Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN


(MONITORING DAN EVALUASI KINERJA KEBIJAKAN DAN ANALISIS
KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN PENDIDIKAN)

Dosen Pengampu : Dr. Wahira, M.Pd

Oleh :
KELOMPOK V
1. M. AHSAN (NIM : 1810514017)
2. MUHAMMAD ALWI (NIM : 181051401018)
3. NURFITRI RAMDHANI (NIM : 181051401019)
4. NURFITRI HANDAYANI (NIM : 181051401020)
5. RAHMATIA ZAKARIA (NIM : 181051401021)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


KEKHUSUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN


( MONITORING DAN EVALUASI KINERJA KEBIJAKAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN
DAN PERENCANAAN PENDIDIKAN )

Disusun dan diajukan oleh :

KELOMPOK V
1. MUH. AHSAN (NIM : 181051401017)
2. MUHAMMAD ALWI (NIM : 181051401018)
3. NURFITRI RAMDHANI (NIM : 181051401019)
4. NURFITRI HANDAYANI (NIM : 181051401020)
5. RAHMATIA ZAKARIA (NIM: 181051401021)

Telah disetujui oleh dosen pengampu


Pada tanggal September 2018

Dosen Pengampu

Dr. Wahira, M.Pd

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul i
Halaman Pengesahan ii
Daftar Isi iii
Prakata iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pendekatan Dalam Monitoring dan Evaluasi Kebijakan 4
B. Kriteria dan Sifat Evaluasi Kebijakan 9
C. Jenis-jenis Evaluasi Kebijakan 13
D. Proses dan Fungsi Evaluasi Kebijakan 18
E. Analisis Kebijakan dan Perencanaan Pendidikan 21
BAB III PENUTUP 32
A. Kesimpulan 32
B. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33

iii
PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah swt, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah dengan judul “Monitoring dan Evaluasi Kinerja Kebijakan dan Analisis
Kebijakan dan Perencanaan Pendidikan” pada mata kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan dapat diselesaikan dengan baik oleh kelompok kami.
Proses penyelesaian makalah ini, merupakan suatu perjuangan yang panjang
bagi kelomok kami. Selama proses penyusunan makalah ini, tidak sedikit mengalami
kendala yang dihadapi. Namun demikian, berkat keseriusan para anggota kelompok
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami tidak lupa menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
Ibu Dr.Wahira, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan atas arahan, nasihat, bimbingan dan usahnya dalam memotivasi seluruh
mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah beliau. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Administrasi Pendidikan
Kelas A yang banyak memberikan masukan yang sangat berarti dalam penyusunan
makalah ini. Mudah-mudahan bantuan dan bimbingan yang diberikan mendapat
pahala dari Allah SWT.
Terwujudnya makalah ini juga atas doa, dorongan, dan restu keluarga. Oleh
karena into, kami seluruh anggota kelompok V menghaturkan terima kasih kepada
seluruh keluarga tercinta, yang memberikan motivasi dan dukungan sampai
selesainya makalah ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh
berbagai pihak dapat bernilai ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Makassar, September 2018

Tim Penyusun

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Pendidikan Nasional adalah sebuah sistem yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional. Seiring tuntutan pembaharuan pendidikan di Indonesia, kebijakan
pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan.
Semenjak tahun 2003 telah diganti dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003,
yang disahkan pada tanggal 11 Juni 2003. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alenia keempat menyebutkan bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa,” dalam hal ini bangsa
mencakup seluruh warga negara Indonesia baik warga yang belajar di sekolah-sekolah negeri,
maupun yang belajar di sekolah swasta dalam hal ini kebijakan pendidikan merupakan bagian
dari kebijakan publik.[1]
Upaya “meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia membutuhkan kebijakan yang tepat
dari pemerintah, ini berarti pemunculan kebijakan itu harus dilandaskan pada orientasi tujuan
yang kuat.”[2] Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan tidak
hanya berbentuk undang-undang saja. Persoalan penting yang perlu disorot adalah apakah
kebijakan pendidikan itu dapat diimplementasikan dengan baik juga menghasilkan output yang
diharapkan, bahwa hasil akhir dari semua kebijakan itu sebagaimana yag telah ditentukan
dalam tujuan dari pendidikan itu .
Salah satu upaya untuk mengetahui seberapa tepat dan seberapa besar hasil yang
diupayakan oleh pemerintah itu maka perlu adanya kegiatan monitoring dan evaluasi dari
kebijakan pendidikan dari pemerintah itu.
Untuk lebih memahami tentang monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu, maka
di makalah ini akan dikupas tentang monitoring dan evaluasi pendidikan.
2

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah ini adalah

1. Apa pengertian Monitoring ?


2. Apa fungsi monitoring kebijakan pendidikan ?
3. Apa jenis hasil kebijakan pendidikan ?
4. Apa jenis hasil tindakan kebijakan ?
5. Apa definisi dan indicator keberhasilan dalam pengambilan kebijakan ?
6. Apa pendekatan-pendekatan dalam monitoring ?
7. Bagaimana teknik-teknik dalam monitoring ?
8. Apa kriteria dan sifat evaluasi kebijakan ?
9. Apa jenis-jenis evaluasi kebijakan ?
10. Bagaimana proses dan fungsi evaluasi kebijakan ?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai seseuai dengan rumusan masalah


penyusunan makalah ini adalah
1. Mengetahui pengertian monitoring
2. Mengetahui fungsi monitoring dalam kebijakan pendidikan
3. Mengetahui jenis-jenis hasil kebijakan pendidikan
4. Mengetahui jenis-jenis hasil tindakan kebijakan
5. Mengetahui definisi dan indicator keberhasilan dalam pengambilan kebijakan
6. Mengetahui pendekatan-pendekatan dalam monitoring
7. Mengetahui teknik-teknik dalam monitoring
8. Mengetahui kriteria dan sifat evaluasi kebijakan
9. Mengetahui jenis-jenis evaluasi kebijakan
10. Mengetahui proses dan fungsi evaluasi kebijakan
3

D. Manfaat

Manfaat kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam


pembelajaran mata kuliah analisis kebijakan pendidikan khususnya pengetahuan
tentang etika monitoring dan evaluasi kinerja kebijakan dan analisis kebijakan
pendidikan.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDEKATAN DALAM MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN


a. Konsep Monitoring Dalam Analisis Kebijakan
Monitoring merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk
menghasilkan informasi tentang sebab akibat dari kebijakan publik. Monitoring ini
memerlukan analisis yang menggambarkan hubungan antara pelaksanaan program
kebijakan dan outcome-nya dengan sumber utamanya pengetahuan tentang
pelaksanaan kebijakan.

b. Fungsi Monitoring Kebijakan Pendidikan


Monitoring yang dilakukan memiliki sedikitnya empat fungsi dalam analisis
kebijakan, yaitu kepatuhan, auditing, akuntansi, dan penjelasan.
1. Kepatuhan. Monitoring membantu menentukan apakah kegiatan dari program
administrator, staf, dan stakeholder sesuai dengan standar dan prosedur yang
telah dibuat oleh legislatif, lembga pembuat undang-undang, dan lembaga
profesional.
2. Auditing. Monitoring membantu menentukan apakah sumber-sumber dan jasa
yang ditujukan untuk kelompok sasaran dan yang berhak menerimanya (individu,
keluarga, pemerintah daerah) telah sampai kepada mereka.
3. Akunting. Monitoring menghasilkan informasi yang membantu dalam akunting
sosial dan perubahan ekonomi yang mengikuti implementasi seperangkat
kebijakan publik dan program yang lalu. Perubahan dalam mutu kehidupan dapat
dimonitor dengan indikator sosial seperti rata-rata pendidikan, persentase
penduduk di bawah kemiskinan, dan rata-rata pembayaran liburan tahunan.
4. Penjelasan/ekplansi. Monitoring juga menghasilkan informasi yang dapat
menjelaskan mengapa outcome dari kebijakan publik dan programnya berbeda.

c. Sumber informasi
Untuk memonitor kebijakan publik menurut berbagai isu yang ada, maka kita
memerlukan informasi yang relevan,dapat dipercaya, dan valid. Apabila kita ingin
mengetahui tentang konsekuensi dari program yang telah disusun untuk
menyediakan kesempatan pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, kita perlu
informasi yang tidak hanya berupa dokumen masalah dalam pencapaian
5

kesempatan pendidikan secara umum, tetapi juga informasi yang bisa menjawab
factor-faktor khusus yang bisa menyebabkan pembuat kebijakan merekayasa
datanya.
Informasi tentang outcome kebijakan biasanya dihimpun secara teratur,
dikumpulkan berdasarkan pertimbangan waktu dengan sumber dananya dari
pemerintah federal, Negara bagian dan pemerintah lokal, lembaga penelitan swasta
dan universitas.

d. Jenis-jenis hasil hasil kebijakan


Dalam monitoring hasil kebijakan, kita harus membedakan antara dua jenis
akibat, yaitu keluaran (output) dan dampak (impact). Keluaran kebiakan adalah
barang-barang, jasa, atau sumber daya yang diterima oleh kelompok sasaran dan
kelompok penerima (beneficiaries). Untuk memonitor dampak kebijakan pendidikan,
kita harus menentukan berapa jumlah anggota dari kelompok sasaran yang secara
nyata menggunakan tempat tidur di rumah sakit ketika mereka sakit.
Untuk memonitoring keluaran kebijakan dan dampaknya, kita perlu
mengetahui kelompok sasaran tidak selalu kelompok penerima. Kelompok sasaran
bisa individu, masyarakat, atau organisasi yang hendak dipengaruhi oleh suatu
kebijakan dan kelompok penerima ( beneficiaries). Kelompok penerima adalah
kelompok yang menerima manfaat atau nilai dari kebijakan tersebut. Selain itu,
kelompok yang sekarang menjadi menjadi sasaran maupun penerima manfaat belum
tentu menjadi kelompok sasaran pada waktu yang akan datang karena generasi
mendatang mengalami akibat yang berbedadari kebijakan dan program yang ada
pada saat ini.

e. Jenis-Jenis Tindakan Kebijakan


Menghitung secara baik keluaran dan dampak kebijakan, perlu untuk
menelusuri kembali tindakan kebijakan yang dilakukan sebelumnya. Pada umumnya
tindakan kebijakan memiliki dua tujuan, yaitu regulasi dan alokasi. Tindakan regulatif
ini dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu.
Misalnya, tindakan yang dilakukan oleh badan pengendali lingkungan atau badan
pengawas penerbangan. Sementara tindakan alokatif adalah tindakan yang
membutuhkan masukan berupa uang, waktu, tenaga dan alat. Baik tindakan regulatif
maupun alokatif memiliki konsekuensi yang bersifat distributif
Tindakan kebijakan dapat pula lebih lanjut menjadi masukan (input) kebijakan dan
proses kebijakan. Masukan kebijakan adalah sumber daya-waktu, uang, personel
alat, material-yang digunakan untuk menghasilkan keluaran dan dampak. Contoh
6

yang baik dari input kebijakan adalah anggaran, yang berisi hitungan sistemik
tentang sumber daya yang akan dialokasikan untuk kegiatan program organisasional
dan politis yang menentukan transformasi dari masukan kebijakan menjadi keluaran
dan dampak kebijakan. Contohnya konflik antarstaf dan pemimpin badan
pemerintah, ketidakpuasan terhadap suasana kerja atau prosedur pembuatan
keputusan yang tidak luwes. Semua ini dapat menjelaskan mengapa program-
program yang memiliki sumber daya yang relatif sama menghasilkan keluaran yang
berbeda. Yang perlu digarsi bawahi adalah bahwa kita harus membedakan antara
masukan dan proses di suatu pihak dan keluaran dan dampak di pihak lainnya.
f. Definisi dan Indikator
Keberhasilan kita dalam menganalisis dan menginterpretasi data tentang
hasil kebijakan bergantung pada kapasitas kita untuk membuat ukuran-ukuran yang
reliabel dan valid. Salah satu caranya adalah dengan mengetahui variabel yang perlu
kita monitoring. Variabel adalah sejumlah karakteristik seseorang, peristiwa, yang
bisa dinyatakan dengan data numerik yang berbeda-beda. Sementara konstan itu
karakteristiknya tidak berubah-ubah, misalnya variabel dampak kebijakan meliputi
kesempatan belajar, keamanan, dan kualitas udara.
Salah satu hal yang dalam analisis kebijakan publik adalah bahwa kita
kadang-kadang tidak memiliki definisi yang tepat bagi suatu variabel. Untuk itulah,
sebaiknya kita membuat dua jenis definisi tentang variabel: definisi konsep dan
operasional. Definisi konsep memberikan makna kata yang digunakan untuk
menjelaskan variabel dengan menggunakan persamaan katanya. Misalnya,
kesempatan belajar secara konseptual didefinisikan sebagai kebebasan untuk
memilih lingkungan belajar yang sesuai kemampuan seseorang”. Definisi seperti ini
sekalipun bermakna, belum memberikan pedoman yang jelas untuk memantau
perubahan yang berlangsung dalam kesempatan belajar suatu kelompok
masyarakat.
Kita hanya dapat merasakan adanya tindakan dan hasil kebijakan secara
tidak langsung, dengan menggunakan definisi operasional atau indikator dari
variabel. Definisi operasional memberikan makna bagi suatu variabel dengan
memerinci operasi (tindakan) apa yang disyaratkan untuk dilakukan agar dapat
mengalami atau untuk mengukurnya. Sebagai contoh, kita bisa keluar jauh dari
definisi konsep tentang kesempatan belajar dengan menyatakan bahwa kesempatan
belajar adalah “jumlah anak-anak dari keluarga yang penghasilannya kurang dari
$6000 per tahun yang masuk ke akademi dan universitas sebagaimana tercatat
dalam sensus Dalam kasus ini, definisi kita bersifat operasional, karena dia
memerinci operasi yang persyaratkan untuk mengalami atau mengukur kesempatan
7

belajar. Disini kita digiring untuk melihat data sensus tentang pendapatan keluarga
dan tingkat pendidikan anak-anak mereka. Jadi, kita menyelami situasi kesempatan
belajar secara tidak langsung. Dengan informasi seperti itu ditangan, kita dapat
memantau dampak dari kebijakan publik.
Untuk mendefinisikan suatu variabel sering kali ada banyak alternative
indikator. Ini memunculkan masalah dalam penginterpretasian. Misalnya, mungkin
sukar bagi kita untuk mengetahui apakah salah satu dampak dari kebijakan
pengendalian kejahatan; jumlah orang ditangkap oleh polisi, jumlah yang tertangkap
dari kejahatan yang terdeteksi, rasio kekeliruan atas total penangkapan, jumlah
penggerebekan, jumlah penjahat kambuhan, jumlah penduduk yang melaporkan diri
sebagai variabel dan indikator itu kompleks, disarankan untuk menggunakan banyak
indikator bagi suatu variabel tindakan atau hasil kebijakan.
g. Pendekatan-pendekatan dalam monitoring
Monitoring itu sangat penting dalam analisis kebijakan, namun, ada banyak
cara untuk memonitoring keluaran dan dampak kebijakan sehingga kadang-kadang
sulit bagi kita untuk membedakan monitoring dengan riset sosial pada umumnya.
Untunglah monitoring dapat dipilah menjadi beberapa pendekatan: akuntansi sistem
sosial, eksperimentasi sosial, auditing sosial, dan sintesis riset-praktik.
1. Akuntasi sistem sosial adalah suatu pendekatan dan metode yang
memungkinkan analis memantau perubahan kondisi sosial yang objektif
dari waktu ke waktu.
2. Eksperimentasi sosial Salah satu konsekuensi dari penggunaan indikator
sosial adalah bahwa cara ini memerlukan adanya sejumlah besar kasus
yang berhasil maupun yang gagal untuk megetahui program mana yang
bekerja paling baik dan mengapa.
3. Pemeriksaan (Audit) sosial secara eksplisit masukan, proses,keluaran
dan dampak sebagai usaha untuk mengikuti masukan kebijakan”dari titik
dimana masukan itu dikeluarkan ke titik di mana masukan dirasakan oleh
penerima terakhir yang dimaksudkan dari sumber daya tersebut”.
4. Sintesis Riset dan Praktis merupakan pendekatan pemantauan yang
menerapkan kompilasi, perbandingan dan pengujian secara sistematis
terhadap hasil-hasil dari implementasi kebijakan publik di masa lampau.

h. Teknik-teknik Monitoring
1. Sajian Grafik
Banyak informasi tentang hasil kebijakan disajikan dalam bentuk
grafik, yaitu gambar yang mewakili nilai dari satu atau lebih variabel
8

tindakan atau hasil. Sajian grafik dapat digunakan untuk melukiskan


sebuah variabel pada satu titik waktu atau lebih, atau untuk merangkum
hubungan antara dua variabel. Setiap grafik menampilkan sejumlah titik
data, yang masing-masing berada dalam kordinat dua skala numerik.
Skala horizontal disebut absis dan skala vertical disebut ordinat. Bila
grafik itu menampilkan hubungan kausal, sumbu horizontal dipakai untuk
variabel bebas (X) dan disebut sumbu X, sedangkan sumbu vertical
untuk variabel tergantung (Y) dan disebut sumbu Y. karena salah satu
tujuan utama dari monitoring adalah menjelaskan bagaimana tindakan
kebijakan memengaruhi hasil kebijakan, maka kita biasanya meletakkan
variabel-variabel input dan proses pada aksis X dan variabel-variabel
keluaran maupun dampak pada sumbu Y.
2. Indeks Gini
Kurva Lorenz menampilkan pendapatan di antara keluarga-keluarga
pada dua titik waktu. Kurva Lorenz dapat pula digunakan untuk
menampilkan distribusi populasi atau suatu kegiatan diantara unit-unti
organisasi spasial seperti kota. Kurva Lorenz dapat pula ditampilkan
dalam bentuk rasio konsentrasi gini (sering disebut indek gini saja),
indeks ini mengukur proporsi dari total wilayah di bawah garis diagonal
yang terletak di wilayah antara garis diagonal dan kurva Lorenz.
3. Tampilan Tabel
Cara lain yang berguna untuk memonitoring hasil kebijakan adalah
dengan membuat tampilan table. Sebuah table dimaksudkan untuk
merangkum gambaran penting dari sebuah variabel atau lebih. Bentuk
paling sederhana adalah table satu dimensi, yang menyajikan informasi
tentang hasil kebijakan dalam sebuah dimensi, misalnya umur,
pendapatan, wilayah, atau waktu.
4. Analisis Berkala Terkontrol
Analisis berkala terkontrol memanfaatkan satu atau lebih kelompok
kontrol bagi suatu desain seri waktu terinterupsi. Ini untuk menentukan
apakah karakteristik dari kelompok menimbulkan akibat independen
terhadap hasil kebijakan, terpisah dari tindakan kebijakannya sendiri.
5. Analisis Diskontinu Regresi
Setelah prosedur perhitungan analisis korelasi dan regresi, kita
sekarang akan mempelajari analisis diskontinu regresi. Analisis
diskontinu regresi adalah suatu grafik dan prosedur statistic yang
digunakan untuk menghitung dan membandingkan berbagai ramalan
9

tentang hasil-hasil tindakan kebijakan di antara dua kelompok atau lebih


yang salah satunya memperoleh sentuhan kebijakan, sedangkan yang
lainnya tidak

B. KRITERIA DAN SIFAT EVALUASI KEBIJAKAN


a. Kriteria Evaluasi Kebijakan
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing
menunjukkan pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan atau
program. Secara umum evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal),
pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan
usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang
spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat
hasil kebijakan ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai. Hal ini
karena hasil tersebut memberikan sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal
ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja
yang bermakna yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakandibuat jelas atau
teratasi dengan baik.
Dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan, analis
menggunakan tipe kriteria yang berbeda untyk mengevaluasi hasil kebijakan. Tipe-
tipe kriteria ini telah dibahas dalam hubungannya dengan rekomendasi kebijakan.
Perbedaan utama antara kriteria untuk evaluasi dan kriteria untuk rekomendasi
adalah pada waktu ketika kriteria diterapkan atau dipublikasikan. Kriteria untuk
evaluasi diterapkan secara retrospektif (ex post), sedangkan kriteria untuk
rekomendasi diterapkan secara prospektif (ex ante). Kriteria-kriteria evaluasi hasil
kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternative
mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan.
2. Efisiensi (efisiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari
rasionalitas ekonomi adalah hubungan antara efektivitas dan usaha, yang
terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan
melalui perhitungan biaya per unit produksi atau layanan.
3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang
10

menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada


kuatnya hubungan antara alternative kebijakan dan hasil yang diharapkan.
4. Pemerataan/kesamaan (equity) erat hubungannya dengan rasionalitas legal
dan sosial dan merujuk pada distribusi akibat usaha antara kelompok-
kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi
pada pemerataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usahanya
didistribusikan secara adil.
5. Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu
kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-
kelompok masyarakat tertentu. Kriteria responsivitas adalah penting karena
analis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya: efektivitas, efisiensi,
kecukupan pemerataan dianggap masih gagal jika belum menanggapi
(responsif) terhadap kebutuhan aktual dari suatu kelompok yang semestinya
diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
6. Ketepatan (appropriateness) erat hubungannya dengan rasionalitas
substantive karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan
dengan satuan kriteria individu, tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-
sama. Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan
kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
11

Tabel Kriteria Evaluasi Hasil Kebijakan


Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi
Apakah hasil yang ingin
Efektivitas Unit Pelayanan
dicapai
Unit biaya,
Seberapa banyak usaha
Manfaat bersih,
Efisiensi diperlukan untuk mencapai
Rasio biaya-
hasil yang diinginkan
manfaat
Seberapa jauh pecapaian Biaya tetap
Kecukupan hasil yang diinginkan untuk Efektivitas
memecahkan masalah? tetap
Apakah biaya dan manfaat Kriteria Pareto,
didistribusikan dengan Kriteria Kaldor-
Pemerataan
merata kepada kelompok- Hicks, Kriteria
kelompok yang berbeda? Rawls
Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan, Konsisten
Responsivitas preferensi atau nilai-nilai dengan survei
kelompok-kelompok warga negara
tertentu?
Apakah hasil (tujuan) yang Program publik
Ketepatan diinginkan benar-benar harus merata
berguna atau bernilai? dan efisien

b. Sifat Evaluasi Kebijakan


Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan yang
bersifat evaluatif. Di sini pertanyaan utamanya bukan mengenai fakta (apakah
sesuatu ada) atau aksi (apakah yang harus dilakukan) tetapi nilai (berapa nilainya).
Karena itu, evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-
metode analisis kebijakan lainnya.
1. Fokus nilai
Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian
menyangkut keperluan untuk nilai dari suatu kebijakan dan program.
Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau
kegunaan sosial kebijakan atau programdan bukan sekedar usaha untuk
12

mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi


atau tidak terantisipasi. Dalam evaluasi perlu dipertanyakan ketepatan
tujuan dan sasaran kebijakan, prosedur untuk mengevaluasi tujuan dan
sasaran itu sendiri.
2. Independensi Fakta-Nilai
Tuntutan evaluasi bergantung pada baik “fakta” maupun “nilai” untuk
menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat
kinerja yang tinggi atau rendah. Maka, diperlukan tidak hanya hasil-hasil
kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh
masyarakat untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa
hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi
yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu,
pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau
Tuntutan evaluative, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan
pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post).
Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif
dandibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
4. Dualitas Nilai
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda
karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus caranya. Evaluasi
sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada
(misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsic (diperlukan bagi
dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi
pencapaian tujuan-tujuan lainnya). Nilai-nilai sering ditata di dalam suatu
hierarki yang merefleksikan kepentingan relative dan saling ketergantungan
antar tujuan dan sasaran.
13

C. JENIS – JENIS EVALUASI KEBIJAKAN


Berikut ini adalh jenis-jenis evaluasi kebijakan yang bias dikaji, yaitu evaluasi
semu, dan evaluasi formal, evalusi keputusan teoritis.
1. Evaluasi Semu
Evalusi semu (Psedo evaluation) adalah jenis evaluasi yang
menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang
valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap
individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari
uvaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan
sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evidenti) atau tidak terjadinya
kontraversi.
2. Evaluasi Formal
Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan jenis evaluasi yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan, tetapi evaluasi hasil
tersebut dilakukan atas dasar tujuan program kebijakan yang telah
diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator
program. Asumsi utama dari evaluasi formal adalh bahwa tujuan dan target
diumumkan secara formal merupakan ukuran tepat untuk manfaat atau nilai
kebijakan program. Dalam evalusi formal, analisis menggunkan berbagai
macam metode yang sama seperti yang dipakai dalam evaluasi. Tujuannya
adalah sama yaitu untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat
dilacak dari masukan dan proses kebijakan.
Meskipun demikian terdapat perbedaan, yaitubahwa evaluasi formal
menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, dan
wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk
mengidentifikasi, mendefinsikan, menspesifikasi tujuan dan target kebijakan.
Kelayakan dari tujuan dan target yang diumumkan secara formal tersebut
tidak ditanyakan. Dalam evaluasi formal tipe-tipe kriteria evaluasi yang paling
sering digunakan adalah efektivitas dan efisiensi.
Salah satu tipe utama evalusi formal adalah evaluasi sumatif dan
formatif. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang meliputi usaha untuk
memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau
program diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi sumatif diciptakan
14

untuk menilai produk-produk kebijakan dan program public yang stabil dan
mantap. Sedangkan evaluasi formatif adalah evaluasi yang meliputi usaha-
usaha untuk secara terus-menerus memantau pencapaian tujuan-tujuan dan
target formal. Perbedaan antara evaluasi sumatif dan formatif tidak
seharusnya dilebih-lebihkan karena perbedaan utama dari kedua tipe
evaluasi tersebut adalah waktu untuk memantau hasil kebijakan. Formatif
biasanya dilaksanakan ketika proses berlangsung, sementara sumatif
dilakukan di akhir sebagai evaluasi final.

Table Tipe-Tipe Evaluasi Formal


KONTROL TERHADAP ORIENTASI TERHADAP PROSES KEBIJAKAN
AKSI KEBIJAKAN FORMATIF SUMATIF
Langsung Evaluasi perkembangan Evaluasi eksperimental
Evaluasi proses Evaluasi hasil retrospektif
Tidak langsung
retrospektif

Evaluasi perkembangan merujuk pada kegiatan-kegiatan atau aktivitas


evaluasi yang secara eksplisit diciptakan untuk melayani kebutuhan sehari-
hari staf program. Evaluasi perkembangan berguna untuk mengalihkan staf
dari kelemahan yang baru dimulai atau kegagalan yang tidak diharapkan dari
program dan untuk meyakinkan layak tidaknya operasi yang dilakukan oleh
mereka yang bertanggung jawab terhadap operasinya. Evaluasi
perkembangan yang meliputi beberapa ukuran pengontrolan langsung
terhadap aksi-aksi kebijakan dan telah digunakan secara luas untuk berbagai
situasi di sektor-sektor public dan swasta. Evalusi perkembangan karena
bersifat formatif dan meliputi kontrol secara langsung dapat digunakan untuk
mengadaptasi secara langsung pengalaman baru yang diperoleh melalui
manipulasi yang sistematis terhadap variable masukan dan proses.
Evaluasi proses retrospektif meliputi pemantauan dan evaluasi
program setelah program tersebut diterapkan untuk jangka waktu tertentu.
Evaluasi proses retrospektif yang cenderung dipusatkan pada masalah-
masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi kebijakan
dan program, tidak memperkenankan dilakukannya manipulasi langsung
(misalnya pengeluasan) dan proses (misalnya system pelayanan alterative).
Sebaliknya evaluasi proses retrospektif lebih menggantungkan pada deskripsi
ex post facto (retrospektif) tentang kegiatan aktivitas program yang sedang
15

berjalan yang selanjutnya berhubungan dengan keluaran dampak. Evaluasi


proses retrospektif mensyaratkan adanya system pelaporan internal yang
mantap yang memungkinkan pemunculan yang berkelanjutan dari informasi
yang berhubungan dengan program (misalnya jumlah kelompok-kelompok
sasaran yang dinilai, tipe-tipe pelayanan yang disediakan, dan karakteristik
personel yang dipekerjakan pada program-program staf). Begitu pula system
informasi manajemen pada badan public memungkinkan dilakukannya
evaluasi proses retrospektif, menyangkut informasi tentang proses maupun
hasil.
Evaluasi eksperimental meliputi pemantauan dan evaluasi hasil di
bawah kondisi control langsung terhadap masukan dan proses kebijakan.
Contohnya eksperimen terapi panjat, dan kontrak kinerja Pendidikan.
Evaluasi eksperimen harus memenuhi persyaratan yang agak berat sebelum
rancangan tersebut dapat diterapkan. Persyaratan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Serangkaian variable perlakuan (treatment) yang dimanipulasi secara
langsung dan terdefinisikan secara jelas dan yang dirumuskan secara
operasional.
b. Strategi evaluasi yang memungkinkan dirumuskannya kesimpulan yang
dapat digeneralisasikan secara maksimum menyangkut kinerja terhadap
kelompok target atau sasaran yang sejenis (validitas eksternal).
c. Strategi evaluasi yang dapat mengurangi kesalahan sekecil mungkin dalam
menginterpretasikan kinerja kebijakan sebagai hasil masukan dan proses
kebijakan yang dimanipulasi (validasi internal).
d. System pemantauan yang mengasilkan data yang reliabel tentang
hubungan timbal balik antara kondisi awal yang kompleks, dan kejadian-
kejadian yang tidak tampak.
Persyaratan metodologis diatas jarang terpenuhi sehingga evaluasi
eksperimental biasanya tidak mencapai tingkat eksperimen murni dan
ditujukan sebagai “eksperimen semu”
Evaluasi hasil retrospektifjuga meliputi pemantauan dan evaluasi hasil,
tetapi tidak disertai dengan control langsung terhadap masukan-masukan dan
proses kebijakan yang dapat dimanipulasi. Paling jauh adalah control secara
tidak langsung atau control statistic, yaitu evaluator berusaha mengisolasi
pengaruh dari banyak factor lainnya dengan menggunakan metode kuantitatif.
Pada umumnya terdapat dua varian utama evaluasi proses retrospektif, yaitu
studi longitudinal dan sectional.
16

Studi longitudinal adalah studi yang mengevaluasi perubahan hasil dari


satu, beberapa, atau banyak program pada dua atau lebih titik waktu.
Contohnya bagaimana pelaksanaan keluarga berencana, dimana tingkat
fertilitas dan perubahan dalam waktu yang cukup panjang (5 sampai 20
tahun).
Sebaliknya, studi lintas sectoral (cross section) berusaha untuk
memantau dan mengevaluasi berbagai program dalam pada satu titik waktu
tertentu. Tujuan studi lintas sectoral adalah menemukan apakah hasil dan
dampak berbagai macam program berbeda secara signifikan satu sama lain;
dan jika berbeda tindakan apa, kondisi awal apa atau kejadian-kejadian apa
yang dapat menjelaskan perbedaan tersebut. Contohnya, pemberian
Pendidikan pelengkap bagi anak-anak prasekolah. Murid-murid yang terdaftar
dalam program Pendidikan pelengkap dibidangkan dengan murid-murid ynag
tidak terdaftar dengan membuat variable-variabel lain; seperti latar belakang
keluarga, etnisitas, wilayah, besarnya kota, dan sebagainya secara statistic.
1. Evaluasi Keputusan Teoritis
Evaluasi keputusan teoritis (Decision-Theoretic Evaluation) adalah
pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid
mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai
macam pelaku kebijakan. Perbadaan pokok antara evaluasi teoretis
keputusan disatu sisi, dan evaluasi semu dan evaluasi formal disisi lainnya,
adalah bahwa evaluasi keputusan teoretis berusaha untuk memunculkan dan
membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang
tersembunyi atau dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan target dari
pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai,
karena senua pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan
mengimplementasikan kebijakan.
Evaluasi keputusan teoretis merupakan cara untuk mengatasi beberapa
kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal, yaitu: (a) kurang dan
tidak dimanfaatkannya informasi kinerja , (b) ambiguitas kinerja tujuan, dan
(c) tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
Salah satu tujuan utama dari evaluasi teoretis keputusan adalah untuk
menghubungkan informasi mengenai hasil-hasil kebijakan dengan nilai-nilai
dari berbagai pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoretis keputusan
adalah bahwa tujuan dan sasaran dari pelaku kebijakan baik yang dinyatakan
17

secara formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran yang layak


terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program.

Tabel Pendekatan Evaluasi


BENTUK-BENTUK
PENDEKATAN TUJUAN ASUMSI
UTAMA
Menggunakan Ukuran manfaat Eksperimen social,
metode deskriptif atau nilai terbukti akuntansi system,
untuk dengan sendirinya pemeriksaan social,
Evaluasi Semu menghasilkan atau tidak sintesis riset dan
informasi yang kontroversial praktik
valid tentang hasil
kebijakan
Menggunakan Tujaun dan sasaran Evaluasi
metode deskriptif dari pengambilan perkembangan,
untuk kebijakan dan evaluasi eksperimen,
menghasilkan administrator yang evaluasi proses
informasi yang secara resmi retrospektif, evaluasi
terpercaya dan diumumkan hasil retrospektif.
Evaluasi Formal
valid mengenai merupakan ukuran
hasil kebijakan yang tepat dari
secara formal manfaat atau nilai
diumumkan
sebagai tujuan
program kebijakan
Menggunakan Tujuan dan sasaran Penilaian tentang dapat
metode deskriptif dari berbagai tindakannya dievaluasi, analisis
untuk pelaku yang utilitas multiatribut
menghasilkan diumumkan secara
informasi yang formal atau diam-
Evaluasi terpercaya dan diam merupakan
Keputusan valid mengenai ukuran yang tepat
Teoretis hasil kebijakan dari manfaat atau
yang secara nilai
eksplisit diinginkan
oleh berbagai
pelaku kebijakan

D. PROSES DAN FUNGSI EVALUASI KEBIJAKAN


a. Proses Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan aktivitas yang dirancang untuk menilai
keuntungan dari suatu kebijakan atau program yang telah dibuat.
Menurut patton dan sawicki ( 1986 ) proses dan tahapan evaluasi secara garis besar
adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi tujuan yang akan di evaluasi
2. Analisis masalah yang harus ditangani oleh aktivitas kebijakan tersebut
3. Deskripsi dan standarisasi dari aktivitas evaluai
4. Pengukuran tingkat perubahan yang terjadi
5. Penentuan mengenai apakah perubahan itu terjadi karena aktivitas atau
karena penyebab lain
6. Beberapa indikasi durabilitas pengaruh kebijakan

b. Siklus kebijakan
Terdapat berbagai kemungkinan situasi dari evaluasi sebagai umpan balik
terhadap jenis siklus kebijakan. Pertama adalah yang sederhana dan yang sering
muncul yaitu siklus dukungan.

Implementasi Evaluasi

Dukungan
19

Kedua adalah siklus penyusaian tambahan yang muncul dalam fungsi


aktivitas impelemntasi dan evaluasi.

Implementasi Evaluasi

Penyusaian

Ketiga adalah yang lebih kompleks.ia bisa melibatkan fungsi aktivitas lain
selain implementasi dan evaluasi dua atau lebih ( perputaran ).
1. Fungsi evaluasi
Evaluasi dalam analisis kebijakan memainkan sejumlah fungsi utama. Berikut
bebrapa fungsi dari evaluasi kebijkan. Pertama, yang paling penting evaluasi
memberi informasi valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan,yaitu
seberapa jauh kebutuhan nilai,dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan
public. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai
nilai yang mendasari pemilihan tujuandan target.nilai duperjelas dengan
mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.nilai juga dikritik dengan
menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan
dengan masalah yang dituju. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi
metode metode analisis kebijakan lainnya,termasuk perumusan masalah dan
rekomendasi.informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi
sumbnganpada perumusan ulang masalah kebijakan.sebagai contoh dengan
menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefenisikan ulang.evaluasi dapat pula
menyumbang pada defenisi alternative kebijakan yang baru atau revisi kebijakan
dengan menunjukkan bahwa alternative kebijakan yang diunggulkan sebelumnya
perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
a. Evaluasi program ( proyek ) kebijakan
Berikut ini adalah evaluasi proyek dengan menggunakan analisis biaya –
manfaat ( benefit-cost analysis ).menurut stokey dan zekhauser ( 1978 ) analisis
benefit – cost atau ada juga yang menyebutnya cost benefit merupakan kerangka
kerja analisis utama yang digunakan untuk mengevaluasi keputusan
pembiayaan/pengeluaran public ( public expenditure ).pendekatan ini membutuhkan
perhitungan yang sistematis terhadap seluruh biaya dan manfaat,baik yang nyata
maupun tidak nyata baik yang mudah untuk mengukunya maupun yang sulit
mengukurnya,apabila melaksanakan suatu proyek.
20

1. Analisis manfaat biaya


Analisis manfaat biaya kadang – kadang digambarkan sebagi versi rumah
tangga public.meskipun analogi tersebut terkesan dipaksakan,analisis biaya
manfaat bertujuan meneliti semua dampak suatu proyek,internal dan
eksternal yang berbeda analisis dengan untung rugi. Dalam menggunakan
analisis biaya manfaat adalah sangat penting untuk mempertimbngkan
semua biaya dan manfaat yang mungkin dihasilkan dari program.walaupun
dalam praktik cukup sulit untuk menemukan semua biaya dan manfaat
secara lengkap, ( William n.dunn 2004 ). Rasionalitas dari analisis biaya –
manfaat adalah efesiensi ekonomi,yang tujuannya untuk menjamin bahwa
sumber daya agar digunakan sebaik baiknya,termasuk kemungkinan untuk
menyerahkan kepada sector swasta.dalam tatanan ptraktis,pendekatamn
analisis ini sangat membantu dalam menilai proyek dengan baik.
Prosedur analisis biaya-manfaat
Secara prinsipil,prosedur analisis ini mencakup lima tahapan.
1. Suatu proyek atau sejumlah proyek yang akan dianalisis sudah
diketahui terlebih dahulu.
2. Semua dampak,baik yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan,sekarang atau yang akan datang pada masyrakat
sudah ditentukan.
3. Nilai dalam bentuk rupiah disebutkan dengan pasti dalam dampak
ini.dampak dari yang paling baik dianggap sebagai manfaat ( benefit ),
sedangkan dampak yang kurang baik dianggap sebagai biaya ( cost ).
4. Menghitung manfaat bersih ( manfaat total dikurangi biaya total )
5. Membuat pilihan dengan kriteria yang telah ditentukan.

Analisis biaya-manfaat merupakan alat,sedangkan mekanisme untuk


pendekatan ini adalah aturan dalam memutuskan ( decision rules ).
Aturan formal yang digunakan untuk analisis biaya – manfaat sebagai
input yang memperikarakan biaya manfaat dari suatu proyek.
Namun pengetahuan tentang aturan ini hanya sebagai permulaan
kebijaksanaan wisdom bagi pembuat keputusan yang akan
berhadapan dengan masalah – masalah,seperti :
a. Memutuskan aturan mana yang sesuai untuk digunakan bagi
keadaan tertentu
b. Menempatkan masalah yang kompleks dalam kerangka kerja
biaya manfaat
21

c. Menghitung perkiraan biaya manfaat


d. Memutuskan sesuatu berdasarkan tingkat dan kecanggihan suatu
analisis
Kriteria yang digunakan dalam aturan tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Menerima atau menolak suatu proyek tunggal
b. Memilih satu dari sekian proyek alternative,ketika pilihannya
proyek itu mempunyai ciri tersendiri ( discrete ), atau proyek
yang berlanjut ( continues ).
c. Menerima atau menolak sejumlah proyek,kalau persoalannya
pada hambatan sumber daya ( misalnya kendala biaya ).
d. Menerima atau menolak sejumlah proyek dan memilih tingkat
operasi masing-masing proyek dengan keseluruhan proses
yang persoalnnya karena kendala sumber daya.

2. Keefektifan biaya ( cost effectiveness)


Analisis keefektifan biaya merupakan jenis perhitungan singkat dari analisis
biaya – manfaat.cirinya adalah mengukur biaya dan manfaat dalam bentuk
satuan – satuan yang berbeda.selanjutnya analisis keefektifan biaya dapat
digunakan bila (a ) biaya dari proyek alternative adalah sama dan hanya
perlu membandingkan manfaatnya saja yang meringankan analis dari
perlunya mengubah hitungan manfaaat kedalam hitungan rupiah ( uang ) (
b ) ketika manfaatnya sama dan hanya biaya yang perlu dibandingkan oleh
analis.

E. ANALISIS KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN PENDIDIKAN

a. Definisi Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan Menurut Para Ahli


Pengertian Kebijakan Menurut (Noeng Muhadjir, 1993: 15) kebijakan
merupakan upaya memecahkan problem sosial bagi kepentingan masyarakat
atas asas keadilan dan kesejatheraan masyarakat. Dan dipilih kebijakan
setidaknya harus memenuhi empat butir yakni; (1) tingkat hidup masyarakat
meningkat, (2) terjadi keadilan: By the law, social justice, dan peluang prestasi
dan kreasi individual, (3) diberikan peluang aktif partisipasi masyarakat (dalam
membahas masalah, perencanaan, keputusan dan implementasi) dan (4)
terjaminnya pengembangan berkelanjutan (Tilaar, 1993).
22

Pengertian Kebijakan Menurut Monahan dan Hengst seperti yang dikutip


oleh (Syafaruddin, 2008: 75) kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata)
diturunkan dalam bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dapat
ditambahkan, kebijakan mengacu kepada cara-cara dari semua bagian
pemerintahan mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Dalam hal ini,
kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan
pola formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga
dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Tilaar, 1993).
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa pengertian kebijakan
merupakan petunjuk dan batasan secara umum yang menjadi arah dari tindakan
yang dilakukan dan aturan yang harus diikuti oleh para pelaku dan pelaksana
kebijakan karena sangat penting bagi pengolahan dalam mengambil keputusan
atas perencanaan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dengan demikian
kebijakan menjadi sarana pemecahan masalah atas tindakan yang terjadi.
2. Pengertian Kebijakan Pendidikan Menurut Ahli
Istilah kebijakan dalam dunia pendidikan sering disebut dengan istilah
perencanaan pendidikan (educational planning), rencana induk tentang
pendidikan (master plan of education), pengaturan pendidikan (educational
regulation), kebijakan tentang pendidikan (policy of education) namun istilah-
istilah tersebut itu sebenarnya memiliki perbedaan isi dan cakupan makna dari
masing-masing yang ditunjukan oleh istilah tersebut (Arif Rohman, 2009: 107-
108).
Pengertian Kebijakan Pendidikan menurut (Riant Nugroho, 2008: 37)
sebagai bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang
pendidikan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan harus sebangun dengan
kebijakan publik dimana konteks kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan
pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik.
Kebijakan pendidikan di pahami sebagai kebijakan di bidang pendidikan, untuk
mencapai tujuan pembangunan Negara Bangsa di bidang pendidikan, sebagai
salah satu bagian dari tujuan pembangunan Negara Bangsa secara keseluruhan
(Tilaar, 1993).
Pengertian Kebijakan Pendidikan menurut Arif Rohman (2009: 108)
kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan
publik pada umumnya. kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang
mengatur khusus regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan
distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan. Kebijakan
pendidikan (educational policy) merupakan keputusan berupa pedoman
23

bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun
khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik
untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam
menyelenggarakan pendidikan (Tilaar, 1993).
Kesimpulan Pengertian Kebijakan Pendidikan berdasarkan pada
beberapa pandapat mengenai kebijakan pendidikan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian kebijakan pendidikan merupakan suatu sikap dan
tindakan yang di ambil seseorang atau dengan kesepakatan kelompok pembuat
kebijakan sebagai upaya untuk mengatasi masalah atau suatu persoalan dalam
dunia pendidikan.

b. Ruang Lingkup Kebijakan


Karena proses kebijakan adalah elemen penting dalam perencanaan
pendidikan, maka penting untuk memperjelas konsep 'kebijakan' dan
'pembuatan kebijakan' sebelum melanjutkan lebih jauh. Kebijakan
didefinisikan secara fungsional berarti sebuah keputusan eksplisit atau
implisit atau kelompok keputusan yang mungkin menetapkan arahan untuk
membimbing keputusan masa depan atau memandu pelaksanaan keputusan
sebelumnya. Pembuatan kebijakan adalah langkah pertama dalam siklus
perencanaan dan perencana harus menghargai dinamika perumusan
kebijakan sebelum mereka dapat merancang prosedur pelaksanaan dan
evaluasi secara efektif. Kebijakan, namun, berbeda dalam hal cakupannya,
kompleksitas, lingkungan keputusan, berbagai pilihan, dan kriteria keputusan
(Haddad, 1995). Adapun ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan
pendidikan meliputi:
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6. Pengembangan analisis kebijakan pendidikan dan kebudayaan.
Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi untuk
menyiapkan bahan-bahan rumusan kebijakan pendidikan, baik kebijakan
jangka panjang, menengah, dan jangka pendek, maupun bahan-bahan untuk
kebijakan departemen yang setiap saat diperlukan oleh pengambil
keputusan.
24

Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan


Pengembangan adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan dengan
tujuan untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan dan merumuskan
bahan-bahan kebijakan sesuai dengan isu-isu penting pendidikan yang
berkembang dalam dunia penelitian, pengembangan, dan masyarakat luas.
Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan
Kebijakan Pendidikan (Education Policy and Planning Project) atau proyek
EPP yang mendapat bantuan USAID (The United States Agency for
International Development). Proyek tersebut resmi dilaksanakan pada bulan
Juli 1984 dengan tujuan pokok: “meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
melalui perumusan kebijakan dan perencanaan yang lebih baik yang
didasarkan pada informasi yang lebih lengkap dan teliti serta metode analisis
yang lebih baik terhadap informasi tersebut.”
Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah dilakukan
khususnya dalam melakukan identifikasi terhadap berbagai masalah
pendidikan sebagai sasaran dalam melakukan analisis kebijakan. Sejak saat
itu analisis kebijakan dilaksanakan melalui koordinasi di antara berbaga unit
di lingkungan Depdikbud. Hasilnya adalah usulan-usulan kebijakan yang
sangat berguna dalam mempersiapkan Rumusan kebijakan Tahunan
Mendikbud dan Naskah Repelita (Tilaar, 1993).
c. Pembuatan Kebijakan
Istilah 'pembuatan kebijakan' seperti 'kebijakan' menyiratkan konsepsi
bersaing dan asumsi. Sebuah studi dari teoritis dan empiris ilmuwan sosial
mengungkapkan dua dimensi penting dari pembuatan kebijakan: orang yang
melakukan itu (pelaku) dan bagaimana (proses). Secara historis, aktor dalam
pengambilan kebijakan telah dianggap kesatuan dan rasional; lebih baru-baru
analis kebijakan telah memperkenalkan model organisasi publik dan model
kepentingan personalistik. Proses elemen telah berfluktuasi antara
pendekatan sinoptik (komprehensif) dan pendekatan bertahap.
C. Lindblom dan D.K. Cohen (1979) metakkan perbedaan antara
metode sinoptik dan metode tambahan dari pembuatan kebijakan. Kerangka
analisis kebijakan pendidikan menurut dia, metode sinoptik memerlukan
dalam bentuk ekstrim, satu perencanaan pusat tunggal otoritas untuk seluruh
masyarakat, menggabungkan kontrol ekonomi, politik, dan sosial menjadi
satu perencanaan terpadu. Ini mengasumsikan: (a) masalah yang dihadapi
tidak melampaui kapasitas kognitif manusia dan (b) ada eksis kriteria (bukan
konflik sosial pada nilai-nilai) oleh yang solusi dapat dinilai dan (c) bahwa
25

pemecah masalah-memiliki insentif yang memadai untuk tinggal dengan


analisis sinoptik sampai selesai (Bukan 'kemunduran' untuk menggunakan
perencanaan incremental) (Haddad, 1995). Adapun tahapan dari pembuatan
kebijakan yaitu:
1. Agenda Setting
Tahapan pembuatan agenda kebijakan (agenda setting) adalah langkah
pertama yang sangat penting dalam pembuatan kebijakan. Tahapan ini
merupakan langkah kunci yang harus dilalui sebelum suatu isu kebijakan
diangkat dalam agenda kebijakan pemerintah (government agenda) dan
akhirnya menjadi suatu kebijakan. Sebab tanpa terlebih dahulu masuk dalam
agenda setting, tidak mungkin suatu masalah yang ada pada masyarakat –
seberapa pentingnya masalah tersebut – dapat diangkat menjadi suatu
kebijakan oleh pemerintah. Masalah merupakan keadaan atau kondisi yang
mampu menciptakan ketidakpuasan pada sebagian besar orang dan
mendorong mereka untuk memenuhi ketidakpuasannya atau mencari
penyelesaiannya. Masalah bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
Persoalan pendidikan misalnya, bisa terkait dengan perangkat undang-
undangnya, sumberdaya insani (Depdiknas, Kementrian PAN, Guru, Dosen,
Peneliti), maupun organisasi pelaksananya (Depdiknas, Depkeu, Dinas
Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, SD, SMP, SMA, PT).
Yang kadangkala menimbulkan persoalan dilematis adalah bahwa perhatian
pada satu persoalan tertentu akan cenderung mengabaikan pada persoalan
lain (Peters, 1982).
2. Formulasi Kebijakan
Setelah tahapan agenda setting dilalui atau suatu isu telah masuk
agenda pemerintah, maka tahapan berikutnya adalah membuat formulasi
kebijakan. Tahapan formulasi kebijakan merupakan mekanisme yang
sesungguhnya untuk memecahkan masalah publik yang telah masuk dalam
agenda pemerintah. Tahapan ini lebih bersifat teknis – dibandingkan tahapan
agenda setting yang lebih bersifat politis – dengan menerapkan berbagai
teknis analisis untuk membuat keputusan terbaik. Model-model ekonomi dan
teori pengambilan keputusan (decision making) merupakan alat analisis yang
berguna untuk mengambil keputusan yang terbaik, dengan meminimalkan
resiko kegagalan. Selain menggunakan aspek rasionalitas cost-benefit
analysis dalam memilih alternatif keputusan, juga harus menggunakan
pertimbangan social-cost-benefit analysis dalam memahami aspek
masyarakat (Peters, 1982).
26

3. Legitimasi Kebijakan
Setelah kebijakan berhasil diformulasikan, sebelum diterapkan pada
masyarakat, kebijakan tersebut haruslah memperoleh legitimasi
(pengesahan) atau kekuatan hukum yang mengatur penerapan
(implementasi) kebijakan pada masyarakat. Legitimasi sangat penting karena
akan membawa pengaruh terhadap masyarakat banyak, baik yang
menguntungkan bagi sebagian masyarakat maupun yang membawa dampak
yang merugikan kelompok lain. Selain itu setiap kebijakan juga membawa
implikasi terhadap anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah. Pada
umumnya wewenang melakukan legitimasi dimiliki oleh pemerintah atau
badan legislatif. Namun kalau dikaji lebih mendalam, bahwa proses legitimasi
tersebut tidak dapat dipisahkan dari hubungan antara negara dan rakyat
sebagai sumber legitimasi yang paling utama, sebab ukuran legitimasi yang
dimiliki oleh pemerintah sangat tergantung pada tersedianya dukungan bagi
pemerintah dan apa yang ingin diperoleh dari masyarakat (Peters, 1982).
4. Implementasi Kebijakan
a. Penentu Implementasi
Implementasi merupakan tahapan pelaksanaan atas sebuah kebijakan.
Interaksi merupakan konsep penting dalam implementasi, yang mengacu
pada suatu hubungan yang terkadang kompleks. Dalam implementasi
terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu (a) formulasi tujuan kebijakan
harus jelas termasuk kelompok sasaran; siapa yang berperan; dan
bagaimana kebijakan tersebut harus dilaksanakan; dan (b) dana pendukung
yang proporsional. Tanpa dana kebijakan tidak akan pernah terealisir (Peters,
1982).
b. Perspektif Keberhasilan Implementasi
Implementasi tidak hanya dilihat dari pendekatan kepatuhan semata,
tetapi juga melihat bagaimana meraih hasil-hasil program yang diinginkan,
baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga implementasi menjadi
lebih kompleks. Untuk melihat keberhasilan implementasi dapat dilihat dari
dua perspektif yaitu: (a) melihat implementasi sebagai kepatuhan pemerintah
daerah (organisasi pelaksana) terhadap pemerintah pusat atau organisasi di
atasnya (compliance perspective) dengan menggunakan pendekatan satu
organisasi pelaksana (single agency); dan (b) melihat apa yang terjadi (what
happened perspective). Pendekatan ini melihat interaksi berbagai organisasi
baik pemerintah maupun non pemerintah (multiple agency and non
27

governmental actor) untuk melihat faktor-faktor penyebab yang


mempengaruhi suatu kejadian (a linier model of anticedent) (Peters, 1982).
5. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan
a. Monitoring Kebijakan
Monitoring ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam usaha
menjawab pertanyaan mengapa kebijakan / program itu pada suatu tahap
dapat menghasilkan 25 konsekuensi yang demikian. Monitoring sendiri
terutama berhubungan dengan mendapatkan premis faktual suatu kebijakan,
dengan bergerak mundur dari apa yang diamati sekarang untuk
menginterpretasikan apa yang telah terjadi sebelumnya (ex post facto). Dunn
(1981) mengemukakan bahwa monitoring berfungsi untuk: 1. Ketaatan
(compliance) Menentukan apakah tindakan administrator, staf dan semua
yang terlibat mengikuti standar dan prosedur yang ditetapkan 2. Pemeriksaan
(auditing) Menetapkan apakah sumber dan layanan yang diperuntukkan bagi
target group telah mencapai sasaran 3. Laporan (accounting) Menghasilkan
informasi yang membantu menghitung hasil perubahan sosial dan
masyarakat sebagi akibat implementasi kebijakan sebuah periode waktu
tertentu 4. Penjelasan (explanation) Menghasilkan informasi yang membantu
menjelaskan bagaimana akibat kebijakan dan mengapa antara perencanaan
dan pelaksanaan tidak cocok (Peters, 1982).
b. Evaluasi Implementasi
Tahap akhir proses kebijakan adalah penilaian mengenai apa yang telah
terjadi sebagai akibat pilihan dan implementasi kebijakan, dan apabila
dipandang Monitoring Pelaksanaan kebijakanInformasi tentang hasil
kebijakan Evaluasi proses Situasi problematik perlu, dapat dilakukan
perubahan terhadap kebijakan yang telah dilakukan. Menghasilkan evaluasi
yang akurat bukanlah pekerjaan mudah, apalagi untuk merubah kebijakan
bila ditemukan kesalahan yang memerlukan perbaikan segera. Pada tahap
evaluasi, hasil evaluasi akans sangat berguna bagi pemerintah terutama
untuk menentukan apakah kebijakan atau program tersebut dapat dilanjutkan,
di determinate, atau direvisi atau dimodifikasi. Kegiatan evaluasi bukanlah
kegiatan yang mudah dilakukan. Berbagai kendala yang menghambat
evaluasi adalah (Peters,1985, 146-157) sebagai berikut. a. Kebijakan publik
kadang tidak memiliki tujuan yang jelas, yang diakibatkan dari pertimbangan
politis. Ketidakjelasan tujuan meliputi: (1) tujuan yang tidak mungkin dicapai;
(2) tujuan yang kontradiktif; (3) tujuan yang terlalu sempit atau terlalu spesifik;
dan (4) tujuan antara atau tujuan sementara. b. Pengukuran (measurement),
28

menyangkut pada penggunaan konsep tertentu sebagai suatu alat untuk


mengukur keberhasilan atau kegagalan suatu program. Misalnya persoalan
efisiensi: perbandingan cost - benefit atau input – output, sangat sulit untuk
mengukur cost maupun benefit khususnya untuk persoalan sosial. Contoh
lain persoalan efektivitas: sulit dilihat khususnya yang menyangkut
kualitasnya (Peters, 1982).
c. Evaluasi Dampak Kebijakan
Evaluasi dampak (evaluation of impact) berbeda dengan evaluasi
implementasi dalam hal waktu. Evaluasi dampak hanya dapat dilakukan
secara memuaskan apabila program telah dilaksanakan secara lengkap dan
berjalan dalam waktu yang relatif lama. Kebijakan hanya akan terlihat
dampaknya apabila telah cukup lama diimplementasikan dalam masyarakat.
Dampak atau hasil-hasil kebijakan memiliki makna atau arti yang berlainan.
Pemberian arti sangat tergantung siapa aktor yang menafsirkan arti dampak
tersebut sesuai dengan latar belakang kepentingan mereka. Secara
konseptual, dampak kebijakan akan dicari dengan pertanyaan, apa yang telah
dicapai dari suatu program? Evaluasi dampak sering bersifat terlalu ilmiah
dan cenderung mengabaikan realitas. Sebagai akibatnya akan muncul
beberapa tipe evaluasi yang terlalu baik tapi justru mengandung kelemahan
antara lain anekdot murni; menampilkan data statistik terlalu rinci; berbagai
analisis tanpa kesimpulan; argumentasi ahli; dan dominasi intuisi. Menurut
Ripley (1985) ada empat dimensi yang berkaitan dengan dampak yaitu:
waktu; hubungan antara dampak yang sebenarnya dengan dampak yang
ingin dicapai; akumulasi dampak; dan tipe dampak (kesejahteraan ekonomi;
pembuatan keputusan; sistem politik; kualitas kehidupan). Untuk membuat
desain evaluasi, maka dapat digunakan evaluasi formatif yang merupakan
bagian dari penelitian evaluasi yang dilaksanakan pada awal program
dilaksanakan dan biasanya dilakukan bersama-sama dengan evaluasi
implementasi. Desain evaluasi formatif berisi tentang tujuan yang erat dengan
evaluasi implementasi; mengidentifikasi sumber-sumber pembuat tujuan
program; pelaksanaan evaluasi dengan fokus analisis pada salah satu tujuan
yang ingin diwujudkan dari program; dan mengorganisasi petugas lapangan
(Peters, 1982).
29

d. Kerangka Konseptual Analisis Kebijakan Pendidikan


Analisis kebijakan dapat dilakukan pada setiap fase proses kebijakan.
Ada enam fase dalam proses kebijakan, yaitu inisiasi, estimasi, seleksi,
implementasi, evaluasi dan terminasi.
1. Inisiasi
Tahap inisiasi mulai ketika masalah yang potensial dirasakan timbul.
Pada saat itu berbagai cara yang mungkin untuk memecahkan, mengurangi
beban atau meringankan akibat masalah itu dapat dipikirkan secara tepat dan
tentatif. Sudah barang tentu dalam fase ini mungkin sekali perumusan
masalah tidak tepat, namun demikian dalam fase ini yang penting adalah
mendapatkan “rasa‟ apakah memang diperlukan pemikiran lebih lanjut untuk
merumuskan permasalahan, karena pemikiran lebih lanjut ini akan
memerlukan sumber (tenaga, waktu, pikiran). Fase inisiasi juga menunjuk
kepada kegiatan inovatif untuk mengkonseptualisasi dan membuat kerangka
tentang masalah secara kasar, mengumpulkan informasi untuk melihat
secara kasar kebijakan yag perlu diambil dan kemudian mulai mengancar-
ancar pilihan kebijakan yang mungkin paling tepat (Sutjipto, 1987).
2. Estimasi
Dalam tahap estimasi dipikirkan risiko, biaya dan keuntungan dari
alternatif yang dipikirkan. Pada tahap ini ditekankan masalah itu secara
ilmiah, empirik dan proyektif untuk melihat konsekuensi apa yang akan timbul
sebagai akibat pilihan kebijakan itu. Penekanan juga diberikan terhadap
penilaian tentang keluaran yang diharapkan dengan bantuan 9 berbagai
pendekatan teknis. Kebenaran yang bersifat normatif seringkali tidak dinilai
secara tuntas karena terbatasnya alat atau metode untuk hal tersebut
(Sutjipto, 1987).
3. Seleksi
Seleksi menunjuk kepada kenyataan bahwa pada akhirnya seseorang
harus membuat keputusan. Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk
merumuskan masalah dan menilai alternatif di atas, maka pilihan kebijakan
harus dibuat. Keputusan jarang dibuat hanya berdasarkan kalkulasi dan
perkiraan teknis, tetapi banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan,
misalnya dari pihak-pihak yang terlibat dan mempunyai tujuan yang berbeda
mengenai informasi ideologis, moral serta kerangka acuan penentu kebijakan.
Seringkali keputusan yang dibuat adalah untuk tidak membuat keputusan
(Sutjipto, 1987).
30

4. Implementasi
Dalam implementasi, yaitu pelaksanaaan dari “option‟ yang dipilih.
Implementasi merupakan kesempatan pertama yang memvalidasikan
alternatif yang dipilih dengan realitas. Sebelum implementasi tahaptahap
yang diambil masih dalam bentuk harapan, imajinasi, dan penalaran, sedang
dalam implementasi hal tersebut secara nyata dilakukan, sambil memberikan
balikan kepada penentu kebijakan (Sutjipto, 1987).
5. Evaluasi
Evaluasi dalam kenyataanya bersifat lebih restrospektif. Dalam fase
inisiasi dan estimasi sifat kegiatan adalah antisipatif dan dalam fase seleksi
bersifat kekinian. Implementasi merupakan kesempatan untuk
mentransformasikan sesuatu hal yang potensial ke dalam realitas dan
evaluasi melihat perbedaan antara keduanya. Evaluasi berusaha menjawab
pertanyaan seperti kebijakan mana yang sukses dan mana 10 yang gagal,
bagaimana unjuk kerja dapat diukur serta kriteria apa yang digunakan untuk
mengukurnya (Sutjipto, 1987).
6. Terminasi
Terminasi berhubungan dengan penyesuaian kebijakan yang tidak
fungsional, tidak perlu, berlebihan atau tidak lagi cocok dengan keadaan. Ini
merupakan fase yang belum banyak dibahas secara ilmiah. Proses kebijakan
mulai dari inisiasi sampai terminasi merupakan proses yang tidak sederhana.
Proses ini melibatkan perilaku individual, perilaku kelompok dan masyarakat
dalam suatu konteks iklim psikologis dan lingkungan yang variabelnya sangat
banyak. Analisis tentang perilaku kebijakan merupakan usaha untuk
memahami perilaku itu, dan sekaligus mengkaji wahana yang memungkinkan
prilaku itu dapat lebih menunjang pencapaian keluaran kebijakan dengan
lebih baik. Keluaran yang dimakusd demikian luasnya karena menyangkut
aspek interaksi proses sosial yang hasilnya mempunyai spektrum yang luas
pula (Sutjipto, 1987).

Adapun kerangka kerja untuk analisis kebijakan pendidikan menurut


Haddad (1995) mencakup pra-kebijakan, kegiatan keputusan, proses
pengambilan keputusan itu sendiri, dan perencanaan pasca-keputusan
kegiatan. Kerangka ini bukan deskripsi kegiatan yang sebenarnya, melainkan
model konseptual untuk mengekstrak dan menentukan elemen-elemen yang
dapat dideteksi dan dianalisis. Oleh karena itu harus cukup luas untuk
menangkap dan mengintegrasikan proses yang rumit dari setiap pembuatan
31

kebijakan. Namun pada saat yang sama waktu itu harus memisahkan proses
tersebut menjadi komponen untuk menentukan bagaimana mereka bekerja
dan berinteraksi. Resultan kerangka kerja analisis kebijakan pendidikan
skematik terdiri dari tujuh proses kebijakan-perencanaan, empat pertama dari
yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan, kelima berkaitan dengan
perencanaan, keenam dan ketujuh berkaitan dengan penyesuaian kebijakan:
(i) Analisis situasi yang ada
(ii) Generasi pilihan kebijakan
(iii) Evaluasi pilihan kebijakan
(iv) Membuat keputusan kebijakan
(v) Perencanaan implementasi kebijakan
(vi) Penilaian dampak kebijakan
(vii) Siklus kebijakan berikutnya
Kerangka kerja ini terlihat rumit karena mau tidak mau, itu adalah
multifaset dan mencakup berbagai macam proses. Namun, setiap upaya
untuk membatasi analisis kebijakan untuk unsur-unsur tertentu atau untuk
mengabaikan salah satu elemen menghasilkan sebuah pendekatan yang
tidak lengkap untuk analisis kebijakan dan mengarah ke kontroversi sejarah
rasional vs politik, atau birokrasi vs pendekatan organisasi (Haddad, 1995).
32

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Monitoring kebijakan berarti mengamati secara seksama suatu keadaan atau
kondisi termasuk juga perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan
pendidikan yang berupa regulasi pendidikan, kurikulum, proses pembelajaran, maupun
segala hal yang dijalankan oleh pemerintah berkaitan dengan pendidikan sehingga
menemukan gambaran yang jelas apa, mengapa, serta bagaimana sesungguhnya
kondisi pendidikan yang ada. Sedangkan Analisis kebijakan pendidikan merupakan cara
memecahkan masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan tentang pendidikan
menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Adapun ruang lingkup
analisis kebijakan pendidikan meliputi pengumpulan data statistik pendidikan,
pengembangan kurikulum, sistem pengujian, penelitian pendidikan dan kebudayaan,
teknologi komunikasi pendidikan, dan pengemabangan analisis kebijakan pendidikan
dan kebudayaan. Tahapan pembuatan kebijakan meliputi agenda setting, agenda
pemerintah, formulasi dan legitimasi, dan deklarasi kebijakan. Ada enam fase dalam
proses kebijakan, yaitu inisiasi, estimasi, seleksi, implementasi, evaluasi dan terminasi.

B. Saran

Seyogyanya monitoring dan evaluasi kinerja kebijakan dan analisis dalam


bidang pendidikan harus selalu dilakukan karena pendidikan di Indonesia masih jauh
dari tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tercantum dalam pembukaan
UUD alinea IV.
33

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar. (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Haddad, wadi D. (1995). Education Policy Planning Process: an applied framework Unesco,
Paris, International Institute of Edutional Planning.
Muhadjir Darwin. (1993). Implementasi Kebijakan, dalam Pelatihan Analisis
Kebijaksanaan Sosial, PPK UGM, Yogyakarta.
Peters, B. Guy. (1982), American Public Policy Process and Performance, Frankiln Watts,
New York.
Sutjipto, (1987). Analisis Kebijaksanaan Pendidikan (Suatu Pengantar). Padang: IKIP

Anda mungkin juga menyukai