Anda di halaman 1dari 8

3.

Efektivitas model penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah

Dalam pengembangan manajemen berbasis sekolah ada lima komponen


efektivitas yang perlu dikembangkan (1) prinsip kepemimpinan sekolah yang kuat dan
mantap; (2) harapan yang tinggi dari penampilan peserta didik; (3) mengutamakan
dasar kecakapan dan kemampuan; (4) penegasan dan pengawasan yang tepat
terhadap seluruh persoalan sekolah; dan (5) penerapan model dan sistem evaluasi
kemajuan belajar peserta didik yang standar serta penampilan peserta didik. Sejalan
dengan hal itu Patrick Whitaks (1991) mengemukakan bahwa pencapaian tujuan yang
efektif diperlukan kejelasan tujuan baik menyangkut proses maupun pengembangan
dengan melibatkan lingkungan eksternal. Perorangan, kepala sekolah, guru, pegawai,
dan kondisi sekolah yang bertitik tolak pada tujuan, penguasaan keterampilan, sikap
dan konsep diri, kebiasaan, hasil, dan proses.

Agen perubahan adalah guru dan kepala sekolah. Sedangkan objek perubahan
adalah institusi kurikulum pembelajaran dan semacamnya. Penyelenggaraan model
MBS yang efektif menurut Wihlstetter dan Smyer (1994) memvalidasi paradigma
model untuk pengembangannya yaitu dengan memberikan kekuasaan sekolah
menetapkan keputusan, kebijakan, dan arah pengorganisasian sekolah yang
bertumpu pada kekuatan anggaran, sarana, dan personal pengelolanya. Model
manajemen berbasis sekolah yang efektif dapat diukur dari keserasian dan
optimalisasi fungsi tugas semua unsur yang terkait dengan manajemen sekolah,
penampilan guru dan personal sekolah yang profesional, lingkungan dengan
perencanaan yang simultan, dan senantiasa memperbaiki sistem pengajaran sebagai
upaya memberi pelayanan belajar yang bermutu serta kesamaan dalam pencapaian
tujuan sekolah. Kewenangan Kepala Sekolah yang proporsional dipandang memiliki
efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan seperti 1) kebijakan dan
kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada layanan belajar peserta
didik, kepuasan orang tua peserta didik, dan kinerja guru yang lebih profesional; 2)
memanfaatkan sumber daya sekolah dan lokal secara optimal; 3) melakukan
pembinaan peserta didik yang efektif seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat
pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah; dan 4) adanya
perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen
sekolah, rancang ulang program sekolah, dan perubahan perencanaan.
Esensi pengembangan manajemen berbasis Sekolah menurut Sizer (1992)
pembinaan intelektual pemikiran para peserta didik, tujuan umum dan khusus
pembelajaran kaitannya dengan pembinaan keterampilan peserta didik dan
pengetahuan khusus, hubungan khusus antar peserta didik dan guru, pandangan
peserta didik dalam menerima berbagai informasi, eksibisi para peserta didik dari skill
dan pengetahuan yang telah diperoleh, sikap yang santun penuh kepercayaan
(confident), sifat yang generalis tidak sempit atau picik dan mempunyai kemampuan
spesialis yaitu mendalami ilmu pengetahuan tertentu secara lebih khusus, dan biaya
yang dibutuhkan untuk pengembangan sekolah (Wahlstetter dan Smyer, 1994).
Kualitas pengelolaan sekolah bukan saja pada tertib administrasi, melainkan pada
jaminan adanya kreativitas dan inovatif dari setiap guru dan peserta didiknya. Tertib
administrasi selalu dipandang dari sudut ketatalaksanaan atau tata usaha. Jika dilihat
dari ketatalaksanaan Hal ini dapat dikerjakan oleh siapa saja meskipun berpendidikan
lulusan sekolah menengah atau sarjana berbagai bidang ilmu setelah mendapat
penjelasan seperlunya.

Dilihat dari sudut penerapan fungsi-fungsi administrasi dan manajemen


pendidikan yang berkaitan dengan kebijakan dan keputusan yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran, maka hal ini tentu menjadi tanggung jawab
mereka yang berlatar belakang kependidikan. Keefektifan MBS akan terwujud jika
pengelola pendidikan mampu memberdayakan stakeholders dalam menentukan
kebijakan, pengadministrasian dan inovasi kurikulum yang dilakukan sekolah baik
dilihat dari pendekatan maupun penyusunan bahan ajar. Manajemen berbasis
Sekolah menurut Roger Scott (1994) memberikan peluang kepada kepala sekolah
dan guru menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan dan
keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan dengan memanfaatkan sumber
daya sumber daya yang ada untuk mengoptimalkan hasil kerja

Strategi manajemen sekolah menggunakan MBS dapat memperkuat strategi


penyusunan rencana penyelenggaraan program sekolah, pengorganisasian tugas
dan tanggung jawab setiap personil sekolah dengan memperkuat alokasi anggaran
dan penyediaan fasilitas belajar, pemberdayaan personal dan memadukan fungsi
organisasi dengan keputusan strategis. Strategi pengetahuan disusun secara
sistematis sesuai dengan kecakapan menyesuaikan masalah kebutuhan sekolah,
sedangkan strategi informasi memperkuat keterampilan untuk memperbaiki berbagai
kegiatan staf dan kemampuan organisasi mengembangkan manajemen berbasis
sekolah.

Formulasi strategi menggunakan model MBS tentu saja lebih dahulu dilakukan
analisis kebijakan ditingkat sekolah, yaitu melakukan problem sensing atau
menganalisis berbagai problematika yang melingkupi manajemen sekolah,
menstrukturkan masalah, menganalisis masalah tersebut dan menentukan prioritas,
dan menetapkan kebijakan jika dipandang telah memenuhi standar yang
dipersyaratkan. Apakah dengan penerapan model MBS ini akan sangat banyak
kaitannya dengan tingkat prestasi, apakah prestasi prestasi yang menonjol akan
tampak dengan jelas, apakah semangat dan moral kerja seluruh personal sekolah
juga meningkat, dan apakah dukungan pemerintah sesuai dengan prinsip
peningkatan kualitas dan otonomi manajemen sekolah meningkat. Tentu hal inilah
yang akan diuji keberhasilannya, dan pada gilirannya penerapan MBS Ini mendapat
pengakuan dan dukungan dari masyarakat luas.

4. Penerapan Model MBS Meningkatkan Mutu Sekolah

4.a. Mutu Sekolah

Mutu sekolah dengan penilaian Bagaimana suatu produk memenuhi kriteria


standar atau rujukan tertentu. Dalam dunia pendidikan, standar ini menurut Depdiknas
(2001:2) dapat dirumuskan melalui hasil belajar mata pelajaran skolastik yang dapat
diukur secara kuantitatif, dan pengamatan yang bersifat kualitatif, khususnya untuk
bidang bidang pendidikan sosial. Rumusan mutu pendidikan bersifat dinamis dan
dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Kesepakatan terhadap konsep mutu
dikembalikan pada rumusan acuan atau rujukan yang ada seperti kebijakan
pendidikan, proses belajar mengajar, kurikulum, sarana prasarana, fasilitas
pemberdayaan dan tenaga kependidikan sesuai dengan kesepakatan pihak pihak
yang berkepentingan.

Mutu pendidikan harus diupayakan untuk mencapai kemajuan yang dilandasi


oleh suatu perubahan terencana. Peningkatan mutu pendidikan diperoleh melalui dua
strategi, yaitu peningkatan mutu pendidikan yang berorientasi akademis untuk
memberi dasar minimal dalam perjalanan yang harus ditempuh mencapai mutu
pendidikan yang dipersyaratkan oleh tuntutan zaman, dan peningkatan mutu
pendidikan yang berorientasi pada keterampilan hidup yang esensial yang dicakup
oleh pendidikan yang berlandaskan luas, nyata, dan bermakna. Dalam kaitan dengan
strategi yang akan ditempuh, peningkatan mutu pendidikan sangat terkait dengan
relevansi pendidikan dan penilaian berdasarkan kondisi aktual mutu pendidikan
tersebut. Telaah terhadap situasi aktual merupakan titik berangkat dalam menempuh
perjalanan ke situasi ideal yang didahului oleh suatu batas ambang sebagai landasan
minimal, dan mencakup mutu pendidikan yang dipertanggungjawabkan serta yang
ditandai oleh suatu tolak ukur sebagai norma ideal.

Mutu pendidikan tidak saja ditentukan oleh sekolah sebagai lembaga


pengajaran, tetapi juga disesuaikan dengan apa yang menjadi pandangan dan
harapan masyarakat yang cenderung selalu berkembang seiring dengan kemajuan
zaman. Bertitik tolak pada kecenderungan ini penilaian masyarakat tentang mutu
lulusan sekolah pun terus menerus berkembang. Karena itu sekolah harus terus
menerus meningkatkan mutu lulusan nya dengan menyesuaikannya dengan
perkembangan tuntutan masyarakat menuju pada mutu pendidikan yang dilandasi
tolak ukur norma ideal.

Sistem manajemen berbasis sekolah sebagai wujud reformasi pendidikan


dimaksudkan untuk meningkatkan budaya mutu. Mutu adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh jasa pelayanan pendidikan secara internal maupun eksternal
yang menunjukkan kemampuannya memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau
yang tersirat mencakup input, proses, dan output pendidikan. Sekolah dapat
dikatakan bermutu apabila prestasi sekolah khususnya prestasi peserta didik
menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam (1) prestasi akademik yaitu nilai rapor
dan nilai kelulusan memenuhi standar yang ditentukan, (2) memiliki nilai-nilai kejujuran
ketakwaan kesopanan dan mampu mengapresiasi nilai-nilai budaya; dan (3) memiliki
tanggung jawab yang tinggi dan kemampuan yang diwujudkan dalam bentuk
keterampilan sesuai dengan dasar ilmu yang diterimanya di sekolah.

Memenuhi harapan mutu pendidikan yang tinggi tentu diperlukan desentralisasi


terhadap fungsi-fungsi manajemen di sekolah untuk mengoptimalkan kebijakan pada
tingkat manajemen sekolah dalam melaksanakan programnya. Desentralisasi fungsi-
fungsi administrasi dan manajemen ini memberi kewenangan kepada kepala sekolah
bersama seluruh personil sekolah untuk menentukan visi dan misi, menyusun
perencanaan sekolah, membagi tugas kepada seluruh personal, memimpin
penyelenggaraan program sekolah, melakukan pengawasan dan perbaikan sesuai
dengan keperluan. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa peranan antara para
profesional, orang tua, dan masyarakat saling melengkapi memenuhi tuntutan kualitas
sekolah.

Deskripsi manusia seutuhnya menghendaki agar pendidikan yang diberikan


meliputi berbagai kemampuan yang relevan dengan kebutuhan perkembangan
manusia seutuhnya, yang dilandasi oleh dorongan untuk bertahan dalam hidup
bersama dengan orang lain, maupun dorongan untuk berkembang. Hal ini berarti
bahwa kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu Dalam konteks kehidupan harus
selalu dapat diadaptasikan pada perubahan cepat yang terus menerus. Strategi
peningkatan mutu pendidikan yang menuju pada pengembangan keterampilan yang
relevan, nyata dan bermakna itulah yang diperlukan dalam kehidupan di masyarakat.
Keterampilan Hidup bukan saja kompetensi dalam mengelola dirinya untuk tumbuh
kembang, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Namun juga kompetensi
menguasai berbagai pengetahuan, keterampilan, dalam berbagai situasi spesifik di
rumah, di tempat kerja, di masyarakat, dan bagaimana ia mengadakan relasi dengan
orang lain.

4b. Indikator Keberhasilan

Nilai ujian akhir sekolah bagi setiap peserta didik yang menamatkan sekolahnya
pada suatu jenjang dan jenis tertentu bukan satu-satunya indikator untuk menentukan
kualitas sekolah, sebab sekolah yang berhasil juga ditentukan oleh faktor-faktor yang
lainnya, seperti bagaimana kegiatan belajar mengajar dilaksanakan, bagaimana
kompetensi guru, dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut ditingkatkan,
bagaimana fasilitas dan perlengkapan pembelajaran disediakan sekolah Apakah
mencukupi dan layak pakai, termasuk apakah sekolah dapat melaksanakan kegiatan
ekstrakurikuler dengan baik. Indikator keberhasilan akan berdampak bagi berbagai
aspek yaitu:

1. Efektivitas proses pembelajaran bukan sekedar transfer pengetahuan (transfer


of knowledge) atau mengingat dan menguasai pengetahuan tentang apa yang
diajarkan melainkan lebih menekankan kepada internalisasi mengembangkan
aspek aspek kognitif, afektif, psikomotor, dan kemandirian.
2. Kepemimpinan kepala sekolah yang kuat, merupakan salah satu faktor yang
dapat mendorong sekolah untuk mewujudkan, visi misi, tujuan, sasaran melalui
program yang dilaksanakan secara berencana, bertahap, kreatif, inovasi,
efektif dan mempunyai kemampuan manajerial.
3. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif; guru merupakan salah satu
faktor yang strategis pada satu sekolah, dituntut untuk mempunyai kreativitas
dan keuletan dalam mengelola proses pembelajaran, untuk menjadikan
peserta didik aktif, kreatif melalui pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK). Tenaga kependidikan sebagai pelayanan teknis
kependidikan mampu merespon isu-isu penting pendidikan sehingga sekolah
itu mampu bersaing dalam hal mutu.
4. Sekolah memiliki budaya mutu. Semua warga sekolah dengan didasari bahwa
profesionalisme di bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi dan
perannya.
5. Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis; kebersamaan
merupakan karakteristik sekolah, karena out put pendidikan hasil kolektif warga
sekolah bukan hasil individual menjadi persyaratan penting untuk memperoleh
mutu yang kompetitif.
6. Sekolah memiliki kemandirian; yaitu sekolah mempunyai kemampuan dan
kesanggupan kerja secara maksimal dengan tidak selalu bergantung pada
petunjuk atasan dan harus mempunyai sumber daya potensial dan yang
berkompeten di bidangnya masing-masing.
7. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Keterkaitan dan keterlibatan pada
sekolah harus tinggi dilandasi rasa memiliki dan rasa tanggung jawab melalui
loyalitas dan dedikasinya sebagai stakeholders.
8. Sekolah memiliki transparansi. Dalam pengelolaan sekolah, merupakan
karakteristik yang ditunjukkan dalam pengambilan keputusan penganggaran
dan perubahan untuk mengembangkan manajemen yang bermutu secara
berkesinambungan.
9. Sekolah memiliki kemampuan perubahan (management change). Perubahan
adalah hal yang mutlak terjadi karena prinsip hidup adalah kesengsaraan.
Perubahan adalah peningkatan yang bermakna positif untuk lebih baik dengan
pengembangannya pada masa mendatang untuk peningkatan kualitas
pendidikan secara responsif dan antisipatif sesuai dengan kebutuhan.
10. Sekolah melakukan evaluasi perbaikan yang berkelanjutan, dan merupakan
proses penyempurnaan dalam peningkatan mutu , mencakup struktur
organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya.
11. Sekolah memiliki akuntabilitas sustainabilitas. Bentuk pertanggungjawaban
harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang dilaksanakan,
serta untuk meningkatkan kinerja melalui penghargaan dan pemberian sanksi.
Sustainabilitas peningkatan mutu SDM, diverifikasi sumber dana, pemilikan
aset yang menggerakkan income sendiri termasuk eksistensi sekolah.
12. Output sekolah penekanannya kepada lulusan yang mandiri dan “masagi” yaitu
memenuhi syarat pekerjaan (qualified) yang sehat jasmani rohani, berakhlak
mulia, baik ramah, sopan, benar, jujur, taqwa serta kreatif aktif inovatif saling
mengingatkan, saling mengasihi dan saling menyayangi.

Harapan di atas dapat diwujudkan dengan komitmen bersama dari pengelola


pendidikan dalam merencanakan, melaksanakan serta mengawasi, fungsi
administrasi dan manajemen sebagai ilmu (applied science) dalam meningkatkan
mutu pendidikan, dan sebagai suatu seni (arts) yang perlu dikembangkan secara terus
menerus. Sekolah sebagai institusi pendidikan merupakan tempat proses pendidikan
dilakukan, dengan kegiatan intinya mengelola SDM serta meningkatkan derajat
kehidupan sosial masyarakat. Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, sekolah
merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan
yang memerlukan pemberdayaan. Perangkat dan unsur tersebut berinteraksi satu
sama lain mengarah pada satu tujuan yaitu tujuan sekolah sebagai institusi.

Mengubah pendekatan mutu berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan


mutu berbasis sekolah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya
(one shot and quick fix). Akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara
terus menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan pendidikan persekolahan. Model MBS memiliki potensi
menciptakan pengelolaan sekolah secara professional didukung oleh factor informasi,
pengetahuan, keterampilan,dan insentif yang berorientasi pada mutu, efektivitas,
efisiensi, dan kemandirian. Manajemen berbasis sekolah memperkuat strategi
pengorganisasian dengan memperkuat alokasi anggaran, pemberdayaan personal,
dan memadukan fungsi organisasi dengan keputusan strategis. Strategi pengetahuan
disusun secara sistematis sesuai kecakapan menyelesaikan masalah kebutuhan
sekolah, sedangkan strategi informasi memperkuat keterampilan untuk memperbaiki
berbagai kegiatan staf dan kemampuan organisasi mengembangkan manajemen
berbasis sekolah.

Kesimpulan

1. Efektifitas penyelenggaran model MBS adalah dengan memberikan kekuasaan


kepada sekolah untuk menetapkan keputusan, kebijakan dan arah
pengorganisasian sekolah yang bertumpu pada kekuatan anggaran, sarana
dan personal pengelolanya.
2. Penerapan sistem MBS dikatakatan dapat meningkatkan mutu sekolah sebab
dengan MBS maka desentralisasi fungsi-fungsi administrasi dan manajemen
akan terlaksana. Desentralisasi fungsi-fungsi administrasi dan manajemen ini
akan memberi kewenangan kepada kepala sekolah bersama seluruh personil
sekolah untuk menentukan visi dan misi, menyusun perencanaan sekolah,
membagi tugas kepada seluruh personal, memimpin penyelenggaraan
program sekolah, melakukan pengawasan dan perbaikan sesuai dengan
keperluan yang dimana keterkaitan ini menunjukkan bahwa peranan antara
para profesional, orang tua, dan masyarakat saling melengkapi memenuhi
tuntutan kualitas sekolah mulai dari input, proses dan output pendidikan.
3. Indikator keberhasilan MBS terdiri dari beberapa aspek yaitu, efektifitas proses
pembelajaran, kepemimpinan kepala sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga
kepemimpinan yang efektif, sekolah memiliki budaya mutu, sekolah memiliki
team work, sekolah memiliki kemandirian, terdapat partisipasi warga sekolah
dan masyarakat, sekolah memiliki transparansi, sekolah memiliki kemauan
perubahan, sekolah melakukan evaluasi perbaikan yang berkelanjutan, skolah
memiliki akuntabilitas sustainabilitas dan memiliki lulusan yang mandiri.

Anda mungkin juga menyukai