Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006).
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah suatu
histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006).
Sectio Sesarea adalah pembedahan melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus” (Standar Asuhan Keperawatan, RSDK).
Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus
untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran
melalui vagina akan mengarah pada komplikasikomplikasi, kendati cara ini semakin umum
sebagai pengganti kelahiran normal.
2. Jenis-jenis Sectio Caesaria
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
SC Klasik atau Corporal ( dengan insisi memanjang pada corpus Uteri) di lakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
Kekurangan
b. SC Ekstra Peritonealis
Adalah tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
Dilakukan dengan menggunakan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim ( low
servical transversal) kira-kira 10cm.
Kelebihan :
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum.
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga
dapat menyebabkan perdarahan banyak.
Menurut sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
ü Plasenta previa
ü His lemah
ü Janin Besar
ü Gawat janin
ü Fetal distress
ü Kelainan letak
ü Hidrocephalus
Pada umumnya section caesaria tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum
diatasi, kelainan congenital berat. ( Sarwono, 1991)
a. Mons Pubis
Bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Mons pubis berfungsi
sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks.
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat
yang menyatu dengan mons pubis. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan
introitus vagina (muara vagina).
d. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah arkus
pubis.
e. Vulva
Bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan
kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia
minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra
(vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina,
atau Bartholini).
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung
bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium vagina.
h. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang
perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.
a. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis
dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm, dan tebal 0,6
– 1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lakukan
dinding lateral pelvis di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua
fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan androgen).
b. Vagina
Vagina merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia interna. Bagian depan
vagina berukuran 6,5 cm, sedangkan bagian belakang berukuran 9,5 cm. Vagina berfungsi sebagai
saluran keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi
dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang
menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior. Cairan vagina berasal dari
traktus genitalia atas atau bawah dimana sedikit asam.
c. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa. Bentuk uterus
menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan
9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram.
Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:
1) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke uterus.
2) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri
disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa.
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.
3) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Serviks
memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan
elastin serta pembuluh darah.
4) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian lapisan luar
peritoneum parietalis.
d. Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat
dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-
14 cm yang dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis: bagian tuba
yang terdapat di dinding uterus, pars ismika: bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars
ampularis: bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum: bagian
ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks uteri dengan
vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih
pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita
tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot
dan jaringan elastic (Evelyn, 2002).
a. Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Jaringan ini
tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
b. Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan
ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c. Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung
saraf. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam
tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
a. Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan
yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut menyatu dengan
fasia profunda paha. Di bawah lapisan terdalam otot abdominis transverses, terletak fasia
transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan
lemak.
b. Otot Perut
Otot perut terdiri dari: otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding perut posterior.
Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Obliquus externus,
obliquus internus, dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding abdomen pada
bagian samping dan depan (Gibson, J. 2002).
B. ETIOLOGI
Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu
ataupun janin. Indikasi dilakukan tindakan Sectio Sesarea. (Mochtar, 2006) yaitu:
2. Panggul Sempit
7. Distosia servik
9. Malpresentasi janin
14. Hydrocephalus
C. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi chepalo pelpic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut perlu adanya tindakan
pembedahan yaitu section caesarea ( SC ).
Dalam proses operasi dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamine dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri ( nyeri akut ). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi, akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya
antara lain: mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah
infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. Sectio Caesarea ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servikal
transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain: penjahitan luka
lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal
flop baik untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture
uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga
menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih
post operasi tinggi.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal.
Sayatan pada rahim, dapat dilakukan dengan memanjang (longitudinal), melintang (transversal),
atau huruf T (T insision).
E. KOMPLIKASI
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini menurut Bobak, 2002 antara lain:
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
b. Atonia uteri
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7. Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap gerakan/stres dari pola
kontraksi uterus atau pola abnormal.
8. Pemantauan elektronik kontinue : memastikan status janin atau aktivitas uterus. ( Doengoes,
2001 )
a. Diagnosa Perioperatif
b. Diagnosa Intraoperatif
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka bekas operasi ( SC
)
Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri ( histamine, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan ( Sectio Caesarea).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
a) Nama : Ny. L
b) Umur : 37 tahun
c) Agama : Islam
e) Status : ASKES
f) Pekerjaan : Dokter
m) Diagnosa Medis : Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu
a) Nama : Tn. S
c) Pekerjaan : PNS
b. Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien hamil aterm dengan status kehamilan G2P1A0 dengan riwayat SC 2 tahun lalu, dimana
direncanakan tindakan re-SC tanggal 11 Oktober 2013.
Klien hamil aterm dengan riwayat ANC rutin di dr. Shinta Sp.OG (K). Klien membawa surat
rujukan untuk dilakukan operasi re-SC di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. His klien baik dengan
DJJ 114 x/m. Klien tidak tampak anemis. Janin teraba prosentasi kepala dan teraba 4/5 bagian.
TFU klien 34 cm.
Klien tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang mengharuskan dirawat di rumah sakit.
b) Pernah dirawat
Klien pernah dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada riwayat SC terdahulu. Riwayat
obstretik klien adalah kelahiran melalui SC pada kehamilan aterm tahun 2011 berjenis kelamin
laki-laki dengan berat 3400 gram tanpa penyulit dan sehat hidup hingga sekarang.
c) Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi apapun baik, udara maupun obat-obatan.
Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari pihak suami maupun klien tidak memiliki riwayat pen
yakit apapun, baik hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dan asma.
Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu. Klien direncanakan
tindakan re-SC dan pemasangan IUD. Klien mendapat etrapi profilaksis Vicilin 2 gr.
Klien berprofesi sebagi dokter. Sehingga pola majemen kesehatan dan persepsi klien terhadap
kesehatan adalah baik.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Klien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan. Klien mengatakan ia mengkonsumsi
makanan bergizi setiap harinya ditambah dengan susu ibu hamil. Klien juga mengkonsumsi
vitamin yang diberikan oleh dokter kandungan. Klien mengatakan bahwa ia sempat mengalami
penurunan nafsu makan ketika kehamilan di trimester pertama.
3) Poli Eliminasi
Klien mengatakan bahwa frekuensi BAK klien meningkat akibat penekanan kandung kemih.
Tetapi klien mengalami konstipasi.
Indeks KATZ klien adalah A dimana semua aktifitas (bathing, transfering, toileting, feeding,
dressing, dan continence) klien dapat dilakukan secara mandiri tanpa bantuan.
Klien mengatakan ketika tidur di malam hari, klien sering terbangun karena merasa sesak dan tidak
nyaman. Klien juga terkadang terbangun karena merasa ingin BAK.
7) Pola Seksual-Reproduksi
Klien menyatakan bahwa ia tidak mengalami gangguan konsep diri. Klien mengatakan bahwa ia
bangga dengan kehamilan dan kondisinya saat ini karena akan menjadi ibu dari dua orang anak.
Klien memiliki peran sebagai seorang istri dan ibu dari seorang anak laki-laki. Klien juga
berprofesi sebagi dokter. Setelah menjalni prosedur operasi SC klien akan mengalami perubahan
peran dimana ia akan menjadi ibu dari dua orang anak.
Klien mengatakan bahwa ia hanya mengkhawatirkan anak pertamanya yang ditinggal di rumah.
Klien memeluk agama islam. Klien mengatakan bahwa ia menjalankan ibadah sesuai dengan
tuntutan agama islam.
f. Pengkajian Fisik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tanda-tanda Vital : RR: 18 x/m; N: 86 x/m; T: 36,4 0C; HR: 100/70 mmHg; DJJ: 112 x/m.
4) Keadaan fisik
Kepala mesochepal; kulit kepala bersih. Tidak nampak adanya benjolan di area kepala. Mata
simetris kanan dan kiri, mampu membuka mata dengan spontan, tidak cekung. Mata klien tidak
terlihat adanya perdarahan. Konjungtiva tidak anemis. Terdapat 2 lubang hidung, tidak ada
keluaran sekret, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mukosa bibir klien tampak kering dan mulut klien tidak sianosis. Telinga klien tampak simetris
antar kanan dan kiri, terdapat lubang telinga, tidak ada keluaran cairan dari telinga klien. Tidak
teraba pembesaran tiroid dan massa pada leher klien.
b) Jantung
c) Paru – paru
Inspeksi : dada simetris, kembang kempis dada teratur, terkadang klien menggunakan retraksi dada
ketika merasa tidak kuat menahan kontraksi (his).
d) Payudara
Bentuk simetris, bentuk puting susu normal, hiperpigmentasi areola, ASI belum keluar.
e) Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, ada pembesaran dalam bentuk normal, terdapat luka bekas operasi
SC, bentuk bulat memanjang, dan terdapat striae gravidarum.
Palpasi :
Leopold I : teraba bagian fundus uteri dengan TFU 34 cm dan teraba bulat lunak besar.
Leopold IV : teraba kepala janin belum masuk PAP (4/5), DJJ 12-12-12.
Perkusi : Pekak.
f) Genetalia
Klien berjenis kelamin perempuan.
g) Integumen
h) Ekstremitas
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboraturium
HbsAg Negatif
INR 0,25 - - -
Kontrol 35 Detik - -
Gol. darah B
h. Persiapan Operasi
1) Fisik
· Nadi : 86x/menit
· Respirasi : 18x/menit
· Djj : 112x/menit
2) Psikis
4) Administrasi
Persetujuan tindakan operasi telah ditanda tangani oleh keluarga, saksi, dan dokter.
c) Serah terima pasien dengan petugas ruangan di ruang terima kamar operasi lantai 4
e) Status pasien, data penunjang ( hasil Laboratorium ), blanko bahan medis dan alat medis habis
pakai dan blanko rekam askep.
g) Melakukan sigh in
j. Analisa data
Do:
a. Klien tampak
tegang dan khawatir
b. Tingkat kecemasan
klien pada cemas
sedang
2. Diagnosa Keperawatan
waktu Data fokus Diagnosa Keperawatan
DO:
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
A:
P:
Pertahankan
memberikan support
mental dan informasi yang
dibutuhkan untuk
menurunkan kecemasan
klien.
b. Mengkaji S:
tingkat kecemasan
klien.
Klien mengatakan
bahwa ia merasa cemas
dan takut.
O:
Klien mengalami
kecemasan sedang
c. Menganjurkan S:
klien teknik
relaksasi nafas Klien mengatakan
dalam bahwa ia merasa sedikit
rileks.
O:
d. Memvalidasi S:
perasaan klien.
Klien mengatakan
bahwa ia masih merasa
cemas tetapi sudah
berkurang.
O:
1. Pengkajian
a. Persiapan perawat
3) Menyiapkan alat/mesin pendukung operasi seperti: mesin couter, netral electrosurgery, mesin
dan botol suction, lampu operasi, meja operasi, meja mayo, dan meja besar.
4) Mengkorfimasi tim dari ruang perinatologi agar segera menyiapkan boks bayi.
1) Alat steril:
o) Kassa : secukupnya
· Korentang : 1 buah
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Boks bayi
f) Tempat plasenta
g) Mesin couter
k) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Alkohol 70 % : 100 cc
c) Betadine 10 % : 100 cc
d) NaCl 0,9 % : 500 cc
e) Aqua : 25 cc
i) Spuit 3 cc : 1 buah
j) Spuit 10 cc : 1 buah
k) Jelly : 10 cc
r) Underpad : 1 buah
s) Pampers : 1 buah
t) IUD : 1buah
c. Persiapan pasien
2) Klien diberikan terapi intravena NaCl dengan dosis 20 tpm dan terapi vilicin 2 g untuk
profilaksis.
5) Klien diberikan tindakan regional anestesi (spinal) dengan pemberian terapi koloid sebelumnya.
7) Klien diposiskan supinasi dan dipasangkan netral elctrosurgery pada punggung klien.
8) Klien dipasang penyangga tangan dan penutup bagian atas klien.
d. Prosedur operasi
1) Sebelum tindakan dilakukan, operator, asisten, dan scrub nurse melakukan handwashing,
gowning, dan gloving sesuai prosedur yang ada.
2) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas meja mayo
serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk keperluan skin preparation.
3) Klien yang telah diposisikan dalam posisi supinasi dilakukan skin preparation pada daerah
abdomen.
4) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian kaki klien, atas, sisi kanan dan kiri
klien, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
5) Scrub nurse menyiapkan couter kemudian dipasangkan ke area operasi bersama dengan selang
suction.
6) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
9) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse, circular nurse,
dokter anestesi, perawat anestesi, bidan, dan dokter anak) melakukan prosedur time out yang
dipimpin oleh circular nurse.
10) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 11.30 WIB.
11) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis dan scaple mess kepada operator untuk melakukan
insisi.
12) Scrub nurse memberikan klem dan kassa kepada asisten 1 untuk membantu operator.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting jaringan kepada opertor untuk memperdalam insisi
hingga peritonium.
15) Scrub nurse memberikan pinset anatomis dan scaple mess kepada operator untuk melakukan
insisi uterus.
16) Operator melakukan evakuasi bayi dengan menarik kepala janin dibantu dorongan pada
abdomen klien dari asisten.
17) Scrub nurse melakukan suctioning untuk membantu evakuasi bayi dan mencegah aspirasi air
ketuban oleh bayi.
18) Bayi berhasil dikeluarkan kemudian scrub nurse memberikan klem lurus untuk memegang tali
pusar janin.
19) Scrub nurse memberikan gunting jaringan kepada operator untuk melakukan pemotongan tali
pusat.
21) Scrub nurse memberikan spuit berisi metergin untuk memacu kontraksi uterus dalam
persalinan plasenta
22) Operator memutar tali pusar searah jarum jam dalam kelahiran plasenta.
23) Plasenta dilahirkan secara urtuh 5 menit kemudian, scrub nurse dibantu circular
nurse menempatkan plasenta pada tempatnya dan diberikan label.
24) Scrub nurse memberikan stiil deeper kepada operator dan asisten untuk membersihkan uterus
dari sisa plasenta.
25) Scrub nurse memberikan duk bersih untuk menutup duk lama.
26) Scrub nurse memberikan klem ovarium kepada operator dan asisten beserta stiil deeper kering
dan stiil deeper betadine.
27) Tim perinatologi memfasilitasi bayi dan klien dalam inisiasi menyusu dini (IMD).
30) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang chromic 2 kepada operator
untuk menjahit uterus.
31) Scrub nurse memberikan still deeper dan klem kepada asisten1 dan gunting benang pada
asisten 2.
32) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang plain 0 kepada operator
untuk menjahit peritonium.
33) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kemudian still deeper kering asisten 1.
34) Scrub nurse melakukan sigh out sebelum peritoneum pariental di lakukan penjahitan.
35) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang chromic 0 kepada
operator untuk menjahit peritoneum pariental.
36) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryil 1 kepada operator
untuk menjahit otot, facia dan sub cutis.
38) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang monosyl 3/0 kepada
operator untuk menjahit kulit dengan jahitan subcuticular.
39) Asisten membersihkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl kemudian
dikeringkan.
40) Luka ditutup menggunakan steri strip kemudian kassa kering dan hepavix yang dibantu
oleh circular nurse.
41) Scrub nurse dan circular nurse memsangkan pampers kepada klien.
42) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
43) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah digunakan kemudian
diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
e. Evaluasi
2) Perdarahan selama operasi sebanyak ± 1.500cc (darah, air ketuban, dan NaCl).
5) Turgor kulit elastis, CPR: <3 detik, dan konjungtiva tidak anemis.
8) Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 92 x/m; TD: 110/70 mmHg; T: 36,3 0C, dan SaO2: 98 %.
2. Diagnosa Keperawatan
Waktu Data Fokus Diagnosa Keperawatan
b. Lama pembedahan: ± 95
menit
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
4. Pelaksanaan
O:
1. Kesadaran: CM
O:
a. Jumlah perdarahan:
± 1.500 cc.
O:
d. Konjungtiva tidak
anemis.
Evaluasi:
S:
O:
Kesadaran: composmentis.
A:
1. Pengkajian
c. Kesadaran klien belum pulih benar karena klien belum merasakan kedua kakinya.
e. Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 86 x/m; TD: 110/60 mmHg; T: 36,5 0C.
f. Kulit klien teraba hangat, tidak tampak sianosis, dan tidak tampak pucat, konjungtiva tidak
anemis.
2. Diagnosa Keperawatan
DO:
3 DS : - Resiko infeksi
berhubungan
DO : dengan post re-SC.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
4. Pelaksanaan
Diagnosa
No. Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
A:
P:
1. Pertahankan
mengkaji nyeri klien
dan monitoring TTV
klien.
2. Berkolaborasi
dalam pemberian
analgetik jika efek
anestesi sudha hilang.
b. Mengukur tanda- S: -
tanda vital klien.
O:
TTV : RR: 16 x/m; N:
86 x/m; TD: 110/60
mmHg; T: 36,5 0C.
c. Mengajarkan dan S:
menganjurkan klien
teknik relaksasi Klien mengatakan
nafas dalam. bahwa ia sudah
melakukan nafas
dalam.
O:
Klien tampak
melakukan nafas
dalam beberapa kali
dan tertidur lagi.
b. Bromage
score klien adalah: 3.
c. Klien tampak
berbaring di atas
tempat tidur dalam
posisi supinasi.
A:
Masalah hambatan
mobilitas fisik di atas
tempat tidur teratasi
sebagian dengan
peningkatan Bromage
score klien.
P:
a. Pertahankan
memotifasi klien
untuk bersegeras
ambulasi dini.
b. Persiapkan klien
kembali ke ruang
rawat inap.
b. Membantu S: -
memposisikan klien
dalam posisi O:
supinasi
Klien berbaring dalam
posisi supinasi.
c. Menganjurkan S:
klien untuk bed
rest total hingga Klien mengatakan
efek anestesi hilang. bahwa kakinya belum
terasa.
O:
Tingkat kesadaran
klien komposmentis.
d. S: -
Mengukur Bromage
score klien. O:
P:
Perhatikan instruksi
dokter dalam
perawatan klien.
BAB IV
· KESIMPULAN
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah suatu histeretomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006). Asuhan keperawatan perioperatif pada Ny. L
(37 tahun) dengan re-sectio caesarea atas indikasi sekundi gravida hamil aterm dengan
riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu meliputi asuhan pre, intra, dan post operatif. Asuhan
keperawatan tersebut dilakukan secara komprehensif meliputi pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Diagnosa keperawatan pada pre operasi, umumnya adalah ansietas. Pada kasus ini, ansietas yang
muncul dialami oleh ibu klien. Penatalaksanaan yang diberikan adalah dengan memberikan
informasi terkait kecemasan ibu klien. Diagnosa keperawatan pada intra operatif adalah resiko
syok akibat perdarahan yang terjadi selama operasi berlangsung. Penatalaksanaanya berfokus pada
memonitor KU, TTV klien terhadap tanda-tanda terjaidnya syok.
Diagnosa keperawatan pada post operatif adalah nyeri akut akibat prosedur pembedahan,
hambatan mobilitas fisik akibat efek anestesi, dan resiko infeksi akibat tindakan operasi yang
dilakukan. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan di recovery room terbatas pada mempertahankan
keefektifan jalan nafas klien, memodifikasi lingkungan, dan perawatan klien post operasi di
ruangan.
SARAN
1. Profesi Keperawatan
Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki peran penting dalam dunia kesehatan.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit yang berkualitas didapatkan dari perawat-perawat yang
berkualitas pula. Salah satu tugas perawat kamar bedah adalah memberikan asuhan keperawatan
perioperatif untuk mencapai kesembuhan maksimal klien.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan dimana salah satunya memberikan
pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut tentunya didukung oleh tenaga kesehatan yang bekerja
di dalamnya. Diharapkan dapat mendukung dalam penerapan asuhan keperawatan peri operatif.
Kemudian dapat dihimbau bagi seluruh tim operasi untuk mengikuti prosedur yang ada terkait
kamar operasi dan tindakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2004. Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan Maternitas, Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
Bobak, Loudermik, Jensen, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Herdman, Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014; alih bahasa, Made Sumawarti, Dwi Widiarti, Estu Tiar; editor, Monica Ester. Jakarta
: EGC.
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Aescullapius.
Saifuddin, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.