PEMBAHASAN
Pada penelitian kali ini studi penggunaan obat pada terapi sirosis
hati dengan SBP difokuskan pada penggunaan antibiotik. Penggunaan antibiotik
pada terapi SBP berfungsi untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Dari
analisis data yang didapatkan bahwa penggunaan antibiotik yang paling banyak
digunakan pada pasien sirosis hati dengan SBP di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Dr Saiful Anwar Malang periode Januari 2016 sampai Desember tahun 2018
sejumlah 20 pasien (95%) penggunaan tunggal dan 1 pasien (5%) penggunaan
kombinasi yang tersaji pada (Tabel 5.5). Penggunaan kombinasi antibiotik
spektrum luas baru-baru ini dianggap sebagai terapi alternatif yang efektif, yang
didasarkan pada isolat dari SBP kultur-positif. Manfaat terapi kombinasi dalam
pengobatan SBP telah dilaporkan. Namun, penggunaan antibiotik tunggal masih
dirkomendasikan karena pertimbangan pada antibiotik kombinasi terkait pada
biaya tinggi, toksisitasnya, dan kekhawatiran tentang munculnya mikroorganisme
yang lebih multiresisten. sehingga penting untuk mengidentifikasi patogenesis
SBP dan peran mikrobiota usus untuk memilih pasien yang diharapkan
mendapatkan manfaat dari terapi antibiotik yang lebih luas atau kombinasi
antibiotik (Mohammad et al., 2018).
Persentase pola penggunaan antibiotik tunggal pada pasien sirosis
hati dengan SBP di Rumah Sakit Dr Saiful Anwar Malang dapat dilihat pada
(Tabel 5.6) dengan penggunaan terapi antibiotic gaolongan sefalosporin sebanyak
(92%) dan golongan (kuinolon 8%). Menurut Longo dan Fauci (2014) antibiotic
golongan sefalosporin memiliki aktivitas spectrum luas dan menjadi terapi pilihan
untuk pengobatan SBP karena keunggulannya dalam uji coba terkontrol secara
acak serta profil efek samping yang jarang dengan resiko nefrotoksisitas minimal
dibandingkan dengan antibiotic lainnya yang memiliki peningkatan resiko untuk
efek samping. Sehingga antibiotik gaolongan sefalosporin terutama generasi ke
tiga yaitu sefotaksim banyak digunakan.
Sefotaksim merupakan antibiotik tunggal yang paling banyak
digunakan pada penelitian ini yaitu sejumlah 20 pasien (80%) kemudian
seftriakson 3 pasien (12%) dan levofloksasin 2 pasien (8%). Data yang didapatkan
sesuai dengan pedoman dari American Association for the study of Liver Disease
(AASLD) sefotaksim merupakan pilihan utama untuk pasien dengan SBP karena
mencakup 95% flora penyebab paling umum yaitu E coli, Klebsiella pneumonia
dan Streptococcus pneumoniae (Shi et al., 2017). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Purohit et al (2014) pada 71 pasien terdiagnosa SBP diberikan
terapi dengan sefotaksim (2 x 2g) IV selama 5 hari. Dari total 71 pasien , 66
pasien (93%) sembuh sebagaimana ditentukan oleh kultur cairan asites yang
dilakuakan setelah 5 hari pengobatan. Respon yang hamper serupa juga
ditunjukan pada penelitian sebelumnya olej Navasa et al pengobatan terhdap
pasien SBP dengan injeksi sefotaksim adalah 85%. Hal ini menunjukan bahwa
sefotaksim sebagai pilihan utama terapi antibiotic pada pasien SBP
direkomendaasikan. Terlihat pada pasien no.6 (Lampiran.6) yang menunjukan
perbaikan setelah penggunaan sefotkasim selama 7 hari pemakaian, yang
ditunjang dengan analisa cairan asites yang mengalami perbaikan yaitu berwarna
kuning keruh pada hari awal pemeriksaan dengan jumlah polimorfo nuclear
(PMN) yaitu 10.022 sel per mm3 diatas batas atas normal yaitu 250 sel per mm3
dan pada hari ke 7 pemeriksaan cairan asites didapatkan hasil cairan asites
berwarna kuning jernih dengan jumlah PMN 120 sel per mm3.