Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu dan
terbagi menjadi akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat
adanya sumbatan duktus sistikus oleh batu. Namun terdapat beberapa
faktor risiko lain yang dapat meningkatkan insidensi terjadinya
kolesistitis. Di Amerika 10-20% penduduknya menderita kolelitiasis (batu
empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini
lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada
orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan
yang mengkonsumsi obat-obatan hormonal, insidensi kolesistitis akut
lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan dengan
kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan stasis aliran kandung
empedu (Lambou, 2008). Di Indonesia, walaupun belum ada data
epidemiologis penduduk, insidensi kolesistitis dan kolelithiasis relatif
lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat (Nurhadi, 2012).

Kolelitiasis masih merupakan masalah gastrointestinal yang sering


dijumpai. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi
terjadinya kolelitiasis. Batu empedu merupakan endapan dari salah satu
atau beberapa komponen empedu, dimana batu empedu tersebut dapat
digolongkan menjadi batu kolesterol, pigmen coklat, dan pigmen hitam.
Terdapat 3 spektrum tahapan kolelitiasis, yakni asimtomatik, simtomatik,
dan kolesistitis dengan komplikasi. Gejala klinis spesifik untuk
mendiagnosis kolesistitis adalah kolik bilier. Metode pencitraan yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis kolelitiasis adalah USG, ERCP, CT-
scan, MRI, maupun MRCP. Telah menjadi kesepakatan bahwa kolelitiasis
asimtomatik tidak memerlukan terapi, meskipun untuk tujuan profilaksis.
Pilihan utama terapi kolelitiasis simtomatik adalah kolesistektomi, tetapi
penentuan waktu operasi masih menjadi perdebatan (Keshav et al, 2015).

1
Sampai saat ini kolelitiasis masih merupakan salah satu penyakit
gastrointestinal yang sering ditemui. Di beberapa negara barat dilaporkan
bahwa keluhan yang berkaitan dengan penyakit batu empedu dan
komplikasinya merupakan penyebab terbanyak perawatan untuk
kelompok kelainan gastrointestinal. Meskipun sebagian besar memiliki
batu tanpa gejala, manakala simptom muncul tidak jarang berlanjut
dengan masalah dan penyulit yang penatalaksanaannya membutuhkan
biaya tinggi.(Keshav et al, 2015).

Kolesistektomi merupakan terapi definitif pada pasien dengan kolesistitis


akut. Kolesistektomi awal (early cholecystectomy) dilakukan dalam waktu
2 sampai 3 hari, yang mana hal ini lebih disukai daripada kolesistektomi
interval (interval cholecystectomy) atau kolesistektomi tertunda (delayed
cholecystectomy) yang dilakukan dalam waktu 6 sampai 10 minggu
setelah terapi medis awal. Sekitar 20% dari pasien yang gagal dengan
terapi medis awal dan memerlukan operasi selama pemberian terapi
medis awal atau sebelum akhir dari periode cooling-off yang
direncanakan (Saquib, 2013).

Sejak 20 tahun terakhir, sejumlah ahli bedah menyukai kebijakan operasi


awal. Beberapa penelitian acak yang dilakukan pada awal tahun 1980
telah menunjukkan bahwa melakukan kolesistektomi awal (early
cholecystectomy) pada kolesistitis akut adalah lebih baik dari pada
kolesistektomi tertunda (delayed cholecystectomy) dari segi lamanya
rawat inap di rumah sakit yang lebih singkat, kelayakan operasi dan kedua
operasi tersebut memiliki tingkat resiko mortalitas dan morbiditas yang
sama (Saquib, 2013).

Tindakan early cholecystectomy dan interval cholesistectomy memiliki


keuntungan dan kerugian , dimana keuntungan early cholecystectomy
ialah lebih pendek perawatan dirumah sakit dibandingkan interval
cholecystectomy dan kerugiannya ialah waktu operasi yang lebih lama

2
dan tingkat kesulitan pre operatif yang lebih tinggi serta komplikasi post
operatif yang lebih banyak dibandingkan interval cholecystectom (Saquib,
2013).

1.2 Tujuan Penulisan


- Untuk mengetahui pengertian dari batu kandung empedu (kolelitiasis)
- Untuk mengetahui etiologi atau penyebab terjadinya kolelitiasis
- Untuk dapat memahami pathogenesis dari batu kandung empedu
- Untuk dapat memahami patofisiologi dari batu kandung empedu
- Untuk mengetahui gejala klinis mengenai penyakit batu kansung
empedu
- Untuk mengetahui komplikasi penyakit yang disebabkan oleh
kolelitiasis

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kolelitiasis


Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-
duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan kolelitiasis
adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentukdalam kandung
empedu.
www.jevuska.com/wpcontent/uploads/2014/03/batuempedu

http://alfianfreezone.blogspot.co.id

4
2.2 Etiologi
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum
diketahui secara pasti. Kumar et al (2000) dalam Gustawan (2007)
mendapatkan penyebab batu kandung empedu adalah :
1. Idiopatik,
2. Penyakit hemolitik, dan
3. Penyakit spesifik non-hemolitik.

Menurut Schweizer et al (2000) dalam Gustawan (2007) ialah :


1. Anak yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama,
2. Setelah menjalani operasi by pass kardiopulmonal,
3. Reseksi usus,
4. Kegemukan (hepar memproduksi kolesterol yang berlebih,
kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya
dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh)
5. Anak perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi hormonal
mempunyai resiko untuk menderita kolelitiasis.

Penyebab terjadinya batu kandung empedu ialah :


1. Orang dengan usia lebih dari 40 tahun, bertambahnya sekresi
kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu
(Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Darmojo dan Martono, 1994).

Menurut (Heubi,2001) dalam (Gustawan (2007), berdasarkan jenis batu


yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-
beda :

5
1. Terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik,
pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan
pemberian obat (cefriaxone).
2. Terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit
seperti
Ascharis lumbricoides.
3. Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol
adalah kegemukan, reseksi ileum, penyakit Chorn’s ileal dan
fibrosis kistik.

2.3 Patogenesis
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol menurut (Gustawan, 2007) :
1. Diawali adanya pengendapan kolesterol yang membentuk kristal
kolesterol.
2. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam
saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya
dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya
membentuk batu.
3. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang
yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi),
pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan
sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau
keduanya.

Patogenesis terbentuknya batu pigmen menurut (Lesmana, 2006) :


1. Melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan
faktor diet.
2. Kelebihan aktivitas enzim β –glucuronidase.
3. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin
tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium
bilirubinate.

6
4. Enzim β -glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman
lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat
glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak.
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien
sirosis, penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu
pigmen hitam menurut (Gustawan, 2007) terjadi akibat :
1. Melimpahnya bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan empedu.
Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin
akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
(penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi.
2. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks
dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang
mempunyai sifat sangat tidak larut.
3. Proses adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan
pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium.
Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan
di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya
batu.
Patogenesis batu pigmen coklat menurut (Gustawan, 2007) :
1. Umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang terinfeksi. Batu
pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding
batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung
empedu dan kolesterol yang sangat jenuh.
2. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu
pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen
utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam empedu normal,
dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi stasis dan infeksi
memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.
3. Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran
empedu, bakteri memproduksi enzim β -glucuronidase yang
kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak

7
terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan
enzim hidrolase garam empedu.
4. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh
dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu
menjadi asam empedu bebas.

Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium


membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam
kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol
membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi
dari pigmen bilirubin.

perawatinsanulfitri.blogspot.co.id/2014/12

8
2.4 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut menurut
(Albert J, 2016) adalah :
1. Stasis cairan empedu
2. Infeksi kuman dan
3. Iskemia dinding kandung empedu
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus
hingga menyebabkan distensi kandung empedu. Biasanya sumbatan ini
adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen.
1. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan
kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian
terjadinya kristalisasi dan akhirnya prepitasi lamellar kolesterol
dan senyawa lain membentuk matriks batu.
2. Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni dan
batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat
keras dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya
batu ini berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang
meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap
di dalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan
predisposisi pembentukan batu pigmen.

Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan


empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat
dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi
inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran
kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu
hingga menyebabkan terjadinya di dinding kandung empedu iskemia,
nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya rupture (Albert J,2016).

Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah


jelas, namun beberapa teori coba menjelaskan. Radang mungkin terjadi

9
akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat
berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada
kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima
stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan
demikian, empedu terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen.(Keshav et
al, 2015; Albert et al, 2016)

Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah menjadi
jenuh dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan
membentuk Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa
bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh
endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu
(Debas,2004).

Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena


mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup
agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi
kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan
misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin
karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat
ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal
kolesterol (Debas,2004).

Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam
empedu berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air
dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion
lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium.
Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain.

10
Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau
sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin
kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu pigmen
hitam (Debas,2004).

Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri.
Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya
kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan
pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari
larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu
pigmen coklat (Debas,2004).

Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat


menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri
dan leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak.
Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan
proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan
campuran batu empedu (Debas,2004).

11
(kolilitiasis.blogspot.com)

2.5 Gejala Klinis


Menurut (Arief, 2012; Oswari, 2014) gejala klinis yang dapat dijumpai
pada pasien kolestasis adalah :
1. Ikterus atau kulit
2. Mukosa berwarna ikterus yang berlangsung lebih dari dua
minggu,
3. Urin berwarna lebih gelap,
4. Tinja warnanya lebih pucat atau fluktuatif sampai berwarna
dempul (akholik).

Pemeriksaan fisik pasien kolestasis dapat dijumpai :


1. Hepatomegali,
2. Splenomegali,
3. Gagal tumbuh,
4. Wajah dismorfik.

12
Tanda lain yang dapat dijumpai pada pasien dengan kolestasis menurut
(Bisanto, 2011; Ermaya, 2014) adalah :
1. Hipoglikemia yang biasanya ditemukan pada penyakit metabolik,
2. Hipopituitarisme atau kelainan hati yang berat,
3. Perdarahan oleh karena defisiensi vitamin k,
4. Hiperkolesterolemia,
5. Xanthelasma, sedangkan kasus asites masih jarang ditemukan.

Gejala klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang


mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien
kolelitiasis dapat mengalami dua jenis gejala :
1. Gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri
dan
2. Gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu
oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti
rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan
atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng (Smeltzer
dan Bare, 2002)

Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis menurut (Smeltzer


dan Bare, 2002) adalah :
1. Nyeri dan kolik bilier, (adanya obstruksi pada duktus sistikus
yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran
kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam
beberapa jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam porsi besar)
2. Ikterus, (terjadi pada obstruksi duktus koledokus, salah satu gejala
khas dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum
yaitu penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan

13
membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di
kulit)
3. Perubahan warna urin dan feses (terlihat dari warna urin yang
berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat)
4. Defisiensi vitamin, (terjadinya defisiensi vitamin atau
terganggunya proses penyerapan vitamin a, d, e dan k karena
obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin k dapat
menghambat proses pembekuan darah yang normal).

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah :
1. Kolesistisis, merupakan peradangan pada kandung empedu,
dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung
empedu atau saluran kandung empedu, yang menyebakan infeksi
dan peradangan pada kandung empedu. Komplikasi penyakit batu
empedu ini yang paling umum dan sering meyebabkan
kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia
pertengahan dan manula.
2. Kolangitis, merupakan peradangan pada saluran empedu yang
terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada
saluran empedu.
3. Hidrops, merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang
biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak
dapat diisi lagi oleh empedu.
4. Emfiema, merupakan kandung empedu yang berisi nanah.
Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan
penanganan segera karena dapat mengancam jiwa
(Sjamsuhidajat,2005) dan (Schwartz,2000).

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-
duanya. Mowat (1987) dalam Gustawan (2007) mengatakan kolelitiasis
adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentukdalam kandung
empedu.
Batu empedu tersebut dapat digolongkan menjadi batu kolesterol, pigmen
coklat, dan pigmen hitam. Terdapat 3 spektrum tahapan kolelitiasis, yakni
asimtomatik, simtomatik, dan kolesistitis dengan komplikasi. Gejala
klinis spesifik untuk mendiagnosis kolesistitis adalah kolik bilier. Metode
pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kolelitiasis adalah
USG, ERCP, CT-scan, MRI, maupun MRCP.

15
DAFTAR PUSTAKA

Albert J. Bredenoord, Andre S, Jan T. Functional Anatomy and Pysiology .A


guide to Gastrointestinal Motility Disorder, Springer; 2016:1-13

Beckingham, I.J. (2001). ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary


System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal V. 322, 13
Januari 2001. http://www.pubmedcentral.articlerender.artid diakses pada
tanggal 09 April 2018

Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi.


Jakarta : Sugeng Seto.

Debas Haile T. 2004.Biliary Tract In : Pathophysiology and


Management.Springer – Verlaag ; Chapter 7 :198 – 224
Djumhana, A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu Empedu pada Wanita Lebih
Besar.Bandung : Fakultas kedokteran Unpad-Rumah Sakit Hasan Sadikin.

Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis


disease in the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian Dharma
Agung (J-DA).
Medan.http://repository.maranatha.edu/12708/10/1110127_Journal.pdf
diakses pada tanggal 09 April 2018

Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam
Maj kedoktIndon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.
http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/downloa
d/543/661 diakses pada tanggal 09 April 2018

Keshav K, Chahal MS, Joshi H.S, Kashmir S, Agarwal R. 2015:3(1):1-4


Prevalece of different types Gallstone in the patient with cholelithiasis
at rohilkhan medical college and hospital. International Journal of
contemporary surgery

16
Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ, Buchler MW, et. al.
TG13 current terminology, etiology, and epidemiology of acute cholangitis
and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat

Lambou SG,Heller SJ.Lithogenesis and Bile Metabolism in :Surgical Clinics of


North American .Elsevier Saunders 2008 Volume 88 :1175-1194

Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, Soekijo. (2011). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan
aplikasi. Jakarta: Rineka cipta.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-3-
bab2.pdfdiakses pada 09 April 2018

Nurhadi.2012.Analisa Batu Kandung Empedu.Bandung

Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC.

Saquib Zet. al. (2013) “Early vs Interval Cholecystectomy in Acute Cholecystitis:


an Experience at Ghurki Trust Teaching Hospital, Lahore”.
Department of Surgery, Ghurki Trust Teaching Hospital/Lahore
Medical & Dental College, Lahore

Schwartz, dkk. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20I
I.pdfdiakses pada tanggal 09 April 2018

Sjamsuhidayat, R, de jong W. (2005). Buku Ajar I,mu Bedah, Edisi 2. Jakarta:


Penerbit buku Kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20I
I.pdfdiakses pada tanggal 09 April 2018

17
Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner&Suddarth.. Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia,
Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah). Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20I
I.pdfdiakses pada tanggal 09 April2018

Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta :
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Bloom (1986)

18

Anda mungkin juga menyukai