi kulit Negatif Negatif, atau 1- Biasanya negatif
Tes Lepromin Positif kuat Positif (2-) Meragukan (1-)

Gambaran klinis tipe MB


Borderline
Lepromatosa Mid-borderline
Karakteristik Lepromatosa
(LL) (BB)
(BL)
Lesi
Tipe Makula, infiltrat Makula, plak, Plak, lesi
difus, papul, papul berbentuk kubah,
nodus lesi punched-out
14

Borderline
Lepromatosa Mid-borderline
Karakteristik Lepromatosa
(LL) (BB)
(BL)
Jumlah Banyak, Banyak tapi kulit Beberapa, kulit
distribusi luas, sehat masih ada sehat (+)
praktis tidak ada
kulit sehat
Distribusi Simetris Cenderung Asimetris
simetris
Permukaan Halus dan Halus mengkilap Sedikt berkilap,
berkilap beberapa lesi
kering
Sensibilitas Tidak terganggu Sedikit terganggu Berkurang
BTA
Pada lesi kulit Banyak (globi) Banyak Agak banyak
Pada hembusan Banyak (globi) Biasanya tidak Tidak ada
hidung ada
Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif
dapat juga (+)

Bagan diagnosis klinis PB dan MB menurut klasifikasi WHO

PB MB

1. Lesi kulit (makula yang a. 1-5 lesi a. > 5 lesi


datar, papulyang meninggi, b. Hipopigmentasi
infiltrat, plak eritem, atau eritmia
nodus) c. Distribusi tidak b. Distribusi
simetris lebih simetris

2. Kerusakan saraf (menyebab a. Hilangnya sensasi a. Hilangnya


Kan hilangnya sensasi yang jelas sensasi
Otot yang dipersarafi oleh kurang jelas
Saraf yang terkena) b. Hanya satu cabang b. Banyak
Saraf cabang saraf

(Emmy S. sjamsoe-daili, 2003)

2.2.5 Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium

leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk

spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan

ciri dari spesies mycobacterium, berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5
15

`micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam

sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai

namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau

alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”.

Mycobacterium leprae belum dapat dikultur pada laboratorium. Kuman ini

menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita

(keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya

kontak yang lama dan berulang-ulang) dan melalui pernafasan, bakteri kusta

ini mengalami proses perkembangbiakan dalam waktu 2-3 minggu,

pertahanan bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari diluar

tubuh manusia kemudian kuman membela dalam jangka 14-21 hari dengan

masa inkubasi rata rata 2 hingga 5 tahun dapat juga memakan waktu lebih

dari 5 tahun. Setelah 5 tahun, tanda tanda seorang menderita penyakit mulai

muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan

bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi

progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota

gerak, dan mata. (infodatin, 2015)

Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk

kering atau tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga tipe

lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu bentuk peralihan (borederline):

1. Kusta bentuk kering : tidak menular, kelainan kulit berupa bercak

keputihan sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi,

punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak kering, kulit

kehilangan daya rasa sama sekali.


16

2. Kusta bentuk basah: bentuk menular karena kumannya banyak terdapat

diselaput lendir hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa

bercak kemerahan, kecil kecil tersebar diseluruh badan, atau berupa

penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilap dan

berminyak, dapat berupa benjolan merah sebesar biji jagung yang

tersebar dibadan, muka, Dan daun telinga. Disertai rontoknya alis mata,

menebalnya daun teling.

3. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama.

Pengobatan tipe ini dimasukkan kedalam jenis kusta basah. (nic-noc,

2015)

2.2.6 Diagnosis kusta

Diagnosis ditegakkan satu / lebih Cardinal sign ( tanda utama )

1. Lesi ( kelainan ) kulit yg mati rasa ( anaesthesi )

Lesi bercak keputih2 an ( Hipopigmentasi ) kemerah”an

( Erithematous )

2. Penebalan syaraf tepi disertai gangguan fungsi

syaraf berupa ;

a. Mati rasa

b. Kelemahan otot ( parese ), kelumpuhan

( paralise )

c. Kulit kering, pertumbuhan rambut terganggu

3. Slit Skin Smear ( kerokan jaringan kulit )

BTA (+)

(Yuniarti, 2011)
17

2.2.7 Tanda dan Gejala

Tanda- tanda seorang menderita penyakit kusta anatara lain, kulit

mengalami bercak putih seperti panu pada awalnya hanya sedikit tetapi lama

kelamaan semakin lebar dan banyak, adanya bintil bintil kemerahan yang

tersebar pada kulit, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemtan pda

anggota badan atau bagian raut muka, muka benjol benjol dan tegang yang

disebut facies leomina (muka singa), dan mati rasa karena kerusakan syaraf

tepi. Gejalanya memang tidak selalu nampak. Justru sebaiknya tetap

waspada jika anggota ada keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh

dalam jangka waktu lama. Juga jika luka ditekan dengan jari tidak terasa

sakit. Kusta terkenal penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau

cacat tubuh.

Namum pada tahap awal kusta, gejala yang timbul dapat hanya berupa

kelainan warna kulit. Kelainan yang dijumpai dapat berupa perubahan warna

seperti hipopigmentasi ( warna klulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi

(warna kulit menjadi gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit). Gejala

gejala umum pada kusta/ lepra, reaksi panas dari derajat yang rendah sampai

dengan menggigil, noreksia,nausea, kadang- kadang disertai vomitus,

cephalgia, ksadang kadang disertai iritasi, orchitis dan pleuritis, kadang

kadang disertai dengan neprosia, nepritis dan hepatospleenomegali, neuritis.

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal didaerah

endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak

memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya

pertanyaan penyakit lain seperit HIV yang dapat menekan sistem imun

(infodatin, 2015)
18

2.2.8 Manifestasi Klinis

1. Makula hipopigmnetasi

2. Hiperpigmentasi

3. Eritematosa

4. Muka bentol-bentol dan tegang yang disebut facial leomina (muka

singa)

5. Mati rasa

6. Alis dan rambut rontok

7. Gejala kerusakan saraf (sensorik, motorik, autonom)

8. Kerusakan jaringan (kulit, mukosa traktus respiataoriusatsa, tulang

tulang jari dan wajah)

9. Kulit kering dan alopesia (nic-noc, 2015)

2.2.9 Komplikasi

Status reaksional terjadi pada kira kira 20-50% pasien dan merupakan

radang akut pada penyakit ini. Mungkin disebabkan oleh MD, stress fisik

atau mental, pubertas, persalinan, trauma, kehamilan, atau prosedur

pembedahan.reaksi kusta harus dianggap sebagai keadaan darurat medis dan

membutuhkan perawatan segera. Keadaan ini dapat menyebabkan sekuele

neurologis permanen dan merupakan penyebab utama kecacatan tingkat 2.

Neuropati yang disebabkan trauma, nekrosis tekanan, atau infeksi

sekunder yang tidak diketahui, menyebabkan amputasi angka atau anggota

badan. Pergelanagan tangan dan tetes kaki umum terjadi. Neuropati diam

bisa terjadi tanpa adanya tanda-tanda syaraf atau peradangan kulit. Bukan
19

dengan pengobatan kortikosteroid, hanya sekitar 60% fungsi saraf dan

fungsi sensorik dan motorik yang lebih baik. Tibialis posterior transfer oleh

rute intersseus dengan mobilisasi pasca operasi dini dapat memperbaiki

penurunan tungkai pada kusta.

Cedera bisa mengakibatkan ulserasi, selulitis, jaringan parut dan

kerusakan tulang. Ulkus kaki yang ditemukan di awal harus diobati dengan

istirahat karena mereka sembuh jika tidak mengalami beban berat.

Kerusakan mata, terutama pada bagian anterior mata, dapat mengakibatkan

hilangnya refleks kornea, lagophthalamos, ektropin, dan kebutaan. Satu studi

menemukan risiko komplikasi okular pada pasien dengan penyakit

multibasiler, setelah selesai MDT, menjadi 5,6% dengan komplikasi yang

mengancam mata.

Peringatan dan retakan kulit bisa disebabkan olehgangguan otonom.

Hipogonadisme dan atrofi testis dapat menyebabkan kemandulan dan

ginekomastia. (lewis, 2018)

2.2.10 Patofisiologi

Setelah M. Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta

bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa

tunasdilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (sellular

mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit

berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah

lepromatosa. M. Lperaeberpredileksi didaerah-daerah yang relatif lebih

dingin, yaitu daerah akral dengn Vaskularisasi yang sedikit.


20

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena

respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan

tingkat reaksi selular dari pada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit

kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.


21

2.2.11 Pohon Masalah

Mycrobacterium Leprae

Droplet infection atau kontak dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah dermis & sel saraf schwan

System imun seluler meningkat

Fagositosis

Pembentukan tuberkel

Morbus hansen (Kusta)

Pause Basiler (PB) Multi Basiler (MB)

Gangguan saraf tepi

Saraf motorik Saraf otonom Saraf sensorik

Gangguan kelenjar Fibrosis


Kelemahan otot
minyak & aliran darah
Penebalan Saraf
Intoleransi Aktivitas
Kulit kering, bersisik,
macula seluruh tubuh
Tindakan Pembedahan

Terjadi trauma / cidera


Gangguan Sekresi histamin Gangguan fungsi
citra tubuh barrier kuilt
Terjadi luka
Respon tunggal
Kerusakan
integritas kulit Merangsang
digaruk mediator inflamasi

Resiko penyebaran
infeksi Sekresi
Nyeri mediator nyeri
22

2.2.12 Reaksi kusta

Merupakan suatu

2.2.13 Pemeriksaan penunjang

1. Test sensabilitas pada kulit yang mengalami kelainan

2. Laboratorium: basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati

rasa dan kuman tahan asam pada kulit yang (+) (positif).

3. Pengobatan kusta /lepra lamanya pengobatan tergantung dari berbagai

jenis kusta lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat yang

diberikan dapsone (DDS) (dosis 2X seminggu).

2.2.14 Penatalaksanaan

A. Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan

pasien kusta (lepra) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan

mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular

kepada orang lain untuk menurunkan insident penyakit.

Regimen pengobatan kusta diindonesia disesuaikan dengan

rekomendasi WHO (1995), yaitu program multi drug therapy (MDT)

dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang berdiri dari

rifampisin, khofazimin,(lamprene). Dan DDS (dapson/4,4- diamino-

difenil-sulfon) yang telah diterapkan sejak tahun 1981. Program MDT

ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin

meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus

obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi

kuman dalam jaringan.


23

Regimen pengobatan MDT diindonesia sesuai dengan regimen

pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO.regimen tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Penderita Pause baciler (PB

a. Penderita Pause baciler (PB) lesi satu

Diberikan dosis tunggal ROM.

Rifampisin Ofloxacin Minocyclin


Dewasa 50-70 kg 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg

Obat ditelan didepan petugas, anak dibawah 5 tahun dan ibu

hamil tidak diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung

dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti minum obat

kusta). Dalam program ROM yang tidak dipergunakan, penderita

satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan.

b. Penderita pausi baciler (PB) lesi 2-5

Dapson Rifampisin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi
Anak 5-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi

Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis

minimal yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai

minum 6 dosis maka dnyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya

maasih aktif. Menurut who (1995) tidak adalagi dinyatakan RFT

tetapi menggunakan istilah completiton of treatment cure dan pasien

tidak lagi dalam pengawasan.


24

2. Penderita multi baciler (MB)


Dapson Rifampisin Klofazimin
Dewasa 50-70 kg 100 mg/hari 600 mg/bulan, 50 mg/hari
diawasi dan 300
mg/bulan
diawasi
Anak 5-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan 50 mg selang
diawasi sehari dan 150
mg/bulan
diawasi

Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis

yang diselesaikan dalam waktumaksimal 36 bulan. Setelah selesai

minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis

lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif. Menurut

WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang

diselesaikan dalam 12-18 bulan dan paasien lagsung dinyatakan

RFT.

B. Perawatan Umum

Perawatan morbus hansen umunya untuk mencegah kecacatan.

Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf

tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu

keaddaan reaksi netral.

1. Perawatan mata dengan lagophthalmos

a. Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada

kemerahan atau kotoran

b. Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat

c. Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu


25

2. Perawatan tangan yang mati rasa

a. Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mecari

tanda-tanda luka, melepuh

b. Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih

kurang setengah jam

c. Keadaan basah diolesi minyak

d. Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus

e. Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi- sendi tidak kaku

f. Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka

3. Perawatan kaki yang mati rasa

a. Penderita memeriksa kaki tiap hari

b. Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam

c. Masih basah diolesi minyak

d. Kulit yang keras digosok agar tipisdan halus

4. Perawatan luka

a. Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam

b. Luka dibalut agar bersih

c. Bagian luka diistirahatkan dari tekanan

d. Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas.

(nic-noc, 2015)
26

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.3.1 Pengkajian

1. Identitas

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, alamat, tanggal

masuk, jam, cara masuk dan sumber informasi.

2. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan

keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis(nyeri tekan

pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita

(demam ringan) Dan adanya komplikasi pada organ tubuh .

3. Riwayat Kesehatan masa lalu

Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi

lemah, kehamilan, malaria, stress, sesudah mendapat imunisasi.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Kusta merupakan peyakit menular yang menahun yang disebabkan

oleh kuman kusta (mikrobakterium lperae) yang masa inkubasinya

diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu keluarga yang mempunyai

penyakit morbus hansen akan tertular.

5. Riwayat psikologi

Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian

masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan

penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik

diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri

karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.


27

6. Pola-pola Fungsi Kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Pada umumnya pada pola persepsi pada pasien kusta

mengalami gangguan terutama pada body image, penderita

merasa renddah diri dan merasa terkucilkan sedangkan pada

tatalaksana hidup sehat pada umumnya klien kurang kebersihan

diri dan lingkunganyang kotor dan sering kontak langsung

dengan penderita kusta. karena kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya maka timbul masalah dalam perawatan diri.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Meliputi makanan klien sehari-hari komposisi: sayur, lauk

pauk,minum sehari berapa gelas, berat badan naik atau turun,

sebelum dan saat masuk rumah sakit turgor kulit normal atau

menurun dan kebiasaan makan klien, klien tinggalditempat yang

kotor atau bersih adanya penurunan nafsu makan, mual, muntah,

penurunan berat badan, gangguan pencernaan.

c. Pola eliminasi

Pada pola eliminasi alvi dan uri pada pasien kusta tidak ada

kelainan.

d. Pola istirahat dan tidur

Pada klien kusta pada umumnya pola tidur tidak terganggu

tetapi bagi kusta yang belum menjalani pengobatan pasien baru

biasanya terjadi gangguan kebutuhan tidur dan istirahat yang

disebabkan oleh pikiran stress, oedem dan peningkatan suhu

tubuh yang diikuti rasa nyeri.


28

e. Pola aktivitas dan latihan

Biasanya pada pasien kusta dalam aktivitas ada gangguan dalam

hal interaksi sosial dengan masyarakat biasanya pasien

mengurung diri dan pada pergerakan ektrimitas bagian perifer

didapatkan becak-bercak merah disertai oedem dan pasien

dianjurkan harus banyak mobilisasi.

f. Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi klien tentang penyakitnya dan bagaimana konsep dalam

menghadapi penyakitnya yang diderita.

g. Pola sensori dan kognitif

Pada umumnya penderita kusta mengalami gangguan disalah

satu sensorinya seperti peraba pasien tidak merasa adanya

rangsangan apabila bercak tersebut diberikan rangsangan. Pada

kognitifnya pasien kusta merasa tidak berguna lagi dan merasa

terkucilkan serta merasa tidak diterima oleh masyarakat dan

keluarganya.

h. Pola reproduksi seksual

Pada umumnya pada pola produksi seksual klien tidak

mengalami gangguan.

i. Pola hubungan peran

Biasanya pada pasien kusta selalu mengurung diri dan menarik

diri dari masyarakat (disorentasi)pasien merasa malu tentang

Keadaan dirinya. Dan masyarakat beranggapan penyakit kusta

merupakan penyakit yang menjijikkan.


29

j. Pola penanggulangan stress

Bagaimana klien menghadapi masalah yang dibebani sekarang

dan cara penanggulangannya.

k. Pola nilai dan kepercayaan

Dalam pola ini terkadang ada anggapan yang bersifat ghaib.

7. Pemeriksaan fisik

a. B1(pernafasan) adanya sesak, irama nafas idak teratur ,

takipneu.

b. B2(kardiovaskuler) tidak ada nyeri dada, irama jantung normal,

suara jantung normal, CRT ≥ 2 detik, akral hangat kering merah,

JVP normal.

c. B3(Persarafan) GCS=456, terdapat gangguan tidur, mata

lagopthalmus, terdapat gangguan pendengaran, bentuk hidung

saddle nose, penebalan saraf tepi (nervus facialis, suralis,

auricularius, magnus, ulnaris, medianus, proneus, tibialis

posterior)

d. B4 (perkemihan) tidak terdapat masalah

e. B5(pencernaan) terdapat nodul pada bibir, mukosa stomatitis,

nodul pada uvula, ada mual, penurunan nafsu makan, porsi

makan tidak habis.

f. B6(Integumen) pergerakan sendi terbatas, kelainan

ekstermitas,terdapat claw hand, claw thumb, drop foot, absorbsi,

deformitas, atropi radialis cutaneus, kulit hupopigmentasi,

kering dan bersisik, luka.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


30

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan rencana asuhan keperawatan yang dapat

terwujud dari kerjasama antara perawat dan dokter untuk melaksanakan

rencana asuhan keperawatan yang menyeluruh dan kolaboratif.

Diagnosa Keperawatan : Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan lesi

dan proses inflamasi.

Tujuan : Menunjukkan tingkah laku atau teknik untuk mencegah kerusakan

kulit atau meningkatkan penyembuhan

Kriteria hasil :

1. Mencapai kesembuhan luka.

2. Mendemonstrasikan tingkah laku atau teknik untuk meningkatkan

kesembuhan dan mencegah komplikasi.

3. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan pada lesi

Intervensi keperawatan :

1. Gunakan teknik aseptip dalam perawatan luka

Rasional : Mencegah luka dari perlukan mekanis dan kontaminasi

2. Kaji kulit tiap hari dan warna, turgor, sirkulasi dan asesori.

Rasional : Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan

dapat melakukan intervensi dengan tepat

3. Intruksikan untuk melaksanakan higiene kulit, misalnya membasuh

kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan

masase dengan menggunakan lossion dan krim.

Rasional : mempertahan kan kebersihan, karena kulit yang kering

bisa terjadi barrel infeksi, pembasuhan kulit kering sebagai


31

penggaruk, menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan

rapuh masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan

kenyamanan

4. Ingatkan pasien jangan menyentuh yang luka

Rasional : mencegah kontaminasi luka

5. Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat

Rasional : mempertahankan keseimbangan nitrogen positif

6. Pertahankan sprei bersih atau ganti sprei sesuai dengan kebutuhan

kering dan tidak berkerut.

Rasional : Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut ddan

basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.

7. Kolaborasi dengan tim medis lainnya .

Rasional : melaksanakan fungsi interdependen.

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status

kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan.

Klien mungkin membutuhkan intervnesi dalam bentuk dukungan,

medikasi pengobatan untuk kondisi terbaru, edukasi klien-keluarga, atau

tindakan untuk mencegah masalah kesehatan dimasa mendatang.

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi

dengan kriteria yang telah diterapkan untuk melihat keberhasilannya. Pada

tahap ini evaluasi menggunakan SOAP secara operasional dengan tahapan


32

sumatif yang dilakukan selama proses keperawatan maupun evaluasi akhir

atau disebut formatif

2.3.6 Dokumentasi

Dokumentasi asuhan keperawtan merupakan bagian ddari proses asuhan

keperawtan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat tahap-

tahap proses perawatan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi asuhan

keperawatan merupakan catatan penting yang dibuat oleh perawat baik

dalam bentuk elektronik maupun manual berupa rangkaian kegiatan yang

dikerjakan oleh perawat meliputi lima tahap yaitu:

1. Pengkajian

2. Penentuan diagnosa keperawatan

3. Perencanaan tindakan keperawatan

4. Pelaksanaan/implementasi rencana keperawatan, dan

5. Evaluasi perawatan.
33

Bibliography
.H., N. .., & Nurarif .A.H., d. K. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
Diagnosa medis & NANDA NIC-NOC. . jogjakarta: Mediaction.

A. M. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba


Medika.

Aulia Rahma Noviastuti, T. U. (2017). Morbus Hansen Tipe Multibasiler (Mid Borderline)
dengan Reaksi Kusta reversal dan kecacatan tingkat 1. J Medula Unila , 1.

Baroroh, D. B. (2011). konsep luka. Basic Nursing Department , 2-3.

Depkes RI. (2005). Buku Pedoman PemberantasanPenyait Kusta. Jakarta.

dr. ZULKIFLI, M. (2003). PENYAKIT KUSTA DAN MASALAH YANG DITIMBULKANNYA .


Digitized by USU digital library , 3.

Emmy S. sjamsoe-daili, s. l. (2003). kusta. jakarta: fakultas kedokteran universitas


indonesia.

hajar, s. (2017). MORBUS HANSEN. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala , 190.

infodatin. (2015). kusta . pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI , 1.

Kumala Sari, A. &., & Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba Medika.

lewis, f. s. (2018, may 14). dermatologic manifestation of leprosy. Retrieved oktober 29,
2018, from http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview

Mudatsir. (2013). Perkembangan Terkini Peneltian Kusta Secara Biologi Molekuler.


JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA , 105.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:


Salemba Medika.

nic-noc, N. (2015). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda
nic- noc edisi revisi jilid 2 . jogjakarta : mediaction publising .

pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. (2015). infodatin , 1.

pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. (2015). infodatin , 1.

Rahariyani, L. D. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Integumen. Jakarta: EGC.
34

RI, k. k. (2012). pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta . kementrian


kesehatan RI direktorat jenderal pengendalian penyakit dan prmyehat lingkungan , 1.

SDKI. (2016). jakarta selatan: persatuan perawat nasional indonesia.

Yuniarti, d. (2011). kusta . indonesia tanpa kusta , 3-4.

Zulkifli, d. (2003). Penyakit Kusta Dan Masalah Yang Ditimbulkannya. Penyakit Kusta Dan
Masalah Yang Ditimbulkannya , 2.

Zulkifli, d. (2003). Penyakit Kusta Dan Masalah Yang Ditimbulkannya. USU Digital Library
, 3.

Anda mungkin juga menyukai