Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Limbah
2.1.1 Definisi
Limbah merupakan sampah cair dari lingkungan masyarakat dan terutama terdiri
dari air yang telah digunakan dengan hampir 0,1% berupa benda-benda padat yang terdiri
dari zat organik dan anorganik. Limbah cair atau buangan merupakan air yang tidak dapat
dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap manusia dan
lingkungan. Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak
mempunyai nilai ekonomi. Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar
tidak mencemari lingkungan.
2.1.2 Karakteristik Limbah Cair
Limbah cair baik domestik maupun non domestik mempunyai beberapa
karakteristik sesuai dengan sumbernya, dimana karakteristik limbah cair dapat
digolongkan pada karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang diuraikan sebagai berikut
1. Karakteristik Fisik
Karakteristik fisika air limbah yang perlu diketahui adalah total solid, bau,
temperatur, densitas, warna, konduktivitas, dan turbidity.
a. Total Solid (TS)
Total solid adalah semua materi yang tersisa setelah proses evaporasi pada
suhu 103-105°C. Karakteristik yang bersumber dari saluran air domestik, industri,
erosi tanah, dan infiltrasi ini dapat menyebabkan bangunan pengolahan penug
dengan sludge dan kondisi anaerob dapat tercipta sehingga mengganggu proses
pengolahan.
Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi
atau penambahan substansi pada limbah.
c. Temperatur
Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di dalam air. Air
yang baik mempunyai temperatur normal 8°C dari suhu kamar 27°C. Semakin
tinggi temperatur air (>27°C) maka kandungan oksigen dalam air berkurang atau
sebaliknya.
d. Density
Density adalah perbandingan anatara massa dengan volume yang
dinyatakan sebagai slug/ft3 (kg/m3).
e. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu
menjadi kehitaman.
f. Kekeruhan
Kekeruhan diukur dengan perbandingan antara intensitas cahaya yang
dipendarkan oleh sampel air limbah dengan cahaya yang dipendarkan oleh
suspensi standar pada konsentrasi yang sama.

2. Karateristik Kimia
Pada air limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi yaitu
bahan organik, anorganik, dan gas.
a. Bahan organik
Pada air limbah bahan organik bersumber dari hewan, tumbuhan, dan
aktivitas manusia. Bahan organik itu sendiri terdiri dari C, H, O, N yang menjadi
karakteristik kimia adalah protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan,
pestisida dan fenol, dimana sumbernya adalah limbah domestik, komersil, industri
kecuali pestisida yang bersumber dari pertanian.
b. Bahan anorganik
Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh asal air
limbah. Pada umumnya berupa senyawa-senyawa yang mengandung logam berat
(Fe, Cu, Pb, dan Mn), asam kuat dan basa kuat, senyawa fosfat senyawa-senyawa
nitrogen (amoniak, nitrit, dan nitrat), dan juga senyawasenyawa belerang (sulfat
dan hidrogen sulfida).
c. Gas
Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak diolah adalah
nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S), amoniak
(NH3), dan karbondioksida .
3. Karakteristik Biologi
Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol
timbulnya penyakit yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik biologi
tersebut seperti bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam
dekomposisi dan stabilitas senyawa organic.

2.1.3 Sumber Limbah Cair


Sumber air limbah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Air Limbah domestik atau rumah tangga
Limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari usaha dan atau
kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen,
dan asrama. Air limbah domestik menganduk berbagai bahan, yaitu
kotoran, urine, dan air bekas cucian yang mengandung detergen, bakteri,
dan virus.
2. Air limbah industri
Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri,
pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber lainnya.
3. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui
sambungan pipa, pipa bocor, atau dinding manhole, sedangkan inflow
adalah masuknya aliran air permukanaan melalui tutup manhole, atap, area
drainase, cross connection saluran air hujan maupun air buangan.

2.2 Baku Mutu Air Limbah


Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting
bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum,
sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan . Untuk melestarikan
fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara
bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta
keseimbangan ekologis.
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas
air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya. Untuk menghasilkan kualitas air yang baik maka kita memerlukan
acuan untuk mengetahui kadar atau dosis suatu zat yang terdapat dalam air. Acuan tersebut
dapat berupa baku mutu ataupun standar nasional Indonesia.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 68 tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, baku mutu
air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam sumber air dari suatu usaha dan atau
kegiatan.
Berikut ini adalah baku mutu air limbah domestik tersediri menurut Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 tahun 2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik :
Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik Permenlhk/68/2016
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 6-9
BOD mg/L 30
COD mg/L 100
TSS mg/L 30
Minyak & Lemak mg/L 5
Amoniak mg/L 10
Total Coliform jumlah/100mL 3000
Debit L/orang/hari 100
Sumber : Permenlhk/68/2016

2.3 Jenis dan Tahapan Pengolahan


2.3.1 Pengolahan Tahap I
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam limbah. Unit-unit pengolahan pada tahap I meliputi :
1. Bar Screen
Prinsip yang digunakan pada Bar Screen adalah menghilangkan bahan padat
kasar dengan menggunakan sederet bahan baja yang disebut kisi dan diletakkan
berdekatan dengan arah yang melintang dari aliran. Kecepatan aliran harus lebih
besar dari 0,3 m/s dan tidak lebih dari 0,6 m/s agar bahan padat yang telah tertahan
pada kisi tidak terjepit dan menghalangi air.
Fungsi adanya Bar Screen dalam pengolahan fisik antara lain :
a. Menahan padatan berukuran besar dan terapung yang terbawa aliran air limbah.
b. Menyaring benda-benda padat dan kasar yang ikut terbawa dalam air buangan
agar benda tersebut tidak mengganggu aliran dalam saluran dan merusak alat-
alat serta mengganggu proses pengolahan air limbah.
c. Mencegah kerusakan alat dan penyumbatan (clogging) pada saluran dan pompa.
2. Comminutor
Comminutor atau sering juga disebut grinders digunakan untuk menghancurkan
benda padat yang berukuran besar seperti bebatuan atau bahan-bahan organik
kedalam ukuran yang lebih kecil. Proses ini diperlukan agar tidak terjadi
penyumbatan pada saluran atau kerusakan akibat gesekan aliran yang diakibatkan
adanya benda padat berukuran besar.
Berikut ini adalah fungsi comminutor IPAL :
- Memotong/merajang padatan berukuran besar menjadi berukuran kecil (± 6 mm)
- Padatan besar terbawa dalam aliran limbah cair ke dalam IPAL yang lolos dari
unit bar screen
- Meningkatkan efisiensi IPAL, karena zat padat menjadi lebih seragam ukurannya
Comminutor diletakkan sebelum pompa untuk mencegah terjadinya
penyumbatan pompa atau clogging dan setelah grit removal agar unit grit removal
dapat bertahan lebih lama/awet.
3. Equalisasi (Sumur Pengumul)
Sumur pengumpul merupakan salah satu bangunan pengolahan pendauluan
dalam perencanaan bangunan pengolahan air limbah. Sumur pengumpul biasanya
dilengkapi dengan pompa yang berfungsi untuk memompakan air limbah ke instalasi
pengolahan air limbah. Secara umum, fungsi sumsur pengumpul ini adalah untuk
menampung air limbah dari saluran air limbah yang kedalamannya berada di bawah
permukaan instalasi pengolahan air limbah. Selain itu, banngunan equalisasi
digunakan untuk menghasilkan air limbah cair yang relatif konstan menuju IPAL
atau menurunkan fluktuasi/variasi debit.
Sumur pengumpul dapat dilengkapi dengan bak penangkap lemak sebelum air
limbah masuk ke adalam sumur untuk menyaring minyak dan lemak yang mungkin
masuk ke dalam sumur. Kriteria desain untuk sumur pengumpul yang terpenting
adalah waktu detensi tidak boleh lebih dari 10 menit. Hal ini untuk menghindari
terjadinya pengendapan dalam sumur. Berikut ini adalah fungsi adanya bangunan
sumur pengumpul :
1. Meningkatkan kinerja pengolahan biologis
2. Menghasilkan kualitas efluen yang lebih baik
3. Mereduksi dimensi bangunan IPAL setelah qualisasi
4. Unit pengolahan kimia akan lebih efektif, karena fluktuasi rendah
4. Grit Chammber
Air yang masuk dari jaringan air limbah domestik mengalir secara gravitasi
menuju ke unit grit chamber. Bangunan ini berfungsi untuk menangkap pasir
endapan dari interceptor, pasir yang kasar akan mengendap secara gravitasi terlebih
dahulu pada pasir halus akan mengendap di ujung grit chamber.
Grit chamber bertujuan untuk :
1. Protect mechanical equipments from abrasion
Melindungi atau mencegah terjadinya gesekan pada peralatan mekanik dan
pompa akibat adanya pemakaian yang tidak perlu dan akibat adanya abrasi.
2. Reduce formation of heavy deposits in pipelines or channels :
- Mencegah terjadinya penyumbatan pada pipa akibat adanya endapan kasar
di dalam saluran.
- Mencegah timbulnya efek penyemenan di dasar sludge digester dan primary
sedimentation tank.
- Menurunkan akumulasi material inert di dalam kolam aerasi dan sludge
digester yang akan mengurangi volume yang dapat digunakan.
3. Reduce the frequency of tank/reactor cleaning caused by excessive
accumulations of grits
Mengurangi frekuensi pembersihan reaktor akibat akumulasi grit yang
berlebihan

5. Bak Pengendap I (Sedimentasi I)


Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya
grafitasi. Proses sedimentasi ini terutama bertujuan untuk memperolah air buangan
yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses
sedimentasi hanya partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah.
Misalnya ; kerikil dan pasir, padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada
tangki pengendapan sekunder, floc hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur (pada
pengentalan lumpur).
Bagian terpenting dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui
kecepatan pengendapan dari partikel-partikel yang akan dipindahkan. Kecepatan
pengendapan ditentukan oleh ukuran, densitas larutan, viskositas cairan, dan
temperature. Untuk memperolah data mengenai karakteristik pengendapan dari
suspended solid diperlukan percobaan di laboratorium. Berdasarkan karakteristik
aliran fungsinya, bangunan sedimentasi dibagi dalam 4 zona, yaitu :
a. Zona Inlet, yaitu untuk mengendapkan aliran transisi dari influen ke aliran steady
uniform di zona pengendapan agar proses pengendapan di zona pengendapan
tidak terganggu.
b. Zona Pengendapan, yaitu untuk mengendapkan partikel diskrit yang ada di air
buangan.
c. Zona Lumpur, yaitu untuk menampung partikel-partikel solid yang berhasil
diendapkan.
d. Zona Outlet, yaitu untuk mengalirkan air limbah yang telah terendapkan
padatannya ke pelimpah untuk selanjutnya

2.3.2 Pengolahan Tahap II


Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yg tak dapat
dihilangkan dgn proses fisik. Unit-unit pengolahan pada tahap II meliputi :
1. Activated Sludge
Activaeted sludge (tangki aerasi) merupakan proses biologi yang menggunakan
jutaan mikroorganisme untuk menguraikan materi organic dalam limbah cair menjadi
organisme baru dan gas-gas. Mikroorganisme tersebut disebut bioflok. Bioflok inilah
yang disebut sebagai lumpur aktif. Lumpur aktif dipisahkan dari air dalam bak
sedimentasi sehingga dihasilkan air yang lebih jernih dan lebih baik kualitasnya.
Lumpur dari bak pengendap kedua sebagian dikembalikan ke bangunan aerasi,
sebagian diolah dalam pengolahan lumpur selanjutnya untuk dimanfaatkan kembali
atau dibuang. Air limbah yang telah diendapkan dibawa ke suatu tangki aerasi
dimana oksigen disediakan. Bakteri yang tumbuh pada air yang telah diendapkan
dihilangkan pada bak sedimentasi kedua (secondary clarifier). Untuk memelihara
konsentrasi sel tingggi (2000 - 8000 mgl) di dalam tangki aerasi. Lumpur sebagian
besar berupa padatan (padatan inert), tetapi bakteri yang diresirkulasikan adalah yang
hidup/aktif, sehingga dinamakan lumpur aktif (activated sludge). Oksigen disediakan
pada tingkatan yang seragam diseluruh tangki aerasi, meskipun kebutuhan oksigen
menurun bertahap di sepanjang tangki. Untuk membatasi buangan dapat dilakukan
pengurangan oksigen secara bertahap di seanjang tangki (tapperes aeration), atau
effluent ditambahkan dalam beberapa tingkat (stepped aeration). Dalam semua
sistem, waktu detensi yang biasa adalah 12 jam pada debit rata-ratanya. Padatan akan
mengendap pada aliran lumpur aktif yang terjadi di dalam final clarifier, kemudian
diaerasi selama 2-4 jam, untuk pelarutan dan oksidasi, sehingga mereaktivasi lumpur
aktif.
Pengendalian proses lumpur aktif meliputi aspek :
1. Karakteristik limbah cair yang masuk bangunan aerasi
 Organic and Hydraulic Loading
Variasi debit influen dan konsentrasi BOD5 maupun TSS
 Adanya zat toksik/beracun
Influen yang menjadi makanan mikroorganisme dalam bangunan aerasi tidak
boleh mengandung zat beracun bagi mikroorganisme.
2. Kondisi dalam bangunan aerasi
a) Makanan dan Oksigen terlarut (DO)
 Bangunan aerasi dapat diibaratkan seperti peternakan mikoorganisme
 Oksigen terlarut dijaga agar > 1,0 mg/L
 Pengaturan perbandingan F : M
b) Pengadukan yang memadai
 Tidak boleh terlalu rendah, dapat terjadi pengendapan lumpur dalam
bangunan aerasi. Adanya endapan akan menyebabkan kondisi septik,
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen, pertumbuhan filamentous
bacteria
 Bila turbulensi terlalu tinggi maka bioflok akan pecah.
c) Perbandingan F : M
 Pengaturan perbandingan F : M (Food : Mikroorganism)
3. Clarifier
 Umumnya berbentuk bulat
 Aliran mixed liquor pada inlet harus diperlambat dan dialirkan ke bawah /
dasar clarifier
 Aliran pendek harus dicegah
 Waktu detensi antara 2 - 4 jam
4. Kondisi dalam bangunan pengendap yang dapat memengaruhi pemisahan
lumpur
Aerasi ditujukan untuk menyediakan oksigen terlarut dalam bangunan aerasi
dengan sistem pengadukan mixed liquor sehingga mikroorganisme berkontak dengan
makanan dan oksigen serta mencegah pengendapan. Terdapat 2 metode aerasi, yaitu
1. Surface aerator

2. Diffused Aerator
Semakin kecil gelembung udara, maka semakin besar transfer oksigen, karena
semakin luas permukaan yang berkontak dengan air

Parameter oparasional yang digunakan dalam bangunan activated sludge adalah


MLSS dan MLVSS berfungsi untuk mengukur banyaknya mikroorganisme dalam
bangunan aerasi dalam satuan volume air limbah yang dihitung dalam satuan mg/L
atau kg/m3. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids) dinyatakan sebagai seluruh
mikroorganisme yang hidup maupun yang mati. Sedangkan MLVSS (Mixed Liquor
Volatile Suspended Solids) dinyatakan hanya sebagai mikroorganisme yang hidup.
Umumnya activated sludge dioperasikan pada konsentrasi MLSS antara 1.000 mg/L
sampai 5.000 mg/L dengan kondisi terbaik pada 2.500 mg/L. MLSS diukur dengan
menggunakan prosedur pengukuran TSS yang diambil pada efluen bangunan aerasi
sebelum masuk ke clarifier.
2. Sedimentasi II
Secondary clarifier (Bak Pengendap II/Sedimentasi II) berfungsi untuk
memisahkan lumpur aktif dari MLSS. Lumpur yang mengandung mikroorganisme
(bakteri) yang masih aktif akan diresirkulasi kembali ke activated sludge (tangki
aerasi) dan sludge yang mengandung mikroorganisme yang sudah mati atau tidak
aktif lagi dalirkan ke pengolahan lumpur. Langkah ini merupakan langkah akhir
untuk meghasilkan efluen yang stabil dengan konsentrasi BOD dan SS yang rendah,
dengan adanya volume yang besar dari solid yang flokulen dalam MLSS, maka
diperlukan pertimbangan khusus untuk mendesain bak pengendap II.
Adapun faktor – faktor yang menjadi pertimbangan dalam desain adalah:
a. Tipe tangki yang digunakan
b. Karakteristik pengendapan sludge
c. Kecepatan aliran
d. Penempatan weir dan weir loading rate
Prinsip operasi yang berlangsung di dalam secondary clarifier ini adalah
pemisahan dari suatu suspensi ke dalam fase-fase padat (sludge) dan cair dari
komponen-komponennya. Operasi ini dipakai dimana cairan yang mengandung zat
padat ditempatkan dalam suatu bak tenang dengan desain tertentu sehingga akan
terjadi pengendapan secara grafitasi.
2.3.3 Pengolahan Tahap III
Pada proses ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk lebih memurnikan air yang
belum sepenuhnya bersih. Unit-unit pengolahan pada tahap III meliputi :
1. Desinfeksi
Kegunaan desinfeksi pada limbah cair adalah untuk mereduksi konsentrasi bakteri
secara umum dan menghilangkan bakteri pathogen. Kebutuhan klorin untuk proses
desinfeksi tergantung pada beberapa faktor. Klorin adalah oksidator dan akan bereaksi
dengan beberapa komponen termasuk komponen organik pada limbah. Faktor yang
mempengaruhi efisiensi desinfeksi atau kebutuhan akan klorin antara lain adalah:
1. Jumlah dan jenis chlorine yang digunakan.
2. Waktu kontak.
3. Suhu.
4. Jenis serta konsentrasi mikroba.
Klorinasi dapat juga menyebabkan turunnya kadar BOD dan akan mengoksidasi
komponen tereduksi dalam air. Komponen besi dan mangan yang terdapat dalam air akan
dioksidasi menjadi komponen besi dan mangan yang terendapkan. Proses oksidasi lainnya
dapat terjadi pada komponen H2S dan NO2.
Kapur dan klorin banyak digunakan untuk mengatasi bau yang timbul pada limbah.
Klorinasi adalah salah satu proses yang cukup efektif bila digunakan pada limbah cair jika
ditinjau dari segi ekonomi dan teknis.

Kriteria desain bak kontak klor, yaitu :

Waktu kontak = 30 - 60 menit


Rasio panjang : lebar = 40 : 1
Menggunakan baffle untuk mencegah aliran pendek
2.3.4 Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali. Lumpur atau sludge adalah hasil samping dari pengolahan air
limbah. Sumber lumpur terutama dari unit Bak Pengendap I dan unit pengolahan biologis.
Lumpur dari bak pengendap I dan II dikumpulkan pada unit thickener untuk mengurangi
kadar air, yang selanjutnya diolah secara fisik atau biologis.
Ada dua jenis pengolahan lumpur yang biasa dipakai (setelah thickening) yaitu :
 Anaerobik digester atau aerobik digester
 Sludge driying bed
a) Sludge Thickener
Thickener digunakan untuk mengurangi kadar air dan meningkatkan kadar solid
sehingga nantinya sludge lebih mudah dan efisien dalam stabilisasinya. Prinsip yang
digunakan sama dengan bak pengendap yang biasanya secara gravitasi, karena secara
operasional mudah dan murah.
b) Sludge Digester
Digester digunakan unutk menstabilkan dan meningkatkan kandungan solid dalam
sludge. Pengolahan digester terdiri dari aerobik digester dan anaerobik digester.
 Aerobik digester
Pengolahan secara aerobik digester terutama bertujuan untuk mengurangi kadar
volatile lumpur dan memperbaiki kemampuan dewatering.
Keuntungan :
- Kemampuan penurunan volatile solid setara
- Kadar BOD lebih rendah di cairan bagian atas
- Tidak berbau, bahan hunus yang baik dan hasil akhir yang stabil secara biologis
- Pengoperasian mudah serta biaya rendah
Kerugian
- Mempunyai kualitas yang tidak terlalu bagus untuk diolah dengan mechanical
dewatering
- Proses mudah dipengaruhi oleh lokasi, temperatur dan bentuk tangki

 Anaerobik digester
Pengolahan secara anaerobik dilakukan tanpa adanya kontak dengan udara luar.
Macam – macamnya adalah antara lain :
1. Standart rate digestion
Pada jenis ini dilakukan satu tahap proses (single stage process). Dalam proses
ini lumpur ditempatkan dalam suatu tangki dan lumpur dipanaskan oleh
perubahan panas yang terjadi. Gas yang dihasilkan bergerak naik ke permukaan
mendorong partikel lumpur, minyak dan lemak membentuk lapisan di
permukaan. Dengan demikian akan terbentuk lapisan cairan yang akan
mempermudah proses digesting.
2. Single stage high rate digestion
Hal yang menonjol pada sistem ini adalah mempunyai solid loading rate yang
tinggi. Lumpur diaduk bersama – sama antara resirkulasi gas, pengaduk
mekanis, dan pemompaan.
3. Two stage digestion
Pada sistem ini, high rate digestion disusun seri dengan tangki kedua. Tangki
pertama untuk proses digestion yang dilengkapi alat pengaduk dan pemanas.
Tangki kedua untuk menyimpan lumpur yang telah diolah, disamping untuk
pembentukan supernatan.

c) Sludge Drying Bed


Sludge Drying Bed secara umum digunakan untuk menghilangkan air dari lumpur
yang telah distabilisasi. Beberapa tipe SDB antara lain :
 Conventional Sludge Drying Bed
Biasa digunakan untuk kota dengan kepadatan rendah atau sedang. Lumpur
dihamparkan diatas bed yang dilapisi pasir dan gravel dengan ketebalan 8-12 in.
lumpur kemudian dibiarkan kering, lumpur kering dengan kelembaban 60 %
didapat setelah 10-15 hari.
 Paveel dryng bed
Konsepnya hampir sama dengan yang diatas, hanya pada bagian dasar bed, selain
drainase juga dikeraskan dengan semen atau bahan lainnya. Pavel dryng bed
menguntungkan apabila digunakan di daerah hangat.
 Vacum Assisted Drying Bed
Pemvakuman bertujuan mempercepat pengeringan. Hal ini bisa dilakukan dengan
pemvakuman plat filter berporos di bagian tepi bawah.

2.4 Diagram Alir IPAL

Anda mungkin juga menyukai

  • Sludge Thickener, Digester
    Sludge Thickener, Digester
    Dokumen4 halaman
    Sludge Thickener, Digester
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Dokumen25 halaman
    Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB II Ipal Raras
    BAB II Ipal Raras
    Dokumen15 halaman
    BAB II Ipal Raras
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Baterai
    Baterai
    Dokumen7 halaman
    Baterai
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Dokumen25 halaman
    Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I DSDP
    Bab I DSDP
    Dokumen15 halaman
    Bab I DSDP
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Ipal
    Bab 4 Ipal
    Dokumen44 halaman
    Bab 4 Ipal
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB VII Ipam
    BAB VII Ipam
    Dokumen17 halaman
    BAB VII Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Ipal Raras
    Bab Ii Ipal Raras
    Dokumen31 halaman
    Bab Ii Ipal Raras
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen29 halaman
    Bab Ii
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Ipal Raras
    Bab I Ipal Raras
    Dokumen3 halaman
    Bab I Ipal Raras
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Ipal Raras
    Bab Iii Ipal Raras
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii Ipal Raras
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Dokumen7 halaman
    Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Ipam
    BAB IV Ipam
    Dokumen3 halaman
    BAB IV Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Xiv Ipam
    Bab Xiv Ipam
    Dokumen4 halaman
    Bab Xiv Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Toksikologi Pestisida
    Toksikologi Pestisida
    Dokumen6 halaman
    Toksikologi Pestisida
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab 5 6 Ipam
    Bab 5 6 Ipam
    Dokumen21 halaman
    Bab 5 6 Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Dokumen32 halaman
    Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Dokumen32 halaman
    Makalah KLP Pestsda Terbaru New
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Ipam
    BAB IV Ipam
    Dokumen9 halaman
    BAB IV Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB I Ipam
    BAB I Ipam
    Dokumen3 halaman
    BAB I Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Ipam
    BAB IV Ipam
    Dokumen3 halaman
    BAB IV Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen51 halaman
    Latar Belakang
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Spal
    Bab I Spal
    Dokumen45 halaman
    Bab I Spal
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Spal
    Bab I Spal
    Dokumen31 halaman
    Bab I Spal
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bank SAmPah
    Bank SAmPah
    Dokumen6 halaman
    Bank SAmPah
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • ADSORPSI
    ADSORPSI
    Dokumen4 halaman
    ADSORPSI
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Spal
    Bab I Spal
    Dokumen31 halaman
    Bab I Spal
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat