Disusun Oleh :
Sesar Andriyono (P17221171005)
Angelicca Sunja (P17221171015)
Mar’atus Silmiah (P17221173018)
Sisca Nofiyanti S R (P17221173019)
Sejak 20 tahun terakhir, sejumlah ahli bedah menyukai kebijakan operasi awal.
Beberapa penelitian acak yang dilakukan pada awal tahun 1980 telah
menunjukkan bahwa melakukan kolesistektomi awal (early cholecystectomy)
pada kolesistitis akut adalah lebih baik dari pada kolesistektomi tertunda
(delayed cholecystectomy) dari segi lamanya rawat inap di rumah sakit yang
lebih singkat, kelayakan operasi dan kedua operasi tersebut memiliki tingkat
resiko mortalitas dan morbiditas yang sama (Saquib, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
www.jevuska.com/wpcontent/uploads/2014/03/batuempedu
http://alfianfreezone.blogspot.co.id
2.2 Etiologi
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti. Kumar et al (2000) dalam Gustawan (2007) mendapatkan
penyebab batu kandung empedu adalah :
1. Idiopatik,
2. Penyakit hemolitik, dan
3. Penyakit spesifik non-hemolitik.
2.3 Patogenesis
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol menurut (Gustawan, 2007) :
1. Diawali adanya pengendapan kolesterol yang membentuk kristal
kolesterol.
2. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran
empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu
pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu.
3. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu
pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan
kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses
supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan
sekresi garam empedu atau keduanya.
perawatinsanulfitri.blogspot.co.id/2014/12
2.4 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut menurut
(Albert J, 2016) adalah :
1. Stasis cairan empedu
2. Infeksi kuman dan
3. Iskemia dinding kandung empedu
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga
menyebabkan distensi kandung empedu. Biasanya sumbatan ini adalah
disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol
dan batu pigmen.
1. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol
dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya
kristalisasi dan akhirnya prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain
membentuk matriks batu.
2. Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan batu
kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat keras dan
penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini
berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau
pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di dalam empedu.
Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu
pigmen.
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh
dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk
Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan
menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu
menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu (Debas,2004).
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil,
tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak
terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung
untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki
empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian
heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi
mungkin berada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan
akhirnya membentuk batu pigmen hitam (Debas,2004).
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang
dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat (Debas,2004).
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan
peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit
menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke
waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat dan
garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu (Debas,2004).
(kolilitiasis.blogspot.com)
Tanda lain yang dapat dijumpai pada pasien dengan kolestasis menurut
(Bisanto, 2011; Ermaya, 2014) adalah :
1. Hipoglikemia yang biasanya ditemukan pada penyakit metabolik,
2. Hipopituitarisme atau kelainan hati yang berat,
3. Perdarahan oleh karena defisiensi vitamin k,
4. Hiperkolesterolemia,
5. Xanthelasma, sedangkan kasus asites masih jarang ditemukan.
Gejala klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami
gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat
mengalami dua jenis gejala :
1. Gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan
2. Gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh
batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa
penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas
abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi
makanan yang berlemak atau yang digoreng (Smeltzer dan Bare, 2002)
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis menurut (Smeltzer dan
Bare, 2002) adalah :
1. Nyeri dan kolik bilier, (adanya obstruksi pada duktus sistikus yang
tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan
infeksi disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas, pasien
akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah
mengkonsumsi makanan dalam porsi besar)
2. Ikterus, (terjadi pada obstruksi duktus koledokus, salah satu gejala khas
dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu
penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit)
3. Perubahan warna urin dan feses (terlihat dari warna urin yang berwarna
sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat)
4. Defisiensi vitamin, (terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya
proses penyerapan vitamin a, d, e dan k karena obstruksi aliran empedu,
contohnya defisiensi vitamin k dapat menghambat proses pembekuan
darah yang normal).
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah :
1. Kolesistisis, merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana
terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau
saluran kandung empedu, yang menyebakan infeksi dan peradangan
pada kandung empedu. Komplikasi penyakit batu empedu ini yang
paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula.
2. Kolangitis, merupakan peradangan pada saluran empedu yang terjadi
karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran
empedu.
3. Hidrops, merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa
terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi lagi
oleh empedu.
4. Emfiema, merupakan kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi
pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan
segera karena dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidajat,2005) dan
(Schwartz,2000).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit
yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.
Mowat (1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan kolelitiasis adalah material
atau kristal tidak berbentuk yang terbentukdalam kandung empedu.
Batu empedu tersebut dapat digolongkan menjadi batu kolesterol, pigmen
coklat, dan pigmen hitam. Terdapat 3 spektrum tahapan kolelitiasis, yakni
asimtomatik, simtomatik, dan kolesistitis dengan komplikasi. Gejala klinis
spesifik untuk mendiagnosis kolesistitis adalah kolik bilier. Metode pencitraan
yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kolelitiasis adalah USG, ERCP, CT-
scan, MRI, maupun MRCP.
DAFTAR PUSTAKA
Beckingham, I.J. (2001). ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System
Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal V. 322, 13 Januari 2001.
http://www.pubmedcentral.articlerender.artid diakses pada tanggal 09 April 2018
Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam Maj
kedoktIndon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.
http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/543/
661 diakses pada tanggal 09 April 2018
Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekijo. (2011). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan
aplikasi. Jakarta: Rineka cipta.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-3-
bab2.pdfdiakses pada 09 April 2018
Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC.
Schwartz, dkk. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdfd
iakses pada tanggal 09 April 2018
Sjamsuhidayat, R, de jong W. (2005). Buku Ajar I,mu Bedah, Edisi 2. Jakarta: Penerbit
buku Kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdfd
iakses pada tanggal 09 April 2018
Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner&Suddarth.. Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara,
A., & Asih, Y., Penerjemah). Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdfd
iakses pada tanggal 09 April2018
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta : Penerbit
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Bloom (1986)