Anda di halaman 1dari 23

BAB IX

BISNIS INTERNASIONAL

Apabila dalam suatu bisnis melibatkan para pihak dari lebih dari 1 (satu) negara,
maka bisnis yang demikian disebut dengan bisnis internasional. Banyak aspek yang
timbul manakala terjadi bisnis internasional tersebut yang perlu diatur oleh hukum agar
bisnis tersebut dapat berjalan dengan tertib, pasti dan adil. Berikut in beberapa aspek
hukum yang menyangkut dengan bisnis internasional (international business) atau
perdagangan internasional (international trade).

A. Jual Beli Internasional


1. Pengertian Jual Beli Internasional
Pada prinsipnya jual beli internasional merupakan jual beli biasa, sehingga
aturan hukum tentang jual beli biasa pada prinsipnya berlaku terhadap jual beli
internasional. Hanya saja yang membedakan dengan jual beli biasa adalah bahwa
dalam hal jual beli internasional, antara pihak penjual dengan pihak pembeli
tidak berada dalam 1 (satu) negara, sehingga harga ataupun barang harus dikirim
dari 1 (satu) negara ke negara lainnya. Karena itu, hukum tentang Jual Beli
Internasional akan berjalan berbarengan dengan hukum tentang ekspor-impor.
2. Benturan-benturan Hukum dalam Jual Beli Internasional
Karena umumnya ada 2 (dua) negara yang terlibat dalam hal jual beli
internasional di mana hukum dari negara-negara tersebut saling berbeda satu
sama lain, maka benturan-benturan hukum antarnegara yang terlibat tidak dapat
dihindari. Hukum berusaha menyelesaikan benturan tersebut dengan cara-cara
sebagai berikut:
 Dengan pembuatan konvensi-konvensi internasional.
 Penyelesaian lewat Hukum Perdata Internasional.
 Penyelesaian lewat pengaturan para pihak dalam kontrak.
Pokok-pokok masalah yang sering timbul dalam jual beli internasional ber-
hubung dengan berbedanya hukum di antara negara dari pihak pembeli dengan
negara dari pihak penjual adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan Hukum Negosiasi.
b. Akseptasi yang Berbeda dengan Tawaran.
c. Pembatalan Suatu Tawaran.
127
d. Perlu Tidaknya Suatu Consideration.
e. Keharusan Kontrak Tertulis.
f. Waktu Dianggap Tercapainya Kata Sepakat.
Berikut ini penjelasannya terhadap masing-masing kategori tersebut di atas,
yaitu sebagai berikut:
a. Kekuatan Hukum Negosiasi
Ada negara yang menganut prinsip bahwa negosiasi tidak mengikat sama
sekali, atau paling jauh, baru mengikat secara moral, belum secara hukum.
Jadi, ikatan hukum baru ada setelah ditandatanganinya kontrak. KUH Perdata
Indonesia (Pasal 1320) menganutprinsip seperti ini.
Akan tetapi, ada negara-negara yang sudah memberikan semacam ikatan
hukum kepada negosiasi sampai batas-batas tertentu, yaitu ikatan yang timbul
dari preliminary agreement.

b. Akseptasi yang Berbeda dengan Tawaran


Pada tahap-tahap awal dari suatu kontrak, salah satu pihak melakukan
penawaran (offer) dan pihak lain melakukan penerimaan (acceptance)
terhadap penawaran tersebut. Karena berbagai alasan, sering terjadi apa yang
ditawarkan ternyata tidak persis sama dengan penerimaan tawaran. Hukum
Indonesia menganut prinsip bahwa jika ada perbedaan antara penawaran
dengan penerimaan tawaran, maka kata sepakat belum terbentuk, sehingga
kontrak dianggap tidak pernah ada. Akan tetapi, ada negara-negara, seperti
Amerika Serikat, yang sampai batas-batas tertentu mentolerir perbedaan
antara penawaran dengan penerimaan tawaran, di mana jika perbedaan
tersebut tidak begitu signifikan, maka kontrak dianggap sudah ada, bahkan
penyimpangan tersebut dapat dianggap sebagai bagian dari kontrak yang
bersangkutan.

c. Pembatalan Suatu Tawaran


Jika sudah dilakukan suatu tawaran, misalnya tawaran untuk menjual dari
penjual, ada negara yang menganggap tawaran tersebut bisa dibatalkan
sebelum penerimaan tawaran dilakukan oleh pihak lawan, dengan alasan
bahwa tawaran tersebut masih merupakan perbuatan sepihak yang dapat
dibatalkan pula secara sepihak. Akan tetapi, ada juga negara-negara yang

128
mempunyai hukum yang menyatakan bahwa suatu tawaran, meskipun
merupakan perbuatan sepihak dan meskipun belum dilakukan penerimaan
tawaran oleh pihak lawan, tetapi sampai suatu waktu tertentu yang pantas
(reasonable time), maka tawaran tersebut tidak dapat dicabut kembali.

d. Perlu Tidaknya Suatu Consideration


Suatu consideration merupakan prestasi dari pihak lawan sebagai akibat
adanya prestasi dari pihak yang melakukan penawaran kontrak. Jika dalam hal
jual beli di mana pihak yang melakukan tawaran adalah pihak penjual, maka
yang merupakan consideration adalah harga barang yang harus dibayar oleh
pihak pembeli. Hukum dari negara-negara yang berlaku Common Law
umumnya mensyaratkan adanya unsur consideration ini, meskipun pember-
lakuannya semakin lama semakin luntur, tetapi hukum dari negara- negara
yang berlaku sistem Eropa Kontinental (seperti Indonesia) tidak mengakui
prinsip consideration ini.

e. Keharusan Kontrak Tertulis


Kemajuan teknologi dewasa ini menyebabkan dalam berkontrak, orang
tidak selamanya menggunakan kontrak tertulis yang ditandatangani kedua
belah pihak. Bahkan, dewasa ini penggunaan faksimile, telepon, atau internet
sudah semakin Bering digunakan dalam melakukan jual beli. Ada negara
seperti Indonesia yang memang tidak mengharuskan kontrak jual beli
dilakukan secara tertulis. Akan tetapi, ada negara yang berlaku prinsip Statute
of Fraud, yang mengajarkan bahwa kontrak tertentu harus dilakukan secara
tertulis, seperti jual beli dengan harga di atas harga tertentu.

f. Waktu Dianggap Tercapainya Kata Sepakat


Waktu dianggap sudah tercapainya kata sepakat juga berbeda dari 1 (satu)
negara ke negara lainnya. Bahkan, banyak negara yang sama sekali tidak jelas
hukumnya tentang hal tersebut. Ada negara yang hukumnya menyatakan
bahwa kata sepakat terjadi pada saat dikirimnya penerimaan tawaran. Ada
juga yang mengatakan pada saat diterimanya oleh pihak penawar pengiriman
penerimaan tawaran. Akan tetapi, ada juga yang menyatakan pada saat pihak
penawar mengetahuinya secara nyata (actual knowledge) bahwa tawarannya

129
sudah diterima oleh pihak lawan dan masih banyak lagi teori yang lain.

3. Dasar Hukum terhadap Jual Beli Internasional


Perlu diketahui apakah yang menjadi dasar hukum terhadap suatu kontrak jual
beli internasional. Dasar hukum tersebut adalah sebagai berikut:
 Ketentuan dalam kontrak tersebut, berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
 Ketentuan dalam Undang-Undang tentang Hukum Kontrak (Nasional).
 Kebiasaan bisnis (trade usage).
 Yurisprudensi.
 Kaidah Hukum Perdata Internasional.
 Konvensi-konvensi internasional, seperti United Nations Convention on
Contracts for the International Sale.

4. Pengaturan Risiko dalam Jual Beli Internasional


Berhubung berbedanya negara dari pembeli dengan penjual, sehingga
memerlukan pengiriman barang dari 1 (satu) tempat ke tempat lainnya, maka
berbagai kemungkinan dapat terjadi alas barang objek jual beli tersebut.
Misalnya, barang tersebut hilang atau rusak di tengah jalan. Umumnya hal
tersebut dapat dikategori sebagai kejadian force majeure. Sering menjadi masalah
dalam hal ini siapakah yang harus menanggung risiko tersebut, apakah pihak
penjual atau pihak pembeli.
Untuk pengaturan risiko dalam hal jual beli internasional ini, hukum mem-
berikan jalan yuridis sebagai berikut:
a. Risiko dapat diatur sendiri dalam kontrak yang bersangkutan.
b. Risiko mengikuti kepemilikan. Dalam hal ini apabila hak milik sudah
berpindah kepada penjual, maka risiko pun berpindah kepada penjual.
c. Risiko mengikuti pengaturan hukum mana yang berlaku. Setelah ditentukan
hukum negara mana yang berlaku, maka dilihat bagaimana pengaturan risiko
dalam hukum negara tersebut.
d. Risiko mengikuti prinsip reservasi kepemilikan. Adakalanya ditentukan dalam
kontrak bahwa hak milik belum berpindah meskipun barang sudah diserahkan,
misalnya karena harga belum dibayar lunas. Karena itu, adalah adil jika
ditentukan dalam kontrak bahwa risiko pun mestinya belum berpindah ke
pihak pembeli.
130
e. Risiko mengikuti penyerahan benda. Jika benda sudah diserahkan, maka risiko
pun sudah harus berpindah. Tentang saat penyerahan benda ini terdapat
berbagai kemungkinan bergantung model mana yang dipilih oleh para pihak
dalam kontrak tersebut. Misalnya, dapat dipilih model FOB (free on board),
CIF (Cost, Insurance and Freight) dan lain-lain.

B. METODE PEMBAYARAN INTERNASIONAL


Dalam dunia bisnis dan hukum, ada perkembangan secara evolutif terhadap
metode pembayaran terhadap suatu transaksi ini. Perkembangan metode
pembayaran secara evolutif adalah sebagai berikut:
 Mulai dari metode pembayaran barang ditukar dengan barang (barter).
 Metode pembayaran cash (barang ditukar langsung dengan uang).
 Metode pembayaran dengan cek (barang ditukar dengan cek).
 Metode pembayaran yang lebih mutakhir, seperti pembayaran lewat letter of
credit (UC), kartu kredit, kartu debit dan sebagainya.

Dalam hukum tentang perdagangan internasional, apabila dilihat dari waktu


dilakukannya pembayaran, dikenal beberapa metode pembayaran sebagai berikut:
1. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu.
2. Metode Pembayaran secara Open Account.
3. Metode Pembayaran atas Dasar Konsinyasi.
4. Metode Pembayaran secara Documentary Collection.
5. Metode Pembayaran secara Documentary Credit.
Berikut ini penjelasannya bagi masing-masing metode pembayaran tersebut,
yaitu sebagai berikut:
1. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu
Dengan metode pembayaran terlebih dahulu ini, yang dimaksudkan
adalah suatu sistem pembayaran di mana pihak penjual (eksportir) baru akan
mengirim barang dagangannya setelah menerima pengiriman harga barang.
2. Metode Pembayaran Secara Open Account
Metode pembayaran secara open account adalah kebalikan` dari metode
pembayaran terlebih dahulu. Dengan metode pembayaran secara open account
ini, justru harga baru dibayar oleh pembeli setelah harga diterima oleh penjual.
3. Metode Pembayaran Atas Dasar Konsinyasi
131
Dalam metode pembayaran secara konsinyasi ini, pembayaran dilakukan
lebih lama lagi. Sebab harga barang baru dibayar pada saat barang tersebut telah
dijual lagi oleh pembeli kepada pihak ketiga dan harga sudah dilunasi oleh pihak
ketiga tersebut kepada pihak pembeli.
4. Metode_ Pembayaran Secara Documentary Collection
Metode pembayaran secara documentary collection ini dilakukan dengan
menggunakan dokumen Bills of Exchange. Yakni harga barang segera harus
dibayar setelah shipping documents tiba di banknya importir. Pembayaran harga
tersebut dipertukarkan dengan shipping documents tersebut, di mana tanpa
shipping documents, pihak importir tidak dapat mengambil barang tersebut.
5. Metode Pembayaran Secara Documentary Credit
Dengan metode pembayaran secara documentary credit ini, yang
dimaksudkan adalah bahwa pembayaran dilakukan dengan memakai dokumen
Letter of Credit (UC). Dalam hal ini pembayaran dilakukan tanpa menunggu
tibanya barang atau tibanya dokumen. Akan tetapi, dibayar pada saat pihak
pembeli telah membuka letter of credit di suatu bank dan bank tersebut
meneruskannya kepada bank koresponden. Maka pada saat tersebut barang sudah
dapat dikirim.

132
C. SAAT PENYERAHAN BENDA DAN PENYERAHAN KEPEMILIKAN
Dalam suatu transaksi internasional yang memerlukan penyerahan benda,
kapankah sebenarnya benda tersebut dianggap sudah diserahkan. Hal ini menjadi
rumit manakala pengiriman barang ke tempat tujuan tempatnya jauh, dengan
berbagai kemungkinan dapat terjadi di tengah jalan.
Tentang kapan saatnya dianggap penyerahan barang sehingga dianggap juga saat
penyerahan kepemilikan, dan peralihan risiko, oleh International Chamber of
Commerce telah mengatur berbagai kemungkinannya, yang kemudian dikenal
dengan istilah INCOTERMS. INCOTERMS ini diperkenalkan pertama kali oleh
International Chamber of Commerce pada tahun 1936, yang kemudian diubah
secara berturut-turut tahun 1953, 1967, 1976, 1980, 1990, dan 2000 dan seterusnya.
Dalam INCOTERMS tersebut terdapat istilah-istilah sebagai berikut:
1. Ex Work (diikuti dengan nama tempat) disingkat EXW.
2. Free Carrier (diikuti nama tempat) disingkat FCA.
3. Free Alongside Ship (diikuti nama pelabuhan muat) disingkat FAS.
4. Free on Board (diikuti nama pelabuhan must) disingkat FOB.
5. Cost and Freight (diikuti nama pelabuhan bongkar) disingkat CFR atau C&F.
6. Cost, Insurance & Freight (diikuti nama pelabuhan bongkar) disingkat CIF
7. Carriage Paid To (diikuti nama tempat tujuan) disingkat CPT.
8. Carriage and Insurance Paid To (diikuti nama tempat tujuan) singkat CIP
9. Delivered at Frontier (diikuti nama tempat tujuan) disingkat DAR
10.Delivered Ex Ship (diikuti nama tempat tujuan) disingkat DES.
11.Delivered Ex Quay (Duty Paid) (diikuti nama pelabuhan bongkar disingkat DEQ.
12.Delivered Duty Unpaid (diikuti nama tempat tujuan) disingkat DDU.
13.Delivered Duty Paid (diikuti nama tempat tujuan) disingkat DDF.
Selain dari istilah-istilah INCOTERMS seperti tersebut di atas, masih ada istilah-
istilah lain sebagai berikut:
1. Free on Truck disingkat FOT
2. Free on Rail, disingkat FOR.
3. Free In Clause.
4. Free Out Clause.
Berikut penjelasan bagi masing-masing istilah tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Ex Work(Diikuti Dengan Nama Tempat) Disingkat EXW
Dalam hal ini pihak pengirim/penjual barang bertanggung jawab hanya sampai di

133
tempat pengirimnya sendiri. Misalnya, dia hanya bertanggung jawab hanya
sebatas di gudang/pabrik penjual sendiri. Jadi, penjual tidak bertanggung jawab
terhadap loading ke atas kendaraan dan clearing untuk diekspor juga tanggung
jawab pembeli.
2. Free Carrier(Diikuti Nama Tempat) Disingkat FCA
Dalam hal ini pihak penjual tidak lagi bertanggung jawab setelah barang
diserahkan dan setelah dilakukan clearing untuk diekspor sampai ketempat
tertentu yang ditentukan oleh pembeli.
3. Free Alongside Ship (Diikuti Nama Pelabuhan Muat) Disingkat FAS
Dalam hal ini pihak penjual hanya bertanggung jawab sampai dengan barang tiba
di kapal, tetapi mulai dari memuatnya ke dalam kapal sudah menjadi tanggung
jawab pembeli.
4. Free on Board (Diikuti Nama Pelabuhan Muat) Disingkat FOB
Dalam hal ini pihak penjual hanya bertanggung jawab sampai barang tersebut
dimuat dalam kapal. Tepatnya penjual bertanggung jawab hanya setelah barang
tersebut melewati ship's rail di pelatihan. yang bersangkutan.
5. Cost and Freight (Diikuti Nama Pelabuhan Bongkar) Disingkat CFR atau
C&F
Dalam hal ini pihak penjual hanya bertanggung jawab terhadap cost dan freight
saja. Sementara pihak pembeli bertanggung jawab terhadap risiko dan biaya-
biaya lainnya.
6. Cost, Insurance & Freight (Diikuti Nama Pelabuhan Bongkar) Disingkat
CIF
Dalam hal ini tanggung jawab pihak penjual sama seperti dalam C&F tersebut di
atas, ditambah dengan kewajiban pihak penjual untuk mengasuransikan barang
tersebut terhadap hilang atau rusak.
7. Carriage Paid To (Diikuti Nama Tempat Tujuan) Disingkat CPT
Dalam hal ini pihak penjual bertanggung jawab terhadap freight pengiriman
sampai ke tempat tujuan, sementara pihak pembeli bertanggung jawab terhadap
risiko, rusak atau hilangnya barang.
8. Carriage and Insurance Paid To (Diikuti Nama Tempat Tujuan) Disingkat
CIP
Dalam hal ini tanggung jawab sama dengan tanggung jawab dalam hal CPT
tersebut di atas, ditambah dengan kewajiban penjual untuk mengasuransikan

134
barang dan membayar premi asuransi.
9. Delivered at Frontier (Diikuti Nama Tempat Tujuan) Disingkat DAF
Dalam hal ini pihak penjual bertanggung jawab sampai barang tempat tujuan,
tetapi sebelum sampai ke customs boarder dari negara tempat tujuan.
10.Delivered Ex Ship (Diikuti Nama Tempat Tujuan) Disingkat DES
Dalam hal ini pihak penjual bertanggung jawab sampai ke pelabuhan tempat
tujuan, tetapi tidak bertanggung jawab terhadap clearing barang impor.
11.Delivered Ex Quay (Duty Paid) (Diikuti Nama Pelabuhan Bongkar)
Disingkat DEQ
Dalam hal ini tanggung jawabnya sama dengan dalam sistem DES, ditambah
kewajiban pihak penjual terhadap cost dan risk yang mungkin timbul dalam hal
clearing barang impor dan custom formalities.
12.Delivered Duty Unpaid (Diikuti Nama Tempat Tujuan) Disingkat DDU
Dalam hal ini pihak penjual bertanggung jawab sampai ke tempat tujuan. Jadi,
dia bertanggung jawab terhadap semua cost dan risk dalam hal mengangkut
barang, tetapi tidak termasuk clearing barang impor, custom, formalities, dan
lain-lain.
13.Delivered Duty Paid (Diikuti Nama Tempat Tujuan) Disingkat DDP
Dalam hal ini penjual bertanggung jawab sampai ke tempat tujuan, di mana dia
harus bertanggung jawab terhadap semua cost dan risk, termasuk pajak, duties,
clearing barang impor, custom formalities, dan lain-lain.
14.Free on Truck Disingkat FOT
Dalam hal ini, pihak penjual bertanggung jawab sampai dengan barang dimuat
dalam truk.
15.Free on Rail Disingkat FOR
Dalam hal ini, pihak penjual bertanggung jawab sampai dengan barang dimuat
dalam kereta api.
16. Free In Clause
Dalam hat ini pihak penjual bertanggung jawab terhadap pembayaran biaya
muat/bongkar.
17. Free Out Clause
Dalam hat ini biaya muat/bongkar ditanggung oleh pihak pembeli.

D. LETTER OF CREDIT

135
1. Pengertian dan dasar hukum L/C
Terhadap istilah Letter of Credit (L/C) ini, sering juga disebut dengan
Documentary Credit (Kredit Berdokumen). Yang dimaksud dengan L/C adalah suatu
kontrak, dengan mana suatu bank (issuing bank) bertindak atas permintaan dan perintah
dari seorang nasabah (pemohon L/C) yang biasanya berkedudukan sebagai importir
untuk melakukan pembayaran kepada pihak pengekspor atau pihak ketiga (beneficiary)
atau membayar atau mengaksep wesel-wesel yang ditarik oleh beneficiary, atau memberi
kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran, atau untuk mengaksep atau
mengambil alih (negosiasi) wesel-wesel tersebut, atas dasar penyerahan dokumen
tertentu yang sebelumnya telah ditentukan, asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan.
Yang merupakan dasar hukum dari suatu L/C adalah klausula dalam kontrak
jual beli yang menundukkan diri kepada Uniform Customs and Practices for
Documentary Credit (disingkat UCP), hukum setempat (di Indonesia termasuk peraturan
di bidang perbankan), dan kebiasaan dalam perdagangan (trade usages). Di samping itu,
berbagai peraturan perbankan juga dengan tegas memberlakukan UCP tersebut dalam
praktek hukum di Indonesia, baik terhadap UC international maupun ter hadap UC
domestik.
International Chamber of Commerce (ICC) dalam tahun 1933,telah me-
nyeragamkan UC dengan terbentuknya Uniform Customs and Practices for
Documentary Credit (disingkat UCP) dan merevisinya berturut-turut tahun 1951, 1962,
1983, 1994, dan seterusnya. Di belakang nama UCP biasanya disebut 1 (satu) angka
yang membedakan dengan UCP revisi sebelumnya. Misalnya, UCP hasil revisi tahun
1994 lazim disebut dengan UCP 500.
Bagaimanakah proses-penerbitan UQ itu? Penerbitan L/C didasari atas suatu
kontrak jual beli/ekspor impor yang disebutkan di dalamnya bahwa cara pembayarannya
adalah dengan penerbitan L/C oleh pihak pembeli. Unsur-unsur yuridis dari penerbitan
suatu L/C adalah sebagai berikut:
a. Adanya kontrak jual beli.
b. Atau dipakai surat pesanan, pro forma invoice, atau confirmation of sale, jika
kontrak jual beli tersebut tidak ada.
c. Menyediakan sejumlah dana yang harus disetor kepada bank sesuai peraturan dan
ketentuan perbankan yang berlaku.
Proses penerbitan L/C adalah sebagai berikut:

136
a. Kontrak jual beli dilakukan, dalam kontrak mana ditentukan bahwa pihak pembeli
wajib membuka L/C.
b. Pihak pembeli mengajukan aplikasi L/C kepada bank devisa (bank penerbit) untuk
kepentingan pihak penjual.
c. Bank penerbit mengirim surat L/C kepada penjual melalui bank koresponden.

d. Bank koresponden/advising bank memberi tahu penjual bahwa kepadanya L/C telah
diterbitkan.
e. Setelah penjual menerima surat L/C, maka dia mengirim barangnya kepada pembeli.
f. Oleh penjual, dokumen asli diserahkan kepada advising bank dan duplikatnya
dikirim kepada pembeli.
g. Dilakukan pembayaran oleh advising bank setelah meneliti kelengkapan dokumen.
h. Dokumen yang telah diterima oleh advising bank dikirim ke issuing bank.
i. Setelah menerima dokumen-dokumen, issuing bank membayar kepada advising
bank.
j. Pembuka kredit (pembeli) membayar kewajibannya kepada issuing bank setelah
dinotifikasi oleh issuing bank bahwa semua dokumen telah datang.
k. Issuing bank mengirim dokumen ash kepada pembuka kredit, berdasarkan
dokumen-dokumen mana barang-barang dapat diminta dari pengangkut.

2. Para Pihak dalam L/C


Adapun yang merupakan para pihak dalam suatu L/C adalah sebagai berikut:

a. Pihak Pembeli
Pihak pembeli adalah pihak importir yang membeli barang dan membuka L/C.
b. Pihak Penjual
Pihak penjual adalah pihak eksportir terhadapnya L/C dibuka.
c. Pihak Pembuka L/C
Bank pembuka L/C atau yang disebut dengan issuing bank adalah bank yang
membuka L/C setelah dimintakan oleh pihak pembeli.
d. Pihak Penerus L/C
Bank penerus L/C adalah bank yang dimintakan oleh bank pembuka L/C untuk
meneruskan L/C dan membayarkan kepada pihak penjual. Bank penerus L/C ini
disebut juga dengan Conforming Bank, Correspondent Bank, Advising Bank, Paying

137
Bank, atau Negotiating Bank.

3. Jenis-jenis L/C
L/C banyak jenisnya. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Revocable L/C
Umumnya L/C tidak dapat dibatalkan (irrevocable) kecuali dengan persetujuan
kedua belah pihak. Akan tetapi, ada jenis L/C yang dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak tanpa membutuhkan persetujuan pihak lainnya, yaitu yang disebut dengan
revocable L/C.
b. Sight UC
Usance L/C adalah L/C yang dibayar oleh advising bank pada saat wesel-wesel dan
dokumen-dokumen lain diajukan oleh eksportir. Yang kemudian menjadi tanggung
gugat adalah pihak atas nama siapa wesel tersebut diterbitkan, yaitu advising bank,
opening bank, bank ketiga, atau pihak pembeli.
Sebaliknya, jika L/C tersebut baru dapat dibayar bukan pada saat diserahkan
dokumen, melainkan pada saat jatuh tempo wesel, disebut dengan usance L/C.
c. Open/Clean L/C
Biasanya UC dibayar dengan menunjukkan dokumen tertentu (documentary L/C).
Akan tetapi, adakalanya L/C dapat dibayar tanpa perlu menunjukkan dokumen
tertentu, seperti L/C untuk pembayaran rutin yang jumlah uangnya kecil-kecil. L/C
seperti ini disebut dengan open/clean L/C.
d. Restricted/Straight L/C
Adakalanya ada klausula yang menyebutkan bahwa suatu L/C hanya dapat
dinegosiasi oleh bank tertentu saja. L/C seperti itu disebut dengan restricted/straight
L/C. Jika L/C yang telah diteruskan oleh advising bank kemudian bank-bank lain
dapat menegosiasikannya disebut dengan general L/C.
e. Non-Transferable UC
Apabila secara khusus ada klausula yang menyatakan bahwa L/C dapat dialihkan
kepada pihak lain, maka L/C yang demikian disebut dengan Transferable L/C atau
assignable L/C ataupun Divisible L/C. Akan tetapi, apabila tidak ada penyebutan
seperti itu, disebut dengan Non-Transferable L/C.
f. Aflopend dan Revolving L/C
Aflopend L/C adalah L/C yang apabila tidak digunakan dalam batas waktu tertentu,
L/C tersebut tidak dapat digunakan lagi. Jika L/C tersebut masih juga ingin

138
digunakan, L/C tersebut harus diperpanjang lebih dahulu atau dibuka L/C baru.
Di samping itu, ada L/C yang berjangka waktu cukup lama, di mana dalam jangka
waktu tersebut dapat diperkenankan menarik beberapa wesel, karena memang ada
beberapa transaksi. L/C seperti ini disebut dengan revolving L/C.
g. Back to Back L/C
Back to back L/C disebut juga dengan istilah Counter L/C. Dalam hal ini
dikeluarkan L/C di mana negotiating/advising bank bukan langsung membayar L/C,
melainkan membuka L/C baru (misalnya dengan terms dan conditions yang
berbeda) untuk kepentingan pihak ketiga. L/C seperti ini diterbitkan misalnya jika
pihak pembeli hanya sebagai perantara/komisi saja.
h. Red Clause L/C
Red Clause L/C disebut juga dengan istilah anticipatory L/C. Pada L/C seperti ini
dituliskan dengan tinta merah suatu klausula (red clause) yang menyatakan bahwa
sebagian uang dalam L/C dapat dibayar meskipun dokumen belum diberikan.
Pembayaran tersebut sering dimaksudkan sebagai advance payment dari jual beli
yang bersangkutan.
i. Transit L/C
Transit L/C adalah L/C yang proses penerbitannya dilakukan sebagai berikut:
Issuing bank di negara X membuka L/C atas permintaan aplicant di negara Y
melalui banknya di negara Y untuk dibayar kepada beneficiary di negara Z. Jadi, ada
3 (tiga) bank di 3 (tiga) negara yang terlibat., L/C seperti ini diterbitkan misalnya
bank applicant kurang dikenal atau tidak acceptable oleh pihak penjual, sehingga,
dibutuhkan bank di negara lain yang lebih terkenal dan terpercaya.
j. Travellers L/C
Suatu travellers L/C berguna bagi orang yang bepergian, yang membawa L/C
sebagai ganti membawa uang. Dalam hal ini di negara asal dimintakan suatu bank
untuk menerbitkan L/C, sedangkan advising bank adalah di negara-negara tempat,
tujuan perjalanan. Dalam hal ini nomor paspor dan contoh tanda tangan dari pihak
pemilik L/C menjadi syarat pembukaan L/C jenis ini.
k. Stand By L/C
Stand By L/C berfungsi sama dengan garansi, yakni L/C yang dapat dipergunakan
untuk. menjamin jika ada wanprestasi atas suatu kontrak. L/C seperti ini tetap tidak
dibayar-bayar (stand by) sampai terjadi suatu tindakan tertentu, misalnya jika ada
wanprestasi atas kontrak.

139
4. Prinsip-prinsip Yuridis dari L/C
Terhadap suatu L/C berlakulah prinsip-prinsip yuridis sebagai berikut:
a. Hukum terhadap L/C adalah hukum tentang dokumen, bukan hukum tentang barang
atau jasa. Karena bank harus telah membayar sebelum barang datang, maka bank
hanya dapat berpegang pada dokumen semata-mata: Konsekuensinya bahwa antara
L/C dengan kontrak jual beli berdiri independen, bukan assessoir dari yang 1 (satu)
terhadap yang lainnya. Sehingga dalam hal ini, jika yang 1 (satu) tidak sah, tidak
berarti yang lainnya-juga tidak sah. Akan tetapi, prinsip independensi ini ada
kekecualiannya, yaitu apa yang dikenal dengan "fraud exeption". Yaitu jika terjadi
penipuan (fraud) dalam kontrak jual beli, maka UC tidak dapat dibenarkan,
meskipun dokumen-dokumen UC lengkap dan sempurna.
b. Bank berkewajiban untuk memeriksa seluruh dokumen dengan tingkat kepedulian
yang wajar (reasonable care).
c. Terhadap L/C yang memerlukan dokumen, maka doktrin substantif performance
tidak berlaku. Yang berlaku adalah doktrin strict compliance. Yakni para pihak harus
memenuhi dokumen secara strict, seperti yang tertulis dalam "the four comer" dari
dokumen-dokumen yang ada. Meskipun begitu, ada penyimpangan-penyimpangan
yang bersifat marginal terhadap doktrin strict compliance dapat dibenarkan.
Penyimpangan tersebut misalnya dengan memberlakukan asas "merchantile
custome", "usage", "the equivalence, universally understood", dan lain-lain.
d. Bank dapat menerima dokumen dalam sistem informasi modem, seperti facsimile,
telex, carbon copy, dan sebagainya.
e. Berlaku prinsip silence is consent. Maksudnya adalah bahwa kepada bank diberikan
waktu yang pantas (reasonable time) untuk memutuskan apakah menerima atau
menolak dokumen tersebut Apabila dalam waktu yang pantas tersebut bank diam
saja, d anggap bank menerima dokumen tersebut. y
f. Berlaku Homeword Trend. Maksudnya bila tidak diatur dalam peraturan
internasional (UCP) dan terdapat perbedaan antara hukum di negara issuing bank
dengan hukum di negara advising bank, maka yang berlaku adalah hukum di negara
issuing bank. Akan tetapi terjadi perkembangan dalam praktek yang menginginkan
berlakunya hukum di negara advising bank (lex loci contractus).

E. IMBAL BELI INTERNASIONAL

140
Transaksi imbal beli disebut juga dengan istilah "barter", "counter purchase",
atau "counter trade". Yang dimaksudkan adalah suatu jenis transaksi dagang di mana
sebuah perusahaan mengekspor barang tertentu ke suatu negara dengan persyaratan
bahwa dia juga harus mengimpor barang-barang lain dari negara tersebut sebagai
imbalannya. Secara sangat klasik imbal beli international ini disebut sebagai tukar-
menukar menukar atau "barter". Banyak negara mempersyaratkan agar dalam bisnis
tertentu dilakukan dengan cara barter ini.
Yang merupakan motif mengapa dilakukan suatu transaksi secara imbal beli
adalah sebagai berikut:
1. Ada negara yang tidak mempunyai punya cukup devisa untuk melakukan
pembayaran atas jual-beli suatu produk.
2. Terkadang devisa cukup tersedia, tetapi lebih diprioritaskan untuk bidang-bidang
lain.
3. Kesempatan bagi negara pembeli untuk menggenjot ekspornya.
Adapun yang menjadi dasar hukum dari suatu kontrak imbal beli adalah sebagai
berikut:
1. Ketentuan Umum tentang Kontrak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Ketentuan KUH Perdata tentang Jual Beli.
3. Ketentuan KUH Perdata tentang Tukar-Menukar.
4. Kebiasaan dalam Perdagangan Internasional.
5. Hukum Perdata internasional.
6. International Convention.
7. Hukum Internal Lainnya, Seperti Hukum tentang Ekspor-Impor, UC: Moneter,
Perbankan, dan Lain-lain.
Dilihat secara yuridis, ada berbagai jenis transaksi dengan cara imbal beli ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Commercial Counter Trade
2. Industrial Counter Trade
3. Counter Purchase
4. Compensation/Buy Back
5. Barter
6. Perjanjian Swap
7. Perjanjian Clearing
8. Switch Trading

141
9. Transaksi Offset
10. Program Import Entitlement
11. Perjanjian Framework
12. Imbal Beli Pro Active
13. Reverse Countertrade
Berikut ini penjelasannya bagi masing-masing jenis imbal beli tersebut, yaitu sebagai
berikut:
1. Commercial Counter Trade
Imbal beli komersil ini dimaksudkan sebagai suatu imbal beli di mana suatu negara
setuju menjual produknya ke negara lain dan sebagai imbalannya negara lain
tersebut setuju untuk membeli barang tertentu dari mitra dagangnya itu. Counter
trade seperti ini biasanya mengambil model tukar langsung (barter). Misalnya,
pemerintah Iran mempertukarkan 700.000 (tujuh ratus ribu) barel, minyak mentah
dengan 200.000 (dua ratus ribu) ton beras dari Thailand. Atau pemerintah Indonesia
pernah merencanakan (tetap gagal) untuk mempertukarkan pesawat terbang buatan
Bandung (jenis CN 35) dengan beras ketan dari Thailand.
2. Industrial Counter Trade
Dengan model imbal beli seperti, ini, sebuah negara industri menjual peralatan
canggih kepada negara lain dengan imbalan negara tersebut membeli produk yang
dihasilkan oleh industri tersebut Misalnya, negara Jepang mentransfer teknologi
petroleum ke Indonesia dengan imbalan bahwa Jepang akan membeli produk
petroleum dari Indonesia misalnya selama 20 (dua puluh) tahun.

3. Counter Purchase
Dengan counter purchase tersebut, sebuah perusahaan swasta di suatu negara
menjual suatu produk ke perusahaan di negara lain dengan imbalan di mana dia juga
harus membeli produk tertentu lainnya. dari negara lain tersebut. Misalnya, sering
kali perusahaan yang memproduksi pesawat terbang di Amerika Serikat menjual
pesawatnya ke negara-negara blok Timur, tetapi dia juga harus membeli barang-
barang sandang-pangan dari negara-negara blok Timur tersebut. Atau sebuah
perusahaan Indonesia membuat sebuah jalan tol di Malaysia di mana sebagai
imbalannya, dia harus membeli mobil buatan Malaysia (merek Proton Saga) untuk
dijadikan taxi di Indonesia.
4. Compensation/Buy Back

142
Imbal beli dengan bentuk compensation ini sering disebut dengan "buy back".
Compensation termasuk salah satu model imbal beli komersil, di mana yang
dimaksudkan adalah sebagai suatu imbal beli dengan mana suatu negara setuju
menjual produknya ke negara lain dan sebagai imbalannya negara lain tersebut
setuju untuk membeli barang tertentu dari mitra dagangnya itu.

5. Barter
Barter adalah suatu model imbal beli yang paling sederhana di mana yang terjadi
adalah semacam tukar lepas. Dalam hal ini suatu benda dari 1 (satu) negara
dipertukarkan dengan benda dari negara lain secara langsung tanpa perlu
mengaitkan dengan harga tertentu. Dengan demikian, barter tergolong ke dalam
"noncurrency transaction". Contoh transaksi barter adalah seperti yang telah
disebutkan di atas, yaitu pemerintah Indonesia pernah merencanakan (tetapi gagal)
untuk mempertukarkan pesawat terbang buatan Bandung dengan sekian ton beras
ketan dari Thailand.
6. Perjanjian Swap
Swap merupakan transaksi antara 3 (tiga) pihak atau lebih di mana untuk
menghemat ongkos-ongkos, dilakukan pertukaran pengiriman barang. Misalnya,
pernah terjadi di mana negara Uni Soviet akan mengirim minyak mentah ke Cuba,
sementara Mexico juga akan mengirim minyak mentahnya ke Yunani dan Turki.
Untuk menghemat biaya pengiriman dilakukanlah transaksi swap, di mana pihak
Mexico mengirim minyak mentahnya ke Cuba (sehingga lebih dekat) dan pihak Uni
Soviet akan mengirim minyak mentahnya ke Yunani dan Turki (juga lebih dekat).

7. Perjanjian Clearing
Dengan Perjanjian Clearing yang dimaksudkan adalah perjanjian antara 2 (dua)
negara dengan mana masing-masing negara saling membeli produk yang berbeda
sampai jumlah tertentu dalam waktu tertentu. Untuk dapat terlaksana maksud
tersebut dibukalah clearing account atau yang disebut juga dengan evidence
account.
8. Switch Trading
Dalam hubungan dengan perjanjian clearing seperti tersebut di atas, jika ada pihak
yang tidak dapat memenuhi prestasinya, khususnya jika salah satu pihak tidak dapat

143
membeli seperti yang diperjanjikan, maka timbullah angka kredit pada clearing
account Akan tetapi, dengan switch trading, pihak yang tidak dapat memenuhi
prestasinya dapat menunjuk pihak ketiga untuk mensubstitusinya (biasanya dengan
suatu harga discount khusus).
9. Transaksi Offset
Transaksi offset merupakan bentuk kombinasi antara kewajiban menyuplai barang
ke negara lain berdasarkan suatu kontrak, tetapi di lain pihak ada kewajiban untuk
membeli barang-barang spareparts atau barang-barang lain dari negara yang
disuplai tersebut.

144
10. Program, Import Entitlement
Program; Import_ entitlement merupakan program yang berlandaskan kepada
pembelian paralel. Dalam hal ini bagi pihak yang menjual barang ke negara tertentu
akan diberikan "perlakuan khusus" seandainya dia juga dapat membeli barang
tertentu dengan nilai yang sama dart negara tersebut.
11. Perjanjian Framework
Dalam hal ini dibuat suatu kontrak jangka panjang, di mana di lakukan pertukaran:
ekspor secara rutin. berdasarkan "on going" basis Dalam hal ini kekurangan atau
kelebihan pasokan dart negara tersebut akan dihitung dengan menggunakan escrow.
Berbeda dengan imbal beli biasa yang dilakukan berdasarkan kasus per kasus, maka
kontrak framework dilakukan berdasarkan on going basis secara rutin untuk jangka
waktu tertentu.
12. Imbal Beli Proactive
Imbal beli proactive sering disebut juga dengan imbal beli yang progresif. Dalam
hal ini yang dilakukan adalah pihak pemasok barang ke-1' (kesatu) negara sebelum
memasok barangnya justru terlebih dahulu membeli barang-barang tertentu dart
negara tujuan tersebut. Setelah dia membeli barang tersebut, hak untuk memasok
bila perlu dapat dijualnya kepada orang lain dengan pembayaran fee tertentu.
13. Reverse Countertrade
Reverse countertrade sering juga disebut dengan positive counter trade.
Yang dimaksudkan adalah bahwa pihak yang akan melakukan transaksi dengan
negara lain justru lebih senang melakukan deal secara imbal beli daripada deal tunai
(dengan hard currency). Hal ini misalnya dimaksudkan agar terjamin cukup
tersedianya supply bahan-bahan tertentu yang akan under supply di masa tertentu.

F. WORLD TRADE ORGANIZATION


1. Pengertian dan Latar Belakang General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) dan World Trade Organization (WTO)
Karena dalam berinteraksi secara internasional satu sama lain dalam per-
dagangan dunia akan mengalami bentrokan dan perselisihan-perselisihan, maka negara-
negara di dunia memerlukan suatu kesepakatan terhadap aturan main tertentu dalam
suatu sistem perdagangan global. Sistem aturan main, termasuk sistem penyelesaian
sengketa berkembang dalam suatu tatanan dalam ruang lingkup General Agreement on
Tariffs and Trade (GATT)/World Trade Organization (WTO).

145
World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi kelanjutan dari
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) yang dibentuk pada tahun 1947 dan mulai beroperasi pada tahun 1948
merupakan suatu sistem, suatu forum, dan suatu lembaga internasional di bidang
perdagangan, yang berwujud suatu kontrak atau traktat antara para pihak peserta
kontrak, untuk mematuhi aturan main yang telah disepakati bersama dalam bidang
perdagangan internasional.
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) memiliki beberapa sistem dan
forum sebagai berikut:
a. Sistem Yuridis
Dalam hal ini akan berfungsi sebagai pembuat aturan main (rule making).
b. Forum Negosiasi
Forum ini akan berfungsi sebagai pelaksana negosiasi. putaran perundingan, dengan
sasaran untuk mencapai pengembangan terhadap perjanjian multilateral, tariff dan
nontariff, dan sebagainya.
c. Forum-Pengambilan Keputusan
Forum. ini berfungsi sebagai pengendali arah General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) sebagai suatu sistem.

d. Sistem Penyelesaian Sengketa


Fungsinya adalah untuk _'menyelesaikan sengketa yang timbul dengan mekanisme
yang baik dan adil.
e. Sistem Organisasi Internasional.
Sistem ini berfungsi untuk mengarahkan operasi General Agreement of Tariffs and
Trade (GATT) secara terpadu, sehingga dapat mengendalikan General Agreement
on Tariffs and Trade (GATT) sebagai lembaga.
Sebagaimana diketahui bahwa General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
terbentuk pada tahun 1947. Sejak itu, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
telah melakukan beberapa putaran perundingan, yaitu sebagai berikut:
a. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) Conference (1947) dengan peserta
23 (dua puluh tiga) negara.
b. Perundingan Annecy (1949) dengan peserta 33 (tiga puluh tiga) negara.
c. Perundingan Torquay (1950-1951) dengan peserta 38 (tiga puluh delapan) negara.

146
d. Perundingan Genewa (1955-1956), dengan peserta 26 (dua puluh enam) negara.
e. Dillon Round (1960-1961) dengan peserta 62 (enam puluh dua) negara.

f. Kennedy Round (1964-1967) dengan peserta 102' (seratus dua) negara.


g. Tokyo Round (1973-1979) dengan peserta 117 (seratus tujuh belas) negara.
h. Uruguay Round (1986-1994), dengan. peserta lebih dari 100 (seratus) negara, yang
berakhir tanggal 15 April 1994 di Marakesh (Maroko).
World Trade Organization (WTO) merupakan kelanjutan dari GATT, sehingga
dengan berdirinya World Trade Organization (WTO) sejak 1 Januari 1995, maka dunia
mulai memiliki sebuah organisasi berbentuk badan hukum yang disebut dengan World
Trade Organization (WTO). World Trade. Organization (WTO) sendiri merupakan hasil
kesepakatan terpenting dalam Putaran Uruguay (1986-1994).
Fungsi-fungsi World Trade Organization (WTO) yang terpenting adalah untuk
memperlancar pelaksanaan, pengadministrasian, dan peningkatan tujuan dari perjanjian
pembentukan World Trade Organization (WTO), sebagai forum negosiasi bagi anggota,
forum penyelesaian sengketa, dan pelaksanaan, peninjauan atas kebijakan perdagangan.
World Trade Organization (WTO) memiliki beberapa organ sebagai berikut:

a. Ministerial Conference.
b. General Council.
c. Council for Trade in Goods.
d. Council for Trade in Services.
e. Council for Trade - Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS).
Sedangkan secara sederhana, struktur organisasi dari World Trade Organization
(WTO) adalah sebagai berikut:
a. Contracting parties.
b. Council of Representative.
c. Committees.
d. Working parties.

2. Prinsip-prinsip Utama
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) melandaskan pengaturannya,
pada beberapa prinsip utama sebagai berikut:
a. Prinsip nondiskriminasi.

147
b. Prinsip national treatment.
c. Prinsip penghapusan hambatan dalam bentuk transaksi kuantitatif.
d. Prinsip resiprositas.
e. Prinsip waiver dan pembatasan darurat terhadap impor.
f. Prinsip persaingan yang adil.
g. Prinsip kekecualian untuk perjanjian perdagangan regional.,
h. Prinsip-safeguard .
i. Prinsip special and differential treatment.

3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Lewat World Trade Organization (WTO)


Penyelesaian sengketa dengan sistem World Trade Organization (WTO) ini
berpegang pada prinsip-prinsip yang telah .disepakati, yaitu yang tertuang dalam
perjanjian-perjanjian sebagai berikut:
a. Agreement Establishing the World Trade Organization.
b. Multilateral Trade Agreement in Goods (Annex 1A dari Agreement Establishing
World Trade Organization (WTO) tersebut).
c. General Agreement on Trade in Services (Annex 1 B).
d. Agreement on Trade - ;Related Aspects of Intelectual Property Rights (Annex 1C).
e. Understanding on Rules of Procedures Governing the Settlement of Disputes
(Annex 2).
f. Agreement on Trade in Civil Aircraft (Annex 4).
g. Agreement on Government Procurement (Annex 4).

148
h. International Dairy Agreement (Annex 4).
i. International Bovine Meat Agreement (Annex 4).
Penyelesaian sengketa oleh World Trade Organization (WTO) ini dilakukan
oleh suatu badan yang disebut dengan Dispute Settlement Body. Penyelesaian sengketa
dilakukan dengan memakai alternatif sebagai berikut:
a. Konsultasi
b. Good Offices
c. Konsiliasi
d. Mediasi
e. Arbitrasi
f. Panel
Apabila ada pihak yang tidak menerima putusan panel tersebut, dapat
mengajukan banding ke suatu badan yang disebut dengan Appellate Body, yang akan
memeriksa perkara pada tingkat banding dengan prosedur khusus yang cukup ketat.
Perlu juga disebutkan bahwa Indonesia pernah dibawa ke persidangan World
Trade Organization (WTO) atas kasus MOBIL TIMOR, di mana Indonesia memberikan
kemudahan-kemudahan tertentu untuk PT Timor Putera Nasional dalam hal mengimpor
(dari Korea) dan memproduksi mobil Timor, yang tidak diberikan kepada
perusahaan/negara lain. Dalam hal ini di World Trade Organization (WTO) Indonesia ke
luar sebagai pihak yang kalah perkara.

149

Anda mungkin juga menyukai