Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN CKD

(CHRONIC KIDNEY DISEASE) DENGAN HIPOALBUMIN DAN HEMODIALISA

1. LAPORAN PENDAHULUAN CKD

DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir.CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible.Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau
retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Gagal ginjal kronis atau
penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;
1448). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812).

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut Long (1996) antara lain:
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning
feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium :
a) Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak ada
(anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
b) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
c) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
d) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada
e) Darah
 Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
 Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
 SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
 GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolic (kurang
dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.
Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
 Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
 Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai
kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium terjadi peningkatan fosfat,
kalsium menurun. Protein (khuusnya albumin), kadar serum menurun
dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan,
penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam
amino esensial. Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering
sama dengan urine.

1. Pemeriksaan radiologi
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
h) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
i) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan
diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang
sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
j) Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada
penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan
transplantasi.

KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin
angiotensin aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20
mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006dalam Alamang 2012).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif.Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Kendala yang ada
adalah biaya yang mahal.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati
diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
1. LAPORAN PENDAHULUAN HIPOALBUMIN

DEFINISI
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai
normal atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad
Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com,
2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak
memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain
oleh hati (Murray, dkk, 2003).

MANIFESTASI KLINIK
1. Ascites - akumulasi cairan di rongga perut;
2. dapat menyebabkan sesak napas.Hal ini menunjukkan akumulasi efusi
pleura dan pengembangan edema paru;
3. suara hati akan dinonaktifkan;hilangnya
4. nafsu makan;
5. kelemahan.

PENATALAKSANAAN
1. Therapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan
mempertahankan status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah
seminimal mungkin penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi.
Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena apabila
asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi pembongkaran protein
tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga beresiko memperburuk
kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-pasien hypoalbumin
khususnya dan pasien bedah pada umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet
TKTP, kalau perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT.
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and
Coconut.Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun
1973.Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama kali
dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda
(Afrika) dengan hasil yang memuaskan.Manfaat modisco yang paling utama
adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan
mudah.Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah
dicerna oleh usus manusia.Modisco juga dapat membantu mempercepat
penyembuhan penyakit sehingga biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana
& Acep, 2005).

2. Therapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait
dengan hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan
transfusi FFP dan atau human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut
pada kasus yang kadar albumin dalam darah ≤ 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua
therapi medis tersebut perlu beberapa pertimbangan antara lain : pertimbangan
harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk mendapatkannya khususnya untuk
pasien dengan status kelas III / jamkesmas.
3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin
Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun
therapi diet, perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut
sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai
conselor, educator, kolaborator, dan advocator. Karena perawat merupakan
petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam, sehingga baik
buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali
mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis,
gizi, fisiotherapi, dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting
diantaranya: memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi
hypoalbumin, memonitor distribusi instrumen / suplemen sampai ke pasien dan
benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar .Setelah yakin suplemen
dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat untuk
mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator
keberhasilan pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar
serum albumin dalam darah yang akan mempercepat proses penyembuhan
penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan memperpendek LOS.
2. LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

DEFINISI
Dialisis menghilangkan nitrogen sebagai produk limbah, mengoreksi
elektrolit, air, dan kelainan asam-basa yang berhubungan dengan gagal
ginjal.Dialisis tidak memperbaiki kelainan endokrin karena gagal ginjal, atau
mencegah komplikasi kardiovaskular. Proses dialysis membutuhkan membran
semipermeabel yang akan membersihkan bagian air dengan berat molekul kecil
(zat terlarut), tetap tidak untuk molekul besar (misalnya protein).
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semipermiabel (dialyzer) ke dalam dialysate.Dialyzer
juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan.Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit
larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler,
antikoagulansi dan produksi dialyzer yang dapat dipercaya dan efisien,
hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal
akut dan kronik di Amerika Serikat dan dunia
Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah
dan bagian lain untuk cairan dialysate.Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat
tidak bercampur jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis.Sel-
sel darah, protein dan hal penting lainnya tetap dalam darah karena mempunyai
ukuran molekul yang besar sehingga tidak bisa melewati membran.Produk limbah
yang lebih kecil seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui membran dan
dibuang.Sehingga darah yang banyak mengandung sisa produk limbah bisa bersih
kembali (National Kidney Foundation / NKF, 2006).
Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi
menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto & Roshto,
2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang
berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses
perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah konsentrasi yang rendah.
Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam
membran dialyzer yaitu dari tekanan tinggi kearah yang lebih rendah (Curtis,
Roshto.,& Roshto, 2008)
TUJUAN HEMODIALISA
Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada
penderita PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan nitrogen
sebagai sampah hasil metabolisme, membuang kelebihan cairan, mengoreksi
elektrolit dan memperbaiki gangguan keseimbangan basa pada penderita PGK
(Levy, dkk., 2004). Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah mengembalikan
keseimbangan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang terganggu akibat dari
fungsi ginjal yang rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)

PRINSIP DALAM PROSES HEMODIALISA


Secara sederhana proses dialisis hanya memompa darah dan dializat melalui
membran dializer (Levy,dkk., 2004)
1. Dialysate adalah larutan air murni yang mengandung, klorida, natrium kalium,
magnesium, kalsium, dextrose, bicarbonat atau asetat.
2. Di dalam dialyzer darah dan dialysate dipisahkan oleh membrane
semipermiabel. Darah mengandung sisa produk metabolism berupa ureum,
creatin, dan lainnya. Sedangkan dialysate tidak mengandung produk sisa
metabolisme. Karena perbedaan konsentrasi ini akan terjadi proses difusi
dalam dialyzer.
3. Proses difusi akan maksimal bila arah aliran darah dan dialisa berlawanan
(counter current flow). Kecepatan aliran darah dan dialisat dalam dialiser juga
berpengaruh pada peningkatan proses difusi.
4. Proses konveksi dalam dialyzer dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
tekanan dalam membran dialyzer (trans membrane pressure). Pada proses
Hemodialisa konvensional, molekul dengan ukuran kecil tidak semua terlepas
denagan proses konveksi saja. Tetapi hampir semua molekul dengan ukuran
kecil terlepas dengan proses difusi. Sebaliknya molekul dengan ukuran besar
(B2- mikroglobulin dan vit B12) dikeluarkan efektif dengan proses konveksi. Hal
ini telah menyebabkan peningkatan penggunaan metode UF di Hemodialisa
untuk meningkatkan penghapusan molekul MW lebih besar.
KOMPONEN HEMODIALISA
1. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memompa darah dari pasien ke dialyzer sebagai
membran semipermiabel dan memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi karena terdapat cairan dialysate didalam dialyzer. Proses dalam
mesin hemodialisa merupakan proses yang komplek yang mencakup kerja dari
deteksi udara, kontrol alarm mesin dan monitor data proses hemodialisa (Misra,
2005)

2. Ginjal Buatan (dialyzer)


Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung yang bersisi membrane
semipermiabel dan mempunyai dua bagian yaitu bagian untuk cairan dialysate
dan bagian yang lain untuk darah (Levy,dkk., 2004). Beberapa syarat dialyzer
yang baik (Heonich & Ronco, 2008) adalah volume priming atau volume
dialyzer rendah, clereance dialyzer tinggi sehingga bisa menghasilkan
clearance urea dan creatin yang tinggi tanpa membuang protein dalam darah,
koefesien ultrafiltrasi tinggi dan tidak terjadi tekanan membrane yang negatif
yang memungkinkan terjadi back ultrafiltration, tidak mengakibatkan reaksi
inflamasi atau alergi saat proses hemodialisa (hemocompatible), murah dan
terjangkau, bisa dipakai ulang dan tidak mengandung racun. Syarat dialyzer
yang baik adalah bisa membersihkan sisa metabolisme dengan ukuran
molekul rendah dan sedang, asam amino dan protein tidak ikut terbuang saat
proses hemodialisis, volume dialyzer kecil, tidak mengakibatkan alergi atau
biocompatibility tinggi, bisa dipakai ulang dan murah harganya (Levy, dkk.,
2004)
3. Dialysate
Dialysate adalah cairan elektrolit yang mempunyai komposisi seperti
cairan plasma yang digunakan pada proses hemodialisis (Hoenich & Ronco,
2006). Cairan dialysate terdiri dari dua jenis yaitu cairan acetat yang bersifat
asam dan bicarbonat yang bersifat basa. Kandungan dialysate dalam proses
hemodialisis menurut Reddy & Cheung ( 2009 )

4. Blood Line (BL) atau Saluran Darah


Blood line untuk proses hemodialisa terdiri dari dua bagian yaitu bagian
arteri berwarna merah dan bagian vena berwarna biru. BL yang baik harus
mempunyai bagian pompa, sensor vena, air leak detector (penangkap udara),
karet tempat injeksi, klem vena dan arteri dan bagian untuk heparin (Misra,
2005). Fungsi dari BL adalah menghubungkan dan mengalirkan darah pasien
ke dialyzer selama proses hemodialisis
5. Fistula Needles
Fistula Needles atau jarum fistula sering disebut sebagai Arteri Vena Fistula
(AV Fistula) merupakan jarum yang ditusukkan ke tubuh pasien PGK yang
akanmenjalani hemodialisa. Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu warna
merah untuk bagian arteri dan biru untuk bagian vena

KOMPLIKASI SELAMA HEMODIALISIS


Selama proses hemodialisis sering muncul komplikasi yang berbedabeda
untuk setiap pasien. Komplikasi hemodialisis menurut Katanko dan Levin (2008)
adalah intradialytic hipotension, kram otot, mual muntah, emboli udara dan sakit
kepala.Menurut Armiyati (2010) salah satu komplikasi selama hemodialisis adalah
hipertensi.
1. Intradialytic Hypotension (IDH)
Intradialytic Hypotension adalah tekanan darah rendah yang terjadi ketika
proses hemodialisis sedang berlangsung. IDH terjadi karena penyakit diabetes
millitus, kardiomiopati, left ventricular hypertrophy (LVH), status gizi kurang
baik, albumin rendah, kandungan Na dialysate rendah, target penarikan cairan
atau target ultrafiltrasi yang terlalu tinggi, berat badan kering terlalu rendah dan
usia diatas 65 tahun
2. Kram otot
Kram otot yang terjadi selama hemodialisis terjadi karena target ultrafiltrasi
yang tinggi dan kandungan Na dialysate yang rendah.
3. Mual dan muntah
Komplikasi mual dan muntah jarang berdiri sendiri, sering menyertai hipotensi
dan merupakan salah satu presensi klinik disequillibrium syndrom.Bila tidak
disertai gambaran klinik lainnya harus dicurigai penyakit hepar atau
gastrointestinal.
4. Sakit kepala
Penyebab tidak jelas, tapi bisa berhubungan dengan dialisat acetat dan
disequillibrium syok syndrome (DDS).
5. Emboli udara
Emboli udara dalam proses hemodialisis adalah masuknya udara kedalam
pembuluh darah selama prose hemodialisis.
6. Hipertensi
Keadaan hipertensi selama proses hemodialisis bisa diakibatkan karena
kelebihan cairan, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, kelebihan
natrium dan kalsium, karena erythropoietin stimulating agents dan
pengurangan obat anti hipertensi.
Komplikasi yang muncul dalam proses hemodialisis tidak bisa diduga
sebelumnya dan harus segera diatasi. Menurut Sukandar (2006) ketika terjadi
hipotensi intradialisis dan kram otot, penanganan yang harus dilakukan adalah
menurunkan QB, menurunkan ultrafiltrasi dan memberikan cairan NaCl 0,9%.
Bila terjadi komplikasi sakit dada atau terjadi disequillibrium syok syndrome
(DSS) penanganan yang dilakukan adalah menurunkan QB, menurunkan quick
of dialysate, menurunkan ultrfiltrasi, dan pemberian oksigen.

AKSES VASKULER
American Journal of Kidney Diseases (AJKD) merekomendasikan bahwa
pasien PGK stadium 4 dan 5 sudah harus dipasang akses vaskuler untuk
persiapan tindakan hemodialisis yang berupa kateter subklavia atau Arteriovenous
shunt (AJKD, 2006). Pembuatan akses vaskuler untuk proses hemodialisis
bertujuan untuk mendapatkan aliran darah yang optimal agar proses hemodialisis
bisa berjalan dengan baik (Reddy & Cheung, 2009). Akses vaskuler yang
disarankan adalah AV Shunt atau cimino, double lumen dan arteriovenosa grafts
(AVG) (NKF DOQI, 2006). AV Shunt merupakan akses vaskuler yang paling aman
saat ini tetapi bila saat insersi tidak menggunakan tehnik yang benar akan
mengakibatkan kerusakan.
1. Arteriovenous Fistula (AVF)
AVF dibuat dengan cara menyambung sisi arteri dengan ujung dari vena yang
dipotong atau dengan tehnik end to side.
2. Arteriovenous Graft (AVG)
AVG dibuat apabila operasi pembuatan AVF sudah tidak mungkin dilakukan
lagi. Pembuatan AVG dilakukan dengan cara menyambung antara arteri dan
vena yang dihubungkan dengan saluran sintetis yang terbuat dari bahan
Litetrafluoroetilena (PTFE) atau turunannya yaitu PTFE (ePTFE). Sedangkan
untuk polyurethaneurea (PUU) jarang digunakan.
Komplikasi dari akses arteriovenous yang sering muncul adalah stenosis,
trombosis, iskemik bagian distal, anurisma, kematian jaringan, gagal jantung dan
infeksi (Reddy & Cheung, 2009).
3. Double lumen atau temporary catheters
Kateter sementara ini dipasang pada pasien di vena jugularis, vena
femoralis atau vena subklaivia.Komplikasi yang sangat sering terjadi pada
pemasangan kateter ini adalah infeksi.

Gambar.2.3. Letak pemesangan double lumen catheter


ASUHAN KEPERAWATAN CKD
1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
a) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa / zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
b) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD
c) Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah.Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter.Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat
bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang
telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien
tidak dapat menolong diri sendiri.Tandanya adalah aktifitas dibantu.
5) Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata.Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang.Tandanya adalah penurunan
kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan
jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai
terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup,
komunikasi tidak jelas
8) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan.Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat
berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
9) Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi.Tandanya kaki menjadi edema,
citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan
percaya diri.
10) Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil.Tandanya tidak dapat mengambil keputusan
dengan tepat, mudah terpancing emosi.
11) Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama.Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.

d) Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refil lebih dari 1 detik
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnose
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
a) Kelebihan volume cairan
b) Penurunan curah jantung
c) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Perubahan nutrisi
e) Perubahan pola nafas
f) Gangguan perfusi jaringan
g) Intoleransi aktivitas
h) kurang pengetahuan tentang tindakan medis
i) resti terjadinya infeksi

3. Rencana keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan
waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada system aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan
dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2) Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

c) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
3) Berikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social
5) Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d) Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga
Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh dan Menunjukan perilaku / teknik
untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
3) Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
4) Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
5) Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
6) Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
8) memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit

f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak


adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat
Patofisiologi
Gangguan pada ginjal
Kerusakan parenkim, kerusakan nefron

Penurunan perfusi jaringan  penurunan


darah, O2, dan nutrisi

Peningkatan rennin  angiotensin I


kemudian diubah mjd angiotensin II di paru

Vasokonstriksi arteriol
Peningkatan aldosteron

me↑kan reabs. Na+ pe↑tan tek. glomerulus

Retensi cairan di Reabs. Cairan menurun


ekstravaskuler banyak yang dibuang
termasuk protein, terutama
albuminhipoalbumin

Kelebihan volume cairan

Mempengarugi tekanan di Mempengaruhi kerja


alveoli  peningkatan tek.onkotik dan hidrostatik
tekanan cairan di alveoli vaskuler  tek di vaskuler
menurun
Gangguan pertukaran gas

Kelebihan cairan di
alveoli pertukaran
O2tidak maksimal Cairan yang ter retensi
masuk secara bebas ke
interstisiil  edema perifer

Penurunan suplai darah ke


jar. perifer

Gangguan perfusi jaringan perifer


Sisa metabolisme ikut Penurunan pembuangan Perparahan penurunan
peredaran darah  masuk air, garam dan sisa GFRakibat kerusakan
ke lambungmual muntah metabolisme sindrom bertambah parah
uremia

Penurunan intake pe↓nan


nafsu makan

Ketidakseimbangan antara
kebutuhan tubuh dengan
intake

Gangguan nutrisi kurang


daru kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi


8.Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3.Jakarta : EGC
Long, B C. (1996).Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3.Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
PendidikanKeperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.(1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit.Edisi 4.Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Edisi 8.Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 3.Jilid I II.Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai