Anda di halaman 1dari 15

Rhinosinusitis Akut dan Penatalaksanaannya

Edward Christianto Mangedong


102016177

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida


Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: cristia.2016fk089@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Rinosinusitis merupakan infalamasi mukosa hidung dan juga sinus paranasal, rinosinusitis yang
sering pada sinus maksila dan frontal.sinus maksila merupakan sinus terbesar. Apabila terjadi paparan
alergi dapat menyebabkan sinusitis sehingga disebut rinosinusitis maxilaris yang merupakan peradangan
pada mukosa hidung dan sinus maksila. Pemeriksaan yang mendukung yaitu rinoskopi dan yang menjadi
gold standar yaitu CT-scan. Rinosinusitis dapat dibedakan menjadi yang akut dan kronis. Yang akut
berlangsung kurang lebih 4 minggu dengan gejala ingus purulent dan post-nasal drip, nyeri wajah ,
edema periorbita dan demam. Pada rinosinusitis kronis biasanya gejala lebih dari 12 minggu dengan gejal
nyeri wajah, ingus purulent, demam dan nyeri kepala. Pada skenario pasien dikategorikan ke dalam
rinosinusitis maxilaris akut yang dimana pengobatan secara medikamentosa dberikan antibiotic seperti
amoksisilin atau amoksisilin-klavunalat selama 10-14 hari dengan edukasi lebih banyak minum air,
menggunakan uap untuk menenangkan hidung untuk menghindari komplikasi seperti kelainan orbita dan
intracranial. Sehingga kesimpulannya rinosinusitis maksila akut dengan terapi yang tepat menurunkan
prognosis yang buruk.

Key words: rinosinusitis maxilla, rinoskopi, nyeri pipi

Abstract

Rinosinusitis is the infalamasi mucosa of the nose and paranasal sinuses, also rinosinusitis
frequently on the maxillary sinus and the maxillary sinus is frontal. largest sinus. In case of exposure to
the allergen can cause sinusitis so called rinosinusitis maxilaris which is an inflammation of the nasal
mucosa and the maxillary sinus. Examination support i.e. rinoskopi and became the gold standard IE CT-
scan. Rinosinusitis can be distinguished into an acute and chronic. Acute lasts approximately 4 weeks
with a purulent mucus symptoms and post-nasal drip, facial pain, edema and fever periorbita. In chronic
rinosinusitis usually symptoms over 12 weeks by were purulent nasal secretions, facial pain, fever and
headaches. In the scenario of the patients categorized into acute which maxilaris rinosinusitis treatment
medikamentosa granted the antibiotic such as amoksisilin or amoksisilin-klavunalat for 10-14 day with
education more drinking water, use steam to soothe your nose to avoid complications such as
intracranial abnormalities and orbita. So in conclusion rinosinusitis acute maxillary processes with
appropriate therapy decreases the prognosis was bad.

Key words: rinosinusitis rinoskopi, maxilla, cheek pain

1
Pendahuluan

Rinosinusitis atau yang lebih sering dikenal dengan sinusitis adalah peradangan pada salah
satu sinus paranasal dan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering
diseluruh dunia.penyebabnya yaitu virus yang diikuti oleh infeksi bakteri. Ada empat bagian
sinus paranasal yaitu sinus fontal, sinus maxilla, sinus etmoid, dan sinus stenoid. Yang paling
sering terkena yaitu sinus maxilla dan etmoid. Rinosinusitis diartikan sebagai adanya inflamasi
pada hidung dan sinus paranasal dicirikan dengan 2 atau lebih gejala, salah satunya adalah
sumbatan/obstruksi/kongesti hidung atau pengeluaran sekret dari hidung (anterior atau posterior),
kemudian nyeri tekan pada wajah dan gangguan penghidu.Rinosinusitis akut diartikan sebagai
munculnya 2 atau lebih gejala yang terjadi tiba-tiba (< 12 minggu). Gejala-gejala tersebut adalah
sumbatan/obstruksi/kongesti hidung, pengeluaran sekret dari hidung (anterior/posterior), nyeri
tekan pada wajah, dan gangguan penghidu.
Anamnesis

Anamnesis merupakan kemampuan untuk merangkai berbagai gejala menjadi diagnosis


yang tepat, dengan tujuan untuk membantu menegakan diagnosis dan mencari terapi yang tepat.
Dalam anamnesis, komunikasi merupakan kunci keberhasilan suatu proses wawancara. Dalam
hal ini dokter sebagai pewawancara harus dapat menanyakan pertanyaan–pertanyaan kepada
pasien dengan bebas. Pertanyaan–pertanyaan yang diajukan harus mudah dimengerti dan
disesuaikan dengan pengalaman medik pasien. Pada kasus dilakukan aloanamnesis.1

1. Idetitas pasien: nama,umur, alamat


2. Keluhan utama pasien datang ?
3. Sudah berapa lama?
4. Apakah sebelumnya ada riwayat flu, kontak dengan debu, atau bulu binatang?
5. Apakah ada disertai demam atau tidak?

Pada skenario seorang perempuan berusia 20 tahun datang dengan keluhan nyeri di pipi kanan.
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri pipi kanan sejak 2
minggu. Pasien mengeluh plek 1 bulan yang lalu, ingus kehijauan, kental dan berbau keluar dari
hidung kanan dan kiri disertai dengan hidung tersumbat. Pasien juga mengeluh terasa hingus

2
mengalir di tenggorokan. Pasien juga mengeluh adanya sakit kepala dan demam. Pasien juga
mengeluh pilek karena alergi debu.
Pemeriksaan fisik

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paransal dilakukan inspeksi, palpasi, rinoskopi
anterior, rinoskopi posterior.
1.
Inspeksi : Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di
pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin
menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan pada kelopak mata atas mungkin
menunjukkan sinusitis frontal akut.Sinusitis etmoid menyebabkan pembengkakan di luar,
kecuali bila telah terbentuk abses.2
2.
Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan pada dasar sinus frontal, yaitu pada
bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah
kantus medius.2
3.
Rhinoskopi anterior: untuk memeriksa hidung bagian dalam sehingga diperlukan
speculum hidung. Speculum dimasukan kedalam hidung dengan hati-hati, speculum
dibuka setelah berada di dalam lubang hidung dan waktu dikeluarkan jangan ditutup dulu
didalam agar bulu hidung tidak terjepit. Pada pemeriksaan ini untuk melihat vestibulum
hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka superior
serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa hidung juga dilihat.2
4.
Rhinoskopi posterior: untuk melihat bagian belakang dari hidung, pemeriksaan ini
diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dipanaskan dengan api lampu
spiritus untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca, pemeriksaan ini untuk
melihat bagian belakang septum dan koana ,kaca diputar kea rah lateral untuk melihat
konka superior, konka media, dan konka inferior, serta meatus superior dan meatus
media. Kaca diputar lebih ke lateral sehingga dapat dapat diidentifikasi torus tubarius,
muara tuba eustachius dan fosa rossenmuler. 2
Pada pemeriksaan fisik berdasarkan skenario didapatkan tanda-tanda vital suhu 37°C, pada
pemeriksaan hidung; kavum nasi kanan: tampak konka media hiperemis dan edem. Tampak
secret kuning kental di meatus medius kanan

3
Pemeriksaan penunjang

Sinoskopi:
Pemeriksaan ini dengan menggunakan endoskop dimasukan ke dalam sinus maksila.
Endoskop dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan
pemeriksaan sinoskopi dapat dilihat keadaan didalam sinus, apakah ada secret, polip, jaringan
granulasi, massa tumor atau kisata, bagaiman keadaan mukosa dan apakah ostiumnya tebuka.2

Transiluminasi:
Pemeriksaan ini mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan frontalis apabila pemriksaan radiologi tidak tersedia. Bila pada
pemeriksaan transimulinasi tampak gelap daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh
pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista
didalam sinus maksila akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi, transiluminasi pada
sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk pada kedua sinus seringkali tidak
sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik dan normal, sebaliknya
gambaran gelap mungkin berarti sinusitis atau hanya menunjukan sinus yang tidak berkembang.2

Radiologis:
pemeriksaan dengan foto polos posisi waters: dilaporkan tidak begitu sensitive dan
spesifik, pada foto polos sinus pada rhinosinusits akut untuk menilai air fluid level, selain itu
ditemukan perselubungan, adanya penebalan mukosa sinus atau juga berkurangnya volume udara
sinus melebihi sepertiga.Pemeriksaan MRI juga dianjurkan pada hanya bila rhinosinusitis
disebabkan oleh jamur dan tumor. Selain itu pemeriksaan CT-scan sering digunkan rhinosinusitis
kronik, untuk melihat kelainan anatomi seperti polip. 2,3

Anotomi sinus paranasal

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit untuk
dideskripsikan karena mempunyai bentuk yang bervariasi pada setiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal yang dimulai dari sinus terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontalis, sinus
ettmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi dari
tulang-tulang kepala, sehinga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (
ostium ) ke dalam rongga hidung. Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi

4
mukosa hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan kecuali sinus sfenoid
dan frontalis. Sinus maksila dan etmoid ada sejak lahir,sedangkan sinus frontalis berasal dari
sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Sinus maksila merupakan sinus terbesar saat lahir sinus ini bervolume 4-6 ml, sinus
kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15ml saat
dewasa, sinus maksila berbentuk pyramid dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut konka kanina, dinding posterior adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superior ialah dasar orbita dan
dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari sinus maksila adalah: 2

1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1
dan P2), molar (M1 dan M2), kadang gigi taring, molar 3, bahkan akar-akar gigi tersebut
dapat menonjol ke dalam sinus
2. Dapat menimbulkan komplikasi orbita
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak sila. Drainase harus melalui infundibulum yang sempit,
infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan apabila ada pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini maka dapat menghalangi proses drainase sinus
maksila dan menyebabkan sinusitis.

Sinus frontalis terletak di os frontal, sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris,
satu lebih besar dari pada yang lain dan dipisahkan oleh sekat yang berada pada garis tengah.
Sinus frontalis biasanya bersekat-sekat dan berlekuk-lekuk. Sinus frontalis dipisahkan oleh
tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa sereberi anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal
mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostium yang terletak di resesus
frontal yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. Sinus etmoid adalah sinus yang paling
bervariasi, sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang
terdapat didalam masa bagian lateral os etmois, yang terletak diantar konka media dan dinding
medial orbita. Berdasarkan letak terbagi menjadi dua sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sinus sfenoid,

5
sinus ini terletak dalam os sfenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua
oleh sekat yang disebut intersfenoid.2 Fungsi sinus paranasal, beberapa teori yang dikemukakan
fungsi dari sinus paranasal yaitu sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu terutama
suhu panas yaitu melindungi orbita dan fosa serebri dar suhu hidung yang berubah-ubah,
membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka, membantu resonasi
suara, sebagai peredem perubahan tekanan udara dan membantu produksi mukus.

Gambar 1: sinus paranasal

Diagnosis banding

Rinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan manifestasi klinis kerusakan jaringan tipe I (Gell & Coombs)
dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi
hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme
fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin ini terutama
merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya
histamin. Gejala banyak, hidung tersumbat, hidung gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
gejala yang timbul tidak lengkap, tersumbat merupakan keluhan utama atau keluhan lain ialah
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak air mata keluar (lakrimasi)

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi

6
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak
ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder
akibat obstruksi hidung. Geiala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak
menggosokgosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai
allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya
garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut
sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema
cobblestone appearance), serta dinding late al faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran
peta (geographic tongue).2

Sinusitis kronik

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis
akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus
dicari dan diobati secara tuntas. Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang sering
ditemukan adalah bakteri negatif gram dan anaerob. Manifestasi klinis gejala subyektif bervariasi
dari ringan sampai berat, seperti gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan
nasofaring (post nasal drip). Sekret di nasofaring secara terus-menerus akan menyebabkan batuk
kronik Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman di tenggorok. Gejala telinga, berupa gangguan
pendengaran akibat sumbatan tuba Eustachius. Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan
berkurang di siang hari. Mungkin akibat penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus, serta
stasis vena pada malam hari Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis
Gejala saluran napas, berupa batuk dan kadang komplikasi di paru. Gejala saluran cerna, dapat
terjadi gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan. Hasil pemeriksaan klinis tidak seberat
sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan di muka. Pada rinoskopi anterior dapat
ditemukan sekret kental purulen dari meatus mediu atau meatus superior. Pada rinoskopi
posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

Diagnosis kerja

Rinosinusitis maxilaris kanan akut

7
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
dengan dengan rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis yang merupakan inflamasi mukosa
pada hidung dan sinus paranasal.Istilah ini tidak dipisahkan menjadi rhinitis dan sinusitis karena
mukosa dari hidung masih terhubung ke sinus-sinus paranasal sehingga sinusitis tanpa rhinitis
sangat jarang. Rhinosinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus
maksilaris yang disertai rhinitis.2,3,6

Gambar 2: Rinosinusitis maksilaris

Etiologi

Beberapa etiologi dan faktor predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam-
macam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM),infeksi tonsil, infeksi gigi ( penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar dan sinus
maksilarisikut terangkat), trauma sinus, fraktur, adanya luka tembak,infeksi nasofaring, berenang
atau menyelam air terhisap masuk ke dalam sinus, dyskinesia silis seperti pada sindroma
kartagener, bahkan resistensi obat, selain itu adapun faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-
lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.2

Sekitar 20-30% kasus rinosinusitis akut, penyebabnya adalah virus. Bakteri patogen yang
sering menjadi penyebab adalah Streptococcus pneumoniae (~20-43%) dan Haemophilus
influenza (~22-35%), spesies Streptococcus yang lain (3-9%), dan Moraxella catarrhalis (~2-
10%). Penyebab yang tidak terlalu sering adalah Staphylococcus aureus (~4%), bakteri anaerob
(~5%), dan spesies Haemophilus yang lain (~8%).
8
Epidemiologi

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat
dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi
terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sisnusitis maksilaris adalah sinusitis
dengan insiden yang terbesar. Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis.
Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial
adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. 5 milyar dollar
dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan
untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.7

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliaryclearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandungsubstansianti
mikroba dan zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan
terjadi reaksi radang yang salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah
kompleks ostiomeatal yang sempit.Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan
drainase dan ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus akan menjadi
kental. Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen.
Bila sumbatan berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga
timbul infeksi oleh bakteri anaerob.Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan
mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus
menjadi lebih kental,yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri
pathogen.2

Gejala klinis

Keluhan utama rhinosinusitis ialah hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan pada
muka dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai
gejala sistemik seperti demam dan lesu. Serta gejala lain seperti sakit kepala, hiposmia atau

9
anosmia, halitosis, dan post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.2 Keluhan
nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis. Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan
sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontalis, dan pada
sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan mastoid. Pada
sinusitis maksila kadang – kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.Gejala-gejala ini terjadi
selama < 12 minggu.2

Klasifikasi rinosinusitis

Adapun Faktor-faktor yang berhubungan dengan rinosinusitis;

Faktor mayor : muka terasa nyeri/tertekan, rasa tersumbat atau penuh pada pada muka, hidung
tersumbat, secret hidung purulent atau post-nasal drip hiposmia atau anosmia, secret tampak
purulent pada mukosa hidung ketika pemeriksaan dan demam. Faktor minor: sakit kepala ,
demam, halitosis, lesu, sakit gigi, batuk, telinga rasa sakit/ tertekan atau terasa penuh.7

Rinosinusitis secara klinis dapat dibedakan menjadi tipe akut dan tipe kronis:

1. Rinosinusitis akut (RAS) disebut rinosinusitis akut, apabila memenuhi kriteria berikut:

1) Gejala berlangsung kurang dari 12 minggu

2) Episode akut berlangsung kurang dari 4 kali pertahun

3) Reversibilitas mukosa: normal kembali setelah tatalaksana medic adekuat.

Untuk mendiagnosis seseorang masuk ke dalam kriteria rinosinusitis akut harus memiliki 2
gejala mayor atau 1 gejala mayor dan lebih atau sama dengan 2 gejala minor.

a. Rinosinusitis viral akut: commond cold,umumnya durasi dari rinosinusitis viral akut ini
gejalanya kurang dari 10 hari.
b. Rinosinusitis non-viral akut: perburukan gejala setelah 5 hari, atau gejela menetap setelah
10 hari dengan durasi kurang dari 12 minggu. Kasus yang disebabkan oleh bakteri
disebut juga rinosinusitis bakterialis akut yang secara klinis dapat ditegakan apabila
ditemukan tiga gejala atau lebih dari gejala dan tanda-tanda seperti; ingus purulent (
biasanya unilateral), nyeri berat local (biasanya unilateral), demam > 38°C, peningkatan
LED atau CRP dan adanya perburukan gejala setelah lima hari.

10
2. Rinosinusitis kronik: disebut rinosinusitis kronik apabila memenuhi kriteria berikut:
1) Gejala berlangsung lebih dari 12 minggu
2) Episode akut lebih dari 4 kali pertahun
3) Reversibilitas mukosa: abnormal menetap kembali setelah tatalaksana medic
adekuat

Untuk mendiagnosis seseorang tergolong dalam kriteria rhinosinusitis kronis apabila


mempunyai lebih dari 2 gejala mayor, 1 gejala mayor, dan 2 gejala minor. Jika hanya
ditemukan 1 gejala mayor atau lebih dari 2 gejala minor maka dianggap sugestif.3,7

RINOSINUSITIS

Major Symptoms Minor Symptoms

Facial pain/pressure Headache

Facial congestion/fullness Fever (non acute)

Nasal obstruction/blockage Halitosis

Nasaldischarge/purulence/discoloredposterior Fatique
drainage

Hyposmia/anosmia Dental pain

Purulence on nasal exam Cough

Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness

a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in the
absence of another symptom or sign.
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for diangosis in the
absence of another symptom or sign.
Penatalaksanaan

Tujuan terapi rhinosinusitis ialah; mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi,


dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan untuk membuka sumbatan
di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.2

11
1) Lini pertama:
Amoxycilline 3x500mg, Cotrimoxazole 2x1tablet, Erythromycine 4x500mg.
2) Lini kedua: Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase, diberikan
kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid 3x625 peroral,Sephalosporine (cefaclor,
cefixime, cefradine, cefprozil) generasi II diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala
klinik sudah hilang. Namun bila tidak ada perbaikan setelah 14 hari, segera rujuk ke
dokter spesialis THT.
Dekogestan;Topikal: Solusio Efedrin 1% tetes hidung, Oxymethazoline 0,025% tetes
hidung untuk anak, 0,05% semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari Sistemik:
Fenil Propanolamine, Pseudoefedrine 3x60mgo Mukolitik: N-acetytilcystein,
bromhexineo Analgesik/antipiretik (bila perlu):arasetamol 3x500mg, Metampiron
3x500mg. 2,3

Irigasi sinus maxilla; Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat bila keadaan
akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukanirigasi melalui ostium. Bila
sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan melalui ostium, maka dinding antral dibawah
concha inferior dibuan suatuiubang dengan antral trokar. 2,3,7

Edukasi

Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena sinusitis.Bagi
perokok lebih baik menurangi rokok karena asap dapat mengiritasi saluran hidung dan
meningkatkan kemungkinan infeksi. Alergi hidung bisa memicu infeksi sinus. Dengan
mengidentifikasi alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi) dan menghindari hal itu, Jika
memiliki kemacetan dari pilek atau alergi, berikut ini dapat membantu mengurangi risiko
mengembangkan sinusitis:

 Minum banyak air. Hal ini menipis sekresi hidung dan membuat membran mukosa
lembab.
 Menggunakan uap untuk menenangkan bagian hidung. Tarik napas panjang
sambil berdiri di mandi air panas, atau menghirup uap dari baskom berisi air panas
sambil memegang handuk di atas kepala.

12
 Hindari membuang ingus dengan kekuatan besar, yang dapat mendorong bakteri
kedalam sinus.
 Beberapa dokter menyarankan periodik pencucian rumah hidung untuk membersihkan
sekresi. Hal ini dapat membantu mencegah, dan juga mengobati, infeksi sinus.

Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata setelah ditemukannya antibiotic,


komplikasi berat biasanya terjadi pada rhinosinusitis akut atau pada rhinosinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial. Kelainan orbita; disebabkan oleh
sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita) yang paling sering adalah rinosinusitis
etmoid, kemudian rinosinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palbebra, selulitis
orbita, abses subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus
kavernosus. Kelainan intracranial; dapat berupa meningitis, abses ektradural, atau subdural,
abses otak, dan thrombosis kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronuk
berupa;osteomyelitis dan abses superiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan
biasanya ditemukan pada anak-anakk. Pada osteomyelitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantal atau fistula pada pipi. Kelainan paru seperti bronchitis kronik dan bronkiekstasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. 2

Prognosis

Sebanyak 98% rinosinusitis viral akut akan sembuh sendiri (self-limiting), sementara
rinosinusitis bakterialis memiliki angka insidens kekambuhan sekitar 5%. Jika setelah 48 jam
pengobatan belum ada perbaikan gejala secara bermakna, maka terapi perlu dievaluasi kembali.
Rinosinusitis akut yang tidak ditangani secara adekuat dapat menjadi kronis, dan rinosinusitis
kronik maupun akut berpotensi menimbulkan komplikasi meningitis abses orbita, abses otak,
hingga tromboflebitis sinus kavernosus.3

Kesimpulan

Rinosinusitis makilaris akut merupakan pradangan pada sinus maksilaris yang disertai dengan
gejala rinitis yang berlangsung kurang dari 4 minggu. Gejala klinis dapat berupa demam,hidung
tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan pada pipi dan cairan mukopurulent, yang seringkali

13
turun ke tenggorok. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka media hiperemis dan edema,
dengan pemeriksaan penunjang seperti foto polos posisi water dapat membantu mendiagnosis
rinosinusitis maksilaris, dan dengan terapi yang tepat seperti medikamentosa berupa antibiotik
selama 10-14 hari dapat menghindari komplikasi dan memperbaiki prognosis.

14
Daftar pustaka

1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2005. h.5


2. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2015. h.4,122-130
3. Tanto C, Liwang F, Hanipati S. et al. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. h.1046-49
4. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi
6.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2013.
5. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik
Sinusitis,disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media
Supuratifa Kronik,Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali
6. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing; 2015.h 503-6
7. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle
of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005.h.862-3

15

Anda mungkin juga menyukai