PENDAHULUAN
1.Latar belakang
Mata merupakan satu diantara organ terpenting tubuh manusia di mana mata
memiliki fungsi sebagai indera penglihatan. Jika terjadi kerusakan atau gangguan
pada fungsi dan peran dari mata, maka pengaruhnya sangatlah besar pada penglihatan.
Gangguan penglihatan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam
penglihatan atau menurunnya luas lapangan pandang yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Satu diantara banyak kerusakan atau gangguan pada mata adalah glaukoma.
Glaukoma merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya peningkatan tekan
intraocular pada mata yang dapat menggangu penglihatan.
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus,
dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma merupakan kumpulan penyakit berupa glaukoma opticneupati
(kelainan saraf optik pada glaukoma) dengan disertai hilangnya lapang pandang
dimana tekanan bola mata diduga merupakan faktor risiko utama. Gangguan pada
saraf optik ini masih belum jelas mekanismenya dan telah disepakati bahwa gangguan
ini tidak seluruhnya berkolerasi dengan tekanan bola mata.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat di
rumuskan oleh penyusun adalah sebagai berikut.
1.1. Bagaimana definisi dari penyakit glaukoma ?
1.2. Apa saja klasifikasi dari penyakit glaukoma ?
1.3. Apa saja etiologi dari penyakit glaukoma ?
1.4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit glaukoma ?
1.5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit glaukoma ?
1.6. Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk penyakit glaukoma ?
1.7. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit glaukoma?
1
3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang asuhan
keperawatan pada penyakit glukoma.
b. Tujuan Khusus
i. Agar mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami tentang asuhan
keperawatan pada penyakit glaukoma.
ii. Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I Penginderaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Glaukoma
Glaukoma mengacu pada penyakit yang berbeda dalam patofisiologi,
presentasi klinik, dan pengobatannya.Glaukoma umumnya ditandai dengan
kehilangan bidang pandang yang disebabkan oleh kerusakan saraf optikus.Kerusakan
saraf optikus tersebut berhubungan dengan tingkat tekanan intraocular (IOP), yang
terlalu tinggi untuk fungsi saraf optikus yang sesuai (Brunner & Suddart, 2002).
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit mata dengan gambaran umum
TIO yang abnormal tinggi dan bila tidak diterapi, penglihatan terancam hilang.Pada
pemeriksaan oftalmoskopi, lempeng optik tampak tertekan (cupping) karena
kehilangan serabut saraf (At a glance, 2006).
Glaukoma ditandai dengan hilangnya lapangan pandang yang progresif yang
disebabkan oleh kerusakan saraf dari tekanan intraokuler yang meningkat (Harrison,
2008).
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan
abnormal tekanan intraocular (sampai lebih dari 20 mmHg).Tekanan yang tinggi
kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg, menyebabkan kompresi saraf optikus ketika
saraf tersebut keluar dari bola mata sehingga terjadi kematian serabut saraf. Pada
beberapa kasus, glaukoma dapat terjadi walaupun tekanan intraokular normal. Jenis
glaukoma ini berkaitan dengan penyebab lain kerusakan saraf optikus (Elizabeth
Corwin, 2009).
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraocular (Salmon, 2007).
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati
optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan ocular pada papil
saraf optik. Hilangnya akson menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya
tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena (James, Chris dan Bron, 2005).
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraocular yang disertai oleh
pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang (Daniel Vaughan,
2009).
3
2. Klasifikasi dan Etiologi
Klasifikasi glaukomamenurut Brunner & Suddart (2002) :
2.1.Glaukoma Primer
4
fungsi dehidrasi permukaan endotel kornea, mengakibatkan edema
kornea.Iris sentral biasanya melekat diatas permukaan anterior lensa, yang
dapat mengakibatkan sedikit tahanan terhadap aliran humor aqueos dari
kamera posterior melalui pupil ke kamera anterior. Ketika aliran melalui
pupil terhambat (sumbatan pupiler) oleh lensa, peningkatan tekanan di
kamera posterior yang diakibatkannya akan menggembungkan iris parifer
ke depan dan mengadakan kontak dengan jaring-jaring trabekula. Temuan
ini dinamakan iris bombé.Keadaan ini akan mempersempit atau bahkan
menutup sama sekali sudut kamera anterior dan menyebabkan peningkatan
TIO
Cahaya yang dilihat dari sisi lateral mata dapat memperlihatkan
kamera anterior ke depan dan menyentuh permukaan dalam (endotel)
kornea. Sumbatan pupiler dapat juga diakibatkan oleh sinekia posterior di
mana iris melekat pada lensa, yang dapat diakibatkan oleh pembedahan
penguncian sklera atau akibat lensa yang bengkak, dislokasi atau
bentuknya tidak normal.Iris dan lensa dapat saling melekat (sinekia),
menghasilkan pupil ireguler dengan reaksivitasnya terhadap cahaya
menurun.Konjungtiva biasanya merah menyala.Pasien menderita mual dan
muntah.
Tujuan manajemen kedaruratan glaukoma penutupan-sudut akut adalah
melakukan dekompresi (menurunkan) hipertensi okuler.Manitol dapat
diberikan secara intravena untuk mendapatkan diuresis osmotik dan
penurunan cairan mata keseluruhan dan TIO. Inhibitor karbonik anhidrase
dapat diberikan intravena untuk mengurangi produksi humor aqueos.
Masase bola mata langsung dapat menurunkan TIO dan dapat dicoba.
Biasanya dilakukan terapi pada kedua mata dengan iridotomi laser untuk
mencegah serangan lanjut. Sebagian besar, pasien yang datang dengan
mata merah yang nyeri karena masuknya benda asing, atau penyakit
konjungtiva atau kornea, dan jarang sekali kalau tidak pernah yang
penderita glaukoma penutupan-sudut.
5
Secara khas glaukoma jenis ini biasanya unilateral. Dapat terjadi dengan sudut
terbuka atau tertutup maupun kombinasi keduanya.
Pada glaukoma sudut terbuka sekunder,peningkatan TIO disebabkan oleh
peningkatan tahanan aliran keluar humor aqueos melalui jaring-jaring trabekuler,
kanalis Schlemm, dan sistem vena episkleral. Pori-pori trabekula dapat tersumbat
oleh setiap sejenis debris, darah, pus, atau bahan lainnya. Peningkatan tahanan
tersebut dapat diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka lama, tumor
intraokuler, uveitis akibat penyakit seperti herpes simpleks atau harpes zoster, atau
penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh material lensa, bahan viskoelastik
(digunakan pada pembedahan katarak), darah, atau pigmen. Peningkatan tekanan
vena episkleral akibat keadaan seperti luka bakar kimia, tumor retrobulber,
penyakit tiroid, fistula arteriovenosa, jugularis superior vena kava, atau sumbatan
vena pulmonal juga dapat mengakibatkan peningkatan TIO. Selain itu, glaukoma
sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak, implantasi TIO (khususnya
lensa kamera anterior), penguncian sklera, vitrektomi, kapsulotomi posterior, atau
trauma.
Pada glaukoma penutupan-sudut sekunder, peningkatan tahanan aliran humor
aqueous disebabkan oleh penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh iris perifer.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh perubahan aliran humor aqueous setelah
menderita penyakit atau pembedahan. Keterlibatan anterior terjadi setelah
terbentuknya membran pada glaukoma neovaskuler, trauma, aniridia, dan
penyakit endotel. Penyebab posterior terjadi pada penyumbatan pupil akibat lensa
atau IOL menghambat aliran humor aqueous ke kamera anterior.
6
Glaukoma mekanisme kombinasi adalah kombinasi dua atau lebih bentuk
kelompok ini. Glaukoma sudut terbuka yang mengalami komplikasi penutupan-
sudut (atau penyempitan sudut yang menghambat aliran humor aqueous) adalah
bentuk yang paling sering pada glaukoma mekanisme-kombinasi.
7
terus membesar karena usia, iris yang tebal pun dianggap merupakan faktor
untuk mempersempit sudut bilik depan.
Selain faktor predisposisi ada juga faktor pencetus diantaranya
peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata belakang akan
mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan yang memang sudah
sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui dengan jelas apa yang
menyebabkan hal tersebut.
Dilatasi pupil yang terjadi apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan
menebal; sudut bilik mata depan yang asalnya sudah sempit, akan mudah
tertutup. Glaukoma akut akibat midriatik sudah lama dikenal, bahkan ada
yang mengusulkan istilah mydriatic glaukoma.Penggunaan tetes mata
homatropin, atropin, dan skopolamin dapat mengakibatkan glaukoma akut.
Bahkan suntikan atropin untuk kasus muntah berak atau untuk persiapan
pembiusan dapat mengakibatkan glaukoma akut karena dilatasi pupil.
Gejala klinik yang mungkin muncul berupa : sebelum penderita mendapat
serangan akut, penderita akan mengalami tanda dini (pedroma) walau ini
tidak selalu terjadi.
9
Gejala klinik yang dapat muncul pada glaukoma jenis ini diantaranya:
Miotik :
o Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran
cairan mata –outflow).
o Eserin ¼ - 1% , 3-6 kali 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran
cairan mata –outflow).
Simpatomimetik :
o Epinefrin 0,5 – 2%, 1-2 kaliI tetes sehari (menghambat produksi akuos
humor).
10
Beta blocker :
o Timolol maleate 0,25 – 0,50%, 1-2 kali tetes sehari. (menghambat
produksi akuos humor)
Carbonic anhidrase inhibitor
o Asetazolamid 250 mg, 4 kali I tablet (menghambat produksi akuos
humor). Kalau pada glaukoma akut obat-obat diberi bersamaan, pada
glaukoma sudut terbuka, obat-obat diberikan satu demi satuatau kalau
perlu kemudian baru dikombinasi. Kalau tidak berhasil, frekwensi tetes
mata dinaikkan atau prosentase obat ditingkatkan atau ditambah
dengan obat tetes lain seperti epinefrine atau tablet asetazolamid.
Seorang dokter umum di daerah dapat menolong dokter spesialis mata
dengan mengukur tekanan mata tiap bulansekali dan apabila ditemukan
bahwa tekanan meninggi lagi di atas 21 mmHg maka penderita dirujuk
kembali kepada dokter spesialis mata.
Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan tekanan bola mata
rata dibawah 21 mmHg dan lapang pandangan terus mundur dilakukan pembedahan.
Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau pembedahan sklerotomi
Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang menjadi popular adalah trabulektomi.
Pembedahan ini memerlukan mikroskop.
12
2.8 Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium terakhir semua jenis glaukoma disertai
kebutuhan total. Apabila disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan
cyclocryo theraphy untuk mengurangi nyeri. Seringkali enukleasi merupakan
tindakan yang paling efektif. Apabila tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan.
3 Etiologi Glaukoma
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada
umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan
tekanan intra okuler. Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah:
3.1 Tekanan Intra Okuli
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma sudut
terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena tekanan bola
mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan paling penting untuk
meramalkan timbulnya glaukoma di masa mendatang. Secara umum dinyatakan
bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap
peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun hubungan antara
tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola matadi
atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang
pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapakasus, pada tekanan
bola mata yang normal dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikusdan lapang
pandangan. Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar
untuk ditentukan dengan pasti
Secara umum dinyatakan bahwa hanya sekitar 0.5%-2% per tahun terjadi
kerusakan diskus optikus dan lapang pandangan selama pengamatan. Ironisnya,
sebagian besar penderita glaukoma sudut terbuka primer hampir tidak pernah
menyadari bahwa tekanan bola matanya mengalami peningkatan. Seringkali mereka
baru menyadari setelah merasakan ada gangguan yang jelas terhadap tajam
penglihatan atau penyempitan lapang pandangan.
Sementara hubungan antara TIO dengan kerusakan neuropati optik glaucoma
merupakan hal yang fundamental untuk terapi glaukoma sudut terbuka primer,
walaupun terdapat beberapa faktor lainnya (contohnya suplai darah pada nervus
optikus, substansitoksis pada nervus optikus dan retina, metabolisme aksonal atau
13
ganglion selretina, dan matriks ekstraselular lamina cribosa) yang dapat memainkan
peranan dalam progresifitas neuropati optik pada glaukoma sudut terbuka primer.
Sementara itu, nilai batas normal tekanan bola mata dalam populasi berkisar antara
10–21mmHg.
3.2 Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk menderita
glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan bahwa frekuensi
padaumur sekitar 40 tahun adalah 0,4%–0,7% jumlah penduduk, sedangkan pada
umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2%–3% dari jumlah
penduduk.
Framingham Study dalam laporannya pada tahun 1994 menyatakan bahwa
populasi glaukoma adalah sekitar 0,7% pada penduduk yang berusia 52–64 tahun,
meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang berusia 65–74 tahun, dan 4,2% pada
penduduk yang berusia 75–85 tahun (Sidarta Ilyas, 2007)
14
mendadak melalui sudut antara kornea dan iris yang dapat terjadi pada infeksi atau
cedera, atau bahkan tanpa alasan yang jelas. Sebaliknya glaukoma sudut terbuka primer
terjadi lebih bertahap, biasanya terjadi akibat fibrosis yang berhubungan dengan usia
disudut tersebut atau obstruksi bertahap saluran lain yang berperan dalam aliran
akueous humor. Pada kasus tersebut terdapat peningkatan progresif tekanan intraocular.
Kadang-kadang peningkatan produksi akueous humor dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Faktor risiko glaukoma adalah usia (>80 tahun), riwayat keluarga
positif, berasal dari Karibia-Afrika, kornea tipis, miopia, dan mutasi genetik (Elizabeth
Corwin, 2009).
4 Patofisiologi Glaukoma
Patofisiologi peningkatan tekanan intraocular baik disebabkan oleh mekanisme
sudut terbuka atau sudut tertutup-akan dibahas sesuai pembahasan masing-masing
penyakit tersebut. Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada
semua bentuk galukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan
besar peningkatan tekanan intraokular.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retinadan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan
intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang
disertai edema kornea (Vaughan,2009).
Tingkat tekanan intraocular tergantung pada keseimbangan antara produksi dan
eksresi aqeous humor. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan
lapisan inti-dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus
menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optik.
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan
besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan
intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris
yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut
terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih 30 mmHg dan
kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah beberapa tahun.
15
Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina mungkin rentan mengalami
kerusakan akibat tekanan intraokular dalam kisaran normal, atau mekanisme
kerusakannya yang utama mungkin iskemia caput nervi optiki (Brunner &
Suddart,2002).
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ
di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga
berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut.
Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan
dalam bola mata/tekanan intra okuler. Tekanan intraokuler inilah yang berperan dalam
terjadinya glaukoma sehingga menimbulkan kerusakan pada saraf optik. Humor akuos
diproduksi oleh badan silier, masuk ke dalam bilik mata belakang kemudian mengalir
ke bilik mata depan melalui pupil. Setelah sampai ke bilik mata depan humor akuos
akan meninggalkan bola mata melalui suatu bangunan yang disebut trabekulum yang
terletak di sudut iridokornea. Keseimbangan antara produksi dan pengeluaran/
pembuangan humor akuos inilah yang menentukan jumlah humor akuos di dalam bola
mata. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi
keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan (Natina,
2001).
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus
berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran,
maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena
adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati,
glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
Tekanan intraokular dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor aqueous
yang terus menerus di rongga interior. Cairan yang terbentuk di dalam badan siliar mata
mengalir diantara ligament atau penggantung lensa, kemudian melintasi pupil, lalu
masuk ke dalam bilik mata depan (ruang antara kornea dan iris), selanjutnya cairan
mengalir pada sudut antara kornea dan iris melalui jaringan laba-laba yang terbuka
sangat kecil yang disebut trabekular. Akhirnya cairan masuk melalui schlemn ke dalam
vena-vena ekstraokular.
Pada mata normal tekanan intraokular tetap konstan dan bervariasi dalam rentang
2 mmHg.Tekanan intraokular normal kurang lebih 15 mmHg dengan rentangan 12-20
mmHg. Glaukoma dapat terjadi bila ada hambatan dalam pengaliran humor aqueous
16
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Bila tekanan terus meningkat
dapat mengakibatkan iskemik dan matinya neuron-neuron mata sehingga
mengakibatkan degenerasi nervus optikus dan berakhir dengan hilangnya penglihatan
sampai pada kebutaan (James,Chris dan Bron,2005 ).
17
iris. Iris bisa menggeser kedepan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus
sehingga terjadi peningkatan tekanan didalam mata secara mendadak.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau
bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut bisa sering terjadi karena
pupil secara alami akan melebar dibawah cahaya yang redup. Episode akut dari
glaukoma sudut tertutup dapat menyebabkan:
- Penurunan fungsi penglihatan ringan ;
- Terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya ;
- Nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berlangsung hanya bebrapa jam sebelum terjadinya serangan
lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara
mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga mengalami mual dan
muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan merah. Pupil melebar dan tidak
mengecil jika diberi sinar yang terang. Sebagian besar gejala akan menghilang
setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan
akan semakin mengurangi lapang pandang penderita.
18
6 Pemeriksaan Diagnostik
6.1 Tonometri
Tonometri adalah istilah generik untuk pengukuran tekanan intraokular.
Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann,yang
dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan luas
tertentu kornea. Tonometer-tonometer aplanasilain adalah tonometer Perkindan
TonoPen yang portabel; pneumatotonometer, yang bermanfaat apabila permukaan
kornea ireguler dan dapat digunakan walaupun terdapat lensakontak
ditempatnya.Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur
indentasikornea yang ditimbulkan oleh beban tertentu.
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-24 mmHg. Hasil sekali
pembacaan tidak menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma sudut
terbuka primer, banyak pasien akan memperlihatkan tekanan intraokular yang
normal saat pertama kali diperiksa. Sebaiknya peningkatan tekanan intraokular,
semata-mata tidak selalu berarti bahwa pasien mengidap glaukoma, sudut terbuka
primer, karena untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain berupa
adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila
tekanan tekanan intraokular terus menurus meninggi sementara diskus optikus dan
lapangan pandang norma (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala
sebagai tersangka glaukoma.
6.2 Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang
diantaranya terdapat jalinan trabekular.konfigurasi sudt ini-yakni apakah lebar
(terbuka), sempit, atau tertutup-menimbulkan dampak penting pada aliran keluar
humor akueus. Lebar sudut kamera anterior dapat diperkirakan dengan pencahayaan
oblik kamera anterior dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan
kedalaman kamera anterior perifer dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan
dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktursudut.
Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera, dan prosesus iris dapat terlihat,
sudut ditanyakan terbuka. Apabila hanya garis schwalbe atau sebagian kecil dari
jalinan trabekular yang dapat terlihat, sudut dikatakan sempit. Apabila garis
schwalbe tidak terlihat, sudut tertutup.
19
Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior adalah
bentuk kornea-mata miop besar memiliki sudut lebar dan mata hipermetropik kecil
memiliki sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia cenderung
mempersempit sudut. Mata miopik yang besar memiliki sudut lebar dan mata
hiperopik kecil memiliki sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia
mempersempit sudut ini. Hal ini mungkin yang menyebabkan meningkatnya insiden
glaukoma sudut tertutup.
Mata miopik memiliki sudut kamera anterior yang lebar dan mata hiperopik
memiliki sudut yang relatif sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia cenderung
mempersempit sudut.
20
signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri
bermakna antar kedua mata sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa Hruby, atau lensa
kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi.
Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi lapisan
serat saraf. Hal ini dapat terdeteksi (tanda Hoyt) dengan oftalmoskopi-terutama
apabila digunakan cahaya bebas-merah dan mendahului terbentuknya perubahan—
perubahan pada diskus optikus.
21
6.5 Biomikroskopi
Digunakan untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer
atau sekunder (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2002).
6.6 Oftalmoskopi
Merupakan pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf optik
berdasarkan penilaian bentuk saraf optik menggunakan alat oftalmoskop direk
(Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2002).
6.8 Perimetri.
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optic (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata
Indonesia, 2002).
7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang
konsisten dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bisa berbeda
bergantung pada klasifikasi penyakit dan responnya terhadap terapi. Terapi obat,
pembedahan laser, pembedahan konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol
kerusakan progresif yang diakibatkan oleh glaukoma.
22
dilanjutkan. Beberapa pasien memerlukan trabekulotomi. Namun pembedahan laser
atau insisional biasanya merupakan ajuan bagi terapi obat dan bukannya
menggantikannya.
Glaukoma penutupan-sudut akut dengan sumbatan pupil biasanya jarang
merupakan kegawatan bedah. Obat digunakan untuk mengurangi TIO sebanyak
mungkin sebelum iridektomi laser atau insisional. Pada beberapa kasus, hanya obat
saja yang dapat menghentikan serangan, namun terdapat insidensi tinggi keterlibatan
mata sebelah di kemudian hari. Maka iridoktomi laser bilateral dianjurkan.
Penanganan glaukoma sekunder ditujukan untuk kondisi yang mendasarinya begitu
pula untuk menurunkan tingginya TIO. Misalnya, glaukoma yang disebabkan oleh
terapi kortikosteroid ditangani dengan menghentikan pengobatan kortikosteroid.
Uveitis dengan glaukoma diterapi dengan bahan antiinflamasi. Bahan antivirus,
siklopegik, dan kortikosteroid topikal diresepkan bagi pasien glaukoma yang
berhubungan dengan hapes simpleks dan herpes zoster.
Penggunaan obat dilator pupil (midriatikum) merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan glaukoma. Kebanyakan obat mempunyai efek samping, yang biasanya
menghilang setelah 1 atau 2 minggu. Efek samping yang biasa terdapat pada
pemakaian obat topikal adalah pandangan kabur, pandangan meremang, khususnya
menjelang malam, dan kesulitan memfokuskan pandangan. Kadang-kadang
frekuensi denyut jantung dan respirasi juga terpengaruh.
Obat sistematik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari dan jari kaki,
pusing, kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan, kadang, batu ginjal.
Pasien harus diberi tahu mengenai kemungkinan efek samping. Namun mereka yang
sudah menderita penyakit agak lanjut biasanya mampu menghadapi situasi semacam
ini.
Antagonis Beta-adrenergik. Antagonis beta-adrenergik topikal kini merupakan
bahan hipotensif yang paling banyak digunakan karena efektifitasnya pada berbagai
macam glaukoma dan tidak menyebabkan efek samping yang biasa disebabkan oleh
obat lain. Antagonis beta-adrenergik menurunkan TIO dengan mengurangi
pembentukan humor aqueus. Penghambat beta-adrenergik nonselektif mengenai baik
reseptor beta-1 maupun beta-2. Penghambat beta yang umum adalah timolol,
levobunolol (Betagen), dan optipranolol (Metripranolol). Bahan selektif-beta , seperti
bataksolol (Betoptik), hanya mempengaruhi tempat reseptor-beta tertentu. Dengan
menggunakan obat ini dapat mengurangi efek samping kardiopulmonal yang sering
23
dijumpai pada obat non-selektif beta, seperti distress pernapasan, blok jantung, dan
hipotensi.
Bahan Kolinergik. Obat kolinergik topikal (mis, pilokarpin hidroklorida, karbakol)
digunakan dalam penanganan glaukoma jangka pendek dengan penyumbatan pupil
akibat efek langsungnya pada reseptor parasimpatis iris dan badan sillier. Sebagai
akibatnya, sfingter pupil akan berkonstriksi, iris mengencang , volume jaringan iris
pada sudut akan berkurang. Dan iris perfier tertarik manjauhi jaring-jaring trabekula.
Perubahan ini memungkinkan humor aqueus mencapai saluran keluar dan akibatnya
menjadi penurunan TIO.
Agonis Adrenergik. mekanisme aksi senyawa adrenergik pada glaukoma belum
dipahami benar. Digunakan bersama dengan bahan penghambat beta-adrenergik,
berfungsi saling sinergi dan bukan berlawanan. Agonis adrenrgik topikal
menurunkan IOP dengan meningkatkan aliran keluar humor aqueus, memperkuat
dilatasi pupil, menurunkan produksi humor aqueus, dan menyebabkan kostriksi
pembuluh darah konjunktiva. Contoh bahan perangsang adrenergik adalah epinefrin
dan fenilefrin hidroklorida (Neosynephrine). Tetes mata epinefrin (larutan 0,1%)
banyak digunakan dalam menangani glaukoma sudut terbuka. Fanilefrin (1%, 2,5%)
sering digunakan untuk mendilatasi mata sebelum.
Inhibitor Anhidrase Karbonat. Inhibitor anhidrase inhibitor, mis. Asetazolamid
(Diamox), diberikan secara sistematik untuk menurunkan IOP dengan menurunkan
pembuatan humor aqueus. Digunakan untuk menangani glaukoma sudut terbuka
(jangka panjang) dan menangani glaukoma penutupan sudut (jangka pendek) dan
glaukoma sembuh sendiri, seperti yang terjadi setelah trauma. Juga dibutuhkan
setelah iridektomi untuk mengontrol glaukoma residual. Dapat diberikan secara oral
atau intervena selama serangan akut glaukoma.
Diuretika Osmotik. Bahan hiperosmotik oral (gliserol atau intravena (mis.Manitol)
dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik air
dari mata kedalam peredaran darah. Obat hiperosmotik sangat berguna penanganan
jangka pendek glaukoma akut. Digunakan untuk menurunkan TIO preopertif
sehingga pembedahan dapat dilakukan dengan tekanan mata yang lebih normal. Juga
dapat menghindari perlunya pembedahan pada glaukoma transien.
Fasilitas aliran keluar humor akueous dengan obat parasimpatomimetik
meningkatkan aliran keluar humor akueous dengan bekerja pada jalinan trabekular
melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang
24
diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol
0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat antikolinesterase irreversibel
merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah
demekarium bromida, 0,125% dan 0,25%,dan ekotiopat iodida, 0,03-0,25%, yang
umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi
karaktogenik. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan
penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit. Pasien harus juga diberitahu
mengenai kemungkinan ablasio retina.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak, dan spasme akomodatif yang
mungkin menganggu bagi pasien muda. Ablasio retina adalah kejadian yang jarang
tetapi serius.
Epinefrin, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar humor akueous dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor
akueus. Terdapat sejumlah efek samping okular eksteradrenokrom, konjungtivitis
folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah
edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin
adalah suatu produk epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi bentuk
aktifnya. Epinefrin dan dipevefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut
kamera anterior sempit.
Penurunan volume korpus vitreum dengan obat-obat hiperosmotik menyebabkan
darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi
penciutan korpus vitreum. Selain ini, juga terjadi penurunan produksi humor akueus.
Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut
tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina
ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam suatu larutan 50% dingin dicampur
denngan sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaiannya
pada pengidap diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea
atau manitol intravena.
Miotik, Miadriatik, dan Sikloplegik. Konstriksi pupil sangat penting dalam
penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris
plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe
25
karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa
ke anterior, sikloplegik (siklopntolat dan atropin) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha
untuk menarik lensa ke belakang.
- Bedah Laser untuk Glaukoma
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueous dan menurunkan TIO
dapat diindikasikan sebagai penanganan primer untuk glaukoma, atau bisa juga
dipergunakan bila terapi obat tidak bisa ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan
TIO dengan adekuat. Laser dapat digunakan pada berbagai prosedur yang
berhubungan dengan penanganan glaukoma.
- Bedah Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil, atau
peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah
laser (mis.Pasien yang tak dapat duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur
filtrasi rutin berhubungan dengan keberhasilan penurunan TIO pada 80 sampai 90%
pasien.
- Trabekulektomi(prosedur filtrasi)
Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera. Dilakukan
dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sklera dengan
engsel di limbus. Satu segmen jaringan trabekula diangkat,flap sklera ditutup
kembali, dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan aqueus.
Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humor aqueus dengan memintas struktur
pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan
terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva.
Komplikasi setelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak
normal), hifema (darah di kamera anterior mata), infeksi, dan kegagalan filtrasi.
- Prosedur seton
Prosedur seton meliputi penggunaan berbagi alat pintasan aqueus sintetis untuk
menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplantasi ke kamera
anterior dan menghubungkan dengan medan pengaliran epis-klera. Alat ini paling
sering digunakan pada pasien dengan TIO tinggi, pada mereka yang berisiko tinggi
terhadap pembedahan, atau mereka yang prosedur filtrasi awalnya gagal.
26
Kemungkinan komplikasi implan pengaliran meliputi pembentukan katarak,
hipotoni, dekompensasi kornea, dan erosi aparatus.
- Iridektomi dan Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium: YAG atau argon
(iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih
mudah dilakukan, terapi laser memerlukan peningkatan tekanan intraokular yang
cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi
perifer secara bedah mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih
baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan penyulit intraoperasi dan pascaoperasi.
Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit
sebelum terjadi serangan penutupan sudut.
- Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor akueus
karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta
terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik
ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan
hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan
peran trabekuloplasti laser dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
- Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drinase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full thickness
(mis, sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama
trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Hal ini lebih
mudah terjadi pada pasien berusia muda, pasien berkulit hitam, dan pasien yang
pernah menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lain yang melibatkan
jaringan episklera. Terapi adjuvan dengan anti metabolit misalnya flirourasil dan
mitomisin berguna untuk memperkecil risiko kegagalan bleb.
27
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueous adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespons terhadap trabekulektomi.
Pasien dari kelompok yang terakhir ini adalah mereka yang mengidap glukoma
sekunder, terutama glaukoma neuvaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uvetis,
dan glaukoma setelah tindakan tandur kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah suatu tindakan baru yang menjanjikan sebagai
alternatif bagi trabekulektomi. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase
humor akueous dibagian dalam jalinan trabekular.
- Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk
mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi,
dan yang paling mutakhir, tatapi laser neodinium: YAG thermal mode, dapat
diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebalah posterior limbus untuk
menimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan energi
laser argon yang diberikan secara transpupiar dan transvitreal langsung ke prosesus
siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus
dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit diatasi (Brunner &
Suddart,2002
28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat : Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
b. Makanan / Cairan : Mual, muntah (glaukoma akut)
c. Neurosensori : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan
tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d. Nyeri / Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma
skronis). Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata,
sakit kepala (glaukoma akut).
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga : glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena),
ketidakseimbangan endokrin.
Riwayat Okular :Tanda peningkatan TIO : nyeri tumpul, mual, muntah,
pandangan kabur, Pernah mengalami infeksi : uveitis, trauma, pembedahan.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke
retina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
29
c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
d. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
e. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosisi,PAK.
i. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
Intervensi Rasional
Kaji derajat nyeri setiap hari atau Nyeri glaukoma umumnya sangat parah
sesering mungkin, jika diperlukan. terutama pada glaukoma sudut tertutup.
Terangkan penyebab nyeri dan faktor/ Penyebab munculnya nyeri adalah peningkatan
tindakan yang dapat memicu nyeri. tekanan intraokular, yang dapat meningkat
akibat dipicu oleh :
- Mengejan (valsalva maneuver)
- Batuk
- Mengangkat benda berat
- Penggunaan kafein (rokok, kopi, teh)
- Gerakan kepala tiba-tiba
30
- Menunduk/ kepala lebih rendah dari
pinggang
- Tidur pada sisi yang sakit
- Hubungan seks
- Penggunaan obat kortikosteroid.
Anjurkan klien untuk menghindari Untuk mencegah peningkatan TIO lebih lanjut.
perilaku yang dapat memprovokasi nyeri.
Ajarkan tindakan distraksi dan relaksasi Untuk menurunkan sensasi nyeri dan
pada klien. memblokir sensasi nyeri menuju otak. Teknik
ini umumnya efektif saat nyeri tidak sangat
mengganggu klien.
Intervensi Rasional
31
Dekati klien dari sisi yang sehat. Memberikan rangsang sensori, mengurangi rasa
isolasi/terasing.
Intervensi Rasional
Kaji derajat kecemasan, faktor Umumnya faktor yang menyebabkan kecemasan
32
yang menyebabkan kecemasan, adalah kurangnya pengetahuan dan ancaman
tingkat pengetahuan, dan aktual terhadap diri. Pada klien glaukoma, rasa
ketakutan klien akan penyakit. nyeri dan penurunan lapang pandang
menimbulkan ketakutan utama.
Berikan kesempatan pada klien Menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi klien.
untuk bertanya dengan Dukungan psikologis dapat berupa penguatan
penyakitnya. tentang kondisi klien, peran serta aktif klien
Berikan dukungan psikologis. dalam perawatan maupun mengorientasikan
bagaimana kondisi penyakit yang sama menimpa
klien yang lain.
33
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi, ditandai dengan ; pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat
mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil :
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata.
Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan
pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan
nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong,
menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.
Intervensi Rasional
34
Jelaskan gambaran kejadian pre- Meningkatkan pemahaman tentang gambaran
dan pasca operasi. Manfaat operasi, operasi untuk menurunkan ansietas.
dan sikap yang harus dilakukan
klien selama masa operasi.
Obyektif :
- Perilaku tidak terkontrol
- Kecenderungan memegang darah operasi
Tujuan :Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria Hasil :
- Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
35
Intervensi Rasional
Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang
aktifitas dan pembalutan mata. diperlukan.
Tempatkan klien pada tempat tidur yang Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam pasca operasi.
lebih rendah dan anjurkan untuk
membatasi pergerakan mendadak/ tiba-
tiba serta menggerakkan kepala berlebih.
Bantu aktifitas selama fase istirahat. Mencegah/ menurunkan risiko komplikasi cedera.
Ambulasi dilakukan dengan hati-hati.
Ajarkan klien untuk menghindari tindakan Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan
yang dapat menyebabkan cedera. menimbulkan kerusakan struktur mata pasca operasi
antara lain :
- Mengejan ( valsalva maneuver)
- Menggerakan kepala mendadak
- Membungkuk terlalu lama
- Batuk
Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata depan
mata depan menonjol, nyeri mendadak, menonjol, nyeri mendadak, hiperemia, serta hipopion
nyeri yang tidak berkurang dengan mungkan menunjukan cedera mata pasca operasi.
pengobatan, mual dan muntah. Dilakukan
setiap 6 jam asca operasi atau seperlunya.
36
- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi Rasional
Kaji derajat nyeri setiap hari. Normalnya, nyeri terjadi dalam waktu kurang dari 5
hari setelah operasi dan berangsur menghilang.
Nyeri dapat meningkat sebab peningkatan TIO 2-3
hari pasca operasi. Nyeri mendadak menunjukan
peningkatan TIO masif.
Anjurkan pada klien untuk tidak melakukan Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri
gerakan tiba-tiba yang dapat memicu nyeri. seperti gerakan tiba-tiba, membungkuk, mengucek
mata, batuk, dan mengejan.
Kriteria hasil ;
37
- Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pememnuhan kebutuhan diri.
- Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap
Intervensi Rasional
Terangkan pentingnya perawatan diri dan Klien dianjurkan untuk istiraht ditempat
pembatasan aktivitas selama fase tidur pada 2-3 jam peratama pascaoperasi
pascaoperasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama
fase ini, bantuan total diperlukn bagi
klien.
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan Memenuhi kebutuhan perawatan diri
perawatan diri
Secara bertahap, libatkan klien dalam Pelibatan klien dalam aktivitas perawatan
memenuhi kebutuhan diri dirinya dilakukan bertahap dengan
berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas
tersebut tidak memprovokasi peningkatan
TIO dan menyebabkan cedera mata,
kontrol klinis dilakukan dengan
menggunakan indikator nyeri mata pada
saat melakukan aktivitas
38
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi
atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan mengakibatkan
gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta. Glaukoma akan
terjadi bila cairan mata didalam bola mata pengalirannya terganggu. Dari data di atas
ada 2 klafikasi glaukoma yaitu : glaukoma primer dan glaukoma sekunder.
2. Saran
Menurut kelompok, hendaknya jika mengalami tanda gejala glaukoma, secara
cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaukoma dapat ditangani. Dan kami
kelompok mengharapkan dari pembaca kritik dan sarannya yang bersifat membangun,
sehingga asuhan keperawatan pada glaukoma ini, dapat berguna dan bermanfaat bagi
para pembaca.
39
DAFTAR PUSTAKA
Reeves, Roux & Lockhart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta L : Salemba Medika.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
40