Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terlepas dari kronologi histori turunnya ayat al-Qur’an, kenyataannya ayat-ayat
dan surat-surat disusun berdasarkan tauqîfî, sudah ditentukan. Tak sekedar peletakan
tanpa arti, ia mengandung misteri dan energi yang perlu disingkapkan. Secara
tekstualis, dalam urutan membaca al-Qur’an pasti di awali dengan membaca surat al-
Fatihah, kemudian al-Baqarah dan seterusnya. Bukan seperti saat turunnya al-Qur’an,
membaca dari al-‘Alaq ayat 1-5 kemudian al-Mudaṡṡir ayat 3 dan kemudian ayat yang
turun selanjutnya. Karena itu ulama kontemporer cenderung menjadikan urutan ayat
dan surat dalam muṣḥaf sebagai tauqîfî karena pemahaman seperti itu sejalan dengan
konsep tentang eksistensi teks azâlî yang ada di lauh al-Mahfuzh.1
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada
malam qadr (lailat al-qadr)secara keseluruhan. Kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat Jibril dalam tempo
kurang dari 23 tahun. Kehadiran wahyu al-Qur’an sendiri adalah di luar kehendak Nabi
Muhammad saw. Suatu ketika ayat turun karena peristiwa-peristiwa dan kejadian-
kejadian serta kebutuhan Rasulullah saw.; ada saatnya pula kehadiran ayat al-Qur’an
terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya; bahkan pernah pula kehadirannya
amat sangat ditunggu-tunggu namun ia tidak kunjung-kunjung datang, kaum kafir pun
mendapat kesempatan untuk mencela Nabi saw. sebagai utusan yang ditinggalkan
Tuhannya. Semua itu merupakan suatu pertanda, bahwa tidaklah mungkin bagi ayat al-
Qur’an merupakan qaul Muhammad.2
Turunnya Al-Qur’an ialah peristiwa besar yang sekaligus merupakan
pernyataan kedudukan Al-Qur’an itu sendiri bagi langit dan penghuni bumi yang mana
penyampaian wahyu dengan perantara Malaikat Jibril as. kepada Nabi akhir zaman
berdasarkan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian. Turunnya Al-Qur’an yang
pertama kali pada malam lailatul qodar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat

1
Naṣr Hâmid Abû Zayd, Mafhûm An-Naṣṣ: Dirâsah Fi ‘Ulûm Al-Qur’an, Maroko, al-Markaz aṡ-Ṡaqafi al-
‘Arabi, 2000, hlm. 159
2
Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan
Ghaib, Mizan, Bandung, cet III, 2013, hlm. 78

1
tinggi (samawi) yang dihuni oleh para malaikat tentang kemuliaan umat nabi
Muhammad, sedangkan turunnya Al-Qur’an yang kedua kali secara bertahap berbeda
dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya.
Al-Qur’am diturukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah
dengan perantaraan Malaikat Jibril, dan caranya tidak sekali turun, tetapi berangsur-
angsur dari se-ayat, dua ayat dan tempo-tempo sampai sepuluh ayat. Bahkan kadang-
kadang diturunkan hanya tiga perkataan, kadang-kadang hanya setengah ayat dan
demikian selanjutnya, menurut kepentingannya sebagaimana yang dikehendaki oleh
Allah . Lantas apa hikmahnya? Dalam makalah ini kita akan membahas tentang hikmah
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur agar kita tidak hanya mengerti proses
turunnya saja. Dan kita juga akan membahas tentang faedah turunnya Alqur’an secara
bertahap dalam pendidikan dan pengajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model-model diturunkannya Al-Qur’an dan Hadist ?
2. Apa saja perbedaan Al-Qur’an dan Hadist ?
3. Apa Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dan Hadist secara berangsur-angsur?
4. Bagaimana contoh ayat Al-Qur’an dan Hadist yang diturunkan secara berangsur-
angsur ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan model model turunnya Al-Qur’an dan Hadist
2. Menjelaskan perbedaan Al-Qur’an dan Hadist
3. Menjelaskan hikmah dari Al-Qur’an dan Hadist diturunkan secara berangsur-
angsur
4. Memberi contoh ayat Al-Qur’an dan Hadist yang diturunkan secara berangsur-
angsur

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Turunnya Al-Qur’an dan Hadist


1. Nuzulul Qur’an
Secara etimologis Nuzulul Qur’an terdapat dua kata yaitu kata Nuzul dan Al-
Qur’an. . Pada dasarnya ”Nuzul” itu mempunyai arti turunnya suatu benda dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah. Sedangkan Al-Qur’an yaitu firman allah yang telah
diturunkan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya
adalah ibadah.Kata Nuzul memiliki beberapa pengertian. Menurut Ibn Faris, kata Nuzul
berarti hubuth syay wa wuqu’uh, turun dan jatuhnya sesuatu. Sedang menurut al-Raghib
al-Isfahaniy, kata Nuzul berarti ‫س ْف ٍّل‬ ٍّ ُ‫عل‬
َ ‫ق اِلَى‬ ُ ‫ال ُهب ُْو‬, meluncur atau turun dari atas ke
ُ ‫ط ِم ْن‬
bawah. Menurut al-Zarqoni, kata Nuzul di ungkapkan dalam penuturanya yang lain
untuk pengertian perpindahannya sesuatu dari atas ke bawah.3
Di dalam hubungannya dengan pembahasan Nuzulul Qur’an ini, kata MF.
Zenrif di dalam bukunya yang berjudul sintesis paradigma studi al-Qur’an, ada juga
pendapat yang memberikan alternatif dari problem teologis dengan memberikan
pengertian majaziy dari kata nuzul. Dalam hal ini nuzul diartikan penampakan al-
Qur’an ke pentas bumi pada waktu dan tempat tertentu. Memang menurut pandangan
ini al-Qur’an bersifat Qodim, dalam pengertian sudah ada sebelum adanya tempat dan
waktu, akan tetapi keberadaanya ketika itu belum diketahui atau hadir di pentas bumi.
Ketika al-Qur’an pertama kali diterima Nabi saw, ketika itu pula al-Qur’an
menampakan diri. Oleh karenanya, inna anzalnahu fi lailat al-qodr mempunyai
pengertian: “sesungguhnya kami memulai memperkenalkan kehadiran al-Qur’an pada
malam al-Qodr”4
2. Tahap-tahap dan Proses turunya al-Qur’an

3
Al-Raghib sal-Isfahaniy, al-Mufradat fi aAlfadz Alqur’an al-Karim (Beirut: Darul-Fikr, 1982), hlm.824
4
MF. Zenrif, Sintesis Paradigma Studi Al-Qur’an, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Hlm 2

3
Menyambung pengertian tentang nuzulul qur’an diatas dalam proses turunnya
al-Qur’an ini sebenarnya pendapat ulama berbeda-beda, tapi secara garis besar
dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a. Pendapat pertama menyatakan bahwa al-qur’an diturunkan sekeligus.
Pandangan ini berdasarkan dalil-dalil:
“sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam lailatul
qadar” (QS.Al-Qadar: 1)
“sesungguhnya kami telah menurunkan (al-Qur’an) pada suatu malam yang
diberkahi.” (QS.Al-Dukhan: 3).
b. Pendapat kedua melihat bahwa pendapat pertama ini bertentangan dengan
kenyataan historis yang menunjukan bahwa al-Qur’an diturunkan selama
kurang lebih 23 tahun, oleh karenanya mayoritas ulama berpendapat bahwa dua
ayat tersebut menjelaskan awal mula turunya al-Qur’an secara keseluruhan di
bulan romadhon ke lauh mahfudz, kemudian jibril as menurunkan al-Qur’an
kepada nabi saw sesuai kejadian dan peristiwa selama kurang lebih 23 tahun.
Untuk memperjelas pendapat yang terakhir tadi kami juga bersependapat bahwa
al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur yang terdiri dari 30 juz 6666
ayat dan 114 suroh, diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan
malaikat jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Dalam proses pewahyuannya terdapat beberapa cara untuk menyampaikan
wahyu yang dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, diantaranya
- Malaikat Jibril memasukkan wahyu ke dalam hati Nabi. Dalam hal ini, Nabi
tidak melihat sesuatu apapun, hanya merasa bahwa wahyu itu sudah berada
di dalam kalbunya. Mengenai hal ini, Nabi mengatakan: Ruhul Qudus
mewahyukan ke dalam kalbuku (QS. asy-syura).
- Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi menjadi seorang lelaki yang
mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga Nabi mengetahui dan dapat
menghafal kata-kata itu.
- Wahyu datang kepada Nabi seperti gemerincingnya lonceng. Cara ini
dirasakan paling berat bagi Nabi. Kadang pada keningnya berkeringat,
meskipun turunnya wahyu di musim dingin. Kadang unta Baginda Nabi
terpaksa berhenti dan duduk karena merasa berat bila wahyu turun ketika
Nabi sedang mengendarai unta.

4
- Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-
laki, tetapi benar-benar sebagaimana rupa aslinya ( an-Najm:13-14).5

3. Adapun tahap tahap turunya al-qur’an ada 3 tahap,


a. Tahap pertama, Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan di Lauh Mahfudh,
yakni suatu tempat di mana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Hal
ini sebagaimana diisyaratkan dalam QS Al-Buruj : 21-22. Artinya : Bahkan
yang didustakan mereka itu ialah Al Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam
Lauh Mahfuzh.
Penjelasan mengenai sejak kapan Al-Qur’an ditempatkan di Lauh Mahfudh, dan
bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal gaib yang menjadi bagian
keimanan dan tidak ada yang mampu mengetahuinya selain dari Allah swt.
Dalam konteks ini Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus maupun secara
keseluruhan. Hal ini di dasarkan pada dua argumentasi. Pertama: Karena
lahirnya nash pada ayat 21-22 surah al-Buruj tersebut tidak menunjukkan arti
berangsur-angsur. Kedua: karena rahasia/hikmah diturunkannya Al-Qur’an
secara berangsur-angsur tidak cocok untuk tanazul tahap pertama tersebut.
Dengan demikian turunnnya Al-Qur’an pada tahap awal, yaitu di Lauh Fahfudz
dapat dikatakan secara sekaligus dan tidak berangsur-angsur.
b. Tahap kedua, Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul `Izzah di Sama’ al-
Dunya (langit dunia), yakni setelah Al-Qur’an berada di Lauh Mahfudh, kitab
Al-Qur’an itu turun ke Baitul `Izzah di langit dunia atau langit terdekat dengan
bumi ini. Banyak isyarat maupun penjelasannya dari ayat-ayat Al-Qur’an
maupun hadits Nabi SAW. antara lain sebagai berikut dalam Surat Ad-Dukhan
ayat 1-6 : Artinya: Ha-Mim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan,
sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami.
Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari
Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui (QS Ad-Dukhan 1-6).

5
Manna Khalil al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang : Litera Antar Nusa, 2002), hal 145

5
Hadis riwayat Hakim dari Sa`id Ibn Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi
Muhammad saw bersabda: Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembuatannya lalu
diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, kemudian mulailah Malaikat Jibril
menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw.Hadis riwayat al-Nasa’i, Hakim
dan Baihaki dari Ibnu Abbas ra. Beliau berkata: Al-Qur’an itu diturunkan secara
sekaligus ke langit dunia pada malam Qadar, kemudian setelah itu diturunkan
sedikit demi sedikit selama duapuluh tahun.
c. Tahap ketiga, Al-Qur’an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia langsung kepada
Nabi Muhammad SAW., yakni setelah wahyu Kitab Al-Qur’an itu pertama
kalinya di tempatkan di Lauh Mahfudh, lalu keduanya diturunkan ke Baitul
Izzah di langit dunia, kemudian pada tahap ketiga Al-Qur’an disampaikan
langsung kepada Nabi Muhammad saw dengan melalui perantaraan Malaikat
Jibril. Dalam hal ini antara lain tersebut dalam QS Asy-Syu`ara’ : 193-194, Al-
Furqan :32 sebagai berikut: Artinya : Ia (Al-Qur’an) itu dibawa turun oleh Ar-
Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (Asy-Syu`ara’: 193-
194).Artinya : Berkatalah orang-orang kafir, mengapa Al-Qur’an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja. Demikianlah supaya Kami perbuat
hatimu dengannya dan Kami (menurunkan) dan membacakannya kelompok
demi kelompok (Al-Furqan ayat 32)6
B. Perbedaan Al-Qur’an dan Hadist
1. Al-Quran mukjizat Rasul sedangkan Hadis bukan mukjizat sekalipun Hadis Qudsi;
2. Al-Quran terpelihara dari berbagai kekurangan dan pendistorsian tangan orang-
orang jahil (lihat QS. Al-Hijr : 9) sedangkan hadis tidak terpelihara seperti Al-
Quran. Namun hubungan keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Maka terpeliharanya Al-Quran berarti pula terpilaharanya Hadis;
3. Al-Quran diriwayatkan seluruhnya secara mutawatir sedangkan Hadis tidak banyak
diriwayatkan secara mutawatir.
4. Al-Quran memiliki redaksi dan lafal nya dari Allah dan Hadis Qudsi dari Nabi
sendiri berdasarkan Wahyu Allah atau Ijtihad yang sesuai dengan Wahyu;
5. Kewahyuaan Al-Quran disebut dengan wahyu matluw (wahyu yang dibacakan
sedangkan kewahyuan sunnah disebut wahyu ghayr matluw (wahyu yang tidak

6
Shubhi Ash-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Rizki Putra, 2002) hal 112

6
dibacakan) tetapi terlintas dalam hati secara jelas dan yakin kemudian diungkapkan
nabi dengan redaksinya sendiri;
6. Al-Quran hanya dinisbahkan kepada Allah, maka dari itu penyandarannya
menggunakan ‫يقول هللا‬atau ‫قال هللا تعالى‬sedangkan Hadis Nabawi dinisbahkan kepada
Rasulullah dengan memnggunakan redaksi ‫قال رسول هللا‬. Al-Quran dari Allah, baik
lafal maupun maknanya. Maka ia adalah wahyu, baik dalam lafal ataupun
maknannya. Sedang hadis Qudsi maknanya saja dari Allah sedangkan lafalnya dari
Rasulullah SAW. Hadis Qudsi adalah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam
makna. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan
meriwayatkan hadis Qudsi dengan maknanya saja.
7. Membaca Al-Quran merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalam shalat .
...‫فَا ْق َر ُءوا َما تَيَس ََّر ِمنَ ْالقُ ْرآ َ ِن‬...
artinya:
“...Maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran...”

,‫ف‬ ُ ‫ َولَ ِك ِن أَ ِل‬، ‫ف‬


ٌ ‫ف َح ْر‬ َ ‫ َواْل َح‬,ٌ‫سنَة‬
ٌ ‫ الَ أَقُو ُل الم َح ْر‬,‫سنَة ُ بِعَ ْش ِر أ َ ْمث َ ِل َها‬ َ ‫َّللاُ فَلَهُ َح‬
َّ ‫َب‬ ِ ‫َم ْن قَ َرأ َ َح ْرفًا ِم ْن ِكت َا‬
َ ‫ب هللاِ َكت‬
ٌ ‫ َو ْال ِمي ُم َح ْر‬,‫ف‬
﴾ ‫ ﴿ رواه الترمذى‬.‫ف‬ ٌ ‫َوالالَّ ُم َح ْر‬

artinya:
“Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Quran, dia akan memperoleh satu kebaikan
. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim
itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.

Sedangkan hadis nabawi tidak disuruh membacanya dalam shalat. Allah


memberikan pahala membaca hadis Qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis
nabawi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis
mengenai membaca Al-Quran bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh
kebaikan.7

C. Hikmah dari Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur

Turunnya Al-Qur’an secara bertahap, tidak hanya disebabkan karena Al-Qur’an


itu lebih besar dari kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya, melainkan ada

7
Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999)

7
beberapa hikmah lainnya. Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu
mengandung hikmah yang nyata serta rahasia mendalam yang hanya diketahui oleh
orang-orang yang alim atau pandai. Dari penjelasan sebelumnya, kita dapat
menyimpulkan hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, diantaranya:

1. Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW

Ketika berdakwah, Nabi kerap kali berhadapan dengan para penentang yang
memiliki sikap dan watak begitu keras. Meraka senantiasa mengganggu dengan
berbagai macam gangguan dan kekerasan. Mereka senantiasa melemparkan berbagai
ancaman dan gangguan kepada Nabi.
Wahyu turun kepada Rasulullah dari waktu ke waktu sehingga dapat
meneguhkan hatinya terhadap kebenaran dan memperkokoh zamannya untuk tetap
melangkahkan kaki dijalan dakwahnya tanpa ambil peduli akan perlakuan jahiliyah
yang beliau hadapinya dari masyarakatnya sendiri, karena yang demikian itu hanyalah
kabut dimusim panas yang segera lenyap.8
Dalam surat Al-An’am Allah berfirman:

َّ ‫ت‬
َ‫َّللاِ يَجْ َحدُون‬ ِ ‫ظا ِل ِمينَ ِبآيَا‬ َّ ‫قَدْ نَ ْعلَ ُم ِإنَّهُ لَيَحْ ُزنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ ۖ َفإ ِ َّن ُه ْم َال يُك َِذبُونَكَ َولَ ِك َّن ال‬

ِ‫َّللاِ َو َلقَدْ َجا َءكَ ِم ْن نَبَإ‬


َّ ‫ت‬ ِ ‫ص ُرنَا َو َال ُمبَ ِد َل ِل َك ِل َما‬ْ َ‫صبَ ُروا َعلَى َما ُك ِذبُوا َوأُوذُوا َحتَّى أ َت َا ُُه ْم ن‬ َ َ‫س ٌل ِم ْن قَ ْبلِكَ ف‬
ُ ‫ت ُر‬ ْ َ‫َولَقَدْ ُك ِذب‬
َ‫سلِين‬ َ ‫ْال ُم ْر‬
Artinya:
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu
menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya
bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-
ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan
tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan)
terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada
seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan
sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.(Al-
An’am: 33-34)
Allah menjelaskan kepada Rasulullah tentang sunnah-Nya yang terjadi kepada
para nabi terdahulu yang didustakan dan dianiaya oleh kaum mereka, tetapi mereka

8
al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni, cet. 1, (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2006) hal 134

8
tetap bersabar sehingga datang pertolongan Allah. Kaum Rasulullah itu pada dasarnya,
mendustakannya hanya karena kesombongan mereka. Disini beliau menemukan suatu
“Sunnah Ilahi” dalam perjalanan para nabi sepanjang sejarah, yang dapat menjadi
hiburan dan penerang baginya dalam menghadapi gangguan, cobaan, dan sikap mereka
yang selalu mendustakan dan menolaknya.

Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad agar bersabar seperti para


rasul sebelumnya,

‫ار‬ َ ‫س ِل َو َال ت َ ْستَ ْع ِج ْل لَ ُه ْم َكأَنَّ ُه ْم يَ ْو َم يَ َر ْونَ َما يُو َعد ُونَ لَ ْم يَ ْلبَثُوا ِإ َّال‬
ٍّ ‫سا َعةً ِم ْن نَ َه‬ ُّ َ‫صبَ َر أُولُو ْالعَ ْز ِم ِمن‬
ُ ‫الر‬ ْ ‫فَا‬
َ ‫صبِ ْر َك َما‬
َ‫غ فَ َه ْل يُ ْهلَكُ ِإ َّال ْالقَ ْو ُم ْالفَا ِسقُون‬ٌ ‫بَ َال‬

Artinya:
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa)
seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu
pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Al-Ahqaf
: 35)
Hati beliau menjadi tenang, sebab Allah telah menjamin akan melindunginya
dari gangguan orang-orang yang mendustakannya, dan setiap kali penderitaan
Rasulullah bertambah karena didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena
penganiayaan mereka, maka Al-Qur’an turun untuk melepaskan derita dan
menghiburnya serta mengancam orang-orang yang mendustakan bahwa Allah
mengetahui dan akan membalas apa yang mereka lakukan itu.

Contoh lain ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebagai penenang dan penghibur
Rasulullah misalnya:

‫َّللاَ ال ي ْهدِى ْالقَ ْو َم‬ ِ َّ‫ص ُمك ِمنَ الن‬


َّ ‫اس ِإ َّن‬ ِ ‫َّللاُ َي ْع‬ ِ ُ ‫الرسو ُل َب ِل ْغ َما أ‬
َّ ‫نز َل ِإلَيْك ِمن َّر ِبك َو ِإن لَّ ْم ت َ ْف َع ْل فَ َما َبلَّ ْغت ِرسالَتَهُ َو‬ َّ ‫َيأَي َها‬
َ‫ْال َك ِف ِرين‬

Artinya:

9
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-
Maidah:67)
ً ‫ع ِز‬
‫يزا‬ َ ‫ص ًرا‬
ْ َ‫ٱَّللُ ن‬
‫ص َركَ ه‬
ُ ‫َويَن‬

Artinya:
Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).(Q.S. Al-Fath:
3)

ٌ ‫ي َع ِز‬
‫يز‬ ٌّ ‫َّللاَ قَ ِو‬ ُ ‫َّللاُ ََل َ ْغ ِلبَ َّن أَنَا َو ُر‬
َّ ‫س ِلي ِإ َّن‬ َّ ‫َب‬َ ‫َكت‬
Artinya:
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang".
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(Q.S.Al-Mujadilah: 21)
Demikianlah, ayat-ayat Al-Qur’an itu turun kepada Rasulullah secara
berkesinambungan sebagai penghibur dan pendukung sehingga beliau tidak dirundung
kesedihan dan dihinggapi rasa putus asa. Didalam kisah para Nabi itu terdapat teladan
baginya. Dalam nasib yang menimpa orang-orang yang mendustakan terdapat hiburan
baginya. Dan dalam janji akan memperoleh pertolongan Allah terdapat berita gembira
baginya. Setiap kali ia merasa sedih sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaannya, ayat-
ayat penghibur pun datang berulang kali, sehingga hatinya mantap untuk melanjutkan
dakwah, dan merasa tentram dengan pertolongan Allah.
2. Tantangan dan Mukjizat
Dalam dakwahnya nabi seringkali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari
orang-orang kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian Rasullullah. Maka
turunlah Al-Qur’an yang menjelaskan kebenaran dan jawaban yang amat tegas.

ً ‫سنَ ت َ ْفس‬
‫ِيرا‬ ِ ‫َو ََل يَأْتُونَكَ بِ َمث َ ٍل إِ هَل ِجئْنَاكَ بِ ْال َح‬
َ ْ‫ق َوأَح‬

Artinya:
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya ( Al-Furqan: 33)

10
Turunnya wahyu secara berangsur-angsur tidak hanya menjawab pertanyaan
bahkan menentang mereka untuk membuat satu surat saja yang sebanding dengannya.
Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an,
apalagi membuat langsung satu kitab.9
3. Meringankan Nabi dalam menerima wahyu
Hal ini karena kedalaman dan kehebatan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah:
‫ِيل‬ َ ‫سنُ ْلقِي‬
ً ‫علَيْكَ قَ ْو ًَل ثَق‬ َ ‫إِنها‬

Artinya:
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (Q.S. Al-
Muzzamil: 5)
Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah
yang mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang andaikata
diturunkan kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena
begitu hebat dan agungnya kitab tersebut. Bagaimana dengan hati Nabi yang begitu
lembut, mampukah beliau menerima Al-Qur’an secara langsung tanpa merasakan
kebingungan dan keberatan.
4. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum
muslimin.
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni
yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu secara
berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.
Dalam Al-Qur’an di jeaskan pada surah Al-Jumu’ah yang artinya :
‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َوإِ ْن كَانُوا ِم ْن‬
َ ‫وال ِم ْن ُه ْم َيتْلُو َعلَ ْي ِه ْم آيَاتِ ِه َويُزَ ِكي ِه ْم َويُعَ ِل ُم ُه ُم ْال ِكت‬
ً ‫س‬ُ ‫ث فِي ْاَل ُ ِميِينَ َر‬ َ َ‫ُه َُو الَّذِي بَع‬
َ ‫َق ْب ُل َل ِفي‬
ٍّ ‫ض َال ٍّل ُم ِب‬
‫ين‬
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S.Al-Jumu’ah: 2)10
Umat yang ummi akan kesulitan menghafal jika Al-Qur’an diturukan sekaligus
dan tidak mudah bagi mereka untuk memahami maknanya. Jadi dengan diturunkannya
Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka

9
Ibid., hal 140
10
Ma’rifat, M. Hadi, Sejarah al-Qur’an, terj. Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda)

11
untuk menghafal dan memahaminya. Setiap turun satu atau beberapa ayat, para sahabat
segera menghafalkannya, merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-
hukumnya.11
5. Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi
Hikmah yang selanjutnya adalah tadarruj (berangsur-angsur) dalam penetapan
hukum. Hikmah Allah memutuskan demikian ini dengan tujuan mengalihkan dari
beberapa aqidah menjadi satu aqidah, mengeluarkan mereka dari berhala kepada
agama, dari sangkaan dan dugaan kepada kebenaran serta dari tidak iman menjadi
keimanan.
Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman diteruskan dengan ibadah.
Ibadah yang mula-mula ditekankan adalah shalat, yaitu pada masa sebelum hijrah,
kemudian diikuti dengan puasa dan zakat, yaitu pada tahun yang kedua hijrah dan yang
terakhir adalah ibadah haji yaitu pada tahun keenam hijrah.
Demikian pula halnya dengan kebiasaan yang sudah membudaya dikalangan
mereka, Al-Qur’an pun menggunakan metode yang sama. Pertama-tama dititik
beratkan kepada masalah dosa-dosa besar, kemudian menyusul dosa-dosa kecil (hal-
hal yang disepelehkan). Selanjutnya selangkah demi selangkah, mengharamkan
perbuatan yang sudah mendarah daging bagi mereka seperti : khamar, judi, dan riba.
6. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu
Al-Qur’an turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus
memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian
turunnya Al-Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang
Islam untuk mengambil pelajaran secara praktis. Bila ada peersoalan baru, maka
turunlah ayat yang sesuai. Bila terjadi kesalahan dan penyelewengan maka turunlah
ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan kepada mereka tentang masalah mana
yang harus ditinggalkan dan patut dikerjakan. Contohnya ketika Perang Hunain, orang
Islam bersikan sombong dan optimis karena jumlah pasukan mereka berlipat ganda
melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat mengalahkan orang kafir. Namun
kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan mundur kocar-kacir. Pada
peristiwa terbebut Allah menegaskan:
Yang Artinya:

11
Ibid., hal 160

12
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mu'minin) di medan
peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu
menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak
memberi manfa'at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit
olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Contoh lain dalam permasalahan pengambilan harta tebusan tawanan dalam
perang badar, turunlah ayat pengarahan dari Allah yang begitu tajam.

َ‫َّللاُ ي ُِريد ُ ْاْل ِخ َرة‬ ِ ‫َما َكانَ ِلنَبِي ٍّ أ َ ْن يَ ُكونَ لَهُ أَس َْرى َحتَّى يُثْ ِخنَ فِي ْاَل َ ْر‬
َ ‫ض ت ُ ِريدُونَ َع َر‬
َّ ‫ض الدُّ ْنيَا َو‬
ٌ ‫َّللاُ َع ِز‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ‫َو‬
Artinya:
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Al-Anfal: 67)
Dari dua kisah diatas, kita dapat menyimpulkan, jika Al-Qur’an diturunkan
sekaligus, maka umat Islam tidak akan mengetahui kesalahan dan menemukan jawaban
yang tepat akan permasalahannya.
7. Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari
zat yang maha bijaksana lagi terpuji
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu
yang lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu,
orang-orang membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka
mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling
bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat, yang
saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada
bandingannya dalam perkataan manusia.12

ْ ‫الر ِكتَابٌ أُحْ ِك َم‬


‫ت‬
‫ت ِم ْن لَد ُْن َح ِك ٍّيم َخ ِبير‬ ِ ُ‫آيَاتُهُ ث ُ َّم ف‬
ْ َ‫صل‬
Artinya:

12
Ibid., hal. 147

13
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Tahu, (Q.S. Huud: 1)
Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan
sesudah Al-Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi
ucapan dan perkataan manusia biasa.
“Katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun sebagian dari mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang
lain.” (Al-Israa’: 88)
Seperti yang telah dikemukakan oleh oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Az-
Zarqani dalam kitabnya Manahilul Irfan, beliau mengemukakan secara tegas ”memberi
petunjuk terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalm Allah semata, dan
bukan merupakan kata-kata nabi Muhammad atau makhluk lainnya” beliau
menjelaskan bahwa: “Kami telah membaca Al-Qur’an hingga tamat ternyata rangkaian
kata-katanya begitu teratur jalinannya, lembut susunan bahasanya, begitu kuat
kaitannya. Satu sama lainnya saling berhubungan, baik antara satu surat dengan yang
lainnya, ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya mampu dilihat dari secara
keseluruhan dari mulai alif sampai dengan ya’ mengalir darah kemukjizatannya,
seolah-olah Al-Qur’an merupakan suatu gumpalan yang tidak dapat terpisahkan. Di
antara bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah, Al-Qur’an tidak ubahnya bagaikan
untaian mutiara atau sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-
kata kalimatnya, dan ayat-ayatnya tersusun secara sistematis.
Semua makhluk termasuk Nabi Muhammad pun tidak akan dapat membuat
sebuah kitab yang baik dan rapi antara satu dengan yang lainnya, kokoh rangkaian
kalimatnya, saling berkaitan dari awal hingga akhir serta sesuai susunannya dengan
berbagai faktor di luar Kemampuan manusia, yaitu beberapa peristiwa dan kejadian,
yang masing-masing dari uraian kitab ini bisa mengiringi dan menceritakan kejadian
tersebut, sebab demi sebab, faktor demi faktor sejalan dengan berbagai faktor yang
berbeda latar belakangnya padahal masa penyusunan ini berjauhan dan masa turunya
cukup lama.
Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan Al-Qur’an tidak
mungkin dapat berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat mendekati pola ini, baik
sabda Rasulullah sendiri ataupun perkataan para sastrawan maupun lainnya. Hal itu

14
tidak mungkin terjadi dan tidak akan terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu, ia
akan13 sia-sia belaka. Oleh karena itu Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
karena merupakan Kalam Allah yang Maha Esa. Itulah hikmah yang sungguh agung
yang secara tegas menunjukkan kepada makhluk-Nya tentang sumber Al-Qur’an.
D. Contoh Al-Qur’an yang di turunkan secara berangsur-angsur
Sebagai contoh yaitu dalam penetapan dalam kasus pengharaman minuman keras,
a. Tahap pertama
َ‫سنًا ِإ َّن ِفي ذَلِكَ َْل َيةً ِلقَ ْو ٍّم َي ْع ِقلُون‬ ِ ‫ت النَّ ِخي ِل َو ْاَل َ ْعنَا‬
َ ُ‫ب تَتَّ ِخذُونَ ِم ْنه‬
َ ‫سك ًَرا َو ِر ْزقًا َح‬ ِ ‫َو ِم ْن ث َ َم َرا‬

Artinya:
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki
yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (An- Nahl 67)
Dalam ayat ini, menyebutkan tentang nikmat atau karunia Allah. Allah menjelaskan
bahwa Dia telah memberi kaunia dua jenis pohon kepada manusia, yaitu anggur dan
kurma. Dan dari keduanya dapat diperoleh minuman keras dan rezeki yang baik bagi
manusia yaitu berupa makanan dan minuman. Para Ulama sepakat bahwa pemberian
predikat baik adalah pada rezeki bukan pada mabuknya. Dengan demikian, pujian Allah
hanya ditujukan pada rezeki bukan pada mabuknya. Dari perbandingan diatas, orang-
orang yang befikir akan mengetahui perbedaannya dengan jelas.
b. Tahap kedua
Turun firman Allah.

‫اس َو ِإثْ ُم ُه َما أ َ ْك َب ُر ِم ْن نَ ْف ِع ِه َما‬ ٌ ‫َو َي ْسأَلُونَكَ َماذَا يُ ْن ِفقُونَ ۗ َي ْسأَلُونَكَ َع ِن ْالخ َْم ِر َو ْال َم ْيس ِِر ۖ قُ ْل فِي ِه َما ِإثْ ٌم َك ِب‬
ِ َّ‫ير َو َمنَافِ ُع ِللن‬
َ‫ت لَ َع َّل ُك ْم تَت َ َف َّك ُرون‬ َّ ُ‫قُ ِل ْال َع ْف َو َكذَلِكَ يُ َب ِين‬
ِ ‫َّللاُ لَ ُك ُم ْاْل َيا‬
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (Q.S. Al-Baqarah: 219)

13
MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tim Penyusun, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011)

15
Dalam ayat ini, membadingkan antara manfaat khamr seperti kesenangan , kegairahan,
atau keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya yang berupa dosa,
bahaya kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan
dorongan untuk berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara halus untuk menjauhkan khamr
dengan menonjolkan bahayanya.
c. Tahap ketiga
Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa diharamkannya khamr terhadap mereka
dalam waktu shalat saja agar mereka sadar dari mabuknya.

‫سبِي ٍّل َحتَّى تَ ْغتَ ِسلُوا‬


َ ‫َارى َحتَّى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َو َال ُجنُبًا ِإ َّال َعابِ ِري‬ َ ‫سك‬ ُ ‫ص َالة َ َوأ َ ْنت ُ ْم‬
َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َال تَ ْق َربُوا ال‬
َ ‫ص ِعيدًا‬
‫ط ِيبًا‬ َ ِ‫سفَ ٍّر أ َ ْو َجا َء أ َ َحد ٌ ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أ َ ْو َال َم ْست ُ ُم الن‬
َ ‫سا َء فَلَ ْم ت َِجد ُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬ َ ‫ضى أ َ ْو َعلَى‬ َ ‫َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر‬
‫ورا‬ َّ ‫س ُحوا ِب ُو ُجو ُِه ُك ْم َوأ َ ْيدِي ُك ْم ِإ َّن‬
ً ُ‫َّللاَ َكانَ َعفُ ًّوا َغف‬ َ ‫فَا ْم‬
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu
mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S. An-Nisa: 43)
d. Tahap terakhir
Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam
segala waktu

َ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬


ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫س ِم ْن َع َم ِل ال‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْيس ُِر َو ْاَل َ ْن‬
ٌ ْ‫صابُ َو ْاَل َ ْز َال ُم ِرج‬

‫ص َالةِ ۖ فَ َه ْل‬ ُ َ‫ضا َء فِي ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْيس ِِر َوي‬


َّ ‫صدَّ ُك ْم َع ْن ِذ ْك ِر‬
َّ ‫َّللاِ َو َع ِن ال‬ َ ‫طانُ أ َ ْن يُوقِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْالعَدَ َاوة َ َو ْالبَ ْغ‬
َ ‫ش ْي‬
َّ ‫إِنَّ َما ي ُِريد ُ ال‬
َ‫أ َ ْنت ُ ْم ُم ْنت َ ُهون‬

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan

16
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91)
Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara berangsur-angsur. Itulah
langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang ditempuh
oleh Islam.14

14
Qaththan, Manna’u, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rinieka Cipta, 1993)

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Al-Qur’an diturunkan dalam 2 tahap, yaitu : Dari Lauhil Mahfuz ke sama’
(langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.Dari sama’ dunia ke
bumi secara bertahap
2. Ada banyak hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur,
diantaranya: Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW, menentang dan
melemahkan para penentang Al-Qur’an, meringankan Nabi dalam menerima
wahyu, mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman
bagi kaum muslimin, Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan
hukum samawi, sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas
kejadian-kejadian itu, dan petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an
bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji.
3. Perbedaan Al-Qur’an dan Hadist yaitu Al-Quran mukjizat Rasul sedangkan
Hadis bukan mukjizat sekalipun Hadis Qudsi. Al-Quran diriwayatkan
seluruhnya secara mutawatir sedangkan Hadis tidak banyak diriwayatkan secara
mutawatir. Al-Quran hanya dinisbahkan kepada Allah, maka dari itu
penyandarannya menggunakan ‫يقول هللا‬atau ‫قال هللا تعالى‬sedangkan Hadis Nabawi
dinisbahkan kepada Rasulullah dengan memnggunakan redaksi ‫قال رسول هللا‬. Al-
Quran dari Allah, baik lafal maupun maknanya
4. Dengan mempelajari cara turunnya Al-Qur’an kita dapat mengetahui hikmah
dan kita dapat menerapkan cara tersebut dalam proses pembelajaran.
B. Saran
Kita sudah mengetahui, betapa banyak dan luar biasanya hikmah diturunkannya
Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Maka tidak perlu diragukan lagi tentang
kebijaksanaan Allah. Dan alangkah baiknya jika kita juga menerapkan cara-cara
tersebut dalam pembelajaran. Karena dengan proses bertahap maka akan
mempermudah kita dan juga anak didik kita.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Raghib sal-Isfahaniy, 1982, al-Mufradat fi aAlfadz Alqur’an al-Karim Beirut: Darul-Fikr.


Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad, 1999, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

Ma’rifat, M. Hadi, 2001, Sejarah al-Qur’an, terj. Thoha Musawa Jakarta: al-Huda

Manna Khalil al-Qathan,2002, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang : Litera Antar Nusa.

MF. Zenrif, 2008, Sintesis Paradigma Studi Al-Qur’an, Malang: UIN-Malang Pres

Naṣr Hâmid Abû Zayd, 2000, Mafhûm An-Naṣṣ: Dirâsah Fi ‘Ulûm Al-Qur’an, Maroko,
al-Markaz aṡ-Ṡaqafi al-‘Arabi.

Qaththan, Syaikh Manna’, 2006, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-
Mazni, cet. 1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar

Qaththan, Manna’u, 1993, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin Jakarta: PT.
Rinieka Cipta

Quraish Shihab, 2013, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Ghaib, Mizan, Bandung, cet III

Shubhi Ash-Shalih, 2002, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Rizki Putra.

19

Anda mungkin juga menyukai