TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak
diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan
bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari
otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri
dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini
disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan
serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla
spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan
melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah.
Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena
out aliran darah ke otaj harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang
memperdarahi otak diantaranya adalah :
1. Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari
arteri karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan
berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi
wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah dan
mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri karotis
interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan
sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf
khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara
reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah
masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis
interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita.
Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen,
bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus
frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus
presentralis dan postsentralis.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama.
Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan
arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu
membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensfalon,
sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan organ-
prgan vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh-
pembuluh darah anastomosis ya itu sirkulus arteriosus willisi.
Gambar 2. Vaskularisasi Otak
B. Fisiologi Otak
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.
Gambar 3. Area Broadmann
5. Medulla oblongata
Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.
Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla
spinalis, di depan cerebellum. Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan
dendrite dengan warna putih dan bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf
dengan warna kelabu. Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi,
denyut jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah,
gerak alat pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.
6. Medulla spinalis
Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas
tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang
yang kedua. Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan
impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.
C. Pengertian Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 golongan yaitu stroke yang
paling banyak dijumpai yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombus dan emboli, hal ini terjadi
akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologis pada daerah iskemik, sedangkan stroke
hemoragik terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak.
Tabel 1. Sindroma stroke
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain
atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan,
dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan
gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari
perdarahan intraserebral.[6]
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu
bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi
emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.
arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat
rupturnya aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. [2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat
pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:
Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) – (3
x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
A. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di
otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah
otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak.
Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak
dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi
hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau
dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal
ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).15
B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10
sampai 20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan
usia. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi
tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20
tahun studi The National Health and Nutrition Examination Survey
Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara
orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit
putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan
berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko terkait
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan
kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan
kesehatan. Insiden perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per
100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit hitam.
Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi
Jepang dikaitkan dengan insiden. Rendahnya observasi kadar
kolesterol serum pada populasi ini juga dapat meningkatkan resiko
perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval
40 – 75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita.
Angka kematian 60 – 90 %.15,16
C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh
darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100
miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada
orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%
glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat
agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama
adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan
kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai
sirkulasi arteri cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler,
yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior
membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat
bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai
pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan gangguan
otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.16
D. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan
intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi,
biasanya berhubungan dengan diskrasia darah, hemartroma,
neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan
dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi
narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :17,18
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid
yang memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian
menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya
dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik
dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1
mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini
dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan
tunika adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer
serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan
lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal
ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah
sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di
samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab
kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan
neoplasma yang hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur
a. lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-
paramedian. Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di
daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.
serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.
E. PATOFISIOLOGI
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa
posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di
luar kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi
darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya
edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi
diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada
struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan
atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang
dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi
jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat
kompresi pada jaringan otak lainnya.18
F. GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat
akumulasi darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu
aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya,
sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi
dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi
secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya
mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan
perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan
tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi
frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan
sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya
sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila
dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn
subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala
tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.19
G. PEMERIKSAAN FISIK
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya
frekuensi hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang
menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti hipertrofi ventrikel
kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus
yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan
subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan tanda
diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi
dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation
conjugae ke arah lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus
terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation conjugae
ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak
mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua
mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat
kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi
herniasi unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral
lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan
reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di
tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini
juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada perdarahn di
pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.19,20
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-
Stroke, sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola
pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian
tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik.
Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola
pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.20
2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma klinis akibat perdarahan
talamus sudah dikenal.
Umumnya perdarahan talamus kecil
menyebabkan defisit neurologis lebih
berat dari perdarahan putaminal.
Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila
kapsula internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori
kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan
tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak berakibat
gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata
kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria,
hilangnya konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit
lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga tampak. Anosognosia
yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan bicara
yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri
kepala terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat
penekanan jalur CSS.
3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan
dengan perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari
perdarahan infratentorial terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat
menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi
koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif
dan fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian
dari semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil segera
menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan
gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur
ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.20
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit
diketahui. Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus
dengan arteri serebeli superior sebagai suplai utama. Perluasan
perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada 50% dari kasus
perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi
jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel
III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus
akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya keadaan
umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula
spinalis.20
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas
oleh Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah,
tidak mampu bejalan atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan,
derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi
pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien dengan perdarahan
serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap
responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi
koma dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan
muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada
73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan
atau berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler
umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65
%), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah
palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan
hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia
apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer
mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis
tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis.
Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan
oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 20
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit
karena disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan
oftalmoplegia eksternal yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas
pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral. Pupil umumnya
kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis.
Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang
koma saat datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat
sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan
temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian
anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang
buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan
kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai
ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan
nyeri kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori,
terkadang mengenai tubuh ke garis tengah. Evolusi gejala yang lebih
cepat, dalam beberapa menit, namun tidak seketika bersama dengan
satu dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan lober
dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi
lober.20
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom
intraserebral pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang
biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap
pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau kadang-kadang
cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa
milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16%
kasus cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi /
perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak (hemoragi yang lebih
kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).20
I. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik
dengan stroke non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini
membutuhkan biaya yang besar sehingga diagnosis ditegakkan atas
dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat membedakan
manifestasi klinis antara perdarahan infark.21
Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.
J. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi
Perawatan Umum
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan
perdarahan subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya
aneurisma nimodipin diberikan 60 mg melalui mulut atau NGT setiap
4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik. Namun
penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial
ditegakkan, kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau
ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin, karena kadar darah
terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah
pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa,
pembebanan 1 g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral
perhari. Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV karena
infus yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah
mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena fenitoin
berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan
gelombang Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau
ketat dan dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam
jangkauan terapeutik (10-20 µg/ml) dan pasien bebas kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua
kali sehari, kadar terapeutik darah 20-40 µg/ml) dan Carbamazepin
(200 mg oral, 3-4 kali sehari, kadar terapeutik 4-12 µg/ml). Kejang
bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah
sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama
aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan
PIS. Status cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir
berulang, terutama pada pasien dengan restriksi cairan, mendapat
manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi memadai adalah
esensial.
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan
jenis diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu
Hiperosmotik Agent yang digunakan dengan segera meningkat.
Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan
menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M,
2005). Ini merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih
digunakan untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tekanan
intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak,
khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol masih merupakan
obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya
digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan
menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus
dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan
intrakranial dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg.
Management penatalaksanaan peningkatan tekanan Intrakranial salah
satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik (manitol), khususnya
pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan untuk
penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas,
diuretik osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari
kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 – 1
gram/kgbb diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan
intravena selama lebih dari 10 – 15 menit. Manitol dapat
jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 – 2 gram/kgbb
sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320
mOsm/L. Osmolalitas serum sering kali dipertahankan antara
290 – 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus dimonitor, harus turun
dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah 0,5 -
1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga
dimonitor selama pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu
memperhatikan secara serius, pemberian manitol bila osmolalitas
lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi dapat
terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak.
Foley catheter harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol.
Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan sodium serum dan
nilai osmolalitas.
Obat Neuroprotektor :
1. Piracetam 1200 mg/kaplet
Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan
reaksi psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral
sehubungan dengan akibat pasca trauma.
Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan,
awal 6 kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6
minggu. Pemeliharaan : 1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2
kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai mencapai efek yang diinginkan,
lalu 1 kapsul atau ½ kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.
Pemberian obat : sesudah makan.
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.
Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar,
agitasi, lelah, gangguan GI, mengantuk.
Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.
Rencana edukasi :
Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal,
peringatan harus diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal,
oleh karena itu dianjurkan melakukan pengecekan fungsi ginjal.
Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus
diberikan pada penderita dengan gangguan hemostatis atau
perdarahan hebat.
2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera
serebral, trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral.
Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah pada pasien
hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-
500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran
karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia
apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :
Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,
terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.
Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki
kelumpuhan sistem motoris.
Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki
metabolisme otak.
L. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%.
Mortalitas secara dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan
serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons
yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari
6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan
diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume
darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih
dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting
untuk prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun
mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga meningkat pada
perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau
yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan
bahwa 45% pasien meninggal bila disertai perdarahan
intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan
mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3
variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale
(GCS), ukuran perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila
ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila
ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9, perdarahannya
kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas
hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma,
perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS
hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.24
DAFTAR PUSTAKA
19. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf
RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
21. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung Periode 1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar
Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 2000.
22. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s
Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.