PENDAHULUAN
1
Sampai saat ini kolelitiasis masih merupakan salah satu penyakit
gastrointestinal yang sering ditemui. Di beberapa negara barat dilaporkan
bahwa keluhan yang berkaitan dengan penyakit batu empedu dan
komplikasinya merupakan penyebab terbanyak perawatan untuk
kelompok kelainan gastrointestinal. Meskipun sebagian besar memiliki
batu tanpa gejala, manakala simptom muncul tidak jarang berlanjut
dengan masalah dan penyulit yang penatalaksanaannya membutuhkan
biaya tinggi.(Keshav et al, 2015).
2
dan tingkat kesulitan pre operatif yang lebih tinggi serta komplikasi post
operatif yang lebih banyak dibandingkan interval cholecystectom (Saquib,
2013).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
http://alfianfreezone.blogspot.co.id
4
2.2 Etiologi
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum
diketahui secara pasti. Kumar et al (2000) dalam Gustawan (2007)
mendapatkan penyebab batu kandung empedu adalah :
1. Idiopatik,
2. Penyakit hemolitik, dan
3. Penyakit spesifik non-hemolitik.
5
1. Terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik,
pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan
pemberian obat (cefriaxone).
2. Terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit
seperti
Ascharis lumbricoides.
3. Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol
adalah kegemukan, reseksi ileum, penyakit Chorn’s ileal dan
fibrosis kistik.
2.3 Patogenesis
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol menurut (Gustawan, 2007) :
1. Diawali adanya pengendapan kolesterol yang membentuk kristal
kolesterol.
2. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam
saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya
dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya
membentuk batu.
3. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang
yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi),
pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan
sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau
keduanya.
6
4. Enzim β -glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman
lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat
glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak.
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien
sirosis, penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu
pigmen hitam menurut (Gustawan, 2007) terjadi akibat :
1. Melimpahnya bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan empedu.
Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin
akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
(penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi.
2. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks
dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang
mempunyai sifat sangat tidak larut.
3. Proses adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan
pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium.
Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan
di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya
batu.
Patogenesis batu pigmen coklat menurut (Gustawan, 2007) :
1. Umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang terinfeksi. Batu
pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding
batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung
empedu dan kolesterol yang sangat jenuh.
2. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu
pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen
utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam empedu normal,
dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi stasis dan infeksi
memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.
3. Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran
empedu, bakteri memproduksi enzim β -glucuronidase yang
kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak
7
terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan
enzim hidrolase garam empedu.
4. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh
dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu
menjadi asam empedu bebas.
perawatinsanulfitri.blogspot.co.id/2014/12
8
2.4 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut menurut
(Albert J, 2016) adalah :
1. Stasis cairan empedu
2. Infeksi kuman dan
3. Iskemia dinding kandung empedu
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus
hingga menyebabkan distensi kandung empedu. Biasanya sumbatan ini
adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen.
1. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan
kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian
terjadinya kristalisasi dan akhirnya prepitasi lamellar kolesterol
dan senyawa lain membentuk matriks batu.
2. Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan
batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat
keras dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya
batu ini berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang
meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap
di dalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan
predisposisi pembentukan batu pigmen.
9
akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat
berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada
kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima
stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan
demikian, empedu terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen.(Keshav et
al, 2015; Albert et al, 2016)
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi
jenuh dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan
membentuk Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa
bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh
endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu
(Debas,2004).
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam
empedu berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air
dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion
lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium.
Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain.
10
Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau
sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin
kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu pigmen
hitam (Debas,2004).
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri.
Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya
kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan
pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari
larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu
pigmen coklat (Debas,2004).
11
(kolilitiasis.blogspot.com)
12
Tanda lain yang dapat dijumpai pada pasien dengan kolestasis menurut
(Bisanto, 2011; Ermaya, 2014) adalah :
1. Hipoglikemia yang biasanya ditemukan pada penyakit metabolik,
2. Hipopituitarisme atau kelainan hati yang berat,
3. Perdarahan oleh karena defisiensi vitamin k,
4. Hiperkolesterolemia,
5. Xanthelasma, sedangkan kasus asites masih jarang ditemukan.
13
membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di
kulit)
3. Perubahan warna urin dan feses (terlihat dari warna urin yang
berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat)
4. Defisiensi vitamin, (terjadinya defisiensi vitamin atau
terganggunya proses penyerapan vitamin a, d, e dan k karena
obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin k dapat
menghambat proses pembekuan darah yang normal).
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah :
1. Kolesistisis, merupakan peradangan pada kandung empedu,
dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung
empedu atau saluran kandung empedu, yang menyebakan infeksi
dan peradangan pada kandung empedu. Komplikasi penyakit batu
empedu ini yang paling umum dan sering meyebabkan
kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia
pertengahan dan manula.
2. Kolangitis, merupakan peradangan pada saluran empedu yang
terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada
saluran empedu.
3. Hidrops, merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang
biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak
dapat diisi lagi oleh empedu.
4. Emfiema, merupakan kandung empedu yang berisi nanah.
Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan
penanganan segera karena dapat mengancam jiwa
(Sjamsuhidajat,2005) dan (Schwartz,2000).
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-
duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan kolelitiasis
adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentukdalam kandung
empedu.
Batu empedu tersebut dapat digolongkan menjadi batu kolesterol, pigmen
coklat, dan pigmen hitam. Terdapat 3 spektrum tahapan kolelitiasis, yakni
asimtomatik, simtomatik, dan kolesistitis dengan komplikasi. Gejala
klinis spesifik untuk mendiagnosis kolesistitis adalah kolik bilier. Metode
pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kolelitiasis adalah
USG, ERCP, CT-scan, MRI, maupun MRCP.
15
DAFTAR PUSTAKA
Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam
Maj kedoktIndon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.
http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/downloa
d/543/661 diakses pada tanggal 09 April 2018
16
Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ, Buchler MW, et. al.
TG13 current terminology, etiology, and epidemiology of acute cholangitis
and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat
Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekijo. (2011). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan
aplikasi. Jakarta: Rineka cipta.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-3-
bab2.pdfdiakses pada 09 April 2018
Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC.
Schwartz, dkk. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20I
I.pdfdiakses pada tanggal 09 April 2018
17
Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner&Suddarth.. Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia,
Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah). Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20I
I.pdfdiakses pada tanggal 09 April2018
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta :
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Bloom (1986)
18